Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dengue hemorrhagic Fever (DHF) atau yang biasa disebut demam
berdarah dengue (DBD) , ditemukan pertama kali tahun 1968 di Indonesia
tepatnya kota Surabaya sampai sekarang sering menjadi penyebab kematian
terutama pada anak remaja dan dewasa. Dengue hemorrhagic fever (DHF)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus tergolong
arbovirus (arthrobot-bone virus) artinya virus yang ditularkan melalui gigitan
arthropoda seperti nyamuk aedes aegypti betina.
Fenomena

patologi

yang

terjadi

pada

pasien

DHF

adalah

meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan perembesan


atau kebocoran plasma ke ruang ekstra seluler yang menyebabkan kekurangan
volume plasma yaitu penurunan jumlah trombosit, terjadinya hemokonsentrasi
yang dikarenakan kebocoran pembuluh darah sehingga pasokan oksigen
berkurang dalam tubuh yang dapat menimbulkan hipotensi. Jika hal ini tidak
segera diatasi, maka akan terjadi perdarahan saluran cerna yang ditandai
dengan tinja warna hitam kemungkinan terjadi diawal penderita mengalami
pendarahan interna atau pendarahan dalam tubuh.
Maka dianjurkan pemberian tranfusi darah guna memperbaiki fungsi
darah dan mengganti komponen- komponen darah yang hilang. Tranfusi darah
harus diberikan dengan sesuai kebutuhan.
B. Tujuan
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien DHF
b. Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan DHF

TINJAUAN TEORI

1) Definisi penyakit
DHF / DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang betina.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai

dengan

adanya

manifestasi

perdarahan,

yang

bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer &


Suprohaita; 2000; 419).
2) Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada

genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
3) Tanda dan gejala
1. Demam tinggi selama 5 7 hari.
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
4) Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil

yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma.
Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.
Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut
terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan
karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan
merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan
menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis,
yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
( Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419)

5) Pathway

Virus dengue
viremia

hepatomegal

hipertermi

- anoreksia
- muntah

Depresi sumsum
tulang

Permibilitas
kapiler
meningkat

Manifestasi
perdarahan

hipovolemia

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Resiko syok
hipovolemia

Resiko
kekurangan
volume
cairan

syok

Resiko
perdarahan

Efusi pleura
ascites
hemokontraksi

Perubahan
perfusi jaringan
perifer

kematian

6) Komplikasi
1. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan
darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
2. Ensepalopati.
3. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
4. Disorientasi, prognosa buruk.

7) Pemeriksaan penunjang
1. Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5. Protein darah rendah
6. Ureum PH bisa meningkat
7. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
2. Uji test tourniket (+)
8) Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring
2. Pemberian makanan lunak
3. Pemberian cairan melalui infuse
4. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik
5. Anti konvulsi jika terjadi kejang
6. Monitor tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR).
7. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
9. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari
9) Pengkajian
1. Wawancara
1. Biodata klien
a. Meliputi identitas pasien dan keluarga.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan
nyeri otot.

b. Riwayat kesehatan keluarga.


Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan
b.

Kepala
(a) Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
(b) Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang
lidah kotor dan hiperemia pada tenggorokan
(c) Leher : Tidak ada masalah
(d) Thorak

c. Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup


karena efusi fleura
d. Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan
(a) Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan
pembesaran hepar dan limpa
4) Ekstremitas : Nyeri sendi
5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma,
hyperemia
10) Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia
4. Kurangnya

volume

cairan

tubuh

berhubungan

dengan

peningkatan

permeabilitas dinding plasma.


5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.

6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume


cairan tubuh.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
8. Resiko

terjadinya

perdarahan

lebih

lanjut

berhubungan

dengan

trombositopenia.
9. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.

11) Perencanaan

No.
1.

Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
Peningkatan suhu
tubuh berhubungan Mempertahankan suhu
pasien
dengan
dengan
proses
kriteria:
penyakit (viremia).
1. suhu normal (36,537,50C)
2. pasien bebas demam

1.
2.
3.
4.
5.
6.

2.

Nyeri berhubungan Nyeri


terkontrol
dengan
proses dengan kriteria:
patologis penyakit
1. Rasa
nyaman
pasien terpenuhi.

Perencanaan
Rencana Tindakan
Kaji saat timbulnya demam
Observasi tanda vital (suhu,
nadi, tensi, pernafasan) setiap
3 jam
Anjurkan pasien untuk banyak
minum (2,5 liter/24 jam.7)
Berikan kompres hangat.
Anjurkan untuk tidak memakai
selimut dan pakaian yang tebal
Berikan terapi cairan intravena
dan
obat-obatan
sesuai
program dokter.

7. Kaji tingkat nyeri yang dialami


pasien
8. Berikan posisi yang nyaman,
usahakan situasi ruangan yang

Rasional
1. untuk mengidentifikasi pola demam
pasien
2. tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan
suhu tubuh.
5. pakaian tipis membantu mengurangi
penguapan tubuh
6. pemberian cairan sangat penting bagi
pasien dengan suhu tinggi.

1. untuk mengetahui berapa berat nyeri yang

dialami pasien.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien

2.

3.

Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi,
kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan mual,
muntah, anoreksia.

Kurangnya volume
cairan tubuh
berhubungan
dengan peningkatan
permeabilitas
dinding plasma.

Nyeri
berkurang
atau hilang

Kebutuhan
nutrisi
pasien
terpenuhi,
pasien mampu dengan
kriteria: menghabiskan
makanan sesuai dengan
posisi
yang
diberikan /dibutuhkan.

Mempertahankan
kebutuhan
cairan
dengan
kriteria
:
Volume
cairan
terpenuhi

tenang
9. Alihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri
10. Berikan obat-obat analgetik
1. Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang
dialami pasien.
2. Kaji
cara
/
bagaimana
makanan dihidangkan.
3. Berikan makanan yang mudah
ditelan seperti bubur.
4. Berikan makanan dalam porsi
kecil dan frekuensi sering.
5. Catat jumlah / porsi makanan
yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
6. Berikan
obat-obatan
antiemetik sesuai program
dokter
7. Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
1. Kaji keadaan umum pasien
(lemah, pucat, takikardi) serta
tanda-tanda vital.
2. Observasi tanda-tanda syock.
3. Berikan cairan intravena sesuai
program dokter
4. Anjurkan pasien untuk banyak
minum.

4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dapat melupakan perhatiannya terhadap


nyeri yang dialami.
Analgetik
dapat
menekan
atau
mengurangi nyeri pasien.
Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Cara menghidangkan makanan dapat
mempengaruhi nafsu makan pasien.
Membantu mengurangi kelelahan pasien
dan meningkatkan asupan makanan .
Untuk menghindari mual.
Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
Antiemetik membantu pasien mengurangi
rasa mual dan muntah dan diharapkan
intake nutrisi pasien meningkat.
Untuk mengetahui status gizi pasien

1. Menetapkan data dasar pasien untuk

mengetahui penyimpangan dari keadaan


normalnya.
2. Agar dapat segera dilakukan tindakan
untuk menangani syok.
3. Pemberian cairan IV sangat penting bagi
pasien yang mengalami kekurangan cairan
tubuh karena cairan tubuh karena cairan

5. Catat intake dan output.


4.

Gangguan aktivitas
sehari-hari
berhubungan
dengan
kondisi
tubuh yang lemah.

Resiko terjadinya
syok hypovolemik
berhubungan
dengan kurangnya
volume cairan
tubuh.

Setelah
dilakukan
tindakan
pasien
mampu mandiri setelah
bebas demam dan
kebutuhan
aktivitas
sehari-hari terpenuhi.

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
perdarahan
dengan
kriteria:
1. Tidak terjadi
syok
hipovolemik.
2. Tanda-tanda
vital
dalam
batas normal.

1. Kaji keluhan pasien.


2. Kaji hal-hal yang mampu atau

5.
1.

yang tidak mampu dilakukan


oleh pasien.
3. Bantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan aktivitasnya seharihari sesuai tingkat keterbatasan
pasien.
4. Letakkan barang-barang di
tempat yang mudah terjangkau
oleh pasien.

2.

1. Monitor keadaan umum pasien


2. Observasi tanda-tanda vital

1.

3.
4.
5.
6.

tiap 2 sampai 3 jam.


Monitor tanda perdarahan.
Chek
haemoglobin,
hematokrit, trombosit
Berikan
transfusi
sesuai
program dokter.
Lapor dokter bila tampak syok
hipovolemik.

3.

4.

2.
3.

4.

langsung masuk ke dalam pembuluh


darah.
Asupan cairan sangat diperlukan untuk
menambah volume cairan tubuh.
Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pasien.
Untuk mengetahui tingkat ketergantungan
pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh
pasien pada saat kondisinya lemah dan
perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
pasien tanpa mengalami ketergantungan
pada perawat.
Akan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang
lain.
memantau kondisi pasien selama masa
perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
tanda vital normal menandakan keadaan
umum baik.
Perdarahan cepat diketahui dan dapat
diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik.
Untuk mengetahui tingkat kebocoran
pembuluh darah yang dialami pasien

3.

Keadaan
umum baik.
5.
6.

Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
invasif (infus).

Resiko terjadinya
perdarahan lebih
lanjut berhubungan
dengan
trombositopenia.

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
infeksi

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak terjadi
perdarahan dengan
kriteria:
1. Tidak terjadi
tanda-tanda
perdarahan
lebih lanjut.
2. Jumlah
trombosit
meningkat

1. Lakukan teknik aseptik saat

melakukan
tindakan
pemasangan infus.
2. Observasi tanda-tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan
infus.
4. Segera cabut infus bila tampak
adanya pembengkakan atau
plebitis.
1. Monitor tanda penurunan
trombosit yang disertai gejala
klinis.
2. Anjurkan pasien untuk banyak
istirahat
3. Beri penjelasan untuk segera
melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut
4. Jelaskan obat yang diberikan
dan manfaatnya.

1.

2.

3.
4.

1.
2.
3.
4.

sebagai acuan melakukan tindakan lebih


lanjut.
Untuk menggantikan volume darah serta
komponen darah yang hilang.
Untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut sesegera mungkin.
Tindakan aseptik merupakan tindakan
preventif terhadap kemungkinan terjadi
infeksi.
Menetapkan data dasar pasien, terjadi
peradangan
dapat
diketahui
dari
penyimpangan nilai tanda vital.
Mengetahui
tanda
infeksi
pada
pemasangan infus.
Untuk menghindari kondisi yang lebih
buruk atau penyulit lebih lanjut.
Penurunan trombosit merupakan tanda
kebocoran pembuluh darah.
Aktivitas pasien yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan perdarahan
Membantu pasien mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
Memotivasi pasien untuk mau minum obat
sesuai dosis yang diberikan

Kecemasan
berhubungan
dengan kondisi
pasien yang
memburuk dan
perdarahan

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
pasien tidak
mengalami cemas
dengan kriteria:
Kecemasan berkurang

1. Kaji rasa cemas yang dialami


pasien
2. Jalin hubungan saling percaya
dengan pasien
3. Tunjukkan sifat empati
4. Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan
perasaannya
5. Gunakan komunikasi
terapeutik

1. Menetapkan tingkat kecemasan yang


dialami pasien.
2. Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Sikap empati akan membuat pasien
merasa diperhatikan dengan baik
4. Meringankan beban pikiran pasien
5. Agar segala sesuatu yang disampaikan
diajarkan pada pasien memberikan hasil
yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai