Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
26
27
tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu : (a) pengetahuan
dan sikap terhadap resiko bencana; (b) kebijakan dan panduan; (c) rencana untuk
keadaan darurat bencana; (d) sistim peringatan bencana dan (e) kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya. Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian
alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik
bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat
mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam
mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah
rawan bencana seperti banjir.
2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi
dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi
dalam simulasi evaluasi.
28
29
bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan
efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu
dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk
menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan
upaya tanggap darurat yang efektif.
Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi
korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana
dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu
tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat
terjadinya peringatan.
5. Mobilisasi Sumber Daya
a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/pertemuan/pelatihan
kesiapsiagaan bencana
b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
terhadap bencana
c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas
siaga bencana secara reguler.
2.1.2 Persiapan Menghadapi Banjir
Persiapan untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga
perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak
30
dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 2 m maka perlu
beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).
1. Untuk rumah tidak bertingkat
Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu
dilakukan beberapa persiapann untuk rumah satu lantai yaitu:
a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat
b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau
pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi
c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke
atas atap.
d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat
31
i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum
banjir, minyak bekas
32
o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang bendera dari bambu.
Bendera merah-putih adalah symbol siaga satu dan rumah masih ada
penghuninya. Jika ketinggian air semakin tinggi (dapat dilihat dari
pemantauan patok pengamat banjir), naikkan bendera merah di bawah
bendera merah-putih, artinya penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our
Soul). Dengan tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para
relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu berteriak-teriak
melalui pengeras suara, tetapi langsung mendatangi dan mendata jumlah
keluarga lalu membagikan sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda
ada kehidupan di rumah yang terendam banjir.
p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi
yang terdekat di wilayah banjir.
2. Untuk rumah bertingkat
Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat.
Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak
menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan
air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan
kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir
Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika kontruksinya mengkhawatirkan,
dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.
33
34
i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada
saat bencana.
Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat
dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti dibawah ini:
a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.
c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau
kotak tahan air
e. Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat
kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang
lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.
g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca
i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas
bencana yang ada.
2.1.3
bau, dan berantakan. Membersihkan rumah pasca banjir menurut Mistra (2007)
adalah :
35
36
37
dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung yang beralas
keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air
4. Tingkatkan daya tahan tubuh , minumlah supplemen vitamin, konsumsilah
makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup.
5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi
6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran
yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan
7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air
8. Cucilah tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan
9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi dan
cuci tangan yang bersih.
10. Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada.
Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat terjadinya
banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:
1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri pertolongan
pertama jika perlu.
2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti bayi,
lanjut usia dan orang cacat.
3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air yang
tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.
4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir
5. Dengarkan informasi darurat
6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda.
38
dalam menghadapi
39
meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran
air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Mistra, 2007)
Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang
terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai
sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air,
sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya .
Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan
tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran
sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase
buatan manusia
2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang
laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti
bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat
runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat
menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung
mengalir deras sebagai banjir bandang.
40
2.2.2.
sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta
sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu
menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya
tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat
sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia,
tersumbat sampah serta hambatan lainnya.
Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke
dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.
Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan
tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian
besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem
pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Mamun,
2007).
Faktor penyebab banjir menurut Yulielawati (2008), dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) faktor yaitu:
1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:
a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan industri.
41
b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan
meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa
menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian
mengganggu jalannya air.
c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir
dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik.
Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan permungkiman.
Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah
aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir.
d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air,
terutama di perumahan-perumahan.
2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:
a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau
siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang
cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang
berkembang pada Cekungan Bandung.
b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelokkelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan
adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)
3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu:
a. Curah hujan yang tinggi
42
b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai
atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara
Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah.
pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi
Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia
yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan
merusak lingkungan baik di darat, laut dan di udara. Sementara faktor kedua dan
ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan
tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang
dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.
peralatan
pemerintahan.
dan
perlengkapan
kantor
dan
terganggunya
jalannya
43
44
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
bentuk konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen,tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
45
46
3. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal baru dan akan
mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.
4. Pengalaman
Pengalaman disinii berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Pendidikan
yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas. Sedangkan semakin tua umur
seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak penduduk yang
menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka
percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah
diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat
perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah
pencegahan atau penanggulangannya.
Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok
rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa
kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum
memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).
Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan bisa
mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui
pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan
penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi
pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan
47
2.3.2 Sikap
Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup
seseorang terhadap simulasi atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya).
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung
dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup.
Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus
tertentu (Sunaryo, 2004)
Menurut Notoadmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif
dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif
48
49
50
yang
baik
untuk
mencegah
banjir
yaitu:
tidak
membuang
51
52
pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu
bidang pekerjaan tertentu (http://www.blog_pendidikan) diakses Maret 2010
Pendidikan
Sedangkan menurut Ma`mun (2007) aspek sosial merupakan aspek penting
dalam pengelolaan bencana terpadu. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan bagi
individu. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal dan non formal.
1. Pendidikan formal
Terdapat banyak cara dimana pengelolaaan bencana diperkenalkan ke dalam
kurikulum umum baik di dalam maupun di luar kelas, misalnya:
a. Peningkatan dan pemakaian buku-buku mengenai bencana air dan lingkungan
di sekolah-sekolah.
b. Pemanfaatan internet untuk menggali informasi bencana
c. Pengembangan model pengalaman tentang bencana untuk menambah
pengetahuan tentang IPA, Geografi dan Sejarah.
d. Kunjungan ke infrastruktur bencana dan infrastruktur keairan yang terkait
dengan bencana untuk menambah pengetahuan anak didik baik SD, SMP,
SMA dan Perguruan Tinggi.
Dalam mensosialisasikan panduan bencana tersebut, satkorlak PB dan para
pendidik dapat bekerja sama dalam berbagai hal, misalnya:
a. Memikirkan bersama-sama bagaimana aset bangunan untuk pengendalian
bencana dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran untuk masyarakat dan
sekolah.
b. Seminar, diskusi, pelatihan desiminasi mengenai persoalan bencana
53
54
55
56
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat Priyanto
(2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada
kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan
bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang
belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan sikap dan
pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting
khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia
Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam
3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan
tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku tersebut, yang
terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif (affective domain) dan
ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya dan
untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari
pengetahuan (Knowledengane), Sikap dan tanggapan (attitude), praktek dan tindakan
(Practice)
Menurut Susanto (2006), bagian terpenting dari persiapan menghadapi
bencana adalah pendidikan kepada mereka yang terancam bencana. Faktor lain yang
penting adalah faktor Pendidikan atau Pengetahuan. Faktor Pendidikan dan
Pengetahuan adalah bagian dari kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
(LIPI-UNESCO/ISDR , 2006)
57
Pengetahuan KK
Sikap KK
Pendidikan KK
Variabel dependen
Kesiapsiagaan Rumah
Tangga menghadapi
banjir