Anda di halaman 1dari 12

Pengelolaan Kanker Laring Stadium Lanjut

Alexander D Karatzanis2, Georgios Psychogios1, Frank Waldfahrer1, Markus


Kapsreiter1, Johannes Zenk1, George A Velegrakis2 dan Heinrich Iro1*

Abstrak
Latar Belakang: Pengelolaan kanker laring stadium lanjut termasuk pengelolaan
kompleks dan strategi yang ideal belum ditemukan. Studi ini mengevaluasi
pengalaman dari pusat onkologi kepala leher dalam pengelolaan kanker laring T4.
Metode: Penilaian retrospektif kasus terutama pengelolaan untuk karsinoma sel
skuamosa laring T4a antara tahun 1980 hingga 2007, di sebuah pusat rujukan
tersier.
Hasil: Sebanyak 384 kasus dipelajari. Kelangsungan hidup penyakit spesifik lima
tahun adalah 56,2% dan kontrol lokal 87,4%. Perkiraan kontrol regional dan distal
masing-masing 90,3% dan 88,3%. Prognosis secara signifikan unggul pada kasus
yang dikelola dengan pembedahan primer dibandingkan dengan kasus yang
dikelola dengan modalitas non-pembedahan. Pembedahan dengan margin positif
dan penyakit regional memperburuk prognosis.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pembedahan primer tetap
menjadi elemen kunci dalam pengelolaan kanker laring stadium lanjut. Penelitian
yang dirancang dengan baik, prospektif, dan studi acak diperlukan untuk
mengevaluasi lebih lanjut peran pembedahan primer terutama dalam pengelolaan
modern lesi laring stadium lanjut.
Kata kunci: Laring, Karsinoma stadium lanjut, Bertahan hidup, Kontrol lokal,
Pengobatan, Prognosis

Pengantar
Kanker laring merupakan salah satu yang keganasan paling umum pada
kepala dan leher, dengan jumlah sekitar untuk 20% dari semua kasus. Sebagian
besar merupakan karsinoma squamous sel [1,2]. Sampai dengan 40% dari pasien
datang dengan penyakit lanjut [3]. Karena pentingnya fungsi fisiologis dari laring,
lesi laring stadium lanjut berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas pasien
yang signifikan dan peningkatan biaya keuangan bagi masyarakat [4,5].
Pengelolaan kanker laring stadium lanjut merupakan pengelolaan kompleks
dan strategi yang ideal belum ditemukan [6]. Pengobatan sejauh ini termasuk
laringektomi total (TL), tunggal atau dengan diseksi leher (ND), radioterapi (RT)
saja, TL diikuti RT, dan kombinasi kemoterapi dan RT (CRT) [6,7]. TL diikuti
oleh RT telah dianggap sebagai pilihan pengelolaan standar selama bertahun tahun
[8].
Namun, pergeseran ke arah strategi pemeliharaan organ dengan penggunaan
CRT primer baru-baru ini diperhatikan [8,9]. Dalam rangka menentukan
pengelolaan ideal, aspek yang berbeda harus diperhatikan. Hal ini termasuk hasil
onkologik, hasil fungsional dan morbiditas, serta biaya keuangan. Saat ini,
kurangnya studi prospektif skala besar yang membandingkan pilihan pengelolaan
yang berbeda untuk kanker laring stadium lanjut diperhatikan. Dalam konteks ini,
data non-acak mungkin menawarkan beberapa dasar pengambilan keputusan
untuk pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengalaman pusat
onklogi kepala dan leher dalam pengelolaan kanker laring T4.
Metode
Sebuah studi retrospektif dilakukan pada pusat akademik rujukan tersier
(Departemen Otorinolaringologi, Bedah Kepala dan Leher, Sekolah Medis
Universitas Erlangen Nuremberg, Erlangen, Jerman). Persetujuan relevan dari
badan review institusional rumah sakit telah diperoleh. File-file dari semua pasien
dievaluasi, terutama yang dirawat dalam kategori karsinoma laring T4a, antara
tahun 1980 dan 2007. Pasien dengan penyakit berulang atau sistemik saat

diagnosis dan histologi selain karsinoma sel skuamosa, serta pasien dengan tumor
primer kedua pada saat diagnosis, dieksklusi dari penelitian.
Semua laporan patologi ditinjau dan pemilihan derajat tumor dilakukan sesuai
dengan klasifikasi American Joint Comittee of Cancer (AJCC) dan Union
Internationale Centre Contre Cancer (UICC) [10]. Kasus T4a dari kanker laring,
lesi mencakup supraglotik, glotis, atau subglotik yang menyerang melalui tulang
rawan tiroid, atau menyerang jaringan di luar laring, misalnya, trakea, jaringan
lunak leher termasuk otot dalam / ekstrinsik lidah (genioglossus, hyoglossus,
palatoglossus, dan styloglossus), tendon otot, tiroid, dan esofagus. Tumor
menyerang ruang prevertebral, atau struktur mediastinum, atau pembungkus arteri
karotis dianggap sebagai T4b dan dieksklusi dari penelitian ini. Sejak karsinoma
T4 dibagi ke T4a dan T4b pada tahun 2002, file pasien dengan tumor T4 yang
diperlakukan sebelum tanggal ini kembali dinilai untuk dibedakan antara T4a dan
T4b. Investigasi standar diagnostik termasuk ultrasonografi dan computed
tomography. Magnetic Resonance Imaging juga digunakan dalam beberapa kasus.
Modalitas pengobatan yang tepat telah diputuskan oleh badan interdisipliner
tumor dalam setiap kasus. Faktor utama yang mempengaruhi keputusan termasuk
pengoperasian tumor, status kesehatan umum dan preferensi pribadi masingmasing pasien.
Semua pasien dinilai oleh Kelangsungan Hidup Penyakit Spesifik (DSS) dan
Kelangsungan Hidup Keseluruhan (OS) serta presentasi Kontrol Lokal (LC),
sehubungan dengan klasifikasi T, klasifikasi N, jenis pengobatan primer, status
margin pembedahan, dan terapi tambahan. Margin pembedahan yang dievaluasi
dari laporan patologi tumor primer dan dianggap positif ketika ditandai oleh
adanya karsinoma invasif di tepi reseksi pada patologi bagian permanen.
DSS lima tahun didefinisikan menggunakan waktu dari tanggal diagnosis
mati dari tumor atau komplikasi pengobatan. Waktu untuk LC atau regional
control (RC) dihitung dari tanggal diagnosis awal hingga tanggal ulasan klinis
terbaru ketika kekambuhan lokal atau regional dikonfirmasi. Kekambuhan lokal
didefinisikan sebagai perkembangan karsinoma invasif setelah selesai pengobatan
awal di lokasi anatomi dari tumor primer. Kekambuhan regional dan distal

didefinisikan sebagai kehadiran tumor yang sama dalam kelenjar getah bening
regional atau tempat dengan jarak tertentu, setelah selesainya pengobatan awal.
Perhitungan dari lima tahun secara keseluruhan dan kelangsungan hidup penyakit
spesifik, kontrol lokal dan kontrol regional dibuat dengan estimasi Kaplan-Meier
dan dibandingkan dengan rata-rata tes log-rank. Nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS Versi 19
(SPSS In., Chicago IL, USA).
Kasus dikelola dengan operasi yang dievaluasi sebagai tambahan untuk
kejadian komplikasi mayor. Sayangnya tidak ada data mengenai komplikasi
modalitas non-bedah yang tersedia untuk penilaian. Komplikasi mayor bedah
didefinisikan sebagai mereka yang mengharuskan rawat inap berkepanjangan,
transfusi darah, operasi tambahan, atau ijin masuk ke unit perawatan intensif.
Fungsi faring secara tidak langsung dievaluasi dengan menilai kejadian
gastrostomi permanen.
Hasil
Sebanyak 384 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dianalisis. Di antaranya,
354 laki-laki dan 30 perempuan, perbandingan laki-laki dan perempuan mendekati
12 : 1. Usia rata-rata adalah 59 tahun, kisaran 31-91 tahun. Rata-rata periode
tindak lanjut adalah 4,7 tahun (median 2,199, kisaran 0,2-26,1). Ketika
diklasifikasikan menurut lokasi anatomi, 208 kasus (54,1%) karsinoma
supraglotik, 142 kasus (36,9%) karsinoma glotis, dan 15 kasus (4%) karsinoma
subglotik; 19 kasus tambahan (5%) tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut.
Klasifikasi menurut patologi, 258 kasus (67,1%) dapat dibedakan dengan baik
(tingkat I atau II) dan 103 kasus (26,8%) sulit dibedakan (kelas III atau IV).
Penjelasan rinci tentang demografi, lokalisasi tumor, status N, dan perbedaan
histologi, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi rinci tentang demografi, lokalisasi tumor, perbedaan histologi,


dan status N pada semua kasus di seri ini
Parameter
Karakteristik
Jumlah total (kasus) Frekuensi relatif (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
354
92.2
Perempuan
30
7.8
Usia (kelompok)
59
194
50.5
> 59
190
49.5
Status merokok
Perokok
264
68.8
Mantan perokok
81
21.1
Bukan perokok
39
10.1
Tidak diketahui
384
Lokalisasi tumor
Supraglotik
208
54.2
Glotik
142
37.0
Subglotik
15
3.9
Tidak spesifik
19
4.9
Perbedaan
G1
26
6.8
histologi
G2
232
60.4
G1/2
258
67.2
G3
88
22.9
G4
15
3.9
G3/4
103
26.8
Tidak dikenal
23
6.0
Jumlah N
N0
188
49.0
N1
29
7.6
N2a
7
1.8
N2b
50
13.0
N2c
75
19.5
N3
35
9.1
DSS lima tahun secara keseluruhan 56,2% di seri ini sementara LC 87,4%.
Perkiraan kontrol regional dan distal masing-masing 90,3% dan 88,3%. Dua
kelompok mayor bisa didefinisikan sesuai dengan pengelolaan. Satu penerima
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi sebagai pengobatan primer (kelompok
CRT) dan pembedahan penyelamatan jika diperlukan (63 kasus). Pembedahan
primer yang dilakukan lainnya (321 kasus) dengan atau tanpa tambahan CRT.
Tabel 2 menunjukkan rincian variasi pengobatan pada kedua kelompok. Meskipun
kasus tidak didistribusikan secara merata diantara berbagai pengobatan, prognosis
berbeda secara signifikan antara kedua kelompok. Pasien yang diobati dengan

pembedahan dan CRT memiliki prognosis yang unggul. Presentasi DSS 62,2%
untuk kelompok pembedahan primer dan 24,5% untuk kelompok CRT (p <0,001).
Presentasi OS masing-masing 41,1% dan 16,7% (p <0,001). Analisis KaplanMeier pada DSS menurut pengobatan primer disajikan pada Gambar 1. Selain itu,
presentasi OS 41,1% untuk kelompok pembedahan primer dan 16,7% untuk
kelompok CRT (p <0,001). Sebaliknya, perbandingan hasil ditemukan berkaitan
dengan LC sebagai kelompok buatan mencapai 87,6% dan presentasi 83,6% (p
tidak dapat diinterpretasi).
Tabel 2. Hasil onkologi sesuai strategi pengelolaan
Terapi
Jumlah DSS (%)
kasus
OP
88
53.9
OP + RT
199
62.6
OP + CRT
34
80.8*
RT (+/- pembedahan penyelamatan)
35
21.5
CRT (+/- pembedahan penyelamatan)
28
28.8
Total
384
56.2

OS (%)

LC (%)

31.1
42.0
64.3
11.7
23.1
37.2

81.7
88.8
93.5*
73.9*
94.7*
87.4

OP: hanya pembedahan primer. OP+RT: pembedahan primer plus radioterapi tambahan.
OP+CRT: pembedahan primer plus kemoradioterapi tambahan. RT: radioterapi primer. CRT:
kemoradioterapi. DSS: kelangsungan hidup penyakit spesifik. OS: kelangsungan hidup
keseluruhan. LC: kontrol lokal
*jumlah kasus yang rendah

Gambar 1. Analisis Kaplan-Meier


pada kelangsungan hidup penyakit
spesifik (DSS) menurut pengobatan
primer

Keputusan untuk melakukan pembedahan sebagai pengobatan primer adalah


terutama didasarkan pada penyebaran penyakit, dan status kesehatan umum serta

preferensi pribadi masing-masing pasien. TL dengan beberapa bentuk ND,


berdasarkan status leher merupakan prosedur bedah yang biasanya dilakukan.
Mayoritas kasus yang menjalani pembedahan primer (233/321) juga menerima
pengobatan tambahan yang terdiri dari radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Namun, untuk alasan tertentu sulit mendeteksi secara retrospektif, 88 kasus
terhindar dari pengobatan tambahan. Penyebab biasa termasuk penolakan pasien,
komorbiditas, dan kematian sebelum penerapan terapi tambahan. Menariknya,
hasil onkologi antara dua subkelompok pembedahan tidak ditemukan perbedaan
secara signifikan. Ditekankan lagi bahwa perbandingan terhalang oleh distribusi
yang tidak merata dari kasus antara dua subkelompok. DSS dan LC masingmasing 64,3% dan 89,5% untuk subkelompok pertama, dan masing-masing 53,9%
dan 81,7% untuk subkelompok kedua (p = 0,074 untuk kedua DSS dan LC).
Menurut laporan patologi, pembedahan dengan margin negatif (status R0)
telah dilakukan dalam 278 dari 321 kasus (86,6%) pembedahan di seri ini.
Sebaliknya, 27 kasus (8,4%) memiliki margin bedah positif (status R+) pada akhir
pembedahan. Semua kasus ini kemudian menerima pengobatan tambahan. Untuk
16 kasus tambahan, status R tidak dapat ditentukan. Tingkat kelangsungan hidup
ditemukan lebih unggul untuk kasus dengan status R0 dibandingkan dengan
status R+ (DSS masing-masing 64,2% dibandingkan 50,0%). Namun, kelompok
status R+ relatif sangat kecil sehingga membatasi kekuatan statistik dari tes logrank. Analisis Kaplan-Meier dari DSS menurut status R disajikan pada Gambar 2.

Gambar 1. Analisis Kaplan-Meier


pada kelangsungan hidup penyakit
spesifik (DSS) menurut status margin
pembedahan (R).
R0: pembedahan dengan margin
negatif
R+: pembedahan dengan margin
positif

Pasien yang tidak diobati dengan pembedahan primer menerima radioterapi


dengan atau tanpa kemoterapi. Pemilihan skema pengobatan yang tepat adalah
individual, terutama menurut untuk luasnya penyakit dan status kesehatan umum
setiap pasien. Pengobatan non-pembedahan dapat dipengaruhi oleh berbagai
perubahan dalam protokol serta perkembangan teknis yang telah dicatat tahun ini
di pusat. Untuk kasus yang relatif baru, namun, pengobatan non-pembedahan
biasanya terdiri dari terapi radiasi dengan dosis kumulatif 70-72 Gy (dosis ratarata 60.71, dosis median 60.7, kisaran 26-80 Gy) menggunakan fraksinasi
konvensional,

plus

beriringan

dengan

kemoterapi

berbasis

cisplatinum.

Pembedahan penyelamatan biasanya dilakukan 8-12 minggu setelah selesainya


CRT dalam kasus di mana penyakit residual telah diidentifikasi.
Bukti klinis atau histologis dari penyakit regional ditemukan pada 196 (51%)
dari 384 kasus pada saat awal pengelolaan. Presentasi rinci status N dapat
ditemukan di Tabel 1. Adanya metastasis regional mempengaruhi prognosis.
Presentasi DSS 66% untuk N0 dan 46,2% untuk N+ (p = 0,002). Demikian pula,
presentasi OS masing-masing 44,9% dan 29,5% (p = 0,001). Pada semua kasus
cN0 yang menjalani pembedahan, dilakukan diseksi selektif bilateral tingkat II,
III, dan IV. Dari 144 kasus cN0, 116 mengalami ND elektif dan 35 terbukti
menjadi pN +, memberikan presentasi metastasis tersembunyi 30,1%. Dalam
kasus dengan diketahui atau dicurigai metastasis leher, diseksi leher radikal yang
dimodifikasi biasanya dilakukan. Pengelolaan serupa juga dilakukan untuk kasus-

kasus dalam kelompok CRT yang menunjukkan bukti klinis penyakit regional 812 minggu setelah pengobatan primer.
Keseluruhan kejadian komplikasi 20,8% untuk kasus yang menjalani
pembedahan primer (67/321 kasus). Komplikasi terutama termasuk pembentukan
fistula, gangguan penyembuhan luka dan perdarahan. Tak satu pun dari
komplikasi ini yang fatal. Presentasi rinci dapat ditemukan di Tabel 3. Hasil faring
fungsional yang memuaskan, sebagai bukti sangat rendahnya presentasi
gastrostomies permanen (11/321 kasus).
Tabel 3. Presentasi rinci komplikasi pada kasus dengan pembedahan primer
Parameter
Karakteristik
Jumlah total
Frekuensi relatif
Komplikasi

Tidak ada

(kasus)
254

(%)
79.1

Perdarahan

1.2

Aspirasi

1.9

Pneumonia aspirasi

0.3

Nekrosis flap

0.3

Fistula

30

9.3

General

1.9

Gangguan penyembuhan luka

12

3.7

Lainnya

1.5

2
321

0.6
-

Tidak spesifik
Total
Diskusi

Laring memegang peranan penting dalam berbicara dan komunikasi pada


manusia. Fakta ini harus selalu dipertimbangan ketika keputusan telah dibuat
untuk pengelolaan tumor laring yang optimal. Strategi pemeliharaan organ, baik
pembedahan atau non-pembedahan, telah mendominasi pengobatan awal lesi
laring dalam beberapa tahun terakhir [11,12]. Kecenderungan pengelolaan
konservatif telah dicatat untuk karsinoma stadium lanjut [8,9]. TL tidak hanya
sebagai pilihan pengobatan yang tersedia untuk lesi tersebut. Perkembangan
terakhir dan strategi terintegrasi terbaru, termasuk CRT beriringan (CCRT),

kemoterapi induksi, dan metode RT modern yang telah mengubah bentuk


pengobatan kanker laring stadium lanjut [13-15]. Seperti perubahan dalam strategi
Pengelolaan bertujuan meningkatkan hasil klinis, retensi fungsi, dan kualitas
unggul kehidupan [9].
Di antara yang tersedia modalitas pemeliharaan organ, CCRT berbasis
platinum terbukti paling efektif dan populer untuk lesi stadium lanjut,
menunjukkan tingginya tingkat pemeliharaan laring dan kepuasan hasil onkologi
[16,17]. Kedua radioterapi dan kemoterapi, bagaimanapun, telah dikaitkan dengan
efek samping berat. Beberapa efek lokal termasuk disfagia, xerostomia, trismus,
mandibula radionekrosis, fibrosis, dan striktur faring. Efek sistemik yang
merugikan juga dapat muncul, termasuk toksisitas sumsum tulang, infeksi,
neuropati, gagal ginjal, kekurangan nutrisi, dan kelelahan. Toksisitas berat barubaru ini diidentifikasi sebagai isu penting terkait dengan CCRT [18].
Pertimbangan tambahan harus diberikan pada meningkatnya kejadian komplikasi
pembedahan penyelamatan dalam kasus yang sebelumnya diobati dengan protokol
CCRT [19].
Sebagai gabungan modalitas pengobatan non-pembedahan yang terintegrasi
dalam pengelolaan primer kanker kepala dan leher stadium lanjut menjadi lebih
jelas bahwa pemeliharaan organ tidak selalu menyebabkan pemeliharaan
fungsional. Dengan kata lain, hanya pemeliharaan laring tidak menjamin
fungsinya [20]. Masalah akhir fungsional yang mengikuti CRT mungkin
melibatkan suara serta kesulitan menelan dan di berbagai kesempatan memerlukan
trakeostomi permanen dan / atau gastrostomi. Faktanya, kualitas hidup banyak
individu mungkin berakhir menjadi jauh lebih buruk setelah pengobatan
pemeliharaan organ dibandingkan dengan kasus yang menjalani TL dan mampu
makan dengan normal dan berkomunikasi cukup dengan bantuan prostesis atau
metode lainnya [21].
Billroth dikreditkan untuk melakukan TL pertama untuk kanker pada tahun
1873 dan selama bertahun-tahun telah menjadi standar pengobatan untuk kanker
laring stadium lanjut [8,22]. Di berbagai daerah, meskipun penerapan TL sebagai
pengobatan awal mengalami penurunan [8]. Sekarang sebagian besar bekerja

sebagai pengobatan penyelamatan setelah kegagalan strategi pengelolaan non


pembedahan. Namun demikian, TL mungkin masih memainkan peran penting
sebagai terapi primer untuk kanker laring. Pertanyaan apakah lesi laring stadium
lanjut dengan invasi tulang rawan yang lebih baik dilayani dengan terapi nonpembedahan awal atau TL masih tetap terbuka. Faktanya, keuntungan dalam
prognosis pembedahan dalam beberapa kasus telah ditunjukkan sebelumnya dan
tetap menjadi pilihan utama untuk pengelolaan di banyak wilayah di dunia
[23,24]. Selain itu, pada kasus dengan pasien yang tidak dapat diandalkan, atau
pasien yang mungkin tinggal di daerah yang tidak terlayani, atau tidak sehat
secara fisik untuk menjalani perlakuan CCRT, atau bahkan ketika masalah biaya
paling penting, pembedahan tampak mendapatkan tangan atas [8].
Dalam penelitian ini, salah satu seri karsinoma laring T4 terbesar tersedia
dalam literatur. Antara dua kelompok pengobatan dimana pembedahan diterapkan
primer atau tidak, perbedaan dalam pengendalian penyakit dan kelangsungan
hidup dicatat pada kelompok pembedahan yang secara signifikan lebih baik.
Seperti yang diharapkan, status leher pada diagnosis dan margin pembedahan juga
mempengaruhi kelangsungan hidup. Insiden rendah pada komplikasi umumnya
dicatat untuk TL dan tidak satupun yang terbukti berakibat fatal. Sayangnya, tidak
ada perbandingan antara presentasi komplikasi dalam kelompok pembedahan dan
non-pembedahan sebagai komplikasi lanjut belum di dokumentasikan.
Data yang disajikan di sini menemui banyak keterbatasan melekat pada studi
retrospektif. Keterbatasan ini mencakup bias seleksi dan penggunaan pengobatan
non-standar dengan modifikasi yang dilakukan di protokol radioterapi dan
kemoterapi selama bertahun-tahun. Selain itu, kurangnya data mengenai
komplikasi dan hasil fungsional untuk pasien yang dikelola dengan modalitas
pengobatan non-pembedahan membuat perbandingan antar strategi pengobatan
lebih sulit. Namun, tujuan dari studi ini tidak berarti untuk membuktikan bahwa
salah satu jenis pengobatan, yaitu pembedahan, lebih unggul dari modalitas
pengelolaan lainnya yang tersedia saat ini untuk kanker laring stadium lanjut.
Faktanya pembedahan primer tidak boleh ditujukan sebagai pilihan pengobatan
tunggal untuk kanker laring T4, melainkan termasuk dalam strategi kombinasi

yang berperan penting meliputi radioterapi dan juga kemoterapi pada berbagai
situasi. Dalam pikiran penulis, membandingkan komplikasi dan hasil fungsional
antara pembedahan primer dan pengobatan non-pembedahan, meskipun berharga,
merupakan kepentingan sekunder dalam hal ini. Yang lebih penting adalah
motivasi untuk menyediakan data pendukung gagasan umum di antara ahli bedah
kepala dan leher dimana pembedahan primer tetap menjadi bagian penting dari
pengobatan kanker laring T4. Hal ini datang bertentangan dengan gagasan lain
yang baru-baru ini diperkenalkan di literatur yang menunjuk bahwa CCRT
merupakan pilihan yang berlaku untuk kanker laring T4 dan invasi tulang rawan
yang harusnya tidak berarti dianggap sebagai kontraindikasi untuk pendaftaran
protokol CCRT [25,26]. Jika tidak ada yang lain, jelas bahwa studi yang dirancang
dengan baik diperlukan dalam rangka memberikan bukti yang solid mengenai
strategi pengobatan terbaik untuk kanker laring stadium lanjut. Dalam waktu yang
berarti, dan selama kekurangan studi prospektif acak, data seperti yang disajikan
di sini sebagai bukti berharga selama pengambilan keputusan pengobatan.
Kesimpulan
Dalam era ketika modalitas pengobatan non-pembedahan mulai mendominasi
pengobatan kanker laring stadium lanjut, studi ini menunjukkan bahwa
pembedahan tetap menjadi elemen kunci untuk keberhasilan pengelolaan lesi
laring T4. Diperlukan studi prospektif acak yang dirancang dengan baik untuk
mencapai kesimpulan yang lebih aman.

Anda mungkin juga menyukai