Anda di halaman 1dari 11

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan di SDN Kepanjen II
Jombang mulai tanggal 2 Juli 2012 sampai dengan 9 Juli 2012. Hasil penelitian disajikan dalam
dua bagan yaitu data umum dan data khusus.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kepanjen II Jombang. SDN Kepanjen II Jombang
ini terletak di Jl. KH. Wakhid Hasyim 97 Kota Jombang. Jumlah seluruh siswa di SDN Kepanjen
II Jombang sebanyak 509 murid yang terdiri dari 272 siswa dan 237 siswi. Masing-masing
tingkatan dibagi menjadi dua kelas. Untuk kelas V yang terdiri dari dua kelas terdapat 86 siswi
dan kelas VI terdiri dari dua kelas yang berjumlah 95 siswi. Batasan SDN Kepanjen II Jombang
adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dibatasi dengan bangunan gedung BRI, Sebelah Selatan
dibatasi dengan bangunan pertokoan, Sebelah Barat dibatasi dengan perumahan penduduk
Kepatihan, dan Sebelah Timur Jalan raya KH. Wakhid Hasyim 97 Jombang.
5.1.2 Karakteristik Demografi Responden
1. Karateristik responden berdasarkan umur
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di SDN Kepanjen II Jombang 2
Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.
2.
3.

Usia
11 11 tahun
12 112 tahun
13 113 tahun
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

Fr

Frkuensi (n) Pro


7 siswi
25 siswi
5 siswi
37 siswi

Presentase (%)
18,9
67,5
13,5
100

Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 12 tahun
sebanyak 25 siswi (67,5%). Sedangkan sebagian kecil responden berumur 13 tahun sebanyak
5 siswi (13,5 %).
2. Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Orang Tua (ayah)

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir orang tua (ayah) di
SDN Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
No

Perdidikan orang tua


(ayah)
1.
SD sederajat
2.
SMP sederajat
3.
SMA sederajat
4.
Akademi/Perguruan tinggi
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

Frekuensi
(n)
1
1
10
25
37

Prosentase (%)
2,7
2,7
27,0
67,5
100

Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan terakhir orang tua
responden adalah akademi/perguruan tinggi sebanyak 25 (67,5%). Sedangkan sebagian kecil
pendidikan terakhir orang tua adalah SD sebanyak 1 (2,7%) .
3. Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Orang Tua (Ibu)

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir orang tua (ibu) di
SDN Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.
2.

Perdidikan orang tua


(ibu)
SMA sederajat
Akademi/Perguruan tinggi

Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

Frekuensi
(n)
14
23

Prosentase (%)

37

100

37,8
62,1

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan terakhir orang tua
responden adalah akademi/perguruan tinggi sebanyak 23 (62,1%).
4. Karateristik Responden Berdasarkan Penghasilan Orang Tua Tiap Bulan

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan penghasilan orang tua tiap bulan di
SDN Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.
2.
3.

Perdidikan penghasilan
Orang tua per bulan
< 1.000.000
1.000.000 - 2.000.000
> 2.000.000

Frekuensi
(n)
2
4
31

Prosentase (%)
5,4
10,8
83,7

Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

37

100

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya penghasilan orang tua
responden per bulan adalah lebih dari 2.000.000 sebanyak 31 (83,7%). Sedangkan sebagian
kecil kurang dari 1.000.000 sebanyak 2 (5,4%).
5.1.2 Karakteristik data khusus
1. Karateristik Status Gizi
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi di SDN Kepanjen II Jombang
2 Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.
2.
3.

Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

Frekuensi (n)
4 siswi
31 siswi
2 siswi
37 siswi

Prosentase (%)
10,8
83,7
5,4
100

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi
normal sebanyak 31 siswi (83,7%). Dan sebagian kecil memiliki status gizi gemuk sebanyak 2
siswi (5,4%).
2. Karateristik Media Audiovisual
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan paparan terhadap media audiovisual di
SDN Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.
2.

Paparan media
audiovisual
Jarang
Sering

Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

Frekuensi
(n)
12
25

Prosentase (%)

37

100

32,4
67,5

Pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sering menonton
sinetron/film remaja/dewasa sebanyak 25 (67,5%).
3. Karateristik Menarche
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mulainya mestruasi di SDN
Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
No
1.

Usia Menarche
< 12 tahun

Frekuensi (n)
25 siswi

Prosentase (%)
67,5

2.

12-13 tahun

Jumlah
Sumber : Data Primer, 2012

12 siswi

32,4

37 siswi

100

Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mulai menstruasi pada
usia kurang dari 12 tahun sebanyak 25 siswi (67,5%).
4. Hubungan Status Gizi dengan Menarche
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi hubungan status gizi dengan menarche di SDN Kepanjen II
Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012
Menarch
e
N
o
1
2
3

Status
Gizi

< 12
tahun

Kurus
Normal
Gemuk
Jumlah

24
96
1
4
25
100
Uji Man Whitney
Sumber : Data Primer, 2012

12-13 tahun

4
7
1
12
P = 0,036

%
33,3
58,3
8,3
100

Total

4
31
2
37

10,8
83,7
5,4
100

Pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya status gizi responden tergolong
normal sebanyak 24 siswi (96%) yang mulai menarche pada usia kurang dari 12 tahun. Dan
sebagian kecil status gizi responden tergolong gemuk sebanyak 1 siswi (4%) yang mulai
menarche pada usia kurang dari 12 tahun.
Dari hasil uji statistik menggunakan SPSS 16 dengan uji Man Whitney diperoleh nilai p
< 0,05 yaitu sebesar 0,036 dengan arti H1 diterima dan H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara status gizi dengan menarche.

5. Hubungan Media Audiovisual dengan Menarche


Tabel 5.9 Distribusi frekuensi hubungan media audiovisual dengan menarche di SDN
Kepanjen II Jombang 2 Juli sampai 9 Juli 2012

Menarch
e
No

Media
Audiovisua
l

Jarang

Sering
Jumlah

< 12
tahun

11

14
25
Uji Man
Sumber : Data Primer, 2012

%
44

12-13
tahun

56
100
Whitney

11
12
p = 0,032

%
8,3
91,
6
100

Tota
l

12

32,4

25
37

67,5
100

Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden sering menonton
sinetron/film remaja/dewasa sebanyak 11 siswi (91,6%) yang mulai menarche pada usia 12-13
tahun. Dan sebagian kecil responden jarang menonton sinetron/film remaja/dewasa sebanyak
1 siswi (8,3%) yang mulai menarche pada usia 12-13 tahun.
Dari hasil uji statistik menggunakan SPSS 16 dengan uji Man Whitney diperoleh nilai p
< 0,05 yaitu sebesar 0,032 dengan arti H1 diterima dan H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara media audiovisual dengan menarche.
5.2 Pembahasan
1. Status Gizi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SDN Kepanjen II Jombang tahun 2012
didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi normal sebanyak 83,7%, dan
sebagian kecil memiliki status gizi gemuk sebanyak 5,4%. Status gizi merupakan keadaan yang
menunjukkan baik atau buruknya gizi pada seseorang. Pada penelitian ini penulis mengukur
status gizi dengan menggunakan rumus indeks masa tubuh (IMT). Karena dengan cara ini
merupakan cara paling mudah mengukur status gizi.
Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor ekonomi,
pendidikan, dan lingkungan. Faktor ekonomi dapat diketahui dari pendapatan orang tua perbulan.
Dalam data umum didapatkan hampir seluruhnya pendapatan orang tua responden lebih dari
2.000.000 sebanyak 83,7%, dan sebagian kecil kurang dari 1.000.000 sebanyak 5,4%. Peneliti

berasumsi bahwa hal tersebut menunjukkan orang tua sudah mampu secara ekonomi dan secara
pengalaman memberikan makanan yang bergizi pada anaknya. Tingginya pendapatan dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk memilih jenis makanan yang
dikonsumsi dan dapat mewujudkan status gizi yang baik. Meningkatnya pendapatan akan
meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik.
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah
pendapatan keluarga dan harga. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi
yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya
sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan
selera dibandingkan aspek gizi (Sulistyoningsih, 2011). Status gizi secara teori adalah suatu
keadaan tubuh yang diakibatkan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan
tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan yaitu berat badan dan tinggi badan. Jika
keseimbangan tadi terganggu dan berlangsung lama maka akan timbul masalah yang dikenal gizi
buruk. Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut. (Depkes RI, 2000).
Selain itu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah pendidikan. Faktor pendidikan
dapat diketahui dari pendidikan terakhir orang tua. Dalam data umum didapatkan sebagian besar
pendidikan terakhir orang tua responden adalah akademi/perguruan tinggi sebanyak 67,5%.
Sedangkan sebagian kecil pendidikan terakhir orang tua adalah SD sebanyak 2,7%. Menurut
peneliti pendidikan tentang gizi sudah didapat orang tua dibangku pendidikan. Dengan
meningkatnya pendidikan orang tua, maka orang tua sudah mampu memberi makanan yang bail
dan bergizi pada anaknya. Karena pendidikan ini nanti akan mempengaruhi pengetahuan, dan

pengetahuan akhirnya akan membentuk sikap dan perilaku orang tua untuk mewujudkan status
gizi yang baik pada anaknya.
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan
makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang
dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting menyenangkan, sehingga porsi bahan
makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain.
Sebaliknya kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan
makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain
(Sulistyoningsih, 2011).
Selanjutnya yang mempengaruhi status gizi adalah faktor lingkungan. Lingkungan
yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media
elektronik maupun cetak. SDN Kepanjen II Jombang merupakan salah satu SD yang terletak di
kota jombang. Baik sekolah maupun tempat tinggal responden berada di kota. Tentunya ini
sangat berpengaruh terhadap gaya hidup responden. Menurut peneliti lingkungan khususnya
yang berada di perkotaan sangat berpengaruh terhadap status gizi dan jenis makan yang
dikonsumsi anak setiap harinya. Lingkungan sekolah, termasuk didalamnya para guru, teman
sebaya dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya
bagi siswa disekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat
dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan
yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan.
Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang,

kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam
keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya (Sulistyoningsih, 2011).

2. Media Audiovisual
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SDN Kepanjen II Jombang tahun 2012
didapatkan bahwa sebagian besar responden sering menonton sinetron/film remaja/dewasa
sebanyak 67,5%, dan sisanya jarang menonton sebanyak 32,4%. Peneliti berasumsi bahwa
seringnya responden menonton karena sekarang makin maraknya sinetron-sinetron yang ada
ditelevisi yang berisikan tentang cerita-cerita percintaan mulai dari anak-anak remaja sampai
dewasa. Dan sinetron-sinetron seperti itulah yang paling digemari anak-anak perempuan apalagi
mereka yang dalam masa pubertas. Beragam acara yang ditampilkan tersebut memiliki pengaruh
yang cukup kuat bagi pemirsa yang menontonnya. Selain itu makin meningkatnya teknologi
yang berkembang saat ini juga merupakan faktor pendukung bagi anak-anak dalam memenuhi
kebutuhannya, khususnya di lingkungan perkotaan.
Media komunikasi televisi memiliki beragam acara mulai dari berita, sinetron, musik,
film sampai infotaiment. Salah satu acara televisi yang mampu mempengaruhi pemirsa yang
menontonnya adalah sinetron (Labib, 2002). Disatu sisi televisi menjadi sarana sebagai media
informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain televisi dapat
menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, dan perilaku anak. Masalahnya, apabila anakanak menonton tayangan televisi yang tidak sesuai dengan usianya, misalnya tayangan seks dan
kekerasan, anak akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang
ditontonnya, dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa (Sulastowo, 2008).

3. Menarche
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SDN Kepanjen II Jombang tahun 2012
didapatkan bahwa sebagian besar responden mengalami menarche pada usia kurang dari 12
tahun sebanyak 67,5% dan sisanya mengalami menarche pada usia 12 tahun sebanyak 32,4%.
Dari hasil penelitian diatas menarche responden berada dalam kisaran cepat dan normal. Peneliti
berasumsi hal ini disebabkan karena keadaan gizi masyarakat yang lebih baik. Dengan gizi yang
baik maka seorang anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, baik pertumbuhan fisik
maupun perkembangan organ reproduksinya.
Usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menstruasi sangat bervariasi. Dalam
dasawarsa terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda. Hal ini mungkin
disebabkan oleh makin baiknya nutrisi dan kesehatan pada generasi sekarang (Prawirohardjo,
2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seorang remaja mendapat menarche ratarata pada usia 12 tahun. Meskipun ada juga yang baru berusia 8 tahun sudah memulai siklusnya,
atau ada juga yang berusia 16 tahun baru mendapat menarche (Proverawati dan Misaroh, 2009).
4. Hubungan Status Gizi dengan Menarche
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan SPSS 16 dengan menggunakan uji
Man Whitney didapatkan hasil ada pengaruh antara status gizi dengan terjadinya menarche
dengan taraf signifikan 0,036. Hal ini berarti nilai p kurang dari alfa (0,05), jadi H1 diterima dan
H0 ditolak. Status gizi dapat diketahui dari pengukuran IMT pada responden yang menunjukkan
sebagian besar responden memiliki status gizi normal sebanyak 96% yang mulai menstruasi
pada usia kurang dari 12 tahun, dan sebagian kecil memiliki status gizi gemuk sebanyak 4%
yang mulai menstruasi pada usia kurang dari 12 tahun. Hal tersebut didukung oleh faktor faktor
yang mempengaruhi menarche yaitu status gizi. Menurut peneliti dengan meningkatnya status

gizi akan mempengaruhi terhadap cepat lambatnya datangnya menarche. Apalagi pada anak yang
memasuki masa pubertas maka zat gizi ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan organ reproduksinya. Dengan status gizi yang baik maka dapat meningkatkan
sistem kerja hormon yang berhubungan dengan menarche diantaranya estrogen dan progesteron.
Peningkatan cepatnya pengeluaran estrogen dan progesteron yang terjadi cukup lama pada
endometrium maka akhirnya akan menimbulkan perdarahan pertama yang disebut menarche.
Setiap orang dalam siklus hidupnya membutuhkan berbagai bahan makanan yang
mengandung zat gizi. Zat gizi mempunyai nilai yang sangat penting yaitu untuk memelihara
proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, terutama bagi mereka yang
masih dalam pertumbuhan. Keadaan gizi wanita remaja dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan fisik dan usia menarche. Dengan demikian perbedaan usia menarche dan siklus
haid sangat ditentukan berdasarkan keadaan status gizi wanita ini. Semakin lengkap status
gizinya, semakin cepat usia menarchenya (Lestari, 2011).
5. Hubungan Media Audiovisual dengan Menarche
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan SPSS 16 dengan menggunakan uji
Man Whitney didapatkan hasil ada pengaruh antara media audiovisual dengan terjadinya
menarche dengan taraf signifikan 0,032. Hal ini berarti nilai p kurang dari alfa (0,05), jadi H1
diterima dan H0 ditolak.
Hal tersebut didukung oleh faktor faktor yang mempengaruhi menarche antara lain
lingkungan (keterpaparan dengan media audiovisual). Hal tersebut didukung oleh hasil
penelitian yang menunjukkan hampir seluruhnya responden sering menonton sinetron/film yang
berlabel remaja/dewasa sebanyak 91,6% yang mulai mentruasi pada usia 12 tahun. Dan hanya
sebagian kecil responden jarang menonton sinetron/film yang berlabel remaja/dewasa sebanyak

8,3% yang mulai menstruasi pada usia 12 tahun. Menurut peneliti hal ini tentunya sangat
mempengaruhi anak dalam masa pubertas. Dengan seringnya responden menonton sinetron/film
berlabel remaja atau dewasa dan didukung oleh status gizi yang baik maka dapat menyebabkan
menarche dapat datang lebih awal. Apabila seorang anak sering menonton sinetron
remaja/dewasa maka akan mempengaruhi cepatnya pengeluaran hormon yang akhirnya
mempengaruhi kematangan organ-organ reproduksi.
Rangsangan-rangsangan yang kuat dari luar, misalnya berupa sinetron-sinetron
remaja/dewasa, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual masuk ke pusat
pancaindera diteruskan melalui striae terminalis menuju pusat yang disebut pubertas inhibitor.
Rangsangan yang terus menerus, kemudian menuju hipotalamus dan selanjutnya menuju
hipofise pars anterior, melalui sistem portal. Kelenjar indung telur memproduksi hormon
estrogen dan progesteron. Hormon spesifik yang dikeluarkan kelenjar indung telur memberikan
umpan balik ke pusat pancaindera dan otak serta kelenjar induk hipotalamus dan hipofise,
sehingga mengeluarkan hormon berfluktuasi. Dengan dikeluarkannya hormon tersebut
mempengaruhi kematangan organ-organ reproduksi (Kartono, 2006).

Anda mungkin juga menyukai