Anda di halaman 1dari 40

ANALISA JURNAL KARDIOVASKULER: MANAJEMEN PASIEN DENGAN

CARDIAC ARREST

MAKALAH

oleh
Kelompok 1

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp. /Fax (0331) 323 450

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

ANALISA JURNAL KARDIOVASKULER: MANAJEMEN PASIEN DENGAN


CARDIAC ARREST

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IA dengan dosen
pembimbing Ns. Wantiyah, M.Kep NIP.19810712 200604 2 001

Oleh :
Kelompok 1
Cindy Amalia Putri

NIM 142310101156

Aini Fibriyatul Ula

NIM 152310101278

Pravita Dwi Ariyani

NIM 152310101325

Dian Kresna B

NIM 152310101352

Joni Hermawan

NIM 152310101355

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp. /Fax (0331) 323 450

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul Analisis Jurnal
Kardiovaskuler Manajemen Pasien dengan Cardiac Arrest
Dalam proses penelitian dan penulisan tidak terlepas dari bantuan, dukungan
dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ns Wantiyah, M.Kep, selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik IA dan juga

selaku

Dosen Pengajar Mata Kuliah Ilmu

Keperawatan Klinik IA Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember


3. Informan yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi yang
sangat dibutuhkan
4. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Semoga semua bermanfaat bagi kita, Amin.
Jember, 4 November 2015
Penulis

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
BAB 2 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Pengertian/Definisi.....................................................................................
2.2 Penyebab/Etiologi.......................................................................................
2.3 Patofisiologi................................................................................................
2.4 Tanda & Gejala (Manifestasi Klinik)..........................................................
2.5 Prosedur Diagnostik....................................................................................
2.6 Penatalaksanaan Medis...............................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian...................................................................................................
3.1.1 Riwayat Kesehatan..............................................................................
3.1.2 Pengkajian : Pola Gordon...................................................................
3.1.3 Pemeriksaan Fisik...............................................................................
3.1.4 Analisa Data dan Masalah...................................................................
3.1.5 Pathway...............................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan (NANDA).............................................................
3.3 Perencanaan Keperawatan (NOC)..............................................................
3.4 Intervensi Keperawatan (NIC)....................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Algoritma AHA 2015..................................................................................
4.2 Pembahasan Isi Jurnal.................................................................................
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................
5.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun jantung. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
Amerika serikat mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA
membunuh 1000 orang per hari atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering
terjadi pada pasien dengan penyakit jantung, terutama mereka yang telah gagal
jantung kongestif. Sebanyak 75%

orang yang meninggal karena tanda-tanda

menunjukkan SCA serangan jantung sebelumnya. 80% memiliki tanda-tanda


penyakit arteri koroner. SCA dicatat 10.460 (75,4%) dari seluruh 13.873 kematian
penyakit jantung pada orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan
jantung yang terjadi out-of-rumah sakit meningkat dengan usia, dari 5,8% pada
orang usia 0-4 tahun 61,0% pada orang usia lebih dari 85 tahun. Orang yang
memiliki penyakit jantung akan meningkatkan resiko untuk SCA. Namun,
kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak memiliki penyakit
jantung atau factor resiko lain untukn SCA.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.

Definisi
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen
ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.

2.2.

Etiologi
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai
risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :
a. Adanya jejas dijantung
Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain; jantung yang terjejas
atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami
aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang
mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya
cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)
Karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub
jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung


Karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti
aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac
arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan
yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam
darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang
mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal
Beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-WhiteSyndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan
cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal
Jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan
kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga
atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac
arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac arrest pada
penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia :
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung
hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan
adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardia ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinya takikardia ventrikel biasanya karena adanya
gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah keventrikel juga berkurang
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT


dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah
pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
2.3.

Patofisiologi
Akibat dari aterosklerosis menimbulkan plak pada pembuluh darah. Penebalan
otot jantung dan fibrilasi ventrikel mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi
secara optimal. Takikardi ventrikel terjadi karena pembentukan impuls sehingga
frekuensi nadi cepat yang mengakibatkan pengisian ventrikel menurun.
Dari ketiga penyebab diatas mengakibatkan hambatan aliran darah sehingga
sirkulasi darah terhenti terjadilah cardiac arrest. Akibat cardiac arrest terjadi
kemampuan pompa jantung menurun akibatnya curah jantung menurun sehingga
terjadi :

a. Suplai oksigen keseluruh tubuh menurun, dimana darah membawa oksigen


otomatis kebutuhan oksigen ke paru-paru tidak terpenuhi terjadilah gangguan
pertukaran gas
b. Suplai oksigen ke otak tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi serebral
c. Suplai oksigen ke jaringan tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi jaringan
2.4.

Tanda Dan Gejala

a. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen termasuk otak

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

b. Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan


kesadaran (collapse)
c. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit
dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
d. Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
e. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang
dapat terasa pada arteri
f. Tidak ada denyut jantung
g. Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%
2.5.

Prosedur Diagnostik

a. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan adalah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada dada atau kadang-kadang dibagian
tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari
tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama
jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG
bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. EKG dapat mendeteksi
pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepnjangan yang meningkatkan
risiko kematian mendadak.
b. Tes darah
1. Pemeriksaan enzim jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac
arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat
penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
2. Elektrolit jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang
ada pada jantung, diantaranya kalium, kalsium, magnesium. Eletrolit adalah
mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan
impuls listrik. Ketidakseimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya
aritmia dan sudden cardiac arrest.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

3. Test obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
4. Test hormone
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
c. Imaging test
1. Pemeriksaan foto thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah.
Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung
2. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama denga tes stress, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah kecil,
seperti thallium disutikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus
dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
3. Ekokardiogram
Test ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Test ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan.
Dengan jenis test ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia, test ini
dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama test, kemudia
kateter dihubungkan dengan elektroda yang menjalur melalui pembuluh darah
ke berbagai tempat diarea jantung. Setelah ditempat, elektroda dapat memtakan
penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan
penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini
memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

e. Ejection fraction testing


Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah
seberapa baik jantung mampu memompa darah. Ini dapat menentukan kapasitas
pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini
mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak
jantung, sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70%. Fraksi ejeksi
kurang dari 40% meningkaatkan resiko sudden cardiac arrest. Ini dapat
mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram,
magnetic resonance imaging(MRI) dari jantung anda, pengobatan nuklir scan
dari jantung anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
f. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau
penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan predictor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur,
pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati anda melalui tabung panjang dan
tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri didalam
jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-Ray dan
rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara
kateter diposisikan, mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasty dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
2.6.

Penatalaksanaan Medis
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu :

a. Respon awal
Respon awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benarbenar disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit,
dan ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis
dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung
yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam
waktu yang singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting untuk diobservasi
adalah stridor yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya aspirasi
benda asing atau makanan. Jika keadaan ini dicurigai, Maneuver Heimlich yang

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

cepat dapat mengeluarkan benda yang menyumbat. Pukulan didaerah prekordial


yang dilakukan secara kuat dengan tangan terkepal erat pada sambungan antara
bagian sternum sepertiga tengah dan sepertiga bawah kadang-kadang dapat
memulihkan takikardia dan fibrilasi ventrikel, tetapi tindakan ini juga di
khawatirkan dapat mengubah takikardia ventrikel menjadi fibrilasi venttrikel.
Karena itu, telah dianjurkan untuk menggunakan pukulan prekordial hanya pada
pasien yang dimonitor, rekomendasi ini masih controversial. Tindakan ke tiga
selama proses inisial adalah membersihkan suluran nafas. Gigi palsu atau benda
asing yang di dalam mulut dikeluarkan, dan maneuver hiemlich dilakukan jika
terjadi indikasi mencurigakan adanya benda asing yang terjepit didaerah
orofaring. Jika terdapat kecurigaan akan adanya henti respirasi (respiratory
arrest) yang mendahului serangan henti jantung, pukulan prekordial kedua dapat
dilakukan setelah saluran nafas dibersihkan.
b. Penanganan untuk kehidupan dasar (basic life support)
Tindakan ini lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmonal
(RKP, CPR; Cardiopulmonary Resusitation) merupakan dukungan kehidupan
dasar yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan
intervensi yang definitive dapat dilaksanakan. Unsure-unsur dalam tindakan
RKP terdiri atas tindakan untuk menghasilkan serta mempertahankan fungsi
ventilasi paru dan tindakan kompresi dada. Teknik ventilasi konvensional selama
RKP memerlukan pengembangan paru yang dilakukan dengan menghembuskan
udara pernafasan sekali setiap 5 detik, kalau terdapat dua orang yang melakukan
resusitasi dan dua kali secara berturut, setiap 15 detik kalau yang mengerjakan
ventilasi maupun kompresi dinding dada hanya satu orang. Kompresi dada
dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kompresi jantung memungkinkan jantung
untuk mempertahankan fungsi pemompaan dengan pengisian serta pengosongan
rongga-rongganya secara berurutan sementara katup-katup jantung yang
kompeten mempertahankan aliran darah ke depan. Telapak yang satu diletakkan
pada sternum bagian bawah, sementara telapak tangan yang lainnya berada pada
permukaan dorsum tangan yang disebelah bawah. Sternum kemudian ditekan
dengan kedua lengan penolong tetap berada dalam keadaan lurus. Penekanan ini
dilakukan dengan kecepatan kurang lebih 80 kali per menit. Penekanan

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

dilakukan dengan kekuatan yang cukup untuk menghasilkan depresi sternum


sebesar 3 hingga 5 cm, dan relaksasi dilakukan secara tiba-tiba. Teknik RKP
konvensional ini sekarang sedang dibandingkan dengan teknik baru yang
didasarkan pada ventilasi dan kompresi simultan. Sementara aliran arteri karotis
yang dapat diukur dapat dicapai dengan RKP fungsional, data ekspiremental dan
pemikiran toritis mendukung bahwa aliran dapat dioptimalkan melalui kerja
pompa yang dihasilkan oleh perubahan tekanan pada seluruh rongga torasikus,
seperti yang dicapai dengan kompresi dan ventilasi simultan. Namun, tidak jelas
apakah teknik ini menyebabkan impedensi aliran darah koroner dan apakah
peningkatan aliran karotis menghasilkan peningkatan yang ekuivalen pada
perfusi serebral. Langkah-langkah penting dalam resusitasi kardiopulmonal. A.
pastikan bahwa saluran nafas korban dalam keadaan lapang/terbuka. B. mulailah
resusitasi respirasi dengan segera. C. raba denyut nadi karotis didalam lekukan
sepanjang jankun (Adams apple) atau kartilago tiroid. D. jika denyut nadi tidak
teraba, mulai lakukan pijat jantung. Lakukan penekanan sebanyak 60 kali
permenit dengan satu kali penghembusn udara untuk mengembangan paru
setelah setiap 5 kali penekanan dada.
c. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat,
mengendalikan aritmia jantung, menstabilkan status hemodinamika (tekanan
darah serta curah jantung) dan memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang
dilakukan untuk mencapai tujuan ini mencakup :
1. Tindakan intubasi dengan endotrakeal tube
2. Defibrilasi/kardioversi, dan atau pemasangan pacu jantung
3. Pemasangan lini infuse
Ventilasi dengan O2 atau udara ruangan bila O2 tidak tersedia dengan
segera, dapat memulihkan keadaan hipoksemia dan asidosis dengan segera.
Kecepatan melakukan defibrilasi atau kardioversi merupakan elemen penting
untuk resusitasi yang berhasil. Kalau mungkin, tindakan defibrilasi harus
dilakukan segera sebelum intubasi dan pemasangan selang infuse. Resusitasi
kardiopulmonal harus dikerjakan sementara alat defibrillator diisi muatan
arusnya. Jika pasien belum sadar sepenuhnya setelah dilakukan reverse, atau bila

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

2 atau 3 kali percobaan tidak membawa hasil, maka tindakan intubasi segera,
ventilasi dan analisis gas darah arterial harus segera dilakukan.
Setelah upaya defibrilasi pendahuluan tanpa memperdulikan apakah
upaya ini berhasil atau tidak, preparat bolus 1 mg/kg lidokain diberikan
intravena dan pemberian ini diulang dalam waktu 2 menit pada pasien-pasien
yang memperlihatkan aritmia ventrikel yang persisten atau tetap menunjukkan
fibrilasi ventrikel. Penyuntikan lidoakain ini diikuti oleh infuse lidokain dengan
takaran 1-4 mg/menit. Jika lidokain tidak berhasil mengendalikan keadaan
tersebut, pemberian intravena prokainamid (dosis awal 100 mg/ 5 menit hingga
tercapai dosis total 500-800 mg, diikuti dengan pemberian lewat infuse yang
kontinyu dengan dosis 2-5 mg/menit). Atau bretilium tosilat (dosis awal 5-10
mg/kg dalam waktu 5 menit; dosis pemeliharaan

(maintenance) 0,5-2

mg/menit), dapat dicoba. Untuk mengatasi fibrilaasi ventrikel yang persisten,


preparat epinefrin (0,5-1,0 mg) dapat diberikan intravena setiap 5 menit sekali
selama resusitasi dengan upaya defibrilasi pada saat-saat diantara setiap
pemberian preparat tersebut. Obat tersebut dapat diberikan secara intrakardial
jika cara pemberian intravena tidak dapat dilakukan. Pemberian kalsium
glukonat intravena tidak lagi dianggap aman atau perlu untuk pemakaian yang
rutin. Obat ini yang hanya digunakan pada pasien dengan hiperkalemia akut
dianggap sebagai pencetus VF resisten, pada keadaan adanya hipokalsemia yang
diketahui, atau pada pasien yang menerima dosis toksik antagonis hemat
kalsium.
Henti jantung yang terjadi sekunder akibat bradiaritmia atau asistole
ditangani dengan cara yang berbeda. Setelah diketahui jenis aritmianya, terapi
syok dari luar tidak memilki peranan. Pasien harus segera diintubasi, resusitasi
kardiopulmoner diteruskan dan harus diupayakan untuk mengendalikan keadaan
hipoksemia serta asidosis. Epinefrin dan atau atropine diberikan intravena atau
dengan penyuntikan intrakardial. Pemasangan alat pacing eksternal kini sudah
dapat dilakukan untuk mencoba menghasilkan irama jantung yang teratur, tetapi
prognosis pasien pada bentuk henti jantung ini umumnya sangat buruk. Satu
pengecualian adalah henti jantung asistolik atau bradiaritmia sekunder terhadap
obstruksi jalan nafas. Bentuk henti jantung ini dapat memberikan respon cepat

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

untuk pengambilan benda asing dengan maneuver hiemlich atau, pada pasien
yang dirawat dirumah sakit. Dengan intubasi dan penyedotan sekresi yang
menyumbat dijalan nafas.
d. Asuhan pasca resusitasi
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya
henti jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya
sangat responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life support) dan
mudah dikendalikan setelah kejadian permulaan. Pemberian infuse lidokain
dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-72 jam setelah serangan.
Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya tidak perlu atau
diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi hemodinamik yang
terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel
sekunder pada IMA (kejadian dengan abnormalitas hemodinamika menjadi
predisposisi untuk terjadinya aritmia yang dapat membawa kematian), upaya
resusitasi kurang begitu berhasil dan pada pasien yang berhasil diresusitasi,
angka

rekurensinya

cukup

tinggi.

Gambaran

klinis

didominasi

oleh

ketidakstabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih ditentukan


oleh kemampuan untuk mengontrol gangguan hemodinamik dibandingkan
dengan gangguan elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asistole dan
bradiaritmia merupakan peristiwa sekunder yang umum pada pasien yang secara
hemodinamis tidak stabil dan kurang responsive terhadap intervensi.
Hasil akhir (outcome) setelah serangan henti jantung dirumah sakit yang
menyertai penyakit nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang
berhasil diresusitasi perjalanan pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit
yang mendasari serangan henti jantung tersebut. Pasien denngan kanker, gagal
ginjal, penyakit system saraf pusat akut dan infeksi terkontrol, sebagai suatu
kelompok, mempunyai angka kelangsungan hidup kurang dari 10% setelah henti
jantung dirumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap hasil akhir henti
jantung yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan
obstruksi jalan nafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia obat-obatan
dengan gangguan metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

harapan hidup baik jika mereka mendapat resusitasi dengan cepat dan
dipertahankan sementara gangguan transien dikoreksi.
e. Penatalaksanaan jangka panjang
Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas
spesialisasi klinis karena perkembangan system penyelamatan emergency
berdasar komunitas. Pasien yang tidak menderita kerusakan system saraf pusat
yang ireversibel dan yang mencapai stabilitas hemodinamik harus dilakukan tes
diagnostic dan terapeutik yang ekstensif untuk tuntutan penatalaksanaan jangka
panjang. Pendekatan agresif ini dilakukan atas dasar dorongan fakta bahwa data
statistic dari tahun 1970 mengindikasikan kelangsungan hiup setelah henti
jantung diluar rumah sakit diikuti oleh angka henti jantung rekuren 30% pada 1
tahun, 45% pada 2 tahun dan angka mortalitas total hamper 60% pada 2 tahun.
Perbandingan historis mendukung bahwa statistic buruk ini dapat diperbaiki
dengan intervensi yang baru. Tetapi seberapa besar perbaikannya tidak diketahui
karena kurangnya uji intervensi bersamaan yang terkendali.
Diantara pasien ini dengan penyebab henti jantung di luar rumah sakit
adalah MI akut dan transmural, penatalaksanaan sama engan semua pasien lain
yang menderita henti jantung selama fase akut MI yang nyata. Secara umum,
pasien yang mempunyai henti jantung di luar rumah sakit akibat penyakit
jantung iskemik kronik, tanpa MI akut, dievaluasi untuk menentukan apakah
iskemia transien atau ketidakstabilan elektrofisiologik merupakan penyebab
yang lebih mungkin dari peristiwa ini. Jika terdapat alasan untuk mencurigai
suatu mekanisme iskemik, pembedahan anti iskemik atau intervensi medis
(seperti angiografi, obat) digunakan untuk mengurangi beban iskemik.
Ketidakstabilan

elektrokardiografik

paling

baik

diidentifikasi

dengan

menggunakan stimulasi elektris terprogram untuk menentukan apakah VT atau


VF tertahan dapat diinduksi pada pasien. Jika iya, informasi ini dapat digunakan
sebagai data dasar untuk mengevaluasi efektivitas obat untuk pencegahan
kekambuhan. Informasi ini juga dapat digunakan untuk menentukan kecocokan
untuk pembedahan antiaritmik dengan tuntunan peta. Menggunakan teknik ini
untuk menegakkan terapi obat pada pasien dengan fraksi ejeksi 30% atau lebih,
angka henti jantung rekuren adalah kurang dari 10% selama tahun pertama

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

tindak lanjut. Hasil akhir tidak sebaik untuk pasien fraksi dengan fraksi ejeksi
dibawah 30%, tetapi tetap lebih baik dibandingkan riwayat alami yang tampak
dari kelangsungan hidup setelah henti jantung. Untuk pasien yang keberhasilan
dengan terapi obat tidak dapat diidentifikasi dengan teknik ini, pengobatan
empiric

dengan

implantable

amiodaron,

penanaman

cardioverter/defibrillator)

defibrillator/kardioverter

dalam

tubuh,

atau

(ICD,

pembedahan

antiaritmia (seperti bedah pintas koroner, aneurismektomi, kriobilasi), dapat


dianggap senagai pilihan. Sukses pembedahan primer, diartikan sebagai
mempertahankan hidup prosedur dan kembali pada keadaan yang tak dapat
diinduksi tanpa terapi obat, adalah lebih baik dari 90% bila pasien dipilih untuk
kemampuan dipetakan dalam ruang operasi. Terapi ICD juga dikembangkan
menjadi system yang lebih menarik, termasuk kemampuan untuk mamacu lebih
baik dibandingkan mengejutkan (shock out) beberapa aritmia pada pasien
terpilih. Susunan intervensi tersedia untuk pasien ini, digunakan dengan pantas,
menunjukkan perbaikan perbaikan yang berlanjut pada hasil akhir jangka
panjang.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
1. Kaji riwayat merokok, penggunaan alkohol, pemakaian obat-obatan, kebiasaan
latihan, dan pola diet termasuk pemasukannya
2. Apakah klien mendapat pengobatan untuk fungsi kardiovaskuler? Apakah klien
mengetahui kegunaan, dosis, dan efek samping pengobatan?
3. Tanyakan apakah klien mengalami nyeri atau ketidaknyamanan pada dada,
palpitasi, kelelahan yang berlebihan, dispnea, edema pada kaki, pingsan atau
ortopnea. Apakah gejala-gejala ini terjadi.
3.1.2 Pengkajian : Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga
berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan seharihari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian,
total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?


11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama
yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut
pandang nilai dan kepercayaan?
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
A. Pengkajian primer
1. Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
1) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapat
sumbatan jalan napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada dinding
dada, ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
2) Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada bunyi
napas
3) Feel

tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.


: merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,

adanya Pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma pada leher, teraba nadi


karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh,
menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
b. Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
c. Periksa apakah pasien tersebut mengalami kesulitan bernapas.
d. Buka mulut pasien dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang
lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
e. Identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan, sekret,ataupun
benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan
pada trauma kepala).
f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2. Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.
1) Look : nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak
terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis,
identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa penggunaan otot bantu
dll.
2) Listen : mendengar hembusan napas.
3) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
b. Berikan therapy O2 (oksigen).
c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask
(BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal,dll
3. Circulation/Sirkulasi
Pemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis, kualitas dan karakternya
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di
lakukan perawat :
Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP.
1.) Perhatikan pasien untuk menentukan apakah pasien masih bernapas
2.) perhatikan apakah dada pasien bergerak.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

3.) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut pasien dan dengarkan
aliran udara.
4.) Jentikan kaki pasien apabila ada perubahan warna kulit atau bila
pasien tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan pasien.
5.) Mulailah RPJ jika pasien tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di
jentikan.
6.) Tempatkan pasien di atas permukaan yang keras
7.) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan
menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari
tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-hatilah mendorong
jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala
kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
8.) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu pasien.
9.) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada
tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali
dan 2 kali napas buatan.
B. Pengkajian Subjektif
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuan kognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang
keluhan nyeri termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri
dengan menggunakan mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian
nyeri.
P : Provokativ/Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri
ini sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaran skala nyeri
atau ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering
keluhan tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif
secara detail jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat
darurat lebih di fokuskan pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
C. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur
meliputi TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,
serta tes diagnostik.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien. Apakah
pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general
apperance)
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengalsengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan,
atau bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri,
gangguan neurologis,orthopedi, dan status mental.
b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantung dan
suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi. Lakukan
pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk
memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam
dapat di gunakan untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri, ukuran, organ
dan adanya kekakuan.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

d. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan


tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga,
atau adanya cairan.
E. Pengkajian Neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran pasien
untuk mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka
dapat di gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik
glasgow coma scale pada anak-anak yang belum bisa bicara.
F. Pengkajian Kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas
irama.
a. Suara jantung.
b. Murmur.
c. Efusi perikat/tamponade.
d. Perfusi.
G. Pernapasan
Suara napas di kelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan
bronkovesikuler. Suara napas abnormal (berat) termasuk stridor, ronkhi, rales,
terputus-putus, dan sulit bernapas.
H. Gastrointestinal
Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal.
Apakah ada riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis, dll.
apakah ada gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

3.1.4 Analisa Data Dan Masalah


Data
DS:

Analisa
Cardiac arrest

DO
- Gangguan status
mental
- Perubahan
perilaku
- Perubahan
respon motorik
- Perubahan reaksi
pupil
- Kesulitan
menelan
- Kelemahan atau
paralisis ekstrermitas
- Abnormalitas
bicara

DS:
DO:
- Cianosis kuku dan
bibir
- Akral dingin
- CRT > 2 detik

kemampuan pompa jantung menurun

Masalah
Keperawatan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

Curah Jantung menurun


Suplai O2 ke otak tidak terprnuhi
Gangguan transport O2

Cardiac arrest

Ketidakefektiifan
perfusi jaringan perifer

kemampuan pompa jantung menurun


Curah Jantung menurun
Suplai O2 ke jaringan tidak terprnuhi
Gangguan perfusi jaringan
Cardiac arrest

DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan
tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan
pertukaran udara per
menit
- Menggunakan
otot pernafasan
tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan
pursed-lip
- Tahap ekspirasi

Ketidakefektifan pola
nafas

kemampuan pompa jantung menurun


Curah Jantung menurun
Suplai O2 ke seluruh tubuh menurun
Kebutuhan O2 di paru-paru tidak
terpenuhi
Penurunan energi/kelelahan

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

berlangsung sangat
lama
- Penurunan
kapasitas vital
- Respirasi: < 11
24 x /mnt
DO/DS:
- Aritmia, takikardia,
bradikardia
- Palpitasi, oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penuruna
n JVP
- Distensi vena jugularis
- Kulit dingin dan
lembab
- Penurunan denyut nadi
perifer
- Oliguria, kaplari refill
lambat
- Nafas pendek/ sesak
nafas
- Perubahan warna kulit
- Batuk, bunyi jantung
S3/S4
- Kecemasan

Cardiac arrest

Penurunan curah
jantung

kemampuan pompa jantung menurun


Curah Jantung menurun

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

3.1.5 Pathway
Penyakit jantung
(Hipertensi, infark Miokard, Aritmia)

Kelainan bawaaan

Obat-obatan, merokok

Aritmia Cardiac

Jantung kekurangan O2

Suplay O2 ke jaringan tidak adekuat

Hipoksia serebral

Pembuluh darah

Penurunan kesadaran

Aliran darah ke jantung menurun

O2 dan nutrisi menurun

Jaringan miokard iskemik

Vasokontriksi
Suplai dan kebutuhan O2 ke jantung tidak seim

Metabolisme menurun
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Iskemia otot jantung

Akral dingin
Kontrak miokardium
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Penurunan curah jantung

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transpot O2
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan tidak terprnuhi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung
menurun
3.3 Intervensi (NOC-NIC)
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral b/d
gangguan afinitas Hb oksigen,
penurunan konsentrasi Hb,
Hipervolemia, Hipoventilasi,
gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan
vena

NOC :

Intervensi
NIC :

Cir
culation status

Ne
urologic status

Tis
sue Prefusion : cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selama
ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil:

Te
kanan systole dan
diastole dalam rentang
yang diharapkan

Ti
dak ada
ortostatikhipertensi

Ko

Monitor TTV

Monitor AGD, ukuran pupil,


ketajaman, kesimetrisan dan reaksi

Monitor adanya diplopia,


pandangan kabur, nyeri kepala

Monitor level kebingungan


dan orientasi

Monitor tonus otot


pergerakan

Monitor tekanan intrkranial


dan respon nerologis

Catat perubahan pasien


dalam merespon stimulus

Monitor status cairan

Pertahankan parameter
hemodinamik

Tinggikan kepala 0-45o


tergantung pada konsisi pasien dan order
medis

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

munikasi jelas

M
enunjukkan
konsentrasi dan
orientasi

Pu
pil seimbang dan
reaktif

Be
bas dari aktivitas
kejang

Ti
dak mengalami nyeri
kepala

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Ketidakefektifan pola
nafas
berhubungan dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Obesitas
- Injuri tulang belakang

NOC:

Res
piratory status :
Ventilation

Res
piratory status : Airway
patency

Vita
l sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
..pasien
menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dg
mudah,
tidakada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas,
frekuensi

Intervensi
NIC:

Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

Keluarkan sekret dengan


batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat


adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator :
-..
.

Berikan pelembab udara


Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status


O2

Bersihkan
mulut,
hidung dan secret trakea

Pertahankan
jalan
nafas yang paten

Observasi
adanya
tanda tanda hipoventilasi

Monitor
adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Monitor vital sign

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

pernafasan dalam rentang


normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Informasikan pada
pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.

Ajarkan bagaimana
batuk efektif

Monitor pola nafas

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Penurunan curah jantung


b/d gangguan irama jantung,
stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas
jantung.

NOC :

Car
diac Pump effectiveness

Cir
culation Status

Vita
l Sign Status

Tiss
ue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan
selamapenurunan
kardiak output klien teratasi
dengan kriteria hasil:

Ta
nda Vital dalam rentang
normal (Tekanan darah,
Nadi, respirasi)

D
apat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan

Ti
dak ada edema paru,
perifer, dan tidak ada
asites

Ti
dak ada penurunan
kesadaran

Intervensi
NIC :

Evaluasi adanya nyeri dada

Catat
adanya
disritmia
jantung

Catat adanya tanda dan


gejala penurunan cardiac putput

Monitor status pernafasan


yang menandakan gagal jantung

Monitor balance cairan

Monitor
respon
pasien
terhadap efek pengobatan antiaritmia

Atur periode latihan dan


istirahat untuk menghindari kelelahan

Monitor toleransi aktivitas


pasien

Monitor adanya dyspneu,


fatigue, tekipneu dan ortopneu

Anjurkan untuk menurunkan


stress

Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan setelah aktivitas

Monitor jumlah, bunyi dan


irama jantung

Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

Monitor pola pernapasan


abnormal

Monitor suhu, warna, dan

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

GD dalam batas normal

Ti
dak ada distensi vena
leher

W
arna kulit normal

kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

Jelaskan pada pasien tujuan


dari pemberian oksigen

Sediakan informasi untuk


mengurangi stress

Kelola pemberian obat anti


aritmia, inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator
untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung

Kelola
pemberian
antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer

Minimalkan
stress
lingkungan

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Algoritma AHA/ACLS
Gambar : Advance Cadiovascular Life Support (ACLS)

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Mulai CPR
Beri O2
pasang monitor/defibrilator

Ya

Tidak

Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

Asistole/PEA

VF/pVT
3
Shock
4

CPR 2 menit
Jalur iV/IO

Tidak

Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?


Ya
5

Shock
10

CPR 2 menit
Epineprin setiap 3-5 mnt
Pertimbangkan kemajuan airway, capnograp

CPR 2 menit
Epineprin setiap 3-5 mnt
Pertimbangkan kemajuan airway, capnograpi

Tidak

Ya

Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

Ya
Tidak

Shock
8

11

CPR 2 menit
Amiodarone
Pengobatan penyebab yang reversibel

CPR 2 menit
Pengobatan penyebab yang reversibel

Tidak

Ya

Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

12

Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi yang kembali spontan (ROSC), lanjut 10 atau 11
Keperawatan
Klinik
I Aperawatan
Analisis
Jurnalcardiac
Algoritma
Jika ROSC,
lanjut
setelah
arrest AHA 2015

Lanjutkan 5 a

4.2 Pembahasan Isi Jurnal


Bagian ini menjelaskan perawatan umum pasien serangan jantung dan
memberikan gambaran tentang ACLS Dewasa Algoritma serangan jantung.
Serangan jantung dapat disebabkan oleh 4 irama: ventrikel fibrilasi (VF), pulseless
ventrikel takikardia (VT), aktivitas listrik pulseless (PEA), dan detak jantung. VF

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

merupakan kegiatan listrik tidak teratur, sedangkan VT pulseless merupakan


kegiatan listrik terorganisir dari miokardium ventrikel. Tak satu pun dari ritme ini
menghasilkan aliran darah ke depan yang signifikan. PEA meliputi kelompok
heterogen irama listrik terorganisir yang terkait dengan baik tanpa adanya mekanik
aktivitas ventrikel atau kegiatan ventrikel mekanik yang cukup untuk menghasilkan
pulsa klinis terdeteksi. Asistol (mungkin lebih baik digambarkan sebagai ventrikel
asistol) merupakan tidak adanya terdeteksi ventrikel listrik. Kegiatan dengan atau
tanpa aktivitas listrik atrial.
Kelangsungan hidup dari ini irama serangan jantung membutuhkan baik
dukungan dasar hidup (BLS) dan sistem canggih dukungan kardiovaskular hidup
(ACLS) dengan hati-hati serangan pasca jantung terpadu. Pondasi sukses ACLS
adalah berkualitas tinggi CPR, dan, untuk VF / VT pulseless, berusaha defibrilasi
dalam beberapa menit dari kehancuran. Untuk korban menyaksikan VF serangan,
CPR dini dan defibrilasi cepat dapat secara signifikan meningkatkan kesempatan
untuk bertahan hidup untuk debit rumah sakit. Sebagai perbandingan, terapi ACLS
lain seperti beberapa obat dan canggih saluran udara, meskipun terkait dengan
tingkat peningkatan ROSC, belum ditampilkan untuk meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup ke rumah sakit debit. Oleh karena itu, masih harus ditentukan
jika tingkat meningkat dari ROSC dicapai dengan intervensi ACLS mungkin lebih
baik diterjemahkan ke dalam peningkatan hasil jangka panjang bila dikombinasikan
dengan berkualitas tinggi CPR dan serangan pasca jantung intervensi seperti
hipotermia terapeutik dan awal intervensi koroner perkutan (PCI).
Algoritma ACLS Dewasa Cardiac arrest (Gambar 1) disajikan dalam
format kotak-dan-line tradisional dan Format melingkar baru. 2 format yang
disediakan

untuk

memfasilitasi

pembelajaran

dan

menghafal

pengobatan

rekomendasi dibahas di bawah. Secara keseluruhan algoritma ini telah


disederhanakan dan didesain ulang untuk menekankan pentingnya berkualitas
tinggi CPR yang penting untuk pengelolaan semua irama serangan jantung. Berkala
jeda di CPR harus sesingkat mungkin dan hanya diperlukan untuk menilai irama,
shock VF / VT, melakukan cek pulsa ketika ritme terorganisir terdeteksi, atau
menempatkan napas canggih. Pemantauan dan mengoptimalkan kualitas CPR atas
dasar baik parameter mekanik (tingkat kompresi dada dan mendalam, kecukupan

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

relaksasi, dan minimalisasi jeda) atau, jika memungkinkan, parameter fisiologis


(tekanan parsial end-tidal CO [PETCO], tekanan arteri selama fase relaksasi dari
kompresi dada, atau oksigen vena sentral saturasi [ScvO]) didorong. Dengan tidak
adanya maju napas, sebuah disinkronkan rasio kompresi-ventilasi 30: 2 dianjurkan
pada tingkat kompresi minimal 100 per menit. Setelah penempatan jalan napas
supraglottic atau tabung endotrakeal, penyedia melakukan dada kompresi harus
memberikan setidaknya 100 kompresi per menit terus menerus tanpa jeda untuk
ventilasi. Penyedia memberikan ventilasi harus memberikan 1 napas setiap 6 detik
(10 napas per menit) dan harus sangat berhati-hati untuk menghindari memberikan
jumlah berlebihan ventilasi.
Selain berkualitas tinggi CPR, satu-satunya terapi-ritme tertentu terbukti
meningkatkan kelangsungan hidup ke rumah sakit debit adalah defibrilasi dari VF /
VT pulseless. Oleh karena itu, intervensi ini dimasukkan sebagai bagian integral
dari siklus CPR ketika cek ritme mengungkapkan VF / VT pulseless. Intervensi
ACLS lain selama serangan jantung mungkin terkait dengan tingkat peningkatan
ROSC tetapi belum terbukti meningkatkan kelangsungan hidup ke rumah sakit
debit. Oleh karena itu, mereka direkomendasikan sebagai pertimbangan dan harus
dilakukan tanpa mengorbankan kualitas CPR atau defibrilasi tepat waktu. Dengan
kata lain, akses vaskular, pemberian obat, dan saluran napas canggih penempatan
tidak harus menyebabkan gangguan signifikan dalam kompresi dada atau
keterlambatan defibrilasi. Ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan waktu
tertentu atau urutan (order) dari pemberian obat dan canggih penempatan saluran
napas selama serangan jantung. Dalam kebanyakan kasus waktu dan urutan ini
intervensi sekunder akan tergantung pada jumlah penyedia berpartisipasi dalam
resusitasi dan tingkat keterampilan mereka. Waktu dan urutan juga akan
terpengaruh oleh apakah akses vaskular telah ditetapkan atau saluran udara canggih
ditempatkan sebelum serangan jantung.
Jika pasien mencapai ROSC, penting untuk memulai perawatan serangan
pasca jantung segera untuk menghindari serangan dan mengoptimalkan kesempatan
pasien untuk bertahan hidup jangka panjang dengan fungsi neurologis yang baik.
Akhirnya, kenyataannya adalah bahwa mayoritas upaya resusitasi tidak
mengakibatkan ROSC.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Rhythm Berbasis Manajemen Serangan Jantung


Dalam kebanyakan kasus serangan jantung menyaksikan dan unwitnessed
penyedia pertama harus mulai CPR dengan dada kompresi dan penyedia kedua
harus mendapatkan atau menghidupkan defibrillator, letakkan bantalan perekat atau
dayung, dan periksa irama. Dayung dan bantalan elektroda harus ditempatkan pada
dada terbuka dalam anterior-lateral posisi. Posisi alternatif yang dapat diterima
adalah anterior-posterior, infrascapula anterior-kiri, dan anterior kanan infrascapula.
Cek ritme harus singkat, dan jika ritme teratur diamati, pulsa cek harus dilakukan.
Jika ada keraguan tentang adanya pulsa, kompresi dada harus kembali segera. Jika
monitor jantung melekat pasien pada saat penangkapan, irama dapat didiagnosis
sebelum CPR dimulai.
1. VF / VT pulseless
Ketika

ritme

cek

oleh

defibrillator

eksternal

otomatis

(AED)

mengungkapkan VF / VT, AED biasanya akan cepat untuk mengisi, "clear"


korban untuk pengiriman shock, dan kemudian memberikan kejutan, yang
semuanya harus dilakukan sebagai secepat mungkin. CPR harus dilanjutkan
segera setelah melahirkan kejutan (tanpa irama atau pulsa cek dan dimulai
dengan penekanan dada) dan berlanjut selama 2 menit sebelum cek ritme
berikutnya.
Ketika ritme cek oleh defibrilator pengguna mengungkapkan VF / VT,
penyedia pertama harus melanjutkan CPR sementara penyedia kedua biaya
defibrilator. Setelah defibrillator terisi, CPR berhenti untuk "clear" pasien untuk
pengiriman shock. Setelah pasien "clear," penyedia kedua memberikan kejutan
tunggal secepat mungkin untuk meminimalkan gangguan dalam kompresi dada
("lepas tangan interval"). Penyedia pertama resume CPR segera setelah
melahirkan kejutan (tanpa irama atau pulsa cek dan dimulai dengan penekanan
dada) dan terus selama 2 menit. Setelah 2 menit dari CPR urutan diulang,
dimulai dengan cek irama.
Penyedia memberikan kompresi dada harus beralih pada setiap siklus 2
menit untuk meminimalkan kelelahan. Kualitas CPR harus dipantau berdasarkan
parameter mekanik atau fisiologis.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

2. PEA / Asistol
Ketika ritme cek oleh AED mengungkapkan irama non shockable, CPR
harus kembali segera, dimulai dengan kompresi dada, dan harus terus selama 2
menit sebelum check ritme diulang.
Ketika cek irama menggunakan defibrillator panduan atau monitor jantung
mengungkapkan irama teratur, denyut nadi pemeriksaan dilakukan. Jika pulsa
terdeteksi, perawatan penangkapan pasca jantung harus dimulai segera. Jika
ritme yang ada detak jantung atau nadi tidak ada (misalnya, PEA), CPR harus
kembali segera, dimulai dengan kompresi dada, dan harus terus selama 2 menit
sebelum irama cek diulang. Penyedia melakukan kompresi dada harus beralih
setiap 2 menit. kualitas CPR harus dipantau atas dasar parameter mekanik atau
fisiologis.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif.
Serangan jantung dapat disebabkan oleh 4 irama: ventrikel fibrilasi (VF),
pulseless ventrikel takikardia (VT), aktivitas listrik pulseless (PEA), dan detak
jantung.
Penatalaksanaan Medis pada pasien yang mendadak kolaps ditangani
melalui 5 tahap, yaitu : Respon awal; Penanganan untuk kehidupan dasar (basic life
support); Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support);
Asuhan pasca resusitasi; Penatalaksanaan jangka panjang.
5.2 Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan penting adanya mempelajari tentang
gangguan yang bisa terjadi pada pasien yaitu Cardiac arrest serta tanda dan
gejalannya. Informasi dan pelatihan tatalaksana Advance Cardiovascular Life
Support (ACLS) sebaiknya diberikan kepada masyarakat umum dengan pengguaan
informasi bahasa yang awam, mengingat bahwa resusitasi dapat memberikan
pertolongan awal.

DAFTAR PUSTAKA
https://eccguidelines.heart.org/index.php/circulation/cpr-ecc-guideline-2/
tanggal 23 Oktober 2015)

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

(diakses

American Heart Association. 2010. Cardiac Arrest. http//www.Americanheart.org


Tri, Santoso. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-santosotri-57662-babii.pdf (diakses tanggal 31 Oktober 2015)
.
______________. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC 2015.

Keperawatan Klinik I A Analisis Jurnal Algoritma AHA 2015

Anda mungkin juga menyukai