Anda di halaman 1dari 20

Definisi rhinitis alergi

Rhinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitive I). Rhinitis adalah suatu
inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah
peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersinbersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantari oleh IgE.
Etiologi
Rinitis Alergi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran
penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila
kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.
Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh
lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki
kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,
dan lain-lain.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang
diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat
jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
a. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah,

tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur

Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur,

coklat, ikan dan udang

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau

sengatan lebah

Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,

misalnya bahan kosmetik atau perhiasan


b. Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral,
system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil
dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga
mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan
c. Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan
keparahannya adalah:
Berdasarkan lamanya terjadi gejala
Klasifikasi
Gejala dialami selama
Intermitten
Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap saat kambuh.
Persisten
Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setiap saat kambuh.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Ringan

Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga, sekolah atau pekerjaan. Tidak ada
gejala yang mengganggu.
Sedang sampai berat
Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
1.

Gangguan tidur

2.

gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah raga

3.

gangguan pada sekolah atau pekerjaan

4.

gejala yang mengganggu

a.

Rinitis Nonalergi

1.

Rinitis vasomotor

Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :


a)

Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin,

klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.


b)

Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan

bau yang merangsang


c)

Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme

d)

Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)

2.

Rinitis Medikamentosa

Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes


hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat
yang berlebihan (Drug Abuse).
3.

Rinitis Atrofi

Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok,

sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik,


kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi
radiasi.

Klasifikasi rhinitis alergi


Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a.

Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung

dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat
mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin
dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan
oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Rhinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :


a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan
dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di
udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap
penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak
hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk
mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah
menjadi kronis. Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1.

Rinitis alergi musiman (Hay Fever)

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2.

Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)


Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa

(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
c.

Rhinitis Non Alergi

Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial,
masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
Tipe-tipe rinitis non alergi adalah:
1.

Rinitis Infeksiosa

Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan Bagian
atas, baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung
yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera
penciuman serta batuk.
2.

Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia

Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada


hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%.
Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan
penurunan fungsi indera penciuman (hiposmia).
3.

Rinitis Okupasional

Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis


biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia).
Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

4.

Rinitis Hormonal

Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan
hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). Estrogen
diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis
pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama
kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah
hidung tersumbat dan hidung berair.
5.

Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah dekongestan topikal,


ACE

inhibitor,

reserpin,

guanetidin,

fentolamin,

metildopa,

beta-bloker,

klorpromazin,gabapentin, penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen eksogen, pil KB.


6.

Rinitis Gustatorius

Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan yang
panas dan pedas.
7.

Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem


parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi
pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa
hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Gangguan vasomotor hidung adalah
terdapatnya

gangguan

fisiologik

lapisan mukosa hidung

yang

disebabkan

oleh

bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa


hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar
pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti belum
diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor
dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh,
kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan
normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan

oleh individu tersebut.

Merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan lingkungannya, berbeda


dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat

allergennya. Faktor pemicunya antara lain alkohol, perubahan temperatur / kelembapan,


makanan yang panas dan pedas, bau bauan yang menyengat ( strong odor ), asap rokok atau
polusi udara lainnya, faktor faktor psikis seperti : stress, ansietas, penyakit penyakit
endokrin, obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral.
Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
Manifestasi Klinis
1)

Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin

lebih dari 6 kali).


2)

Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan

rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat
licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun
pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
3)

Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya

bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4)

Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.

5)

Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

6)

Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.

7)

Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau

(sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan
penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
8)

Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media

hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau
Insiden Rhinitis Alergi
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di
daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan
musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar
orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi,
bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di
bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.
Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat,
mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan
pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada
kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah
pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien
dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Karena rinitis alergik ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa angin,
keadaan ini dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :

Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar)

Awal musim panas (rose fever) tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)

Awal musim gugur tepung sari gulma (ragweed)

Setiap tahunya, serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih sama.

Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman yang kaku tidak terdapat,
spora ini muncul pada awal musim semi, bertambah banyak selama musim panas dan
berkurang serta menghilang menjelang turunnya salju yang pertama.
Evaluasi diagnosis

Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas
adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang
normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal
ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan,
terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat
dilepaskannya histamin. 1
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis
alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering kali gejala yang timbul tidak
lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan
utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.1 Gejala klinis lainnya dapat
berupa popping of the ears, berdeham, dan batuk-batuk lebih jarang dikeluhkan.4
Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada
anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.1
Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan
punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga
bawah, yang disebut sebagai allergic crease.1
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler
dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak
seperti gambaran peta (geographic tongue). 1
Pemeriksaan Penunjang

a.

In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan
IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali
bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi
juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi
kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang
tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno SorbentAssay Test). 1
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1
b.

In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui. 1
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis
biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).1
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5
hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan
dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis
makanan. 1
Penatalaksanaan
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan
alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

a.

Antihistamin

Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi
menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif
serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan
tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan
oleh obat golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang
air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang
mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya.
Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun
secara ekonomi lebih mahal.
b.

Dekongestan

Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada
reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan
biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya
sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena
penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical
dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu
penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya
bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro,
2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita
hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan.
Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.
c.

Nasal Steroid

Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami
hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan
kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat,
berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk
blocking antibody dan untuk alergi ingestan.
Komplikasi
Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.
Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan
adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.

Referensi: http://dianalmira.blogspot.com/2013/04/rinitis-alergi-makalah-kelompok-4b.html I

Rinitis vasomotor
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses
alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi
dari Rinitis Vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf
autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi.
Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari
penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini
belum memberikan hasil yang optimal. 1
Dalam praktek sehari hari, rinitis seringkali salah anggapan bahwa penyebabnya adalah
alergi. Akibatnya type rinitis yang lain (non allergic rinitis / rinitis vasomotor dan mixed
rinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis yang
tidak tepat menyebabkan pengobatan tidak memuaskan.2
Adanya kemiripan gejala antara rinitis vasomotor dan rinitis alergika menyebabkan dokter
umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa pada rinitis
vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang (-) dan tes allergen yang (-). Sedangkan
yang alergik murni mempunyai skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan pada rinitis
vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh
perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta penduduk amerika menderita
rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan 26 juta menderita rinitis type
campuran.
Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan anamnesa dan
mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar benar sebagai rinitis alergika,
rinitis vasomotor atau rinitis type campuran. Sehingga pengobatan yang digunakan
memberikan hasil yang optimal.

Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit
rinitis kronis selain rinitis alergika. 9

Rinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi
lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung.
Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3
Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung menjadi
membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi
hipersekresi. 4

Etiologi
Penyebab pasti rinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat gangguan
keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain
Obat obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal ergotamin,
clorpromazin, obat antihipertensi dan obat vasokonstriktor lokal.
Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang
merangsang.
Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.
Faktor psikis seperti cemas, tegang
Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang menyebabkan terjadinya
rinitis vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan. Sistem saraf otonom mengontrol suplai
darah ke dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf
simpatis sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengurangi tingkat
kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah kapasitan (kapiler).3. Efek dari
hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada
pembuluh darah tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan
akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi dari
saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang menyebabkan terjadinya rinorea
yang eksesif.

Teori lain meyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang dikeluarkan sel sel
seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinin.
Peningkatan peptida vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang
meyebabkan kongesti, hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada sistem
saraf parasimpatis pada sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya rinorea. Pelepasan dari
peptida ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada rinitis alergika. Pada beberapa kasus
rinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat pada mukosa
hidung .3,8,9. Terlalu hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada terjadinya rinitis
vasomotor. Banyak kasus rinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau kondisi
tertentu. Contoh beberapa agen atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ;
perubahan temperatur, kelembaban udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat, asap
rokok, debu, polusi udara dan stress (fisik dan psikis) .3,8
Mekanisme terjadinya rinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara langsung
melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan merangsang sel sel olfaktorius
terdapat pada mukosa olfaktorii. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir
secara primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah
olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian anterior
hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat
serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga terjadi
dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang dapat menimbulkan
manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.13
Dari penelitian binatang telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi sistem
adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol vaskularisasi
pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami
mekanisme bendungan koana. Stimulasi kolinergik menimbulkan vasodilatasi sehingga
koana membengkak atau terbendung, hasilnya terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi
simpatis servikalis menim bulkan vasokonstriksi hidung.

Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya atas mekanisme
hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip rinitis alergika. Rinopati vasomotor

disebabkan oleh gangguan sistem saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor.
Reaksi reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi simpatis)
yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular disertai udema dan
peningkatan sekresi kelenjar. 10,
Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rinitis alergika dengan rinitis vasomotor, maka
reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan pelepasan mediator yang
menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang
menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan rasa gatal.
Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan sekresi, sehingga
mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem
saraf autonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis)
yang akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas, yang menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala
obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas
parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan sekresi hidung
yang menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan disfungsi vasomotor
menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda. Pada reaksi alergi, ia
disebabkan interaksi antigen antibodi, sedangkan pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh
disfungsi sistem saraf autonom. 10
Gejala dan Tanda
Gejala penderita rinitis alergi atau rinitis vasomotor kadang kadang sulit dibedakan karena
gejala gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita rinitis
alergika lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti staccato. Biasanya ia tidak
ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor.Reaksi bisa disebabkan oleh disfungsi
sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi hidung, rinorea dan bersin dapat
disebabkan oleh faktor iritasi , fisik, endokrin dan faktor lain.Hidung mungkin sensitive
terhadap pengaruh hormone, oleh karena itu reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan
dengan kehamilan atau kontrasepsi per oral, tapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera
menyembuh setelah melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan hormone.
Penderita dengan anamnesis rinitis vasomotor bisa menggambarkan sensitivitas yang tidak
biasa terhadap kelembaban udara. Biasanya rinitis non alergika ini disertai dengan gejala
gejala obstruksi saluran pernafasan hidung dan rinorea yang hebat. Biasanya tidak terdapat

variasi musim, tetapi gejalanya dapat menyerupai rinitis alergika sepanjang tahun. Tetapi
karena mungkin terdapat remisi dan eksaserbasi, maka ia dapat pula menyerupai rinitis
alergika musiman. Hal ini terjadi bila pasien sensitif pada perubahan suhu yag menyertai
perubahan musim. Biasanya penderita rinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada
keluarganya. Mereka menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi
bersin dan rasa gatal.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea
yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di
mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya. 10
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mungkin
pucat, membengkak dan polipoid. Dapat ditemukan eosinofil di dalam sekresi hidung, seperti
yang dapat dijumpai pada rinitis alergika. Walaupun belim diketahui mengapa eosinofil juga
ditemukan pada rinitis vasomotor. 10
Diagnosis
Diagnosis rinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain dengan
mengetahui riwayat penyakit, pemeriksaan fisik pada hidung dan tenggorok serta tidak
didapatkannya allergen spesifik yang menyebabkan terjadinya gejala tersebut atau dengan
pemeriksaan skin tes yang negativ. Perubahan foto rontgen, penebalan membrana mukosa
sinus tidaklah spesifik dan tidak bernilai untuk diagnosis. Rinitis vasomotor bisa terjadi
bersama sama dengan rinitis alergika. Setelah menyingkirkan setiap penyebab obstruksi
hidung dan sekresi hidung lainnya, maka dapat dibuat diagnosis rinitis vasomotor.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada factor
penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Menghindari penyebab

Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika
tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secar periodik mungkin bisa membantu. Bisa
dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan
irigator.
2. Farmakologik

Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala utama
rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala
utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan seperti
Ipratropium Bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang mempunyai efek
sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien dengan takikardi dan
glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan bersin. Obat
ini menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator yang dapat
menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin, menurunkan
basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera, tapi dengan
penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang diinginkan tercapai.
Steroid topikal yang dianjurkan seperti Beclomethason, Flunisolide dan Fluticasone. Efek
samping dengan steroid ; udem mukosa,eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung tersumbat.
Untuk gejala yang multiple, penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan
antihistamin

dapat

digunakan.

Obat

yang

disarankan

seperti

Pseudoefedrin,

Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini


merupakan agonis reseptor dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada penggunaan
topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rinitis medikamentosa yaitu rebound
kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari. Kontraindikasi pemakaian
dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat serta tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga
digunakan.Pada rhinitis vasomotor terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari
dominasi parasimpatis ,untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya

enzyme asetilcholin esterase.Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja


enzyme asetil cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk tersebut.

3. Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan dapat
dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada mukosa dan
submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi kongesti,
tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang berlangsung
lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi n.vidianus merusak baik hantaran simpatis
and parasimpatis ke mukosa sehingga dapat menghilangkan gejala rinorea. Kauterisasi
dengan AgNO3 atau elektrik cauter dapat dilakukan tetapi hanya pada lapisan mukosa.
Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada cauterisasi karena dapat mencapai lapisan
submukosa. Reseksi total atau parsial pada konka inferior berhasil baik
Komunikasi dan diskusi dengan pasien merupakan bagian penatalaksanaan medis yang
sangat penting, terutama bila tidak ditemukan abnormalitas yang mendasari. Konsep reaksi
hidung normal berlebihan harus didiskusikan ke pasien bahwa beberapa orang mempunyai
hidung yang sensitif. Penderita dengan sensitivitas hidung dapat diiritasi oleh pengatur udara
(AC) atau polusi udara (ruangan yang penuh dengan asap rokok atau smog). Bila telah
diterangkan konsep variabilitas biologis dan sensitivitas hidung, pasien akan lebih memahami
gangguannya. Pengertian akan sangat membantu pasien untuk menerima dan hidup dengan
kelainan ini.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan olahraga dapat
meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis vasomotor. Peningkatan aktivitas
fisik berpengaruh pada pengurangan produksi dari protein yang memacu timbulnya mucus.
Penjelasan lain menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
membrane, karena dengan olah raga dapat meningkatkan kadar adrenalin sehinggga dapat
mengurangi sekresi mucus.Juga dengan olahraga akan membentuk reflek naso pulmonal
yaitu dengan meningkatkan Volume Tidal ( VT) paru dan diharapkan bila paru terbuka
maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat mengurangi sumbatan
hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanent dalam menangani rhinitis vasomotor, tetapi

dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala.
11
Komplikasi
Biasanya komplikasi yang sering terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung dan
terjadinya sinusitis. 10

Referensi: http://medlinux.blogspot.com/2009/02/rhinitis-vasomotor.html

Anda mungkin juga menyukai