PENDAHULUAN
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity). 1
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim
dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.1
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang
sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih
sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan
investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia
anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2
Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering
pada bayi dan anak, serta wanita hamil
(1-4,9,10)
dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk
memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat
diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam
makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung
lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.2-8
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam
penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa
enzim
yang
berperan
dalam
metabolisme
oksidatif,
sintesis
DNA,
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identifikasi Pasien
Nama
: Tn. MZ
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 50 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Status
: Menikah
Alamat
Agama
: Islam
No. Reg/Med
: RI 15026924/916479
Tanggal MRS
: 15-10-2015
: ada, 10 tahun
: disangkal
III.
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
cukup
Temperatur
: 36,50C
Tinggi Badan
: 172 cm
Berat Badan
: 60 kg
B. Status Lokalis
o Mata
Kepala
struma (-)
Thoraks
o Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
o Inspeksi
: datar
o Palpasi : lemas, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar
dan lien tidak teraba
o Perkusi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium ( 9 Oktober 2015)
Hematologi
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
09-10-2015
6,2
4,54
8,7
25
13,2-17,3
4,2-4,87
4,5-11,0
43-49
g/dl
106/mm3
103/mm3
%
150-450
85-95
28-32
33-35
< 15
103/l
Fl
Pg
g/dL
mm/jam
0-1
1-6
50-70
25-40
2-8
%
%
%
%
%
61-157
112-346
g/L
g/L
Trombosit
537
MCV
55,5
MCH
14
MCHC
25
LED
34
Hitung jenis leukosit
Basofil
0
Eosinofil
2
Neutrofil
64
Limfosit
27
Monosit
7
Kimia Klinik (Elektrolit)
Besi (Fe/iron)
13
TIBC
459
Ginjal
Asam Urat
4,40
< 8,4
mg/dL
Imunoserologi
Ferritin
3,04
13-400
ng/mL
Urinalisis
Urine Lengkap
Warna
Kuning
Kuning
Kejernihan
Agak keruh
Jernih
Berat Jenis
1,025
1,003-1,030
pH
5,0
5-9
Protein
Negatif
Negatif
Glukosa
Negatif
Negatif
Tinja
Makroskopik
Warna
Coklat
Konsistensi
Lembek
Mikroskopik
Amoeba
Negatif
Negatif
Eritrosit
0-1
Negatif
Leukosit
2-3
Negatif
Bakteri
++
Negatif
Jamur
Negatif
Negatif
Telur cacing
Negatif
Negatif
Sisa makanan
Negatif
Negatif
Protein
Negatif
Negatif
Lemak
Negatif
Negatif
Karbohidrat
Negatif
Negatif
Kesan : anemia, MCV < 80 fl, MCHC < 31%, Fe < 50 mg/dl,
Transferin < 15%, TIBC 459 g/l
Pemeriksaan Laboratorium (21 Oktober 2015)
Hematologi
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
21-10-2015
8,3
5,02
14,4
31
13,2-17,3
4,2-4,87
4,5-11,0
43-49
g/dl
106/mm3
103/mm3
%
554
150-450
103/l
0
1
71
21
0-1
1-6
50-70
25-40
%
%
%
%
Trombosit
Hitung jenis leukosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Faal Hemostasis
Waktu Perdarahan
Waktu Pembekuan
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu
Imunoserologi
HBsAg
Anti HCV
2-8
2
8
1-3
<200
Menit
mg/dL
109
< 8,4
mg/dL
Non Reaktif
Non Reactive
Non Reaktif
<0,9
Non Reactive
<0,9
V.
Daftar Masalah
- Anemia defisiensi Fe
- Gastritis Erosif
VI.
Diagnosis Sementara
Anemia defisiensi Fe + Suspek Gastritif Erosif
VII.
Diagnosis Banding
- Anemia Defisiensi Fe + Suspek Ulkus Peptikum
- Anemia karena Perdarahan
VIII.
Tatalaksana
Non Farmakologis:
- Istirahat
- Diet Nasi Biasa
- Edukasi
Farmakologis :
-
IX.
Rencana Pemeriksaan
- Cek darah rutin, HbsAG, Anti HCV, CT, BT
- Endoskopi
X.
XI.
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: bonam
: bonam
Follow Up
Lemas
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
20x/m
Temperatur
36,50C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga melebar
(-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
9
Penunjang
Pemeriksaan Darah
Hb: 6,2 g/dL
RBC: 4,54.106/mm3
WBC: 8,7.106/mm3
Ht: 25%
PLT: 5373/uL
Diff. count: 0/2/64/27/7
Fe : 13 g/dL
TIBC : 459 g/dL
Feritin : 3,04 ng/mL
Pemeriksaan Feses
Makroskopik :
-
Warna : Coklat
Konsistensi : Lembek
Amoeba : Negatif
Eritrosit : 0 1/Lp
Leukosit : 2 3/Lp
Mikroskopik :
- Bakteri : ++
Anemia Defisiensi Fe
10
Farmakologi:
-
R
Tanggal 16 Oktober 2015
S
O
Lemas
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
20x/m
Temperatur
36,50C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
11
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
Gastritis Erosif
Non Farmakologi:
Istirahat
Edukasi
Diet Lambung III
Farmakologi:
-
cc
Tanggal 17 Oktober 2015
S
O
Lemas
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
120/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
20x/m
Temperatur
36,30C
Keadaan spesifik
12
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
Gastritis Erosif
Non Farmakologi:
Istirahat
Edukasi
Diet Lambung IV
Farmakologi:
- IVFD RL gtt XX/menit
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Sucralfat syr 4 x 2 c
Endoskopi, Transfusi PRC 450 cc, feses rutin, darah samar
13
R
Tanggal 18 Oktober 2015
S
O
Lemas
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
110/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
22x/m
Temperatur
36,30C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
14
Ekstremitas
A:BU(+) normal
Gastritis Erosif
Non Farmakologi:
Istirahat
Edukasi
Diet Lambung IV
Farmakologi:
- IVFD RL gtt XX/menit
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Sucralfat syr 4 x 2 c
- Transfusi PRC 450 cc
- Endoskopi
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
110/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
22x/m
Temperatur
36,30C
Keadaan spesifik
Kepala
15
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
A
P
Lemas
16
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
110/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
20x/m
Temperatur
370C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
A
P
17
Farmakologi:
- Transfusi PRC 450 cc kolf II gol B+
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
21x/m
Temperatur
36,50C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
18
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
110/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
22x/m
Temperatur
36,30C
Keadaan spesifik
Kepala
19
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
S
O
Lemas
20
Keadaan umum
Kesadaran
Kompos mentis
Tekanan darah
130/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
20x/m
Temperatur
37,10C
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
I: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-), sela iga
melebar (-), barrel chest (-)
P: stemfremitus kanan = kiri, sela iga melebar (-)
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
I: datar
P: lemas, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani (+), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
A:BU(+) normal
21
Edukasi
Diet NB
Farmakologi:
- IVFD RL gtt XX/menit
- Omeprazole 1 x 20 mg (oral)
- Sucralfat 4 x 2 c
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
nilai hematokrit 10
nilai Hb 10
Jumlah eritrosit (juta/mm3)
Normal: 27-32 g. Bila MCH <27 g disebut hipokrom, sedangkan bila > 32
g disebut hiperkromik
22
Nilai hematokrit
Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila >
37 % disebut hiperkromik
3.2
Epidemiologi
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga
dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. (1,2,4,5) Angka kejadian
anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5%
anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil 26%, pada laki-laki dewasa
20-30%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun dikatahui
kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di
Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada
anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.2,3
Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam lebih rendah.2
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi
anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun
1992 prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia adalah
55,5%. 2
3.3
homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan
pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa.
Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai
peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga
terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,
neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan
memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,
susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler.
23
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam
makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa
usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB
atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk
hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan
3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2%
sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar
0,5 gram. 2,3,6,8
Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah
penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu
besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk
yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya
dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam
lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.2
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam
lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam
lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah
menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian
diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan
feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang
disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis
hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai
labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri,
terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan
membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat
menghambat absorpsi besi. 1,3,5
Fe dalam makanan
HCL
Lambung
FeX
24
Fe +++
Usus
Fe++
Transferin
Fe+++
Feritin
labile
iron pool
Sumsum tulang
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke
dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi
dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi
melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan
(menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan
dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.6
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari,
anak 4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita
dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi
dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk
pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat
infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi
lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel
kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan
berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2
25
3.4
dihancurkan
didalam
sel
retikuloendotelial.
Hemoglobin
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan
26
Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup
jantung buatan. Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH)
kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mh/hari.
2. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan
paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang
timbul. Keadaan ini dapat berulang menyebabkan kadar Hb menururn
drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
3. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar
40% remaja perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10
ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia
hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
3.6
Patofisiologi4
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap
akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia
defisiensi besi, yaitu:
1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin
dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan
pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan
laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
27
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free
erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb.
Tabel tahapan kekurangan besi. 2
Hb
1 Tahap 2
Tahap
Normal
sedikit
menurun
<100
Fe serum (ug/dl
normal
<60
<40
TIBC (ug/dl)
360-390
>390
>410
Saturasi tansferin(%)
20-30
<15
<10
<20
<12
<12
Sideroblas (%)
40-60
<10
<10
FEP(Ug/dl SDM
>30
<100
>200
MCV
Normal
normal
Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)
3.7
Menurun
berdebar-debar, cepat marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku
konkaf (spoon- shape nail), glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah
tampak pucat, licin mengkilat, mera daging, dan meradang, sakit kepala pada
bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda yang penting pada
defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga
sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal.
28
Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia
defisiensi besi.3
yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit,
ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan
29
pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi
transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.
Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau
PCV merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan
lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit
MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah
retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya
meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan hipokromik,
mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel
target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).
Gambar 4. Hapusan darah tepi pasien anemia defisiensi besi, menunjukkan anemia
hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis (A). Tampak beberapa sel pencil
(panah), bandingkan dengan hapusan darah tepi normal di sebelahnya (B). 3
30
Diagnosis2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
31
dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis
yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
4. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)
Sumsum tulang
Tertundanya maturasi sitoplasma
32
Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB
subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat
besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 34 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan
bahwa yang bersangkutan menderita ADB.2
3.10
Diagnosis Banding 2
1. Talassemia minor
2. Anemia penyakit kronis
3. Keracunan timbal
4. Anemia sideroblastik.
3.11
Penatalaksanaan2
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
33
34
dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman
sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia
berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB
persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik seperti furosemid. Jika
terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi
tukar mengguanakan PRC yang segar.
3.12
Prognosis2
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan
35
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan utama badan
lemas sejak 1 hari SMRS dan keluhan tambahan pandangan terasa gelap bila
beranjak dari tempat duduk. Pada keluhan lemas ada beberapa penyakit yang
dapat difikirkan, salah satu penyakit yang menimbulkan gejala lemas adalah
anemia.1,3
Gejala yang ditemukan pada pasien adalah badan lemas, lemas dirasakan
bertambah setelah beraktivitas berat dan berolahraga, lesu (+), cepat lelah (+), os
sering merasa pandangan gelap saat beranjak dari tempat duduk, sempoyongan
(+), mual (+), nyeri ulu hati (+), gejala-gejala tersebut merupakan gejala umum
anemia yang disebut juga sindrom anemia (anemic syndrome) yang dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl.3
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva palpebra
anemis (+/+), atrofi papil lidah (+), akral pucat (+), koilonychia (+), gejala-gejala
diatas merupakan gejala khas yang dijumpai pada anemia defisiensi Fe. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin 6,2 g/dl (anemia), kadar
MCV 55,5 fl, kadar MCHC 25%, kadar Fe 13 g/L, kadar TIBC 459 g/L, dan
kadar ferritin 3,04 ng/L. Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia
defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisensi besi sebagai
36
berikut : Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80
fl dan MCHC < 31% dengan salah satu dari parameter berikut, yaitu besi serum <
50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, saturasi transferin < 15%, atau feritin serum < 20
mg/l, atau pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Pearls stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau dengan
pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.3
Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan riwayat pasien mengalami maag
kronik, pasien juga mengatakan bahwa pasien kadang-kadang mengalami BAB
hitam, berdasarkan hasil pemeriksaan feses rutin ditemukan eritrosit (+), gejalagejala tersebut dapat dicurigai sebagai gastritis erosif. Etiologi dari anemia
defisiensi besi salah satunya adalah karena kehilangan besi akibat perdarahan
menahun yang dapat berasal dari saluran cerna akibat dari tukak peptik,
pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid dan infeksi cacing tambang.3
Tatalaksana dari anemia defisisensi besi adalah terapi kausal, yaitu terapi
terhadap penyebab perdarahan, pada kasus ini karena dicurigai gastritis erosif
maka diberikan omeprazole 1 x 20 mg (oral) dan sucralfat syr 4 x 2 cth, lalu
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk mencari sumber
perdarahan dari sistem saluran cerna. Untuk pemberian preparat besi ditunda
hingga kita berhasil menemukan sumber perdarahan.3,6
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo
W.,Setyohadi
B.,Alwi
I.,Simadibrata
M.,Setiati
S.,Editor.
Pendekatan terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II Edisi III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-636.
2. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam :
kapita selekta hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
3. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor. Anemia
defisiensi besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, 2006; hal 644-650
4. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta,
1995; hal 236-237.
5. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, Prospective Evaluationof Clinical
Guideline for the Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia,
The American Journal of Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281287.
6. Matthew W, Jason E, Iron Deficiency Anemia: Evaluation and
Management American Academy of Family Physicians. 2013
7. Harrisons; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;
International edition; 1998; page 335-339.
38