Konsumsi
Teori konsumsi rumah tangga yang paling banyak dibahas dalam ilmu ekonomi umumnya adalah teori
konsumsi model Keynes, teori konsumsi model Friedman, model Modiagliani, dan analisis
Duesenbery. Sebelum mengkaji teoritisnya maka harus diketahui bahwa besar kecilnya konsumsi
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: (Iskandar Putong: 2015; 39-40)
1. Tingkat pendapatan dan kekayaan.
Sangat lazim apabila tinggi rendahnya daya konsumsi seseorang atau masyarakat
berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat pendapatan, karena perilaku konsumsi secara
psikologis
memangberhubungan
denga
tingkat
pendapatan,
artinya
bila
tingkat
pendapatannya tinggi maka konsumsinya semakin tinggi (baik dalam jumlah maupun
dalam nilai) karena ini berhubungan dengan pemenuhan kepuasan yang tak terbatas itu.
Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya juga relatif rendah karena berhubungan
dengan keinginan bertahan hidup, jadi konsumsi untu bertahan hidup dan pemenuhan
kepuasan yang tinggi semuanya karena faktor pendapatan.
2. Tingkat suku bunga dan spekulasi.
Bagi masyarakat tertentu adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatakan
perolehan yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang ditabung, sehingga
manakala
suku
bunga
tinggi,
konsumsi
masyarakat
berkurang
meskipun
pendapatannya tetap. Akan tetapi manakala suku bunga rendah maka masyarakat
akan lebih condong untuk menggunakan semuanya uang untuk konsumsi, sehingga
hampir tidak ada yang tabung. Selain suku bunga, tingkat spekulasi masyarakat juga
mempengaruhi tingkat konsumsi, masyarakat bisa saja mengurangi konsumsinya karena
berharap pada hasil yang besar dari uang yang dikeluarkan untuk main dipasar saham atau
obligasi.
3. Sikap berhemat
Disatu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi haruslah
ditingkatkan. Akan tetapi disisi lain untuk meningkatkan pendaan dalam negeri agar investasi
dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta aman maka tabungan masyarakat perlu
ditingkatkan.
4. Budaya, gaya hidup, dan demonstration effect.
Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan dan dibeli hanya demi
gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat menjadi rendah. Demikian juga
halnya dengan dampak demonstration effect yang menjadikan pola konsumsi masyarakat
yang terlalu konsumtif sehingga akan mengurangi tingkat tabungan.
5. Keadaan perekonomian
Pada saat perekonomian dalam keadaan stabil maka konsumsi masyarakat juga akan stabil.
Teori Konsumsi dan Tabungan Keynesian
Teori konsumsi keynes didasarkan pada 3 postulat yaitu: (Iskandar Putong: 2015)
1. Konsumsi akan meningkat apabila pendapatan meningkat,oleh karenanya adanya batasan dari
Keynes sendiri yaitu bahwa kecendrungan mengkonsumsi marginal
MPC =
C
Y
, Marginal Propensity to Consume adalah antara nol dan satu, dan pula
C
Y
peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi, sehingga pada setiap
naiknya pendapatan pastilah akan memperbesar tabungan.
3. Bahwa pendapatan adalah merupakan determinan (faktor penentu utama) dari konsumsi,
faktor-faktor lain dianggap tidak berarti.
Konsumsi rumah tangga memiliki hubungan yang erat dengan pendapatan yang dapat dibelanjakan
(pendapatan disposibel). Rumah tangga dapat melakukan konsumsi karena memiliki pendapatan yang
dapat dibelanjakan. Jika pendapatan yang dapat dibelanjakan meningkat, konsumsi juga meningkat.
(Sukwiaty dkk:2007;165)
berdasarkan atas harga berlaku dan atas harga konstan. PDRB atas harga berlaku menggambarkan
nilai-nilai tambah barang dan jasa yang dihit ung dengan menggunakan harga pada tahun tersebut
sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun dasar yang di Indonesia ditetapkan tahun 1993. (Sukwiaty dkk:2007)
Teori konsumsi Keynes terkenal dengan teori konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut
(Absolute Income Hypothesis) yang pada intinya menjelaskan bahwa konsumsi seseorang atau
masyarakat secara absolut ditentukan oleh tingkat pendapatan, kalaupun ada faktor lain menurut
Keynes semuanya itu tidak berarti apa-apa dan sangat tidak menentukan. (Iskandar Putong; 2015)
Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan yang menggambarkan naiknya harga secara umumatau suatu proses
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan
proses menurunnya nilai uang (Sukwiaty dkk: 2007)
Sebab-sebab terjadinya inflasi :
1. Tarikan Permintaan (Deman Pull Inflation)
Bertambahnya permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa menyebabkan bertambahnya
permintaan
faktor-faktor
produksi.
Meningkatnya
permintaan
terhadap
produksi
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi terjadi karena suatu kenaikan
dalam situasi full employment. Inflas yang ditimbulkan oleh permintaan total yang berlebihan
sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga dikenal dengan istilah demand full inflation.
2. Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Biasanya pada batas demand inflation ada kecenderungan untuk meningkatkan produksi
akibat meningkatnya permintaan dari masyarakat, akan tetapi kenaikan harga tersebut diikuti
dengan menurunnya omzet penjualan sebagai akibat kelesuan pasar sekalipun harga
menigkat. Namun pendapatan nyata berkurang karena penurunan agregat (pergeseran kurva
penawaran ke kiri).
3. Inflasi Campuran
Inflasi campura adalah inflasi yang terjadi disebabkan oleh kombinasi (campuran) antara
unsur inflasi terikan permintaan dan inflasi dorongan biaya.
4. Inflasi Impor atau Imported Inflation
Inflasi jenis ini terjadi karena pengaruh inflasi dari luar negeri, yaitu akibat adanya
perdagangan antarnegara.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas dipasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata
lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara continue. (Akhmad Jenggis
P:2012).
Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu ( Ani Widiyatsari dan
Anthony Mayes,2012,64)
Deposito
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakuakan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah menyimpan dengan bank. Bank umum dan BPR dapat menerbitkan
bilyet deposito atas simpanan deposito berjangka. Atas bunga deposito berjangka dikenakan pajak
penghasilan bersifat final.
Deposito di bank syariah didasarkan pada akad mudharabah dengan ketentuan antara lain bank tidak
diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan
dan menyangkut biaya deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan bank. (Booklet Perbankan
Indonesia: 2006)
Deposito dapat dicairkan setelah jangka waktu berakhir. Deposito yang akan jauth tempo dapat
diperpanjang secara otomatif (Automatic Roll Over). Deposito dapat dalam mata uang rupiah maupun
dalam mata uang asing. (www.bi.go.id)
Suku Bunga Deposito
Suku bunga adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan dalam presentase uang pokok per
unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang
harus dibayarkan kepada kreditur.
Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan : penawaran tabungan dan permintaan investasi
modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga
pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah
tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan
semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung dan sebaliknya. (Sunariyah: 2004)
Jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat
mengharapkan pengembalian yang menguntungkan, dan pada posisi ini permintaan masyarakat untuk
memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya kedalam bentuk
portofolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar,
maka gairah belanja akan menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung
stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi, dan sebaliknya. (Prasetiantoro: 2000)