Anda di halaman 1dari 13

Anak Laki-laki Panas Empat Hari

Oleh Kelompok 9:
Ramayani Batjun

(03010231)

Raysa Angraini

(03010233)

Riana Rahmadhany

(03010235)

Riza Ernaldy

(03010237)

Rizqa Azka Hafizha

(03010239)

Roy Andrew Halim Liem

(03010241)

Ryan Fernandi

(03010243)

Sang Ayu Prabha Amandari

(03010245)

Satria Adji Hady Prabowo

(03010247)

Septi Rahadian

(03010249)

Shabrina Wista A.

(03010251)

Sherhaniz Melissa Abidin

(03010253)

Simlin Sutarli

(03010255)

Sitta Thara Rossa

(03010257)

JAKARTA
2 MEI 2011

BAB I
Pendahuluan
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium
prodormal, stadium erupsi dan stadium konvalisensi. Morbili adalah penyakit anak menular yang
lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala demam, konjungtivitis, bercak koplik dan
pembesaran serta nyeri limpa nadi. Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara berkembang
akan terserang penyakit ini. Penyakit morbili sebetulnya tidak berakibat fatal apabila menyerang
anak-anak yang sehat dan bergizi baik. Tetapi apabila di negara di mana anak yang menderita
kurang gizi sangat banyak, morbili merupakan penyakit yang berakibat fatal dan menyebabkan
angka kematian meningkat sampai 5-12%.(1)
Diskusi kami kali ini membahas sebuah skenario tentang seorang anak laki-laki bernama Agung
panas 4 hari, dimana yang menurut hasil diskusi kami mengarah ke penyakit campak. Dalam
kasus kali ini telah dilakukan beberapa pemeriksaan yang mengarahkan kita dalam mengambil
diagnosis kerja dan beberapa diagnosis banding, namun masih perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan tambahan agar diagnosis pasti dapat ditegakkan.

BAB II
Laporan Kasus
Seorang anak laki-laki bernama Agung, berusia 2 tahun, diantar ibunya berobat ke RS Budhi
Asih, dengan keluhan panas sejak 4 hari yang lalu, disertai batuk dan terlihat sesak. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan bintik/bercak merah pada kulit, dan di dalam rongga mulut terdapat
luka kecil. Anda selaku Ko-assisten yang bertugas di poliklinik ditugaskan membuat rencana
pengelolaan kasus tersebut dengan membuat STATUS di kartu rekam medis yang tersedia. Pada
pemeriksaan lebih lanjut, ternyata menurut ibu pasien, anaknya tersebut mengalami kejang dan
badan makin panas.

Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan darah : hemoglobin 12 gr/dl, leukosit 4500, trombosit 200.000, hematokrit 35%
- Torak foto
: dbn

BAB III
Pembahasan
Metode Kerja
Metode kerja yang sistematis diperlukan oleh seorang dokter dalam menegakkan diagnosis.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu:
A. Anamnesis
Pada kasus kali ini, dimana didapatkan seorang pasien dengan umur 2 tahun sehingga
anamnesisnya dilakukan secara alloanamnesis (yang berarti informasi didapatkan dari ibunya).
Pada kasus di atas masalah yang didapat dari anamnesis, yaitu:
Anak laki-laki yang bernama Agung, berusia 2 tahun mengalami panas sejak 4 hari lalu, disertai
batuk dan terlihat sesak. Setelah pemeriksaan lanjut, anak mengalami kejang dan demam tambah
tinggi.
Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan datadata lain, antara lain:
Pada panas :
-

Panas yang dirasakan stabil atau tidak stabil?


Sebelumnya sempat mengkonsumsi obat-obatan?
Aktifitas yang dilakukan anak ini sebelum mengeluh panas?
Apakah panas yang dirasakan disertai menggigil/kejang/muntah/kesadaran menurun?

Pada batuk dan sesak :


-

Kapan anak ini mulai batuk?


Batuk yang diderita berdahak atau tidak?
Batuk yang diderita sering berulang atau kambuh?
Batuk yang diderita berdarah atau tidak?

Apakah batuk disertai wheezing/mengi/keringat malam/sianosis/muntah?


Apakah perasaan sesak timbul setelah latihan fisik?

Pada kejang :
-

Kapan kejang terjadi?


Apakah kejang baru pertama kali terjadi atau sudah pernah terjadi sebelumnya?
Bagaimana sifat kejang yang muncul? (tonik, klonik, umum, atau fokal)
Berapa lama kejang terjadi?
Berapa lama interval pada saat kejang terjadi?
Bagaimana kesadaran pasien pada waktu kejang dan setelah kejang?

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi (melihat), palpasi (pemeriksaan dengan meraba),
perkusi (periksa ketuk), auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar). Dari kasus di atas, masalah
yang didapat dari pemeriksaan fisik, yaitu:
-

Luka kecil di dalam rongga mulut


Bintik/bercak merah pada kulit

Pada kasus, seorang anak yang terdapat bercak bercak merah pada kulit bisa dikatakan pada
kulit anak tersebut terdapat erythema. Kemerahan yang diakibatkan oleh melebarnya atau
bertambahnya pembuluh darah disebut erythema. Erythema yang terdapat di kulit disebut
exanthema dan apabila terdapat di mukosa disebut enanthema. Erythema akan menghilang atau
menjadi pucat apabila ditekan dengan jari. Erythema atau kemerahan yang berupa bercak-bercak
dapat pula merupakan stadium permulaan dari efloresensi tahap berikutnya misalnya
makulopapula pada morbili, vesikula pada variola dan varicella.
Kemungkinan akan ditemukan jenis efloresensi yang lain yaitu purpura. Purpura adalah
extravasasi sel darah merah (eritrosit) ke kulit dan selaput lendir (mukosa), dengan manifestasi
berupa macula kemerahan yang tidak hilang pada penekanan. (2)

Dari hasil pemeriksaan fisik, perlu dilakukan anamnesis tambahan yaitu:


Pada luka kecil pada rongga mulut :

Pada saat menelan terasa sakit atau tidak?


Nafsu makan menurun atau tidak?
Pernah kegigit atau tidak?
Pernah terkena trauma (jatuh dari sepeda, dll) atau tidak?

Pada bintik/bercak merah :


-

Timbul rasa gatal atau tidak?


Sudah berapa lama timbul bintik merah?
Apakah timbulnya bintik merah karena adanya alergi terhadap makanan/debu ataupun
obat-obatan?

C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan terhadap diagnosis kerja yang kita pilih, agar
kita dapat menegakkan diagnosis dengan tepat. Pada kasus ini, adapun hasil pemeriksaan
laboratorium, beserta interpretasi hasilnya, yaitu:
-

Hb 12gr%
Leukosit 4500
Trombosit 200.000

penurunan namun dapat ditolerir (pada laki-laki : 13g%-16g%)


leukopenia (nilai normal : 5000-11000)
normal (nilai normal : 150.000-450.000)

Kejang
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat dan
berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, dapat karena
kelainan intrakranial, ekstrakranial, atau metabolik.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang
cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan
neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran
pernafasan lainnya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai
pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh

neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA] dan meningkatnya eksitasi sinaptik oleh
transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.
Kejang umum mencakup kejang tonik-klonik, yang ditandai dengan awitan medadak kontraksi
kuat dan kaku otot lengan dan tungkai (kejang tonik), dan yang diikuti oleh kontraksi dan
relaksasi ritmik otot (kejang klonik). Kejang absence, yang sering ditemui pada anak-anak,
ditandai dengan mata membelalak dan terhentinya aktivitas secara mendadak. Kejang umum
dapat terjadi secara idiopatik atau setelah trauma otak, infeksi, tumor atau perdarah.
Kejang fokal atau parsial mencakup kejang parsial simple, yang selama kejang kesadaran tidak
terganggu, dan kejang parsial kompleks, yang pada kejang tersebut kesadaran terganggu. Kejang
parsial dapat terjadi secara idiopatik atau setelah kerusakan otak.
Penyebab kejang selain demam tinggi, bisa juga karena hipoksemia berat, hipoglikemia,
asidemia, alkalemia, dan dehidrasi.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kejang yang terjadi karena terdapat
peradangan pada otak atau hanya kejang demam biasa. Pemeriksaan yang dilakukan dengan
melihat tanda rangsang meningeal, yaitu:
- Kaku kuduk
Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, dagu
tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Di samping
menunjukkan gejala adanya rangsangan meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat
pada tetanus, abses retrofaringeal, keracunan timbal dan artritis reumatoid.
- Perasat Brudzinki I (Brudzinkis neck sign)
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawa kepala pasien yang terlentang dan tangan lain
diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala
pasien difleksikan ke dada secara pasif ( jangan dipaksa). Bila terdapat rangsangan
meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
- Perasat Brudzinki II (Brudzinkis contralateral leg sign)

Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh
fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasil lebih jelas bila waktu fleksi
ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi.
- Perasat Kernig
Cara yang biasa dipergunakan ialah pada pasien dalam posisi terlentang dilakukan fleksi
tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 1350 terhadap
tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan
rasa sakit terhadap hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah umur 6
bulan.
- Perasat Laseque
Pasien yang sedang berbaring diluruskan kedua tungkainya.Kemudian satu tungkai diangkat
lurus, dibengkokkan pada persendian panggulnya. Tungkai satu lagi harus selalu berada
dalam keadaan ekstensi.Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70
derajat, maka disebut tanda Laseque positif.
Pemeriksaan neurologis lainnya, antara lain:
1. Tes dua belas nervus kranialis
Pemeriksaan keduabelas nervus kranialis. Contohnya nervus III, IV, dan VI; untuk melihat
adanya kerusakan fungsi menggerakan otot bola mata, nervus V dan VII untuk reflex cornea.

2. Tes Reflex fisiologis


-

Refleks biseps

Pegang lengan pasien yang di semifleksikan dan menempatkan ibu jari di atas tendon otot
biseps. Ibu jari kemudian diketuk, hal ini mengakibatkan gerakan fleksi lengan bawah.
-

Refleks triseps

Pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan, diketuk pada tendon m.Triseps.
Lengan bawah akan merespon dengan mengadakan gerakan ekstensi.
-

Refleks kuadriseps femoris

Tungkai difleksikan, kemudian diketuk pada tendon m. kuadriseps femoris, dibawah atau
diatas patella. Kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi
tungkai bawah.
-

Abdomen

Pasien berbaring, selanjutnya dinding perut pasien ditekan sedikit dengan jari telunjuk
atau dengan penggaris, kemudian di ketuk. Otot dinding perut akan berkontraksi. Tali
pusar akan bergerak ke arah otot yang berkontraksi.

3. Refleks patologis
- Refleks Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dengan alat
yang sedikit runcing. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki
disertai dengan menyebarnya jari-jari kaki yang lain. Refleks ini normal pada bayi
sampai umur 18 bulan, bila masih terdapat pada umur 2 sampai 2,5 tahun, mungkin
-

terdapat lesi piramidal.


Refleks Oppenheim
Refleks Oppenheim dilakukan dengan menekan sisi medial pergelangan kaki, reaksi
yang terjadi adalah seperti pada refleks Babinski.

Refleks Hoffmann
Refleks Hoffman dilakukan ketukan pada falang terakhir jari kedua,apabila positif
akan terjadi fleksi jari pertama dan ketiga. Tanda Hoffman juga menunjukkan
terjadinya lesi piramidal (upper motor neuron), tetapi tanda ini juga terdapat pada

pasien tetani.
Klonus pergelangan kaki
Klonus pergelangan kaki diperiksa dengan cara melakukan dorsofleksi kaki pasien
dengan cepat dan kuat sementara sendi lutut diluruskan dengan tangan lain fleksi dan

ekstensi kaki secara terus menerus dan cepat.


Klonus patella

Klonus patella adalah gerakan patella naik turun dengan cepat, timbul bila patella
ditekan kuat-kuat dan cepat, sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan lemas.
Klonus seringkali menyertai setiap keadaan dengan hiper-refleksi dan refleks
patologis.
D. Diagnosis Kerja
Berdasarkan gejala yang telah diketahui pada kasus di atas, maka kami simpulkan bahwa
diagnosis kerjanya adalah campak (Morbili/Rubeola/Measles).
Morbili adalah penyakit virus akut yang penyebabnya adalah virus RNA single strand (familia
Paramyxoviridae and genus Morbillivirus). Penyakit ini menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium prodormal, stadium erupsi dan stadium konvalisensi. Stadium prodormal
berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, perasaan malaise, batuk, konjungvitis, photopobia
dan coryza. Menjelang akhir stadium prodormal, sebelum timbul enanthema timbul Kopliks
Spot. Gambaran darahnya adalah leucopenia dan limfositosis. Pada stadium erupsi, coryza dan
batu bertambah, timbul enanthema di pallatum durum dan palatum molle. Mula-mula erythema
timbul di belakang telinga, di atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang pipi. Dalam 2
hari, bercak menjalar ke muka, tengkuk, lengan atas dan bagian bawah dada, punggung,
abdomen tungkai bawah. Kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal dan muka
bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar limfe di sudut mandibula dan di daerah leher belakang.
Pada stadium konvalesensi, erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
yang lama-lama akan hilang sendiri(3). Gejala-gejala di atas sangat mirip dengan gejala pada
Agung, antara lain panas, batuk, sesak, erythema pada kulit dan terdapat Kopliks spot. Selain itu
dikatakan juga bahwa pada pemeriksaan lab adanya leucopenia.
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah penyakit-penyakit lain yang dipikirkan selain penyakit yang ditetapkan
sebagai diagnosis kerja berdasarkan kesamaan atau kemiripan gejala atau hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan. Pada pemeriksaan awal, diagnosis banding yang kami tetapkan yaitu demam
berdarah dan varisella. Namun pada pemeriksaan selanjutnya, data-data yang dapat membantah
demam berdarah yaitu tidak ditemukan trombopenia dan ptekie. Sedangkan yang membantah
varisella yaitu, bercak dan bintik pada kulit tidak berbentuk vesikel. Maka dari itu, diagnosis
banding yang kami tetapkan adalah Rubella.

Campak Jerman (Rubella), disebabkan oleh virus RNA single strand (famila Togaviridae,
genus Rubivirus). Masa inkubasi pada campak jerman terjadi selama 14-21 hari, kemudian
masuk pada tahap prodromal yang memiliki gejala-gejala klinik berupa demam ringan, sakit
tenggorokan, mata

merah dengan atau tanpa rasa

sakit, sakit

kepala, malaise, anoreksia, dan

limfadenopati (Suboccipital, postauricular, dan anterior leher tampak paling menonjol). Ruam
pada campak jerman dimulai pada wajah dan leher sebagai makula kecil berwarna merah
muda tak beraturan yang menyatu. Bercak ini kemudian menyebar ke batang tubuh dan
ekstremitas. Pada waktu permulaan ruam, pemeriksaan tenggorokan dapat ditemukan lesi kecil
berwarna merah mawar (Forchheimer spot) atau perdarahan ptekie di palatum molle. Ruam
memudar mulai dari wajah seiring dengan menyebarnya kebagian tubuh lainnya sehingga ruam
tidak ditemukan pada seluruh tubuh dalam satu waktu. Durasi ruam umumnya 3 hari dan
biasanya sembuh tanpa bekas. Namun, dengan ditemukannya Kopliks spot pada pasien, dapat
membantah Rubella sebagai diagnosis banding, karena pada Rubella tidak ditemukan tandatanda seperti Kopliks spot. (4) Selain itu, diketahui juga pada rubella hanya terjadi demam ringan,
sedangkan Agung terkena demam tinggi. Sampai saat inipun Agung belum mengeluh adanya
sakit tenggorokan ataupun mata.

F. Diagnosis Pasti
Diagnosis pasti adalah diagnosis definitif yang ditegakkan berdasarkan bukti-bukti hasil
pemeriksaan yang lengkap sesuai dengan kriteria diagnostik baku atau yang dipersyaratkan
untuk penyakit itu. Seringkali untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat perlu dilakukan
semua upaya sekaligus. Maka dari itu, pemeriksaan tambahan juga diperlukan untuk memastikan
diagnosis pasti, yaitu pemeriksaan darah, serologi campak, respons imun, namun pemeriksaan
antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk memastikan adanya infeksi campak akut.
KOMPLIKASI
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun yang memudahkan terjadi
komplikasi sekunder, seperti : enteritis, encephalitis, bronchopneumonia. Bronchopneumonia

dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.
Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan matinya bayi, yang masih muda, anak dengan
defisiensi protein kalori, penderita penyakit menahun, misalnya TBC dan leukemia.
Maka dari itu diagnosis dini diperlukan dalam mengantisipasi komplikasi ini. Perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang lain yang terkait, antara lain enteritis dapat dilakukan
pemeriksaan feses lengkap, bronchopnemonia dengan pemeriksaan foto thorax, dan encephalitis
dapat dilakukan dengan pungsi lumbal jika sangat diperlukan. EEG juga dapat dilakukan untuk
mengarahkan diagnosis epilepsi yang berkaitan dengan terjadinya kejang pada si anak. (5)
G. Prognosis
Prognosis pada kasus ini secara umum adalah dubia ad malam, yaitu akan ke arah buruk apabila
komplikasi diatas terjadi. Tetapi Ad bonam atau dubia ad bonam, harapan hidupnya bisa besar
atau baik jika tidak terjadi komplikasi, tanda vital baik dan penatalaksanaan berhasil.
H. Penatalaksanaan
Pengobatannya berupa pengobatan simptomatik, pemberian antipiretikum bila suhu tinggi,
pemberian sedavitum obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Pengobatan yang bersifat
suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, kalori yang sesuai dan jenis makanan yang
disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi, suplemen nutrisi dan anti konvulsi
apabila terjadi kejang. Pengobatan tanpa adanya komplikasi antara lain dengan tirah baring di
tempat tidur, untuk menurunkan demam diberikan parasetamol, asetaminofen atau ibuprofen,
Diet makanan cukup cairan serta kalori yang memadai.
Bila campak sudah terdapat komplikasi maka akan dilakukan upaya upaya untuk mengobati
komplikasi yang ada, yaitu :
- Ensefalopati/ensefalitis, yaitu antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan
PDT ensefalitis, kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis, kebutuhan jumlah
cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit.
- Bronkopneumonia, yaitu antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia, oksigen nasal atau dengan
masker, koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dan elektrolit.

- Enteritis, yaitu koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi.


Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau
terhadap adanya infeksi TB laten, bisa dilakukan pemeriksaan yaitu Manto test. Pantau gejala
klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan dan pantau keadaan gizi
untuk gizi kurang/buruk. (6)

I. Kesimpulan
Morbili adalah penyakit virus akut yang penyebabnya adalah virus Paramyxoviridae. Penyakit
ini merupakan penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala panas,
perasaan malaise, batuk, konjungvitis, photopobia, coryza, batuk, erythema pada kulit dan
terdapat Kopliks spot. Sementara itu, penatalaksanaan terapi simptomatik dan suportif harus
dilakukan. Prognosis akan ditentukan setelah hasil pemeriksaan diketahui dan dilihat
perkembangan kesehatan pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

MedicalHealth. Morbili. [Updated on 2010 February]. Available at : http://www.medical-

journal.co.cc/2010/02/morbili.html. Accessed on 2011, April 29.


N Hendarto. Anamnesis dan Pemeriksaan Jasmani. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Trisakti. 2003. p.17-8.


Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. In: Mansjoer A, Suprohaita, WI Wahyu, S Wiwiek, W
Aditya, H arif et al, Editors. Kapita Selekta kedokteran. 3 th ed. Jakarta : Media

Aesculapius; 2000.p.417.
L Abdul, RT Alan, SM Corry, C Imral, B Julfina, A hardjono et al. Pemeriksaan
Neurologis. Diganosis Fisis pada Anak, 2th ed. Jakarta : Sagung Seto; 2003. p.130-3.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jilid I. Edisi II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. p. 668.


PediatricJournal. Bronchopneumonia, echenphalitis. [Updated on 2009 Feb 6]. Available
at http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=filepdf=0&pdf=&html=07110-esnj280.htm.
Accessed on 2011, April 29.

Anda mungkin juga menyukai