Anda di halaman 1dari 14

Sindrom Cushing

Nadia Mongan 102011106


Yoana Priska 102012063
Aurellius 102012070
Anastasia Tri Anggarwati 102012191
Patrick Tumewu 102012314
Christy 102012322
Elisabeth Martha 102012428
Anthony Federick 102012461
Eliana Tjahja 102012515

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Sindrom Cushing disebabkan hormon kortisol dihasilkan secara berlebihan. Hormon
kortisol dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Secara biologinya, kelenjar berbentuk seakan-akan
topi ini terdiri daripada dua lapisan yang dikenali sebagai korteks (lapisan luar) dan medula
(lapisan dalam). Kelenjar adrenal menghasilkan antara 30 hingga 50 sebatian steroid atau
hormon. Tiga hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal ini ialah hormon kortisol,
adolsteron dan hormon androgen. Sindrom Cushing pula selalunya terjadi pada kaum wanita.
Pesakit biasanya juga mempunyai masalah darah tinggi, peningkatan berat badan dengan rupa
bentuk cushingoid. Puncak utama penyakit sindrom Cushing adalah adenoma korteks
adrenal, hiperplasia menyeluruh, hiperplasia makronodul dan kanser kelenjar adrenal.
Rawatan penyakit sindrom Cushing ialah dengan merawat puncanya. Feokromositoma adalah
ketumbuhan yang jarang ditemui dan ia merembeskan hormon katekolamin. Tanda penyakit
adalah peningkatan tekanan darah, massa abdomen dan serangan panik. Ketumbuhan boleh
berpunca dari satu kelenjar adrenal (74.2%), adrenal ekstra (16.1%) atau kedua-dua kelenjar
(9.6%). Karsinoma korteks adrenal jarang ditemui, bersifat agresif dan mempunyai
ketumbuhan yang telah merebak. Penyakit ini boleh sembuh jika dikesan lebih awal dan
menjalani pembedahan dengan segera. Sindrom Cushing juga biasa terdapat pada anjing

peliharaan atau kuda, yang menunjukkan simptom yang sama seperti manusia, di mana ia
kelihatan bulu kerinting rapat yang tidak gugur dan kehilangan berat badan dan laminitis.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan seperti biasa dengan penekanan pada kasus berupa hal-hal yang
unik atau yang dapat membantu kita menegakkan diagnosis. Pasien dengan sindrom Cushing
biasanya datang dengan keluhan peningkatan berat badan dan pembesaran, terutama di
wajah, daerah supraclavicula, punggung bagian atas, dan batang tubuh. Cukup sering
ditemukan pasien menyadari adanya perubahan pada kulit, yaitu striae berwarna ungu yang
mudah sekali memar, dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan penipisan kulit.
Dikarenakan kelemahan yang cepat pada otot-otot daerah proksimal, pasien bisa saja
mengalami kesulitan karena terlalu lemah ototnya untuk naik tangga, berdiri dari kursi yang
cukup rendah, dan mengangkat tangannya.2
Infertilitas, impotensi, dan penurunan libido seksual bisa saja terjadi karena hambatan
pengeluaran sekresi LH dan FSH, yang kemungkinan berhubungan dengan terganggunya
pusat sekresi LHRH. Pada perempuan dapat juga terjadi siklus menstruasi yang tidak reguler,
atau malah tidak menstruasi sama sekali. Gangguan psikologi, seperti depresi, disfungsi
kognitif, dan ketidakstabilan emosi mungkin bisa terjadi galaktore. Baik hipertensi dan
diabetes melitus yang baru terjadi atau yang semakin parah, kesulitan dalam penyembuhan
luka, peningkatan infeksi, osteopenia, dan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis
mungkin muncul.2
Pasien dengan tumor penghasil ACTH (AdrenoCorticoTropic Hormone) atau yang
dikenal dengan Cushing disease, mungkin bisa terjadi sakit kepala, poliuria, nocturia, atau
gangguan pengelihatan. Bila efek yang cukup banyak dari tumor terdapat pada hipofisis
anterior,

maka

hiposomatotropisme,

hipotiroidisme,

hipoprolaktinemia,

atau

hiperprolaktinemia, dan hipogonadisme bisa terjadi. Onset gejala yang cepat dari kelebihan
glukokortikoid dalam hubungannya dengan perubahan karakteristik laki-laki pada wanita
atau feminisasi pada pria dapat menunjukkan adanya keganasan pada kelenjar adrenal
sebagai penyebab penting dari sindroma Cushing.2

Pemeriksaan Fisik
Seperti pemeriksaan pada semua kasus yang perlu diperhatikan awalnya adalah
keadaan umum, dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, dan antropometri yang
berhubungan dengan kasus lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan yang membantu penegakkan
diagnosis. Pasien mungkin mengalami peningkatan jaringan lemak diwajah atau moon face,
dasar leher punggung belakang atau buffalo hump, dan diatas clavicula. Obesitas sentral
dengan peningkatan lemak di mediastinum dan peritoneum, peningkatan rasio lingkar perut
dan lingkar panggul lebih besar dari 1 pada pria dan 0.8 pada wanita.2
Perubahan warna merah pada kulit wajah bisa saja muncul, terutama pada bagian pipi.
Striae warna merah keunguan yang biasanya lebih lebar dari 0.5 cm, biasanya terlihat pada
daerah abdomen, gluteal, punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan dada. Ekimosis bisa
saja terjadi. Pasien mungkin memiliki telangiektasi, dan purpura. Atrofi kulit sampai
terlihatnya jaringan subkutan dan tanda-tanda dehidrasi pada pemeriksaan turgor kulit bisa
tampak. Kelebihan glukokortikoid bisa meningkatkan lanugo (rambut halus biasanya pada
neonatus) pada wajah. Bila kelebihan glukokortikoid dibarengi dengan kelebihan juga
hormon androgen, seperti yang terjadi pada kanker adrenokortikal, hirsutisme, dan tipe
kebotakan pria dapat terjadi pada wanita. Jerawat steroid, yang terdiri dari lesi papula atau
pustula di wajah, dada, punggung mungkin terlihat. Akantosis nigrikans yang berhubungan
dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia bisa terjadi. Daerah yang sering bergejala
adalah ketiak dan daerah yang mudah bergesek seperti, siku, leher, dan dibawah payudara.2

Pemeriksaan Penunjang
Tes skrining untuk mencari kelebihan kortisol. Mengukur kadar kortisol plasma ,
meskipun secara acak kecil manfaatnya, namun seringkali ditemukan hilangnya irama
sirkadian normal. Urin dua puluh empat jam bebas kortisol menunjukkan produksi kortisol
total dan merupakan tes skrining yang paling bermanfaat.
Tes supresi deksametason. Deksametason 2 mg di tengah malam biasanya menekan
kadar kortisol plasma sebanyak < 200 nmol/18 jam kemudian. Jika tes ini menunjukkan
adanya kelebihan produksi kortisol, hal-hal berikut bisa membantu menegakkan diagnosis
pasti dan menentukan penyebab sindrom Cushing tersebut apakah apakah hipofisis atau

adrenal. (1). Kadar ACTH tinggi pada sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis
(penyakit Cushing) atau produksi yang ektopik. Kadar ACTH rendah pada pasien dengan
adenoma adrenal. (2). Deksametason 2 mg tiap 6 jam selama 3 hari menekan kadar kortisol
dalam urin pada sindrom Cushing, namun tidak lesi adrenal yang biasanya autonom. (3).
Pasien dengan penyakit Cushing menunjukkan peningkatan ACTH dan kortisol yang hebat
sebagai respon terhadap CRH, sedangkan pasien dengan sekresi ACTH ektopik atau adenoma
adrenal jarang memberikan respons.1
Pengumpulan urin 24 jam juga dapat memeriksa kadar 17-hidroksikortikosteroid serta
17-ketosteroid yang merupakan metabolic kortisol dan androgen urin. Pengambilan sampel
darah juga dapat untuk menentukan adanya variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol,
plasma.1
CT scan, USG, atau MRI pada hipofisis untuk menentukan lokasi jaringan adrenal
dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal, serta menunjukkan adanya adenoma. CT scan
dengan hasil abnormal bisa mengungkapkan adanya lesi adrenal.1

Diagnosa Kerja
Sindroma Cushing dapat memiliki 3 etiologi: tumor adrenal, produksi hormone
adrenokortikotropik (ACTH) ektopik oleh tumor nonhipofisis, atau kelebihan produkso
ACTH oleh hipofisis (penyakit Cushing). Semuanya menyebabkan produkso glukokortikoid
yang berlebuhan. Penemuan klinik meliputi obesitas sentripetal, hirsutisme, dan
ketidakteraturan menstruasi. Sindrom Cushing didiagnosa dengan uji supresi deksametason.1
Tumor adrenal penghasil androgen biasanya adenoma atau karsinoma. Ciri khasnya,
yaitu memiliki onset penyakit yang cepat. Tumor ini menghasilkan DHEA, DHEAS
(>8ug/dl), dan androstenedion. CT scan adrenal dapat membantu penentuan diagnosis.1

Diagnosis Banding
a. Diabetes Melitus Tipe II

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe II,
yang ditandai adanya gangguan sekresi insulin atau ataupun gangguan kerja insulin
(resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot.3
Gejala klinis diabetes melitus antara lain:3
- Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil (poliuria)
Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal
bersama urin karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.
- Meningkatnya rasa haus (polidipsia)
Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini
merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
- Meningkatnya rasa lapar (polipagia)
Meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan
cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
- Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena tubuh kehilangan banyak cairan, glikogen dan cadangan
trigliserida serta massa otot.
- Kelainan pada mata, penglihatan kabur
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi
lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak
retina serta kekeruhan pada lensa.
- Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina
Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga
menjadi gatal, jamur dan bekteri mudah menyerang kulit.
- Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka akan digunakan asam lemak
untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada apad
darah dan dikeluarkan melalui ginjal.
- Kelemahan dan keletihan
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi
akibat pasien mudah lelah dan letih.
- Terkadang dan tanpa gejala
Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan glukosa
darah.

Gejala Klinis
Gejala sindrom cushing seperti yang digambarkan dalam gambar 1, yaitu antara lain:

Pasien dengan sindrom Cushing dapat mengeluhkan berat badannya bertambah,terutama

di wajah (moon face), daerah supraclavicula, punggung atas (buffalo hump),dan dada.
Pasien sering melihat perubahan di kulit mereka,termasuk stretch mark ungu,mudah

memar,dan tanda-tanda lain dari kulit yang menipis.


Karena kelemahan otot yang progresif,pasien mengalami kesulitan naik tangga,keluar

dari kursi yang rendah, dan mengangkat tangan mereka.


Haid tidak teratur,amenore,infertilitas, dan penurubab libido yang dapat terjadi pada
wanita karena inhibisi sekresi berdenyut dari luteinizing hormon (LH) dan folicle
stimulating hormon (FSH) yang kemungkinan disebabkan gangguan luteinizing hormone

releasing hormone (LHRH) .


Pada pria,penghambatan LHRH dan FSH/LH fungsi dapat menyebabkan penurunan

libido dan impotensi.


Masalah-masalah psikologis seperti depresi,disfungsi kognitif,dan emosional.
Memburuknya hipertensi dan diabetes melitus,kesulitan dengan penyembuhan

luka,peningkatan infeksi,osteopania,dan osteoporosis sehingga terjadi fraktur.


Pasien dengan tumor pituitari yang menghasilkan ACTH (penyakit Cushing) dapat

mengeluh sakit kepala,poliuria dan nokturia,masalah penglihatan atau galaktorea.


Gejala kelebihan glukokortikoid dalam hubungannya dengan virilisasi pada wanita atau
feminisasi pada pria menunjukkan sebuah karsinoma adrenal sebagai penyebab dari
sindrom Cushing.2

Etiologi
Sindrom Cushing timbul akibat kortikosteroid berlebih dan sejauh ini sebab
tersering adalah pengobatan lama dengan dosis kortikosteroid oral yang relative besar.
Sebagian besar analog sintesis kortison menimbulkan efek samping serupa namun lebih tidak
meningkatkan retensi natrium. Selain pada penyakit iatrogenic, gangguan ini sangat jarang
ditemukan.
Penyebab lain dari kelainan ini adalah 2,4
-

Hyperplasia basofil atau kromofob atau adenoma kelenjar hipofisis, dengan


kelebihan produksi kortikotropn (60%). Hal ini menyebabkan hyperplasia adrenal
bilateral dan disebut sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis namun biasa

disebut penyakit Cushing.


Tumor primer adrenal, baik adenoma (20%) maupun karsinoma (10%).

Sekunder akibat kanker di tempat lain, biasanya berupa kanker paru oat cell yang
menyebabkan sindrom ACTH ektopik. Tempat lain di antaranya adalah timus,
pancreas, tiroid, atau ovarium. Pigmentasi bisa timbul pada keadaan ini.

Epidemiologi
Insiden hiperplasia hipofisis-adrenal adalah tiga kali lebih besar pada wanita dari pada
laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat. Di Amerika sendiri
disebutkan penyebab sindrom Cushing terbanyak adalah karena hormon glukokortikoid
eksogen. Kejadian tahunan dari sindrom Cushing karena endogen glukokortikoid hanya 13
kasus dari jutaan penderita. Dari kasus-kasus ini, sekitar 70% dikarenakan Cushing disease,
yaitu sebuah tumor pada hipofisis penghasil ACTH, 15% berupa ACTH ektopik, dan 15%
berupa tumor adrenal yang primer.2-3
Sindrom Cushing tipe iatrogenicterjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma,
limfoma,

dan

gangguankulit

umum

yang

memakai

glukokortikoid

sebagai

anti

inflamasi.Sindrom Cushing tipe spontandialami olehhiperfungsi korteks adrenal terjadi


sebagai akibat rangsangan ACTH berlebih, maupun sebagai akibatpatologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal.5

Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar
glukokortikoid. Terdapat empat kemungkinan sumber kelebihan kortisol. Dalam praktik
klinis, kausa tersering sindrom Cushing adalah pemberian glukokortikoid eksogen. Tiga
sumber lainnya hiperkortisolisme dapat dianggap sebagai sindrom Cushing endogen, terdiri
dari penyakit primer hipotalamus-hipofisis yang menyebabkan hipersekresi ACTH,
hipersekresi kortisol oleh suatu adenoma, karsinoma, atau hiperplasia nodular adrenal, dan
sekresi ACTH ektopik oleh neoplasma nonendokrin.3
Hipersekresi primer ACTH merupakan 70% sampai 80% dari kasus hiperkortisolisme
endogen. Untuk menghargai dokter bedah saraf yang pertama kali melaporkan secara lengkap
sindrom ini dan mengaitkannya dengan lesi di hipofisis, maka bentuk hipofisis dari sindrom

Cushing ini disebut sebagai penyakit Cushing. Di kebanyakan kasus, kelenjar hipofisis
mengandung mikroadenoma penghasil ACTH yang tidak menimbulkan efek massa di otak,
sebagian tumor kortikotrof dapat digolongkan sebagai makroadenoma (>10 mm). Untuk
sebagian besar kasus sisanya, hipofisis anterior mengandung daerah-daerah hiperplasia sel
kortikotrof tanpa adenoma yang jelas. Hiperplasia sel kortikotrof dapat bersifat primer atau
timbul akibat rangsangan berlebihan ACTH yang dikeluarkan oleh tumor hipotalamus
penghasil corticotropin releasing hormone (CRH). Kelenjar adrenal pada pasien penyakit
Cushing ditandai oleh hiperplasia korteks nodular dengan derajat bervariasi, akibat
peningkatan kadar ACTH. Hiperplasia korteks, sebaliknya, menyebabkan hiperkortisolisme.3
Neoplasma adrenal primer, misalnya adenoma dan karsinoma adrenal, dan hiperplasia
korteks primer menjadi penyebab sekitar 10% sampai 20% kasus sindrom Cushing endogen.
Bentuk sindrom Cushing ini juga disebut sindrom Cushing independen-ACTH atau sindrom
Cushing adrenal karena adrenal berfungsi secara otonom. Keadaan biokimiawi pada sindrom
Cushing adrenal adalah meningkatnya kadar kortisol serum dengan kadar ACTH
rendah.Adenoma dan karsinoma sama seringnya pada orang dewasa, pada anak, karsinoma
lebih sering. Karsinoma korteks cenderung menyebabkan hiperkortisolisme yang lebih nyata
dibandingkan adenoma atau proses hiperplastik. Pada kasus neoplasma unilateral, korteks
adrenal yang tidak terkena dan yang terletak di kelenjar satunya mengalami atrofi karena
supresi oleh sekresi ACTH.Sebagian besar hiperplasia adrenal disebabkan oleh pengaruh
sekunder, dan hiperplasia korteks primerjarang dijumpai. Dua jenis hiperplasia adrenokorteks
bilateral primer pernah ditemukan pada kasus sindrom Cushing. Pada penyakit adrenokorteks
makronodular masif (massive macronodular adrenocortical disease, MMAD), nodul
biasanya bergaris tengah lebih dari 3 mm. MMAD mengenai orang usia lanjut, dan tidak
diketahui adanya komponen genetik. Varian kedua hiperplasia nodular primer, yang lebih
sering ditemukan pada anak dibandingkan orang dewasa adalah suatu penyakit familial yang
dikenal sebagai primary pigmented adrenal disease (PPNAD). Kelenjar adrenal pada PPNAD
memperlihatkan mikronodul bilateral difus (garis tengah <3 mm) yang biasanya berpigmen
gelap (cokelat sampai hitam).3
Sekresi ektopik ACTH oleh tumor nonhipofisis merupakan penyebab sebagian besar
kasus sindrom Cushing sisanya (sekitar 10%). Pada banyak kasus, tumor penyebab adalah
karsinoma sel kecil paru. Selain tumor yang mengeluarkan ACTH ektopik, kadang-kadang
neoplasma neuroendokrin menghasilkan corticotropin-releasing hormone (CRH) ektopik

yang pada akhirnya menyebabkan sekresi ACTH dan hiperkortisolisme. Seperti pada varian
hipofisis, kelenjar adrenal mengalami hiperplasia korteks bilateral, tetapi perjalanan penyakit
yang biasanya cepat memburuk menghentikan pembesaran adrenal ini. Varian sindrom
Cushing ini lebih sering pada pria dan biasanya terjadi pada usia 40-an dan 50-an.3
Lesi utama pada sindrom Cushing ditemukan di hipofisis dan kelenjar adrenal.
Hipofisis pada sindrom Cushing akan memperlihatkan perubahan-perubahan apa pun
kausanya. Perubahan tersering, terjadi akibat kadar glukokortikoid eksogen atau endogen
yang sangat tinggi, disebut perubahan hialin Crooke. Dalam keadaan seperti ini, sitoplasma
sel penghasil ACTH yang dalam keadaan normal basofilik dan granular diganti oleh bahan
homogen yang sedikit basofilik. Perubahan ini terjadi akibat akumulasi filamen keratin
intermediat

di

sitoplasma.

Morfologi

kelenjar

adrenal

bergantung

pada

kausa

hiperkortisolisme. Adrenal memperlihatkan salah satu dari kelainan-kelainan berikut, atrofi


korteks, hiperplasia difus, hiperplasia nodular, dan adenoma, jarang karsinoma.3
Pada pasien yang sindromnya terjadi akibat glukokortikoid eksogen, supresi ACTH
endogen menyebabkan atrofi korteks bilateral akibat tidak adanya stimulasi pada zona
fasikulata dan retikularis oleh ACTH. Untuk kasus ini, zona glomerulosa memiliki ketebalan
normal karena bagian korteks ini fungsinya tidak bergantung pada ACTH. Sebaliknya, pada
kasus hiperkortisolisme endogen, adrenal tampak hiperplastik atau mengandung suatu
neoplasma korteks. Hiperplasia difus ditemukan pada 60% sampai 70% kasus sindrom
Cushing. Kedua kelenjar membesar, baik secara samar maupun nyata, dengan berat hingga 25
sampai 40 gram. Korteks adrenal menebal difus dan kuning karena meningkatnya jumlah dan
ukuran sel kaya lemak di zona fasikulata dan retikularis. Sedikit banyak dijumpai nodularitas,
tetapi hal ini lebih mencolok pada hiperplasia nodular.3
Nodul-nodul ini terbentuk bilateral, berukuran 0,5 sampai 2 cm, berwarna kuning,
dan tersebar di seluruh korteks, dipisahkan oleh daerah-daerah korteks yang melebar. Korteks
dan nodul yang tidak terkena terdiri dari campuran sel jernih kaya-lemak dan sel padat
miskin-lemak yang memperlihatkan variabilitas dalam ukuran sel dan nukleus serta kadangkadang memperlihatkan bentuk binukleus. Kedua adrenal secara total dapat mencapai berat
30 sampai 50 gram. Sebagian besar kasus hiperplasia menyebabkan peningkatan kadar ACTH
serum, baik berasal dari hipofisis maupun ektopik. Neoplasma adrenokorteks primer yang
menyebabkan sindrom Cushing dapat bersifat ganas atau jinak. Adenoma atau karsinoma
korteks adrenal sebagai sumber sekresi kortisol secara makroskopis tidak berbeda dari

neoplasma adrenal nonfungsional. Kedua lesi, baik jinak maupun ganas lebih sering dijumpai
pada wanita pada usia 30-an sampai 50-an.5
Adenoma adrenokorteks adalah tumor kuning yang dikelilingi oleh kapsul tipis atau
tebal, dan sebagian besar memiliki berat kurang dari 30 gram. Secara mikroskopis, tumor
terdiri dari sel yang serupa dengan yang ditemukan pada zona fasikulata normal. Morfologi
tumor serupa dengan adenoma nonfungsional dan adenoma yang menimbulkan
hiperaldosteronisme. Karsinoma yang menimbulkan sindrom Cushing, sebaliknya, cenderung
lebih besar dibandingkan adenoma. Tumor ini membentuk massa tidak berkapsul dengan
berat sering melebihi 200 sampai 300 gram dan memperlihatkan semua ciri anaplastik
kanker. Pada tumor fungsional, baik yang jinak maupun ganas, korteks adrenal sekitar dan
korteks adrenal kontralateral mengalami atrofi, akibat supresi ACTH endogen oleh kadar
kortisol yang tinggi.3
Penentuan kausa sindrom Cushing bergantung pada kadar ACTH serum dan
pengukuran ekskresi steroid urine setelah pemberian deksametason. Dapat diperoleh tiga pola
umum, yaitu pada sindrom Cushing hipofisis, yaitu bentuk tersering, kadar ACTH meningkat
dan tidak dapat ditekan dengan pemberian deksametason dosis rendah. Oleh sebab itu, tidak
terjadi penurunan ekskresi 17-OH-kortikosteroid. Akan tetapi, setelah penyuntikan
deksametason dosis tinggi, hipofisis berespons dengan mengurangi sekresi ACTH, yang
tercermin oleh berkurangnya sekresi steroid urine.Sekresi ACTH ektopik menyebabkan
peningkatan kadar ACTH, tetapi sekresinya sama sekali tidak peka terhadap pemberian
deksametason dosis rendah atau tinggi. Dan yang terakhir, jika sindrom Cushing disebabkan
oleh suatu tumor adrenal, kadar ACTH cukup rendah karena inhibisi umpan-balik hipofisis.
Seperti pada sekresi ACTH ektopik, baik deksametason dosis rendah maupun dosis tinggi
tidak dapat menekan ekskresi kortisol.4

Penatalaksanaan
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan, dilakukan eksplorasi
adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena kemungkinan atrofi adrenal kontralateral, pasien
diobati pra dan pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi total, bila disangkakan lesi
unilateral, rutin menjalani tindakan bedah elektif sama dengan pasien Addison.3

Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah


diagnosis. Metastasis tersering terjadi di hati dan paru. Obat utama untuk pengobatan
karsinoma kortikoadrenal adalah mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan
produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja
sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid,
zona glomerulosa juga bisa terganggu. Oleh karena mitotan juga mengubah metabolisme
kortisol ekstraadrenal, kadar kortisol plasma dan urin harus dievaluasi untuk mentitrasi efek.
Obat ini biasanya diberikan dalam dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis
ditingkatkan secara bertahap menjadi 8 sampai 10 g perhari. Pada dosis tinggi hampir semua
pasien mengalami efek samping, bisa mengalami gangguan gastrointestinal (anoreksia, diare,
muntah) atau neuromuskular (lesu, somnolen, pusing). Semua pasien yang diobati dengan
mitotan harus menjalani terapi pemelihaan jangkalama, dan pada beberapa pasien perlu
dilakukan penggantian mineralokortikoid. Pada kira-kira sepertiga pasien, tumor dan
metastasis mengalami kemunduran, tetapi survival jangka lama terbatas. Pada kebanyakan
pasien, mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak menyebabkan regresi
metastasis tumor. Metastasis ke tulang biasanya refrakter terhadap obat dan harus diobati
dengan terapi radiasi. Mitotan juga dapat diberikan sebagai terapi tambahan setelah reseksi
karsinoma adrenal, meskipun tidak ada bukti bahwa ini memperbaiki survival.3
Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH absolut atau
relatif. Terapi harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan ideal adalah
pengangkatan. Kadang-kadang (terutama dengan produksi ACTH ektopik) eksisi tidak
memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada keadaan ini, medik atau
adrenalektomi bisa memperbaiki hiperkortisolisme.3
Ada kontroversi terhadap pengobatan hiperplasia adrenal bilateral bila sumber
produksi berlebihan ACTH tidak jelas. Pada beberapa pusat pengobatan, pasien-pasien ini
(terutama yang ACTH tertekan setelah pemberian deksametason dosis tinggi) menjalani
eksplorasi bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan ditemukan mikroadenoma.
Pada banyak keadaan dianjurkan selective petrosal sinus venous sampling, dan pasien dirujuk
ke senter yang lebih tepat jika prosedur tidak tersedia. Jika mikroadenoma tidak dijumpai
pada saat eksplorasi, mungkin diperlukan hipofisektomi total. Komplikasi pembedahan transsfenoidal adalah rinorea cairan serebrospinal, diabetes insipidus panhipopituitarisme, dan

cedera saraf optik atau otak. Neoplasma hipofisis ini bisa sembuh jika kelainan utama berada
di hipotalamus.3
Pada senter tertentu, adrenalektomi total menjadi pengobatan pilihan, angka
kesembuhan dengan prosedur ini mendekati 100 %. Efek merugikan termasuk kebutuhan
penggantian mineralokortikoid dan glukokortikoid sepanjang hayat dan 10 - 20 %
kemungkinan muncul kembali tumor hipofisis sepuluh tahun kemudian (sindrom Nelson).
Kebanyakan tumor ini membutuhkan terapi pembedahan. Tidak pasti apakah mereka muncul
de novo pada pasien ini atau dijumpai sebelum adrenalektomi tetapi kemungkinan ditemukan
terlalu kecil. Evaluasi radiologik kelenjar hipofisis secara periodik dengan MRI bersama
dengan pemeriksaan ACTH serial harus dilakukan pada semua individu setelah
adrenalektomi bilateral pada sindrom Cushing. Tumor-tumor hipofisis bisa menjadi invasif
dan menekan chiasma opticum atau meluas ke sinus kavernosa dan sfenoidalis.3
Radiasi hipofisis jarang dilakukan sebagai pengobatan primer, dicadangkan untuk
tumor rekuren pascaoperasi. Pada beberapa senter, kadar tinggi radiasi gamma dapat
ditujukan pada tempat yang diinginkan dengan kurang penyebaran ke jaringan sekitar dengan
menggunakan teknik stereotaktik. Efek samping radiasi termasuk ocular motor palsy dan
hipopituitarisme. Long lag time antara pengobatan dan remisi, dan angka remisi biasanya
kurang dari 50%.Kadang-kadang pendekatan pembedahan tidak memungkinkan, bisa
diindikasikan

medical

adrenalectomy.

Penghambatan

steroidogenesis

juga

bisa

diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan. Adrenalektomi


kimiawi mungkin lebih unggul dengan pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol
(600 - 1200 mg/ hari). Mitotan (2-3 g/hari) dan/atau penghambatan sintesis steroid
aminoglutetimid (1 g/hari) dan metiraponi (2-3 g/hari) mungkin efektif secara tunggal atau
gabungan. Mitotan lambat mencapai efek (berminggu- minggu). Mifepristone, suatu inhibitor
kompetitif ikatan glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan.
Insufisiensi adrenal merupakan risiko semua obat-obat ini, dan dibutuhkan penggantian
steroid.3
Pengobatan untuk sindroma Cushing eksogen adalah dengan pengurangan secara
bertahap glukokortikoid yang dikonsumsi.2

Komplikasi

Sindrom Cushing, jika tidak diobati, menghasilkan morbiditas serius dan bahkan
kematian. Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi hipertensi atau diabetes.
Kerentanan terhadap infeksi meningkat. Kompresi patah tulang belakang osteoporosis dan
nekrosis aseptik kepala femoral dapat menyebabkan kecacatan.
Nefrolisiasis dan psikosis dapat terjadi. Setelah adrenalektomi bilateral,
seorang dengan adenoma hipofisis dapat memperbesar progresifitas, menyebabkan
kerusakan lokal (misalnya, penurunan bidang visual) dan hiperpigmentasi; komplikasi ini
dikenal sebagai sindrom Nelson.3

Prognosis
Tergantung dari keparahan kadar kortisol dan dari adanya penyakit penyerta seperti
diabetes melitus yang merupakan penyerta tersering dari penyakit ini.4

Pencegahan
Dengan mempelajari penyebab tersering dari sindrom Cushing ini, terjadinya sindrom
Cushing dapat dicegah dengan menghindari konsumsi kortikosteroid. Bila harus
mengonsumsi kortikosteriod, perhatikan terlebih dahulu dosis pemakaiananya.5

Penutup
Sindrom cushing merupakan gejala penyakit sebagai akibat dari kelebihan kortisol
dalam tubuh. Kelebihan kortisol ini dapat disebabkan karena pengaruh dari luar (iatrogen)
atau spontan dari kelainan kelenjar itu sendiri. kelebihan kortisol ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar glukosa karena penghambatan proses glikoneogenesis sehingga
sering menyebabkan diabetes melitus.

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. hal.25-6
2. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. hal.2062-8
3. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal.1884
4. Cushings Disease updated on December 11th, 2011, diunduh

dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001388/, 24 November 2014


5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W [Editor]. Kapita selekta
kedokteran. Edisi3. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007. hal.313-20

Anda mungkin juga menyukai