Anda di halaman 1dari 12

ferrapramadewi

chemistry girL
Friday, 23 December, 2011

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA I


PERCOBAAN K1-8

ISOTERM ADSORPSI LARUTAN

Disusun oleh:
Nama
: Hurul Aini As Silmi
Hari, Tanggal
: Selasa, 6 Spetember 2010

LABORATORIUM KIMIA FISIK


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
PERCOBAAN VIII
ISOTERM ADSORPSI LARUTAN
I.

II.

TUJUAN
Memahami secara kuntitatif sifat-sifat adsorpsi zat terlarut dari suatu larutan
pada permukaan adsorben.
DASAR TEORI

2.a. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu
larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu
(adsorben). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari
larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain (Treybal, 1980).
Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau
zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai
gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap
masuk ke dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat
pada
permukaannya
(Sukardjo,
1990). Komponen
yang
terserap
disebut adsorbat(adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan
disebut adsorben (adsorbent / substrate). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat
digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia.
Tabel 5.1. Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia
Adsorpsi Fisik
Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh Molekul terikat pada adsorben oleh
gaya van der Waals
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi 4 sampai Mempunyai entalpi reaksi 40 sampai
40 kJ/mol
800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer
Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
bawah titik didih adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
merupakan fungsi adsorbat
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi
Melibatkan energi aktifasi tertentu
tertentu
Bersifat tidak spesifik
Bersifat sangat spesifik
2.b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari
adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan
komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar
akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.
Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat
maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing
power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu
ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung bersifat
keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan
ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power
cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun
muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras
untuk anion dihubungkan dengan istilah polarisabilitas anion yaitu, kemampuan suatu
anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik dari kation. Anion bersifat
keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar dan elektronegativitas tinggi,
sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan ukuran besar, muatan kecil dan

elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan
ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins at al. 1990).
Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses
berkesetimbangan, sebab laju peristiwa adsorpsi disertai dengan terjadinya desorpsi.
Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa
desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi
cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi cendrung meningkat. Waktu
ketika laju adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering disebut sebagai keadaan
berkesetimbangan. Pada keadaan berkesetimbangan tidak teramati perubahan secara
makroskopis. Waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben
dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui
mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan melalui mekanisme
kimia atau kemisorpsi (Castellans 1982).
Isoterm adsorpsi menyatakan hubungan antara tekanan parsial adsorbat
dengan jumlah zat yang teradsorpsi pada temperatur tetap dalam keadaan setimbang.
Dengan kata lain, adsorpsi isoterm menunjukkan ketergantungan jumlah zat yang
teradsorpsi terhadap tekanan setimbang dari gas pada temperatur tetap. Nilai ini
bervariasi dari 0 pada P/Po = 0 ke tak terhingga P/Po = 1. Sudut kontak dari uap yang
terkondensasi = 0, ini berarti permukaan terbasahi secara sempurna. Apabila garis
isoterm mendekati garis vertikal melalui P/Po, menunjukkan sudut kontak dari uap =
0, yang berarti bahwa permukaan terbasahi secara sempurna (Lowell, S & Shields,
J.E., 1984).
2.c. Persamaan Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu (a)
adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer), (b) panas adsorpsi tidak
tergantung pada penutupan permukaan, dan (c) semua situs dan permukaannya
bersifat homogen (Oscik J 1994). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat
diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara
molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekulmolekul zat yang tidak teradsorpsi.
C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi
adsorbat yang terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan
dengan afinitas adsorpsi dan (x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari
adsorben.
2.d. Persamaan Isoterm Adsorpsi BET
Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H.
Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas
lapisan adsorbatmonolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk
adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai:
a. Penempelan molekul pada permukaan adsorben membentuk lapisan monolayer
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer

Gambar 1. Contoh isoterm adsorpsi BET

Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan


adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c.
Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari
gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan basah (wet).
Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vmmenyatakan volume gas yang diperlukan
untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET
dapat dinyatakan sebagai
v =
cx
vm
(1-x) (1-x+cx)
......................................
(1)
Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan
dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan
menggunakan analogi persamaan Clausius Clapeyron, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada
permukaan dan entalpi adsorpsi.
2.e. Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada
adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen.
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut.
log (x/m) = log k + 1/n log c...........................................................................(2),
sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2.
Kurva isoterm adsorpsi

2. f. Karbon Aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain
digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap).
Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat
menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif
faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.
Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia.
Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.
Pada umumnya bahan baku karbon yang terdapat pada binatang, tanaman,
dan mineral dapat dijadikan arang, misalnya tulang binatang, tempurung kelapa, kayu,
serbuk gergaji, ampas tahu, sekam padi, tongkol jagung, dan batu bara. Struktur
karbon non aktif berbeda dengan struktur karbon aktif, pada karbon non aktif
mempunyai pori-pori yang tersebar, sedangkan karbon aktif mempunyai pori-pori
yang saling berhubungan, sehingga mempunyai daya serap yang lebih besar (Arifin dan
Ramli, 1989).
III.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
Timbangan analitik
Erlenmeyer
Buret 50 mL
Labu takar 50 mL
Pipet ukur 10 mL
Pipet ukur 5 mL
Penjepit pipet ukur
Corong
Kertas saring

Bahan :
1. Larutan asam asetat 1 M
2. Larutan standar NaOH 0.5 M
3. Karbon aktif
4. Indikator pp
5. Aquades

1 buah
12 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Hasil
Volume NaOH 0,5 M
Konse
Sebelum
Setelah
ntrasi ditambah karbon ditambah karbon
N
Asam
aktif
aktif
o
Asetat Erlen Erlen Erlen Erlen Erlen Erlen
meyer meyer meyer meyer meyer meyer
(M)
I
I
I
I
I
I

b.

(mL)

(mL)

(mL)

17,
4
13,
6

17,
4
13,
65
8,9
5

0,8

0,6

17,
4
13,
7

0,4

9,1

8,8

0,2

4,5

4,5

0,1

2,6

2,3

4,5
2,4
5

(mL)

(mL)

(mL)

11,
5

15,
4
11,
2

15,
4
11,
35

7,6

7,4

3,5

3,4

1,4

1,5

7,5
3,4
5
1,4
5

Pembahasan
Pada percobaan ini, bertujuan untuk memahami sifat-sifat adsorpsi zat
terlarut dari suatu larutan pada permukaan adsorben. Adsorpsi adalah suatu contoh
metode yang biasanya digunakan untuk menjernihkan suatu larutan, contoh di
kehidupan sehari-hari adalah dalam proses penjernihan air. Pada percobaan ini,
praktikan menganalisis adanya zat pengotor dalam larutan asam asetat yang
disediakan di laboratorium kimia fisik.
Percobaan ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu dengan cara menghitung
volume larutan asetat mula-mula sebelum ditambah karbon aktif dibandingkan dengan
volume larutan asetat setelah ditambah karbon aktif, seperti yang tercantum di hasil
percobaan dan direpresentasikan dalam bentuk kurva. Dari hasil percobaan itu,
diketahui bahwa di dalam larutan asam asetat yang dianalisis, terdapat beberapa
pengotor yang terlarut dalam larutan tersebut sehingga mengakibatkan volumenya
bertambah. Dengan melakukan analisis isoterm adsorpsi larutan ini dapat diketahui
berat pengotor yang ada dalam larutan asam asetat.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat dalam
berbagai konsentrasi yaitu, 0,8M; 0,6M; 0,4M; 0,2M; dan 0,1M. Larutan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,5M dan menggunakan indikator pp untuk
mengetahui konsentrasi sesungguhnya. Indikator pp digunakan dalam titrasi ini karena
merupakan indikator yang bekerja pada pH basa, yaitu pada rentang pH 8,3-10. Hal ini
sesuai dengan sifat larutan hasil titrasi, yaitu bersifat basa. Indikator diperlukan dalam
proses titrasi sebagai penanda pada proses titrasi sehingga proses titrasi dapat
dihentikan apabila indikator sudah berubah warna.
Selanjutnya, larutan ditambah dengan 1 gram karbon aktif untuk
mengadsorpsi pengotor-pengotor dalam larutan tersebut. Proses adsorpsi dilakukan
pada keadaan isoterm (temperatur tetap) karena temperatur juga dapat berpengaruh
dalam adsorpsi, sehingga untuk memudahkan analisis maka temperatur dibuat tetap.
Erlenmeyer kemudian dikocok dengan pengaduk agar terjadi pencampuran yang
merata sehingga membantu dalam proses adsorpsi, dengan kata lain, adsorpsi dapat

berjalan lebih cepat. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan kertas saring dan
didiamkan selama + 30 menit.
Campuran yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring dengan
cara didekantir. Dekantir adalah suatu metode untuk memisahkan campuran yang
penyusunnya berupa cairan dan padatan. Untuk memudahkan proses dekantir ini
digunakan pengaduk saat menuang cairan. Dengan demikian, cairan tidak mengalir di
luar wadah dan dapat terpisah dari padatan dengan baik. Filtrat yang dihasilkan dari
pemisahan inilah yang merupakan larutan asam asetat murni tanpa pengotor. Filtrat
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,5M untuk mengetahui konsentrasi
yang sesungguhnya.
Dari hasil percobaan yang tertera dalam tabel hasil percobaan, dapat dilihat
bahwa semakin besar konsetrasi zat terlarut, semakin besar pula zat terlarut yang
dapat teradsorpsi. Zat terlarut yang teradsorpsi merupakan hasil pengurangan dari
larutan asam asetat mula-mula dan larutan asam asetat setelah ditambah adsorben.
Hal ini dapat dilihat dari perhitungan berat teradsorpnya. Dari hasil percobaan
tersebut kemudian direpresentasikan dalam bentuk grafik. Grafik yang dibuat adalah
grafik isoterm Freundlich dan grafik isoterm Langmuir. Grafik isoterm Freundlich
menggambarkan hubungan logaritmik antara berat adsorbat dalam adsorben dengan
konsentrasi larutan asam asetat setelah peristiwa adsorpsi. Dari grafik yang telah
digambar, diketahui bahwa kurva menunjukkan model linier dengan nilai linieritas (R)
= 0,9197, nilai n = -0,094, dan k = 0,4246. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Freundlich mengenai nilai k yang mengindikasikan kapasitas serapan. Semakin
besar luas permukaan suatu adsorben, maka semakin besar pula harga intersep k.
Grafik yang kedua adalah grafik isoterm Langmuir yang menggambarkan
hubungan konsentrasi larutan terhadap adsorpsi. Dari grafik yang telah digambar,
diketahui bahwa kurva menunjukkan model linier dengan nilai linieritas (R) = 0,9612,
nilai n = -0,471, dan nilai = 0,3428. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
pada teori adsorpsi isoterm Langmuir yang menggambarkan bahwa pada permukaan
adsorben terdapat sejumlah situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan
adsorben. Artinya, semakin besar permukaan adsorbennya, maka akan semakin besar
daya adsorpsinya.
VI. KESIMPULAN
1. Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan maka semakin besar pula
jumlah zat dalam larutan asam asetat yang terserap.
2. Grafik isoterm Freundlich menunjukkan nilai intersep k = 0,4246 dan nilai n = -0,094,
sedangkan nilai linieritas grafik (R) = 0,9197.
3. Grafik isoterm Langmuir menunjukkan nilai n = -0,471, dan nilai = 0,3428,
sedangkan nilai linieritas grafik (R) = 0,9612.

VII.

DAFTAR PUSTAKA
Silakan hubungi saya dan tinggalkan alamat email Anda di comment blog saya bagi Anda yang membutuhkan. Terima kasih.

Yogyakarta, 20 September 2010


Praktikan
Hurul Aini As Silmi

VIII.

LAMPIRAN
Pengolahan Data
1. Menentukan volume pengenceran
M1 . V1 = M2 . V2
1. V1 = 0,8 . 50
V CH COOH = 40 mL
V1 = 40 mL
V air
= 10 mL
3

M1 . V1 = M2 . V2
1. V1 = 0,6 . 50
V1 = 30 mL

V CH COOH = 30 mL
V air
= 20 mL

M1 . V1 = M2 . V2
1. V1 = 0,4 . 50
V1 = 20 mL

V CH COOH = 20 mL
V air
= 30 mL

M1 . V1 = M2 . V2
1. V1 = 0,2 . 50
V1 = 10 mL

V CH COOH = 10 mL
V air
= 40 mL

M1 . V1 = M2 . V2
1. V1 = 0,1 . 50
V1 = 5 mL

V CH COOH = 5 mL
V air
= 40 mL

2. Konsentrasi CH3COOH sebenarnya


[0,8M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M
10 . M = 17,4 . 0,5M
M = 0,87
3

[0,6M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 13,65 . 0,5M
M = 0,6825
3

[0,4M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 8,95 . 0,5M
M = 0,4475
3

[0,2M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 4,5 . 0,5M
M = 0,225
[0,1M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M
10 . M = 2,45 . 0,5M
M = 0,1225
3

3. Konsentrasi CH3COOH setelah adsorpsi (c)


[0,8M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M
10 . M = 15,4 . 0,5M
M = 0,77
3

[0,6M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 11,35 . 0,5M
M = 0,5675
3

[0,4M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 7,5 . 0,5M
M = 0,375
3

[0,2M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 3,45 . 0,5M
M = 0,1725
3

[0,1M] VCH COOH . M = VNaOH . 0,5M


10 . M = 1,45 . 0,5M
M = 0,0725
3

4.

x
(gr

m
(gr

lo
g

[CH3
COO
H]

0,8

0,
77

0,
3

0,
3

0,6

0,
56
75

0,
34
5

0,
34
5

0,4

0,
37
5

0,
21
75

0,
21
75

0,2

0,
17
25

0,
15
75

0,
15
75

0,1

0,
07
25

0,
15

0,
15

am

a
m)

5. a. Berdasarkan Kurva
R2 = 0,846
R = 0,9197
log

= n log c + log k

y
= -0,094x 0,372
maka, nilai n = -0,094
log k = - 0,372
k = 0,4246
b. Kurva

vs c

R2 = 0,924
R = 0,9612

0,
55
28
0,
46
22
0,
66
25
0,
80
27
0,
82
39

log
c
2,
56
67
1,
64
49
1,
72
41
1,
09
52
0,
48
33

0,
11
35
0,
24
6
0,
42
6
0,
76
3
1,
13
96

c+

y
= -0,471x + 2,917
maka, nilai n = -0,471
= 2,917
= 0,3428
di 8:30 AM

No comments:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)

http://zahrashofia.blogspot.com

Mr.Tamam
Saintis Negarawan--my 2nd blog

walking blog...

counter visitors

Free Hit Counters

Blog Archive

2010 (39)

2011 (28)

February (1)

May (16)

September (1)

November (3)

December (7)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANORGANIK I FOTOKIMIA RED...

Menulislah! (by tere-liye) (diambil dari blog t...

Cuplikan semangat..

SEAMO MOTHER LYRICS

Mengenal Sosok Johanes Leimena

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA IPERCOBAAN K1-8ISOTERM ADS...


PERCOBAAN VIIKELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR D...

2012 (26)

About Me

Hurul Silmi
the hottest city.. weeew, Both Bekasi or Yogyakarta, Indonesia
i'm a student at Gadjah Mada University, major chemistry. i'm interested in Material Chemistry. Let me know you :)
View my complete profile
Watermark template. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai