Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesiapsiagaan


Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten
kota melakukan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat
yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik
dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk
apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka
cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti
jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya
bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang
penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi
penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang bertujuan
untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam
lingkup pra bencana lebih diutamakan.

26

27

Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai


resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan
pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi/
simulasi.
2.1.1

Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir


Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah

tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu : (a) pengetahuan
dan sikap terhadap resiko bencana; (b) kebijakan dan panduan; (c) rencana untuk
keadaan darurat bencana; (d) sistim peringatan bencana dan (e) kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya. Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian
alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik
bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat
mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam
mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah
rawan bencana seperti banjir.
2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi
dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi
dalam simulasi evaluasi.

28

3. Rencana Tanggap Darurat


Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat : adanya rencana
penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.
b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga,
tempat berkumpulkan keluarga saat bencana ; adanya kerabat/keluarga/teman
yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat.
c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan
pertama keluarga.
2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama
4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan
evakuasi.
5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
e. Peralatan dan perlengkapan
f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
g. Latihan dan simulasi/gladi
4. Sistim Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber
tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan

29

bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan
efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu
dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk
menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan
upaya tanggap darurat yang efektif.
Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi
korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana
dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu
tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat
terjadinya peringatan.
5. Mobilisasi Sumber Daya
a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/pertemuan/pelatihan
kesiapsiagaan bencana
b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
terhadap bencana
c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas
siaga bencana secara reguler.
2.1.2 Persiapan Menghadapi Banjir
Persiapan untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga
perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak

30

dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 2 m maka perlu
beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).
1. Untuk rumah tidak bertingkat
Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu
dilakukan beberapa persiapann untuk rumah satu lantai yaitu:
a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat
b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau
pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi
c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke
atas atap.
d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat

banjir). Patok ini

ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.


e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap
yang dijadikan tempat tinggal.
f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk
pembuangan zat beracun (CO) hasil pembakaran bahan bakar.
g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan
lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika
ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa
barang-barang elektronik yang ringan.
h. Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.

31

i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum
banjir, minyak bekas

ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan

digunakan untuk kondisi darurat saja.


j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air
untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan
lain-lain.
k. Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain
yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam
rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap
aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
dibersihkan.
l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil air banjir,
lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan mandi. Caranya,
gunakan tawas dan kaporit untuk mempercepat pengendapan lumpur dan
membunuh bakteri. 1 sendok teh dan setengah sendok teh untuk 20 liter air.
Masukkan tawas yang telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk
sampai merata.
m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air mineral kemasan
dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam sebuah galon.
n. Sediakan obat-obatan seperti obat gosok, obat sakit kepala, obat diare, obat
masuk angin, obat batuk, obat flu, dan obat-obatan pribadi.

32

o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang bendera dari bambu.
Bendera merah-putih adalah symbol siaga satu dan rumah masih ada
penghuninya. Jika ketinggian air semakin tinggi (dapat dilihat dari
pemantauan patok pengamat banjir), naikkan bendera merah di bawah
bendera merah-putih, artinya penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our
Soul). Dengan tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para
relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu berteriak-teriak
melalui pengeras suara, tetapi langsung mendatangi dan mendata jumlah
keluarga lalu membagikan sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda
ada kehidupan di rumah yang terendam banjir.
p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi
yang terdekat di wilayah banjir.
2. Untuk rumah bertingkat
Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat.
Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak
menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan
air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan
kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir
Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika kontruksinya mengkhawatirkan,
dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.

33

Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga


adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti
ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga
tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika
bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang
tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.
b. Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak
bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir)
bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.
c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika
terjadi bencana.
e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sensiri atau korban seandainya ada
cidera.
f. Menempatkan kunci rumah di temapt yang aman, mudah diambil dan
diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga.
g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI,
LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone
atau dalam catatan penting lainnya.
h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah
dijangkau ketika menyelamatkan diri.

34

i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada
saat bencana.
Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat
dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti dibawah ini:
a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.
c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau
kotak tahan air
e. Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat
kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang
lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.
g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca
i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas
bencana yang ada.
2.1.3

Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir


Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi rumah yang kotor,

bau, dan berantakan. Membersihkan rumah pasca banjir menurut Mistra (2007)
adalah :

35

1. Banjir sudah reda


Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada banjir susulan
lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau tidaknya banjir susulan dapat
ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti pemda dan istitusi terkait lainnya.
Cara ini untuk mengantisipasi dan menghindari hal-hal yang tida dinginkan.
2. Gunakan alat pengaman
Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan, dan masker.
Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan rumah akibat banjir.
3. Padamkan listrik
Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam jumlah banyak,
sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah dipadamkan. Jika perlu,
sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa air dapat
menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat rumah dibersihkan menggunakan air.
4. Maksimalkan udara masuk
Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk, sebaiknya buka
semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan ventilasi lainnya. Aliran
udara dan sinar matahari yang masuk akan mengurangi kadar kelembaban dalam
rumah. Cara ini akan mencegah timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih.
5. Buang semua makanan yang terkena air banjir
Biasanya banjir membawa oleh-oleh berupa sampah yang berceceran.
Bersihkan semua sampah tersebut dan makanan yang terkena air banjir karena
dikhawatirkan terkontaminasi kuman-kuman penyakit.

36

6. Keluarkan semua perabotan rumah


Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sebaiknya barangbarang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu, perabotan yang
basah dapat dijemur sehingga bisa kering seperti semula. Setelah barang
dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur dengan menggunakan serokan karet.
7. Cat dinding rumah
Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika dinding berwarna
putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat dibersihkan dengan lap basah.
Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat ulang lagi.
8. Sterilkan dengan desinfektan
Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam kotoran dan
noda bukan berarti terbebas dari kuman dan bakteri. Oleh karena itu, lakukan
penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah zat pembunuh kuman dan
bakteri yang banyak digunakan untuk mensterilkan suatu ruangan.
Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat
dilakukan keluarga adalah:
1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah yang
terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat sampah.
Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan cairan desifektan.
2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.
3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak
digunakan dulu, meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan. Check
dahulu air yang akan digunakan secara fisik (warna, rasa, bau dll), sampai

37

dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung yang beralas
keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air
4. Tingkatkan daya tahan tubuh , minumlah supplemen vitamin, konsumsilah
makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup.
5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi
6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran
yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan
7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air
8. Cucilah tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan
9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi dan
cuci tangan yang bersih.
10. Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada.
Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat terjadinya
banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:
1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri pertolongan
pertama jika perlu.
2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti bayi,
lanjut usia dan orang cacat.
3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air yang
tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.
4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir
5. Dengarkan informasi darurat
6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda.

38

Menurut Efendi (2009), tindakan pada pra bencana

dalam menghadapi

bencana meliputi hal-berikut:


1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
lainnya.
3. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan
makanan dan penggunaan air yang aman.
4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rumah sakit dan ambulan.
5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana.
6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian
seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain
2.2 Bencana Banjir
2.2. 1. Pengertian Banjir
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).
Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi
muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin

39

meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran
air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Mistra, 2007)
Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang
terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai
sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air,
sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya .
Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan
tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran
sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase
buatan manusia
2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang
laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti
bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat
runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat
menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung
mengalir deras sebagai banjir bandang.

40

2.2.2.

Faktor-faktor Penyebab Banjir


Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal,

sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta
sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu
menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya
tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat
sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia,
tersumbat sampah serta hambatan lainnya.
Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke
dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.
Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan
tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian
besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem
pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Mamun,
2007).
Faktor penyebab banjir menurut Yulielawati (2008), dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) faktor yaitu:
1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:
a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan industri.

41

b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan
meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa
menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian
mengganggu jalannya air.
c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir
dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik.
Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan permungkiman.
Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah
aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir.
d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air,
terutama di perumahan-perumahan.
2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:
a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau
siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang
cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang
berkembang pada Cekungan Bandung.
b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelokkelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan
adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)
3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu:
a. Curah hujan yang tinggi

42

b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai
atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara
Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah.
pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi
Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia
yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan
merusak lingkungan baik di darat, laut dan di udara. Sementara faktor kedua dan
ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan
tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang
dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.

2.2.3. Dampak Bencana Banjir


Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek
dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini:
1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam,
luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk
terisolasi.
2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen,
arsip,

peralatan

pemerintahan.

dan

perlengkapan

kantor

dan

terganggunya

jalannya

43

3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak


berfungsinya pasar tradisional, kerusak, hilangnya harta benda, ternak dan
terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan
irigasi.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga
2.3.1 Faktor Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek
yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku
yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002)
Menurut Notoadmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah seorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif adalah :

44

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
bentuk konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen,tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

45

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan,


memisahkan dan mengelompokkan.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Menurut Nasution (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
dalam masyarakat antara lain:
1. Sosial Ekonomi
Lingkungan Sosial akan mendukung tingginya pengetahuan sosial. Bila ekonomi
baik, tingkat pendidikan tinggi maka pengetahuan akan tinggi juga.
2. Kultur (Budaya dan Agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi yang baru akan sering sesuai atau tidak dengan budaya yang ada atau
agama yang dianut.

46

3. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal baru dan akan
mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.
4. Pengalaman
Pengalaman disinii berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan
yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas. Sedangkan semakin tua umur
seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak penduduk yang
menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka
percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah
diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat
perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah
pencegahan atau penanggulangannya.
Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok
rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa
kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum
memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).
Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan bisa
mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui
pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan
penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi
pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan

47

partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya


menghadapi gempa bumi.Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan
penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari gempa bumi atau bencana lain
(Priyanto, 2006)
Menurut Ma`mun (2007) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan
kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar mencintai alam,contoh
menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah kesungai,tidak tinggal dibantaran
sungai karena dapat menimbulkan permasalahan banjir dan lain-lain.

2.3.2 Sikap
Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup
seseorang terhadap simulasi atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya).
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung
dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup.
Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus
tertentu (Sunaryo, 2004)
Menurut Notoadmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif
dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif

48

terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai


objek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep suatu objek; Kehidupan emosional atau evaluasi
terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut
secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam penentuan sikap yang utuh
ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulus atau objek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah maksud untuk
berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dari atasan-atasan
sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954), (Cardno, 1955)
dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
social.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan
presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan
merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi
bahwa merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek.

49

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok,


yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; (2)
kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; (3)
kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap
yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat
dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di media serta seminar.
2. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan
itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi mengenai suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang petugas yang
mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko bencana yang ada didaerah
masing-masing serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.

50

4. Bertanggung jawab (Responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek.
Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada
masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan
memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat
bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan
memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap
dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting
khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto,
2006)
Sikap

yang

baik

untuk

mencegah

banjir

yaitu:

tidak

membuang

sampah/limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, tidak membangun


jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran
sungai, tidak tinggal dalam bantaran sungai; tidak menggunakan dataran retensi banjir
untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya,
menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, menghentikan praktek
pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi
air dan tanah (Bakornas PB, 2006)

51

Menurut Yusuf (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan


sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor komunikasi dengan orang lain, (3)
faktor modal yaitu dengan melalui mengimitasi, (4) faktor lembaga sosial
(Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1)
pendekatan tiori belajar, (2) pendekatan teori persepsi (3) pendekatan teori
konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.
2.3.3 Pendidikan
Cumming, et al dalam Azhari (2002), mengemukakan bahwa pendidikan
sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu
pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan.
Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah
tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas
dan tingkat akademi/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya
nalar seseorang, yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasiinformasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap
masalah yang dihadapi (Syahrial, 2005).
Darnelawati (1994) berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan
di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat
yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti,

52

pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu
bidang pekerjaan tertentu (http://www.blog_pendidikan) diakses Maret 2010
Pendidikan
Sedangkan menurut Ma`mun (2007) aspek sosial merupakan aspek penting
dalam pengelolaan bencana terpadu. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan bagi
individu. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal dan non formal.
1. Pendidikan formal
Terdapat banyak cara dimana pengelolaaan bencana diperkenalkan ke dalam
kurikulum umum baik di dalam maupun di luar kelas, misalnya:
a. Peningkatan dan pemakaian buku-buku mengenai bencana air dan lingkungan
di sekolah-sekolah.
b. Pemanfaatan internet untuk menggali informasi bencana
c. Pengembangan model pengalaman tentang bencana untuk menambah
pengetahuan tentang IPA, Geografi dan Sejarah.
d. Kunjungan ke infrastruktur bencana dan infrastruktur keairan yang terkait
dengan bencana untuk menambah pengetahuan anak didik baik SD, SMP,
SMA dan Perguruan Tinggi.
Dalam mensosialisasikan panduan bencana tersebut, satkorlak PB dan para
pendidik dapat bekerja sama dalam berbagai hal, misalnya:
a. Memikirkan bersama-sama bagaimana aset bangunan untuk pengendalian
bencana dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran untuk masyarakat dan
sekolah.
b. Seminar, diskusi, pelatihan desiminasi mengenai persoalan bencana

53

Studi-studi tentang pengenalan sikap terhadap konservasi air dan pengelolaan


bencana menunjukkan bahwa jalan yang paling efesien dalam mempengaruhi
sikap orang dewasa adalah dengan pendidikan dan pelajaran anak di sekolah.
Karena umumnya, orang tua akan mendengarkan cerita anaknya tentang pelajaran
apa yang didapatkan di kelas.
Perkenalan proyek ilmu pengetahuan alam khususnya yang terkait dengan
bencana di dalam kelas akan membuat siswa paham akan realitas air. Gambar,
foto dan visualisasi lainnya seperti film akan sangat membantu bagi anak-anak
untuk memahami lebih jelas.
2. Pendidikan Non formal
Pendidikan non formal dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
pelatihan untuk para profesional dan pelatih. Pelatihan untuk para profesional
bertujuan untuk reorientasi pola pikir. Karena reorientasi ini khususnya dalam
profesi pengelolaan bencana atau profesi yang terkait dengan kebencanaan adalah
cukup penting dengan melihat perkembangan yang cepat dari pengelolaan
bencana terpadu dalam dekade terakhir. Caranya adalah dengan penawaran
khusus atau lokakarya spesifik yang dimodifikasi dari kuliah-kuliah di
universitas. Stimulasi pola pikir dapat dilakukan dengan peningkatan wawasan
lingkup tradisional bencana yang sebelumnya terfokus hanya pada aspek rekayasa
(engineriering) dengan memasukkan topik-topik antara lain tentang lingkungan,
sosial, ekonomi, institusi, kebijakan politik, hukum, penilaian kebutuhan dan
resolusi konflik dalam pengelolaan bencana.

54

Cara-cara khusus yang dilakukan, antara lain:


a. Penyediaan kursus dalam rangka pendekatan keikutsertaan dan kesetaraan
gender
b. Peningkatan pelatihan yang mengikutsertakan para praktisi termasuk pakar
lingkungan, ekonomi, teknik, sosial, ilmu pengetahuan dan bisnis
c. Pengembangan modul untuk pelatihan kerja untuk mengejar ketinggalan
dalam teknologi
d. Pengembangan pelatihan dengan modul pendekatan botttom-up dan teknik
baru (teknologi tepat guna)
e. Tindakan-tindakan untuk memastikan bahwa pengelolaan bencana termasuk
dalam program gelar fakultas teknik dan fakultas-fakultas lainnya seperti
ekonomi, sosial, lingkungan, biologi dan lain-lain.
Pemahaman masyarakat, individu/keluarga terhadap karakter bencana
merupakan jaminan investasi keselamatan hidup dimasa depan, mengingat
pengalaman sejarah, peristiwa banjir lebih banyak menyisakan kepiluan dan
penderitaan sekalipun peristiwa banjir di Indonesia merupakan kejadian yang
selalu berulang, namun begitu mudahnya masyarakat melupakan dasyatnya akibat
yang ditimbulkan. Hal ini terutama terdapat pada yang siklus kejadian cukup
lama, sementara upaya untuk menyediakan media bagi pembelajaran bencana
untuk masyarakat, individu/keluarga belum terencana dengan baik. Akibatnya
selalu panik dan tidak siap. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah
memasyarakatkan pendidikan kebencanaan sehingga mampu memberi jaminan
investasi bagi keselamatan hidup manusia di masa depan (PSB-UGM, 2008).

55

Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2006), bahwa pada


masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko,
meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga
akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri
untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk
penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri
sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan
untuk mengurangi resiko bahaya bencana
Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade
terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko
bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana
(mitigasi) dan kesiapsiagaann dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006).
Proses pendidikan kepada masyarakat terhadap pengetahuan lingkungan hidup
dan keberadaan sumber daya alam sebagai faktor produksi sekaligus sebagai
tatanan kehidupan. Merupakan suatu yang harus dilakukan, yakni tidak mengenal
tempat, waktu dan harus menyentuh kepada setiap warga tanpa terkecuali, disini
yang harus digarisbawahi adalah kebiasaan manusia yang mutlak harus berubah
dan kesadaran moral yang harus mengalami evolusi (Mamun, 2007)

2.4. Landasan Teori


Menurut Sarwono (2004), prilaku manusia merupakan hasil dari segala
macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud

56

dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat Priyanto
(2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada
kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan
bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang
belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan sikap dan
pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting
khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia
Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam
3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan
tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku tersebut, yang
terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif (affective domain) dan
ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya dan
untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari
pengetahuan (Knowledengane), Sikap dan tanggapan (attitude), praktek dan tindakan
(Practice)
Menurut Susanto (2006), bagian terpenting dari persiapan menghadapi
bencana adalah pendidikan kepada mereka yang terancam bencana. Faktor lain yang
penting adalah faktor Pendidikan atau Pengetahuan. Faktor Pendidikan dan
Pengetahuan adalah bagian dari kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
(LIPI-UNESCO/ISDR , 2006)

57

2.5. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen

Pengetahuan KK
Sikap KK
Pendidikan KK

Variabel dependen

Kesiapsiagaan Rumah
Tangga menghadapi
banjir

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai