CARDIAC ARREST
MAKALAH
oleh
Kelompok 1
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IA dengan dosen
pembimbing Ns. Wantiyah, M.Kep NIP.19810712 200604 2 001
Oleh :
Kelompok 1
Cindy Amalia Putri
NIM 142310101156
NIM 152310101278
NIM 152310101325
Dian Kresna B
NIM 152310101352
Joni Hermawan
NIM 152310101355
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul Analisis Jurnal
Kardiovaskuler Manajemen Pasien dengan Cardiac Arrest
Dalam proses penelitian dan penulisan tidak terlepas dari bantuan, dukungan
dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ns Wantiyah, M.Kep, selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik IA dan juga
selaku
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
BAB 2 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Pengertian/Definisi.....................................................................................
2.2 Penyebab/Etiologi.......................................................................................
2.3 Patofisiologi................................................................................................
2.4 Tanda & Gejala (Manifestasi Klinik)..........................................................
2.5 Prosedur Diagnostik....................................................................................
2.6 Penatalaksanaan Medis...............................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian...................................................................................................
3.1.1 Riwayat Kesehatan..............................................................................
3.1.2 Pengkajian : Pola Gordon...................................................................
3.1.3 Pemeriksaan Fisik...............................................................................
3.1.4 Analisa Data dan Masalah...................................................................
3.1.5 Pathway...............................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan (NANDA).............................................................
3.3 Perencanaan Keperawatan (NOC)..............................................................
3.4 Intervensi Keperawatan (NIC)....................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Algoritma AHA 2015..................................................................................
4.2 Pembahasan Isi Jurnal.................................................................................
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................
5.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun jantung. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
Amerika serikat mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA
membunuh 1000 orang per hari atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering
terjadi pada pasien dengan penyakit jantung, terutama mereka yang telah gagal
jantung kongestif. Sebanyak 75%
BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.
Definisi
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen
ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
2.2.
Etiologi
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai
risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :
a. Adanya jejas dijantung
Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain; jantung yang terjejas
atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami
aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang
mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya
cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)
Karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub
jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
Patofisiologi
Akibat dari aterosklerosis menimbulkan plak pada pembuluh darah. Penebalan
otot jantung dan fibrilasi ventrikel mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi
secara optimal. Takikardi ventrikel terjadi karena pembentukan impuls sehingga
frekuensi nadi cepat yang mengakibatkan pengisian ventrikel menurun.
Dari ketiga penyebab diatas mengakibatkan hambatan aliran darah sehingga
sirkulasi darah terhenti terjadilah cardiac arrest. Akibat cardiac arrest terjadi
kemampuan pompa jantung menurun akibatnya curah jantung menurun sehingga
terjadi :
a. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen termasuk otak
Prosedur Diagnostik
a. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan adalah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada dada atau kadang-kadang dibagian
tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari
tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama
jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG
bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. EKG dapat mendeteksi
pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepnjangan yang meningkatkan
risiko kematian mendadak.
b. Tes darah
1. Pemeriksaan enzim jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac
arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat
penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
2. Elektrolit jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang
ada pada jantung, diantaranya kalium, kalsium, magnesium. Eletrolit adalah
mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan
impuls listrik. Ketidakseimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya
aritmia dan sudden cardiac arrest.
3. Test obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
4. Test hormone
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
c. Imaging test
1. Pemeriksaan foto thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah.
Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung
2. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama denga tes stress, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah kecil,
seperti thallium disutikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus
dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
3. Ekokardiogram
Test ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Test ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan.
Dengan jenis test ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia, test ini
dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama test, kemudia
kateter dihubungkan dengan elektroda yang menjalur melalui pembuluh darah
ke berbagai tempat diarea jantung. Setelah ditempat, elektroda dapat memtakan
penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan
penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini
memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.
Penatalaksanaan Medis
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu :
a. Respon awal
Respon awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benarbenar disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit,
dan ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis
dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung
yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam
waktu yang singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting untuk diobservasi
adalah stridor yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya aspirasi
benda asing atau makanan. Jika keadaan ini dicurigai, Maneuver Heimlich yang
2 atau 3 kali percobaan tidak membawa hasil, maka tindakan intubasi segera,
ventilasi dan analisis gas darah arterial harus segera dilakukan.
Setelah upaya defibrilasi pendahuluan tanpa memperdulikan apakah
upaya ini berhasil atau tidak, preparat bolus 1 mg/kg lidokain diberikan
intravena dan pemberian ini diulang dalam waktu 2 menit pada pasien-pasien
yang memperlihatkan aritmia ventrikel yang persisten atau tetap menunjukkan
fibrilasi ventrikel. Penyuntikan lidoakain ini diikuti oleh infuse lidokain dengan
takaran 1-4 mg/menit. Jika lidokain tidak berhasil mengendalikan keadaan
tersebut, pemberian intravena prokainamid (dosis awal 100 mg/ 5 menit hingga
tercapai dosis total 500-800 mg, diikuti dengan pemberian lewat infuse yang
kontinyu dengan dosis 2-5 mg/menit). Atau bretilium tosilat (dosis awal 5-10
mg/kg dalam waktu 5 menit; dosis pemeliharaan
(maintenance) 0,5-2
untuk pengambilan benda asing dengan maneuver hiemlich atau, pada pasien
yang dirawat dirumah sakit. Dengan intubasi dan penyedotan sekresi yang
menyumbat dijalan nafas.
d. Asuhan pasca resusitasi
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya
henti jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya
sangat responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life support) dan
mudah dikendalikan setelah kejadian permulaan. Pemberian infuse lidokain
dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-72 jam setelah serangan.
Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya tidak perlu atau
diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi hemodinamik yang
terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel
sekunder pada IMA (kejadian dengan abnormalitas hemodinamika menjadi
predisposisi untuk terjadinya aritmia yang dapat membawa kematian), upaya
resusitasi kurang begitu berhasil dan pada pasien yang berhasil diresusitasi,
angka
rekurensinya
cukup
tinggi.
Gambaran
klinis
didominasi
oleh
harapan hidup baik jika mereka mendapat resusitasi dengan cepat dan
dipertahankan sementara gangguan transien dikoreksi.
e. Penatalaksanaan jangka panjang
Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas
spesialisasi klinis karena perkembangan system penyelamatan emergency
berdasar komunitas. Pasien yang tidak menderita kerusakan system saraf pusat
yang ireversibel dan yang mencapai stabilitas hemodinamik harus dilakukan tes
diagnostic dan terapeutik yang ekstensif untuk tuntutan penatalaksanaan jangka
panjang. Pendekatan agresif ini dilakukan atas dasar dorongan fakta bahwa data
statistic dari tahun 1970 mengindikasikan kelangsungan hiup setelah henti
jantung diluar rumah sakit diikuti oleh angka henti jantung rekuren 30% pada 1
tahun, 45% pada 2 tahun dan angka mortalitas total hamper 60% pada 2 tahun.
Perbandingan historis mendukung bahwa statistic buruk ini dapat diperbaiki
dengan intervensi yang baru. Tetapi seberapa besar perbaikannya tidak diketahui
karena kurangnya uji intervensi bersamaan yang terkendali.
Diantara pasien ini dengan penyebab henti jantung di luar rumah sakit
adalah MI akut dan transmural, penatalaksanaan sama engan semua pasien lain
yang menderita henti jantung selama fase akut MI yang nyata. Secara umum,
pasien yang mempunyai henti jantung di luar rumah sakit akibat penyakit
jantung iskemik kronik, tanpa MI akut, dievaluasi untuk menentukan apakah
iskemia transien atau ketidakstabilan elektrofisiologik merupakan penyebab
yang lebih mungkin dari peristiwa ini. Jika terdapat alasan untuk mencurigai
suatu mekanisme iskemik, pembedahan anti iskemik atau intervensi medis
(seperti angiografi, obat) digunakan untuk mengurangi beban iskemik.
Ketidakstabilan
elektrokardiografik
paling
baik
diidentifikasi
dengan
tindak lanjut. Hasil akhir tidak sebaik untuk pasien fraksi dengan fraksi ejeksi
dibawah 30%, tetapi tetap lebih baik dibandingkan riwayat alami yang tampak
dari kelangsungan hidup setelah henti jantung. Untuk pasien yang keberhasilan
dengan terapi obat tidak dapat diidentifikasi dengan teknik ini, pengobatan
empiric
dengan
implantable
amiodaron,
penanaman
cardioverter/defibrillator)
defibrillator/kardioverter
dalam
tubuh,
atau
(ICD,
pembedahan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
1. Kaji riwayat merokok, penggunaan alkohol, pemakaian obat-obatan, kebiasaan
latihan, dan pola diet termasuk pemasukannya
2. Apakah klien mendapat pengobatan untuk fungsi kardiovaskuler? Apakah klien
mengetahui kegunaan, dosis, dan efek samping pengobatan?
3. Tanyakan apakah klien mengalami nyeri atau ketidaknyamanan pada dada,
palpitasi, kelelahan yang berlebihan, dispnea, edema pada kaki, pingsan atau
ortopnea. Apakah gejala-gejala ini terjadi.
3.1.2 Pengkajian : Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga
berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan seharihari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian,
total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan
pada trauma kepala).
f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2. Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.
1) Look : nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak
terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis,
identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa penggunaan otot bantu
dll.
2) Listen : mendengar hembusan napas.
3) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
b. Berikan therapy O2 (oksigen).
c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask
(BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal,dll
3. Circulation/Sirkulasi
Pemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis, kualitas dan karakternya
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di
lakukan perawat :
Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP.
1.) Perhatikan pasien untuk menentukan apakah pasien masih bernapas
2.) perhatikan apakah dada pasien bergerak.
3.) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut pasien dan dengarkan
aliran udara.
4.) Jentikan kaki pasien apabila ada perubahan warna kulit atau bila
pasien tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan pasien.
5.) Mulailah RPJ jika pasien tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di
jentikan.
6.) Tempatkan pasien di atas permukaan yang keras
7.) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan
menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari
tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-hatilah mendorong
jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala
kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
8.) Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu pasien.
9.) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada
tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali
dan 2 kali napas buatan.
B. Pengkajian Subjektif
Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuan kognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang
keluhan nyeri termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri
dengan menggunakan mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian
nyeri.
P : Provokativ/Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri
ini sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaran skala nyeri
atau ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering
keluhan tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif
secara detail jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat
darurat lebih di fokuskan pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
C. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur
meliputi TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,
serta tes diagnostik.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien. Apakah
pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general
apperance)
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengalsengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan,
atau bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri,
gangguan neurologis,orthopedi, dan status mental.
b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantung dan
suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi. Lakukan
pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk
memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam
dapat di gunakan untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri, ukuran, organ
dan adanya kekakuan.
Analisa
Cardiac arrest
DO
- Gangguan status
mental
- Perubahan
perilaku
- Perubahan
respon motorik
- Perubahan reaksi
pupil
- Kesulitan
menelan
- Kelemahan atau
paralisis ekstrermitas
- Abnormalitas
bicara
DS:
DO:
- Cianosis kuku dan
bibir
- Akral dingin
- CRT > 2 detik
Masalah
Keperawatan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Cardiac arrest
Ketidakefektiifan
perfusi jaringan perifer
DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan
tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan
pertukaran udara per
menit
- Menggunakan
otot pernafasan
tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan
pursed-lip
- Tahap ekspirasi
Ketidakefektifan pola
nafas
berlangsung sangat
lama
- Penurunan
kapasitas vital
- Respirasi: < 11
24 x /mnt
DO/DS:
- Aritmia, takikardia,
bradikardia
- Palpitasi, oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penuruna
n JVP
- Distensi vena jugularis
- Kulit dingin dan
lembab
- Penurunan denyut nadi
perifer
- Oliguria, kaplari refill
lambat
- Nafas pendek/ sesak
nafas
- Perubahan warna kulit
- Batuk, bunyi jantung
S3/S4
- Kecemasan
Cardiac arrest
Penurunan curah
jantung
3.1.5 Pathway
Penyakit jantung
(Hipertensi, infark Miokard, Aritmia)
Kelainan bawaaan
Obat-obatan, merokok
Aritmia Cardiac
Jantung kekurangan O2
Hipoksia serebral
Pembuluh darah
Penurunan kesadaran
Vasokontriksi
Suplai dan kebutuhan O2 ke jantung tidak seim
Metabolisme menurun
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Akral dingin
Kontrak miokardium
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Penurunan curah jantung
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral b/d
gangguan afinitas Hb oksigen,
penurunan konsentrasi Hb,
Hipervolemia, Hipoventilasi,
gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan
vena
NOC :
Intervensi
NIC :
Cir
culation status
Ne
urologic status
Tis
sue Prefusion : cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selama
ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil:
Te
kanan systole dan
diastole dalam rentang
yang diharapkan
Ti
dak ada
ortostatikhipertensi
Ko
Monitor TTV
Pertahankan parameter
hemodinamik
munikasi jelas
M
enunjukkan
konsentrasi dan
orientasi
Pu
pil seimbang dan
reaktif
Be
bas dari aktivitas
kejang
Ti
dak mengalami nyeri
kepala
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan pola
nafas
berhubungan dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Obesitas
- Injuri tulang belakang
NOC:
Res
piratory status :
Ventilation
Res
piratory status : Airway
patency
Vita
l sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
..pasien
menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dg
mudah,
tidakada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas,
frekuensi
Intervensi
NIC:
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Berikan bronkodilator :
-..
.
Bersihkan
mulut,
hidung dan secret trakea
Pertahankan
jalan
nafas yang paten
Observasi
adanya
tanda tanda hipoventilasi
Monitor
adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Informasikan pada
pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana
batuk efektif
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Car
diac Pump effectiveness
Cir
culation Status
Vita
l Sign Status
Tiss
ue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan
selamapenurunan
kardiak output klien teratasi
dengan kriteria hasil:
Ta
nda Vital dalam rentang
normal (Tekanan darah,
Nadi, respirasi)
D
apat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan
Ti
dak ada edema paru,
perifer, dan tidak ada
asites
Ti
dak ada penurunan
kesadaran
Intervensi
NIC :
Catat
adanya
disritmia
jantung
Monitor
respon
pasien
terhadap efek pengobatan antiaritmia
Ti
dak ada distensi vena
leher
W
arna kulit normal
kelembaban kulit
Kelola
pemberian
antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
Minimalkan
stress
lingkungan
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Algoritma AHA/ACLS
Gambar : Advance Cadiovascular Life Support (ACLS)
Mulai CPR
Beri O2
pasang monitor/defibrilator
Ya
Tidak
Asistole/PEA
VF/pVT
3
Shock
4
CPR 2 menit
Jalur iV/IO
Tidak
Shock
10
CPR 2 menit
Epineprin setiap 3-5 mnt
Pertimbangkan kemajuan airway, capnograp
CPR 2 menit
Epineprin setiap 3-5 mnt
Pertimbangkan kemajuan airway, capnograpi
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Shock
8
11
CPR 2 menit
Amiodarone
Pengobatan penyebab yang reversibel
CPR 2 menit
Pengobatan penyebab yang reversibel
Tidak
Ya
12
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi yang kembali spontan (ROSC), lanjut 10 atau 11
Keperawatan
Klinik
I Aperawatan
Analisis
Jurnalcardiac
Algoritma
Jika ROSC,
lanjut
setelah
arrest AHA 2015
Lanjutkan 5 a
untuk
memfasilitasi
pembelajaran
dan
menghafal
pengobatan
ritme
cek
oleh
defibrillator
eksternal
otomatis
(AED)
2. PEA / Asistol
Ketika ritme cek oleh AED mengungkapkan irama non shockable, CPR
harus kembali segera, dimulai dengan kompresi dada, dan harus terus selama 2
menit sebelum check ritme diulang.
Ketika cek irama menggunakan defibrillator panduan atau monitor jantung
mengungkapkan irama teratur, denyut nadi pemeriksaan dilakukan. Jika pulsa
terdeteksi, perawatan penangkapan pasca jantung harus dimulai segera. Jika
ritme yang ada detak jantung atau nadi tidak ada (misalnya, PEA), CPR harus
kembali segera, dimulai dengan kompresi dada, dan harus terus selama 2 menit
sebelum irama cek diulang. Penyedia melakukan kompresi dada harus beralih
setiap 2 menit. kualitas CPR harus dipantau atas dasar parameter mekanik atau
fisiologis.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif.
Serangan jantung dapat disebabkan oleh 4 irama: ventrikel fibrilasi (VF),
pulseless ventrikel takikardia (VT), aktivitas listrik pulseless (PEA), dan detak
jantung.
Penatalaksanaan Medis pada pasien yang mendadak kolaps ditangani
melalui 5 tahap, yaitu : Respon awal; Penanganan untuk kehidupan dasar (basic life
support); Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support);
Asuhan pasca resusitasi; Penatalaksanaan jangka panjang.
5.2 Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan penting adanya mempelajari tentang
gangguan yang bisa terjadi pada pasien yaitu Cardiac arrest serta tanda dan
gejalannya. Informasi dan pelatihan tatalaksana Advance Cardiovascular Life
Support (ACLS) sebaiknya diberikan kepada masyarakat umum dengan pengguaan
informasi bahasa yang awam, mengingat bahwa resusitasi dapat memberikan
pertolongan awal.
DAFTAR PUSTAKA
https://eccguidelines.heart.org/index.php/circulation/cpr-ecc-guideline-2/
tanggal 23 Oktober 2015)
(diakses