Anda di halaman 1dari 6

FAILURE (kegagalan)

Perilaku Mekanik Material


Teknik Material dan Metallurgi FTI-ITS
Amaliya Rasyida

Mengapa seorang engineer harus mempelajari failure?


Dalam mendesain suatu komponen atau struktur, seorang engineer dituntut untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya kegagalan. Sehingga, sangatlah penting bagi kita, seorang engineer, untuk
memahami beberapa macam mekanika kegagalan. Selain itu juga harus mengetahui prinsip desain yang
tepat yang bisa diterapkan untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya kegagalan, seperti
misalnya pemilihan material.
Kegagalan dalam dunia teknik material hampir selalu tidak diinginkan, dikarenakan beberapa alasan,
diantarnya menyangkut kehidupan/keselamatan manusia, ekonomi, dan juga ganguan yang berkaitan
dengan ketersediaan produk dan pelayanan. Meskipun penyebab kegagalan dan perilaku suatu material
bisa diketahui, akan tetapi pencegahan kegagalan sangat sulit untuk dipastikan. Penyebab umum
terjadinya adalah ketidaktepatan dalam pemilihan material, proses, dan desain yang tidak mumpuni
serta kesalahan penggunaan. Semua hal tersebut merupakan tanggung jawab dari seorang engineer
untuk mengantisipasi dan merencanakan kemungkinan kegagalan yang terjadi, dan ketika kegagalan
terjadi, seorang engineer diharuskan mampu menganalisa penyebabnya dan kemudian mampu
mengambil tindakan pencegahan secarap tepat terhadap kemungkinan insiden yang akan terjadi
nantinya [2].
Gambaran Mekanika Kegagalan
Ada 3 macam mekanika kegagalan, diantaranya adalah kegagalan diantaranya fracture
(keretakan/patahan), fatigue (kelelahan) dan creep (pemuluran/penjalaran). (Note: Fatigue dan creep
akan dipelajari setelah ETS)
Fracture, pengertian patahan secara sederhana adalah terpisahnya suatu bagian menjadi dua atau
beberapa lebih bagian yang merupakan respon dari adanya stress yang statis (i.e. konstan atau perlahan
berubah terhadap waktu) dan terjadi pada temperature yang relative rendah dibandingkan melting
temperature dari suatu material. Stress yang dialami bisa jadi berupa tensile (tarik), compressive (tekan),
shear (geser), atau torsional (putar). Dalam dunia teknik material ada dua macam patahan yang mungkin
terjadi yaitu: patahan ulet dan patahan getas. Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan suatu material
untuk mengalami deformasi plastis. Jenis material yang ulet biasanya menunjukkan deformasi plastis
dengan kemampuan menyerap energi yang tinggi sebelum terjadi patahan. Sebaliknya, ada (biasanya
sedikit atau tidak ada) deformasi plastis dengan tingkat penyerapan energy yang rendah, yang disebut
patah getas [2].

Gambar 1. Patahan cup dan cone pada Aluminum (a), patah getas pada mild steel (b)[2]

Gambar 2. Patahan yang sangat ulet (a) patahan ulet setelah mengalami necking (b) dan patahan
getas tanpa deformasi plastis [2]
Fatigue, merupakan suatu bentuk kegagalan yang terjadi pada suatu struktur yang terkena stress
dinamis atau fluktuatif, seperti misalnya jembatan,pesawat dan komponen mesin. Dalam keadaan ini,
sangat memungkinkan terjadinya kegagalan pada tingkatan stress yang jauh lebih rendah dari kekuatan
tensile atau yield (tensile or yield strength) pada saat stress statis. Istilah fatigue digunakan karena jenis
kegagalan ini biasanya terjadi setelah periode yang panjang dari siklus stress atau strain yang berulang.
Fatigue sangat penting karena merupakan penyebab terbesar terjadinya kegagalan pada metal
(diperkirakan 90%), polimer, dan keramik (kecuali glass) juga rentan terhadap jenis kegagalan ini.
Terlebih fatigue merupakan bencana dan bahaya yang terjadi sangat tiba tiba dan tanpa warning [2].
Creep, yang secara bahasa berarti penjalaran atau perambatan, merupakan jenis kegagalan yang terjadi
akibat deformasi yang ditimbulkan oleh suatu material yang sering digunakan pada suhu tinggi dan
terkena stress mekanik yang statis. Seperti misalnya pada rotor turbin mesin jet, generator uang yang
mengalami stress sentrifugal dan steam line bertekanan tingggi. Creep didefinisikan sebagai deformasi
suatu material yang permanen dan time-dependent ketika diberikan beban atau stress yang konstan,
pada umumnya creep tidak diinginkan terjadi dan sering dijadikan sebagai faktor batasan (limiting
factor) pada umur penggunaan suatu part. Telah diteliti untuk semua material; untuk metal creep
menjadi pertimbangan penting pada temperature yang lebih beasr dari 0.4 Tm ( dimana Tm merupakan
absolute melting temperaturenya). Polimer amorphous, termasuk didalamnya plastik dan rubber, sangat
sensitive terhadap deformasi creep.

Impact fracture Testing


Mengapa pengujian impact dianggap menjadi salah satu pengujian mekanik yang mendasar untuk
material logam?
Logam memiliki sifat yang sangat keras (sehingga sangat kuat dan tidak sesuai untuk aplikasi dimana ada
pemberian bebean yang mendadak). Material akan memiliki perilaku yang berbeda ketika diberikan
beban yang mendadan dibandingkan ketika diberi beban berkala seperti pada pada pengujian tarik.
Sebelum ada teori mekanika kegagalan sebagai suatu disiplin ilmu, teknik pengujian impact telah
dilakukan untuk menegtahui karakteristik kegagalan dari suatu material. Hasil pengujian tarik tidak bisa
digunakan untuk mengevaluasi perilaku kegagalan; misalnya dalam suatu kondisi tertentu logam ulet
secara tiba tiba mengalami kegagalan dan dengan sangat sedikit deformasi plastis. Pengujian impact
dipilih untuk menggambarkan potensi kegagalan yang relative besar [1]. Seperti:

Deformasi pada temperature yang relative rendah


Laju strain yang tinggi (laju deformasi)
Triaxial stress (yang berasal dari keberadaan takikan)

Pada dasarnya pengujian impact adalah untuk menguji ketangguhan, yang dilakukan dengan cara batang
uji bertakik dipukul dengan energi tertentu, diukur berapa banyak energi yang digunakan untuk
mematahkan batang uji tersebut.
Selain untuk menghitung kapasitas energi yang mampu diserap oleh material ketika diberikan beban
yang mendadak; pengujian impact juga digunakan untuk menentukan perilaku transisi temperature dari
perilaku ulet ke getas.
Sesuai dengan ASTM Standard E 23, Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic
Materials ada 2 macam standar pengujian impact, yaitu Charpy dan Izod

Gambar 3. Spesimen yang di gunakan untuk pegujian impact, charpy dan Izod (a), Gambaran skematis
dari peralatan pengujian impact (b) [2]

Gambar 4. Perbedaan posisi load pada spesimen Charpy (a) dan Izod (b)
Standard spesimen untuk pengujian impact ditunjukkan pada gambar 3a berikut representative dari alat
uji impact (gambar 3b). beberapa jenis pengujian impact telah digunakan untuk mengevaluasi
ketannguhan suatu logam, plastic, dan keramik. Pada umumnya jenis impact dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Method pemberian beban (pendulum stroke or drop-weight loading)
2. Jenis takikan pada spesimen (takikan V, U)
Pengujian Charpy dan Izod merupakan jenis pengujian impact yang termasuk dalam metode pemberian
beban. Perbedaan mendasarnya terletak pada spesimen dan dimensi takikannya (gambar 4). Pengujian
dengan metode charpy melibatkan tiga titik pemberian beban, dimana batang uji ditahan dikedua sisinya.
Sebaliknya, spesimen Izod diletakkan dengan pemberian beban diatas takikannya [3].
Beberpa variable seperti ukuran dan bentuk spesimen juga konfigurasi dan kedalaman takikan bisa
mempengaruhi hasil pengujian. Hasil pengujian impact berupa data kualitatif yang digunakan untuk
tujuan desain, terutama energy impact.

Transisi ulet-getas
Salah satu fungsi utama pengujian Charpy dan Izod adalah untuk menentukan apakah dengan adanya
penurunan temperature, material mengalami transisi ulet-getas ataukah tidak. Transisi ulet-getas
berhubungan dengan temperature dari tingkat penyerapan energy impact. Transisi tersebut ditunjukkan
pada gambar 5 oleh suatu baja pada kurva A. pada temperature yang lebih tinggi Charphy V-Notch-CVN(Charpy dengan takikan V), enery CVN relative lebih besar, kaitannya dengan mode patahan ulet. Karena
temperature yang diturunkan, energy impact turun secara tiba tiba, mode patahan getas.

Gambar 5. Pengaruh temperature terhadap energy impact (kurva A) [2]

Dari pengujian impact, apa saja yang bisa dihasilkan?

Kekuatan Impact (Impact strength-IS-), besarnya energi untuk mematahkan batang uji, E ( Joule,
kg.m atau ft.lb). Ada juga yang menyatakan impact strength ini sebagai energi/luas penampang
pada takikan. Bahan yang tangguh menunjukkan IS tinggi.

Persentasi Patahan, yaitu dengan mengamati/mengukur permukaan patahan, patahan getas


ditandai dengan permukaan yang granular/cleavage, lebih berkilau, sedang patahan ulet
berserabut (fibrous) dan buram.

Gambar 6. Permukaan patahan dengan perbedaan temperature (angka mengidentifikasikan


nilainya temperature)

Pengaruh Temperatur, pengujian dilakukan pada berbagai temperatur, pada temperatur rendah
cenderung lebih getas; temperatur transisi, temperatur perubahan ulet-getas.

Problem case
Data pada table dibawah merupakan hasil pengujian impact charpy pada suatu material.
Temperature (C) Energi Impact (J)
0
105
-25
104
-50
103
-75
97
-100
63
-113
40
-125
34
-150
28
-175
25
-200
24
(a) Gambarkan energy impact vs temperature
(b) Tentukan Temperatur transisi ulet-getas yang berhubungan dengan rata rata energy impact
maksimum dan minimum
(c) Tentukan Temperatur transisi ulet-getas ketika impact energinya sama dengan 50J
Solution
(a)
120

Energi Impact

Energi Impact (J)

100

80

60

40

20

-200

-150

-100

-50

Temperatur ( C)

(b)

, Temperatur transisi pada kondisi tersebut adalah sekitar -100C

(c) Untuk impact energy sebesar 50 J, Temperatur transisi ulet-getasnya adalah sekitar -110C
References used:
[1]Marc Andre Meyers.Mechanical Behavior of Materials. Cambridge University Press 2009
[2]Callister W.D., Materials science and Engineering: An Introduction 7th edition. 2007
[3] ASM Metal Handbook, Vol 08 Mechanical testing and Evaluation

Anda mungkin juga menyukai