peranan yang kritis dalam mempertahankan auditing sebagai sebuah profesi tersendiri. Berikut
adalah beberapa jawaban dari pertanyaan mengapa teori auditing perlu dikembangkan:
1. Teori auditing akan membantu kemandirian auditing sebagai ilmu ataudisiplin yang
berdiri sendiri.
2. Teori auditing dapat memampukan auditing untuk menjelaskandengan baik domain yang
menjadi wilayah tugasnya.
3. Teori auditing seyogyanya dapat memperjelas tujuan pokok auditing.
4. Teori auditing dapat menyediakan kerangka dasar bagipengembangan auditing.
5. Teori auditing dapat memperkokoh auditing sebagai profesi yangmelayani kepentingan
masyarakat dengan berlandaskan padapendekatan ilmiah.
6. Teori auditing memberi acuan bagi evaluasi standar dan praktikauditing, apakah standar
dan praktik telah sesuai dan tidakbertentangan dengan tujuan auditing itu sendiri.
Dengan berlandaskan pada standar dan praktik saja tanpa kerangka teori auditing dapat
tersingkirkan dengan mudah dan akan kehilangan validitasnya,karena pasar akan menentukan
apa yang bermanfaat dan apa yang harus disisihkan. Tanpa landasan ilmiah yang jelas, auditing
bisa kehilangan masa depannya. Apabila auditing diangkat dalam tingkatan beyond the
standards tidak hanya memperluas kesempatan layanan kepada publik,tetapi kita pun akan lebih
mampu mencegah terjadinya kebingungan dan mengurangi kesalahan yang tidak searah dengan
tujuan auditing.
Pendekatan Filosofis
Terdapat empat karakteristik dalam pendekatan filosofis yaitu komprehensif, perspektif,
insight atau pendalaman dan vision atau pandangan kedepan. Berikut penjelasan dari masingmasing karakteristik pendekatan filosofis tersebut:
1. Komprehensif
Menyiratkan adanya pemahaman secaramenyeluruh. Berhubung seorang filusuf berminat
untuk memahami kehidupan manusia dalam arti yang luas, maka ia menggunakan konsepkonsep generalisasi seperti perihal (matter), pikiran (mind), bentuk (form), entitas, dan proses,
yang komprehensif dalam artian bahwa kesemuanya ini diterapkan terhadap keseluruhan lingkup
pengalaman manusia. Jika diterapkan dalam auditing, kita harus mencari ide yang cukup umum
dalam disiplin auditing. Hal ini mengarahkan kita untuk mempertimbangkan konsepkonsep
umum seperti pembuktian (evidencing), kecermatan profesi (professional due
care),keterungkapan (disclosure), dan independensi. Studi terhadap konsep-konsep yang bersifat
umum tersebut mengarahkan kita pada pengembangan body of knowledge yang komprehensif
dan koheren yang didasari atas interpretasi auditing sebagai suatu disiplin ilmu yang bermanfaat
secara sosial.
2. Perspektif
Sebagai suatu komponen dari pendekatan filosofis yang mengharuskan kita untuk
memperluas pandangan untuk menangkap arti penting dari benda-benda. Jika hal ini diterapkan
pada pengembangan filosofi auditing, kita akan melihat kebutuhan akan pengesampingan
kepentingan pribadi.
3. Insight (pendalaman)
Elemen pendekatan filosofis yang menekankan dalamnya penyelidikan yang diusulkan.
Pencarian wawasan filosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa filsuf berupayauntuk
mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandangan manusia akan setiap gejala kehidupan
alam. Asumsi dasar yang dimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan manusia untuk
berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau seringkali tersembunyi sehingga tingkat
kepentingannya tidak dapat dikenali.
4. Vision (pandangan kedepan)
Menunjukkan jalan yang memungkinkan manusia berpikir dalam kerangka yang sempit ke
kemampuan untuk memandang gejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan imajinatif
(conceived).
Metode Filosofi
Sebagaimana setiap bidang ilmu yang mempunyai metode studi masing-masing, filosofi
juga memiliki metode atau tradisi. Dari pendekatan tradisional yang dikenal dalam bidang studi
filosofi, kita mengenal adanya metode analitis dan valuasi yang dapat digunakan dalam
pengembangan teori auditing. Auditing berkaitan dengan perwujudan tanggung jawab sosial dan
perilaku etis (ethical conduct) di samping kepentingannya dalam pengumpulan dan evaluasi
bukti. Jadi, masing-masing dari metode ini baik analitis maupun valuasi mempunyai tempat
tersendiri dalam auditing. Auditing memanfaatkan pendekatan analitis maupun pendekatan
valuation. Sebagai contoh, pertimbangan (judgment) dalam audit tergantung pada kualitas dari
keyakinan yang diperoleh melalui pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti. Sementara
itu,pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti dimaksud memerlukan upaya analisis atas
fakta-fakta yang terjadi yang melatar belakangi asersi yang sedang diaudit. Keyakinan hanya
dapat didukung atas dasar sejauh mana seorang auditor dapat menjelaskannya dari bukti-bukti
yang berhasil diurai. Makin kuat penguraiannya, maka makin kuat pembuktiannya, dan simpulan
(judgment) audit yang diambilakan semakin handal.
Auditing Sebagai Suatu Disiplin Ilmu
Terdapat beberapa pemikiran yang salah mengenai auditing, banyak orang berpendapat
bahwa auditing merupkan bagian dari akuntansi, hal ini terjadi karena auditor juga dikenal
sebagai akuntan. Terdapat perbedaaan dalam cara kerja dan metodologi antara auditing dan
akuntansi. Hubungan antara kedua disiplin ini sangat dekat karena memiliki obyek yang sama.
Dalam akuntansi, yang dilakukan adalah mengumpulkan, mengolongkan, merangkum serta
komunikasi dari suatu data keuangan. Sedangkan auditing tidak mengkomunikasikan data akan
tetapi mereview dan mengukur apakah sudah tepat dalam penyajiannya.
Auditing dan akuntansi saling melengkapi, meskipun objek dari disiplin ini sama akan
tetapi fungsi dan pendekatannya berbeda. Dalam melakukan audit seorang auditor harus menjadi
akuntan yang handal sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Auditing berhubungan
dengan verifikasi data keuangan bertujuan untuk menilai penyajian dari data keuangan apakah
sudah sesuai dengan kondisi saat ini. Verifikasi yang dilakukan ini membutuhkan teknik aplikasi
dan metode pembuktian yang baik. Terdapat sebuah konsep dalam auditing yang berbeda dan
bukan merupakan adopsi dari disiplin ilmu lain yaitu independen atau independensi. Seleksi,
modifikasi dan integrasi merupakan suatu ide yang juga diterapkan disiplin ilmu lain dalam
auditing juga ditambahkan pengembangan konsep dan metodologi. Auditing juga bisa disebut
sebagai disiplin ilmu terapan (applied discipline). Hal ini karena dalam auditing terdapat prinsip
atau teori dasar dari disiplin ilmu yang lain yang diterapkan di auditing, akan tetapi auditing
sebagai ilmu terapan juga mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan yang lain.
Metodologi Audit
Beragam metodologi yang juga digunakan dalam banyak disiplin ilmu tidak menjamin
apakah metodologi tersebut dapat digunakan pada disiplin ilmu yang berbeda. Dalam beberapa
kasus suatu metodologi yang digunakan dalam satu disiplin ilmu digunakan pada disiplin ilmu
lain dengan modifikasi dan adaptasi terlebih dahulu. Suatu metode bergantung pada tipe
permasalahan yang ada, penilaian yang dibuat, dan karakter data yang akan diteliti. Auditing
mempunyai metode yang terdiri dari perilaku dan prosedur.
Perilaku Ilmiah
perilaku ilmiah merupakan perilaku dari suatu pemikiran dan prosedur penjelasan.
Perilaku ilmiah terdiri dari penelitian dan keingintahuan. Seorang ilmuwan merupakan filsuf
dengan pertanyaan mengapa yang muncul terus menerus. Suatu peristiwa, tindakan dan
interaksi merupakan bagian dari keingintahuan dimana peneliti akan menemukan mengapa hal
itu bisa terjadi dan dengan cara bagaimana. Turunan dari keingintahuan adalah reliable (andal).
Hanya pengetahuan yang didukung oleh bukti bukti yang tidak dapat dijawab yang diterima.
Seorang peneliti tidak pernah puas dengan dengan solusi yang ada, peneliti akan mencoba
menerapkan permasalahan atau solusi tersebut kepada permasalahannya lainnya. Peneliti juga
secara berkesinambungan mencari hukum dasar dan prinsip yang menjelaskan hingga problem
ada yang terselesaikan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara permasalahan berdasarkan
fakta yang diteliti oleh penelitian ilmiah dengan permsalahan berdasarkan nilai yang diteliti oleh
peneliti sosial.
Perilaku auditing
Dalam auditing telah dilakukan metode investigasi yang telah dikembangkan sehingga
perilaku yang ada tidak diambil secara langsung dari ilmu lain. Perilaku auditing meliputi
komponen di bawah ini :
-
Keterbatasan minat dan penyelidikan utama seusai dengan penilaian yang diminta
Seperti juga ilmuwan sosial, auditor juga mempunyai permasalahan antara fakta dan nilai dimana
juga harus menyatakan pendapat atas hal tersebut. Auditor juga mempunyai permsalahan dalam
pengungkapan dimana disetiap kasus hal ini berbeda misalnya apakah suatu keuntungan
yangtidak biasa mempengaruhi dalam pendapatan bersih tahun tersebut.
Perbedaan mendasar dari perilaku auditing dan perilaku ilmiah adalah ketertarikan yang
ada.Auditor harus mempresentasikan laporan keuangan yang telah ada dan mengungkapkannya
diamna hal ini berdasarkan terhadap pemeriksaan. Sebaliknya ilmuan ilmiah tidak terbatas
terhadap lingkup penyelidikan, jarang sekali memulai dengantujuan yang spesifik. Netral dan
independensi adalah perbedaan selanjutnya yang paling mendasar dari auditing. Seperti di dalam
penelitian lainnya, auditor juga tertarik dalam bukti, dan berusaha untuk mendapatkannya,
mengevaluasi dan mempelajarinya sebelum memberikan penilaian. Auditor tidak dapat memulai
suatu penyelidikana apabilatidak mendapatkan bukti yang mendukung.
Berdasar kedua poin tersebut dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perilaku
auditing dan juga ilmiah. Dan juga dalam metodologi dan prosedur yang digunakan.
Pendekatan Metodologi Ilmiah
Langkah langkah metodologi
1. Mempertimbangakan pre-eliminasi data yang mempunyai permasalahan
yang diteliti dapat diperoleh dari berbagai macam bentuk misalnya fenomena sosial atau
alam, response dari suatu hal yang muncul, atau terkadang sesuatu yang luar biasa.
2. Memformulasikan masalah
Pada saat stilumulus ini menarik perhatian seorang peneliti memungkinkan dilakukan
penyelidikan dan investigasi hal ini berarti telah dilakukan formulasi permasalahan.
3. Observasi fakta yang sesuai dengan permasalahan
Peneliti menemukan semua fakta yang berkaitan, dan juga mencoba menemukan dari
berbagai sudut pandang
4. Menggunakan pengetahuan yang ada
Menggunakan pengetahuan dan pengalaman terdahulu dapat membantu untukmemahami
permasalahan, apakah terdapat penelitian atas permasalahan ini di masa lalu
5. Memformulasikan hipotesa
Hipotesa adalah kemungkinan yang muncul dari suatu pemikiran. Hipotesa yang
digunkan merupakan kemungkinan terbaik dan sesuai permasalahan.
6. Deduksi dari implikasi hipotesa
Hal ini bertujuan apakah hipotesa ini mempunyai alasan yang kuat, apakah sesuai dengan
fakta yang ada. Apabila setelah dilakukan implikasi terdapat data yang kurang, peneliti
diperbolehkan untuk menambah data yang ada
7. Melakukan tes pada hipotesa
Tes hipotesa ini berdasarkan bukti yang ada dan untuk membuktikan hipotesa yang tealh
ditetapkan untuk mengambil kesimpulan
8. Kesimpulan
Kesimpulan yang ada merupakan hasil dari pengujian hipotesa yang telah dilakukan
dimana hasilnya dapat mendukung hipotesa atau menolak hipotesa.
Prosedur Metodologi dalam Auditing
Pengenalan masalah
Pernyataan masalah
Formulasi solusi yang mungkin
Evaluasi solusi
Formulasi pendapat
POSTULAT AUDITING
Sifat Postulat
Ada lima karakteristik umum dari sebuah postulat. Postulat adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
dengan demikian akan mudah diciptakan generalisasi. Dalam kaitan ini, postulat dalam auditing
akan berfungsi sebagai anggapan dasar yang semestinya harus dipegang sebelum auditing
difungsikan. Anggapan dasar ini bisa saja berbeda dengan kenyataan atau hasil verifikasinya,
namun sebelum hasil verifikasi itu diperoleh tidak semestinya berpendapat menyimpang dari
asumsi dasar ini.
Postulat yaitu konsep dasar yang harus diterima tanpa perlu pembuktian. Postulat
merupakan syarat penting dalam pengembangan disiplin, tidak perlu diperiksa kebenarannya
lagi, sebagai dasar pengambilan kesimpulan, sebagai dasar dalam membangun struktur teori dan
bisa juga dimodifikasi sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. Terdapat 8 tentatif postulat
auditing yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf, yaitu:
1
Tidak ada konflik kepentingan antara auditor dan manajemen perusahaan yang lagi
diperiksa.
Laporan dan informasi keuangan diserahkan untuk diperiksa bebas dari kolusi dan
ketidakteraturan lainnya.
Konsistensi penyajian laporan keuangan sesuai standar yang diterima umum sehingga
laporan keuangan disajikan secara wajar.
Dalam hal bukti tidak jelas atau bertentangan, maka apa yang selama ini dianggap benar
dalam laporan keuangan yang diperiksa akan dianggap benar sekarang dan dimasa yang
akan datang.