Pendahuluan
Pendahuluan
A. Latar belakang
Dengue hemorrhagic Fever (DHF) atau yang biasa disebut demam
berdarah dengue (DBD) , ditemukan pertama kali tahun 1968 di Indonesia
tepatnya kota Surabaya sampai sekarang sering menjadi penyebab kematian
terutama pada anak remaja dan dewasa. Dengue hemorrhagic fever (DHF)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus tergolong
arbovirus (arthrobot-bone virus) artinya virus yang ditularkan melalui gigitan
arthropoda seperti nyamuk aedes aegypti betina.
Fenomena
patologi
yang
terjadi
pada
pasien
DHF
adalah
TINJAUAN TEORI
1) Definisi penyakit
DHF / DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang betina.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai
dengan
adanya
manifestasi
perdarahan,
yang
bertendensi
genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
3) Tanda dan gejala
1. Demam tinggi selama 5 7 hari.
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
4) Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma.
Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.
Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut
terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan
karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan
merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan
menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis,
yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
( Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419)
5) Pathway
Virus dengue
viremia
hepatomegal
hipertermi
- anoreksia
- muntah
Depresi sumsum
tulang
Permibilitas
kapiler
meningkat
Manifestasi
perdarahan
hipovolemia
Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Resiko syok
hipovolemia
Resiko
kekurangan
volume
cairan
syok
Resiko
perdarahan
Efusi pleura
ascites
hemokontraksi
Perubahan
perfusi jaringan
perifer
kematian
6) Komplikasi
1. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan
darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
2. Ensepalopati.
3. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
4. Disorientasi, prognosa buruk.
7) Pemeriksaan penunjang
1. Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5. Protein darah rendah
6. Ureum PH bisa meningkat
7. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)
8) Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring
2. Pemberian makanan lunak
3. Pemberian cairan melalui infuse
4. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik
5. Anti konvulsi jika terjadi kejang
6. Monitor tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR).
7. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
9. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari
9) Pengkajian
1. Wawancara
1. Biodata klien
a. Meliputi identitas pasien dan keluarga.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan
nyeri otot.
Kepala
(a) Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
(b) Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang
lidah kotor dan hiperemia pada tenggorokan
(c) Leher : Tidak ada masalah
(d) Thorak
volume
cairan
tubuh
berhubungan
dengan
peningkatan
terjadinya
perdarahan
lebih
lanjut
berhubungan
dengan
trombositopenia.
9. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.
11) Perencanaan
No.
1.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
Peningkatan suhu
tubuh berhubungan Mempertahankan suhu
pasien
dengan
dengan
proses
kriteria:
penyakit (viremia).
1. suhu normal (36,537,50C)
2. pasien bebas demam
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Perencanaan
Rencana Tindakan
Kaji saat timbulnya demam
Observasi tanda vital (suhu,
nadi, tensi, pernafasan) setiap
3 jam
Anjurkan pasien untuk banyak
minum (2,5 liter/24 jam.7)
Berikan kompres hangat.
Anjurkan untuk tidak memakai
selimut dan pakaian yang tebal
Berikan terapi cairan intravena
dan
obat-obatan
sesuai
program dokter.
Rasional
1. untuk mengidentifikasi pola demam
pasien
2. tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan
suhu tubuh.
5. pakaian tipis membantu mengurangi
penguapan tubuh
6. pemberian cairan sangat penting bagi
pasien dengan suhu tinggi.
dialami pasien.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien
2.
3.
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi,
kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan mual,
muntah, anoreksia.
Kurangnya volume
cairan tubuh
berhubungan
dengan peningkatan
permeabilitas
dinding plasma.
Nyeri
berkurang
atau hilang
Kebutuhan
nutrisi
pasien
terpenuhi,
pasien mampu dengan
kriteria: menghabiskan
makanan sesuai dengan
posisi
yang
diberikan /dibutuhkan.
Mempertahankan
kebutuhan
cairan
dengan
kriteria
:
Volume
cairan
terpenuhi
tenang
9. Alihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri
10. Berikan obat-obat analgetik
1. Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang
dialami pasien.
2. Kaji
cara
/
bagaimana
makanan dihidangkan.
3. Berikan makanan yang mudah
ditelan seperti bubur.
4. Berikan makanan dalam porsi
kecil dan frekuensi sering.
5. Catat jumlah / porsi makanan
yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
6. Berikan
obat-obatan
antiemetik sesuai program
dokter
7. Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
1. Kaji keadaan umum pasien
(lemah, pucat, takikardi) serta
tanda-tanda vital.
2. Observasi tanda-tanda syock.
3. Berikan cairan intravena sesuai
program dokter
4. Anjurkan pasien untuk banyak
minum.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Gangguan aktivitas
sehari-hari
berhubungan
dengan
kondisi
tubuh yang lemah.
Resiko terjadinya
syok hypovolemik
berhubungan
dengan kurangnya
volume cairan
tubuh.
Setelah
dilakukan
tindakan
pasien
mampu mandiri setelah
bebas demam dan
kebutuhan
aktivitas
sehari-hari terpenuhi.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
perdarahan
dengan
kriteria:
1. Tidak terjadi
syok
hipovolemik.
2. Tanda-tanda
vital
dalam
batas normal.
5.
1.
2.
1.
3.
4.
5.
6.
3.
4.
2.
3.
4.
3.
Keadaan
umum baik.
5.
6.
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
invasif (infus).
Resiko terjadinya
perdarahan lebih
lanjut berhubungan
dengan
trombositopenia.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
infeksi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
perdarahan dengan
kriteria:
1. Tidak terjadi
tanda-tanda
perdarahan
lebih lanjut.
2. Jumlah
trombosit
meningkat
melakukan
tindakan
pemasangan infus.
2. Observasi tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan
infus.
4. Segera cabut infus bila tampak
adanya pembengkakan atau
plebitis.
1. Monitor tanda penurunan
trombosit yang disertai gejala
klinis.
2. Anjurkan pasien untuk banyak
istirahat
3. Beri penjelasan untuk segera
melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut
4. Jelaskan obat yang diberikan
dan manfaatnya.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Kecemasan
berhubungan
dengan kondisi
pasien yang
memburuk dan
perdarahan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak
mengalami cemas
dengan kriteria:
Kecemasan berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.