Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan dimana sistem sirkulasi tidak dapat memenuhi
kebutuhan perfusi jaringan sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel.
Hipoksia menyebabkan oxygen delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh manusia tidak
mampu memenuhi oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak
cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi
tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan yang irreversible pada
organ vital. Pada tingkat multiseluler tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu
akibat kurangnya oksigen pada saat syok.
Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok
kardiogenik, syok hipovolemik, syok obstruktif dan syok distributif. Secara patologis, apapun
penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung dapat
menyebabkan penurunan nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal, dan jaringan tubuh lainnya),
penurunan nutrisi vaskular, peningkatan permeabilitas vaskular, penurunan volume darah
yang kembali ke jantung.
Diseluruh dunia, terdapat 6-20 juta kematian akibat syok setiap tahunnya, meskipun
penyebabnya berbeda-beda tiap negara. Diagnosis adanya syok harus didasarkan pada datadata baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya
perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak ditangani. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang
patofisiologi syok.
Pasien bisa menderita lebih dari satu jenis syok secara bersamaan. Syok tidak terjadi
dalam waktu lebih lama dengan tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat,
penurunan cardiac output. Mempertahankan perfusi darah yang memadai pada organ-organ
vital merupakan tindakan yang penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Penanggulangan
syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan kembali ke keadaaan
normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, sangat penting menstabilkan aliran
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki. Selain itu juga penatalakasanaan syok dapat
dilakukan seperti primery survey ABCDE.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Syok atau renjatan merupakan keadaan terjadinya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen
serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan. Seseorang dikatakan
syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel tubuh. Kegagalan
memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ
dan akhirnya kematian penderita.
B. TAHAP-TAHAP SYOK
1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi
Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan
menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor faktor yang
dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme pengaturan umpan balik
negatif yang berusaha mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri ke nilai yang
normal. Faktor faktor tersebut adalah :

Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi

Respon iskemik sistem saraf pusat

Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah berkontraksi


sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara adekuat.

Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer retensi air dan
natrium oleh ginjal.

Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior konstriksi arteri dan


vena perifer.

Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke normal absorpsi


cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam ginjal, dan peningkatan rasa
haus.

Gambar 2.1. Mekanisme Kompensasi Syok


2. Tahap progresif / tahap dekompensasi
Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari
memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik.
Pada stadium ini telah terjadi:

a. Perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolisme anaerob laktat


meningkat laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2, dimana CO2
menjadi asam karbonat.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas miokardium dan respons terhadap
katekolamin.
b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump di tingkat seluler
integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk
kerusakan sel.
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan
diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus
disertai tendensi perdarahan.
d. Pelepasan mediator vaskuler: histamin, serotonin, cytokines (TNF dan Interleukin
I)
Xanthin oxydase membentuk oksigen radikal serta platelet aggregating factor.
Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
permeabilitas kapiler meningkat venous return turun preload turun
cardiac output turun.
Manifestasi klinis: takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer
buruk, asidosis, oliguria dan kesadaran menurun.
3. Tahap irreversible
Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel multi
organ failure. Cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di
jantung dan hepar tubuh kehabisan energi.
Manifestasi klinis: nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan
tanda-tanda kegagalan organ.
Pada tahap ini syok telah berkembang menjadi tambah parah sehingga semua
bentuk terapi tidak mampu lagi menolong pasien.
C. KLASIFIKASI SYOK
I.
Syok Hipovolemik
I.1 Definisi
Syok hipovolemik adalah tergangguanya sistem sirkulasi akibat dari volume
darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Gangguan akut dalam sirkulasi yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen dalam
jaringan dapat menyebabkan terjadinya defisit oksigen sehingga menimbulkan
iskemik dan kematian sel. Bila tidak ditangani cepat dapat menjadi irreversibel dan
mengancam nyawa.
Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik
berasal dari penurunan volume darah intravascular, yang menyebabkan penurunan
4

cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoksia
mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadi anaerob.
Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik.
I.2 Etiologi
Sebagian besar syok hipovolemik disebabkan oleh trauma dan perdarahan,
penyebab lain adalah kehilangan cairan selama dehidrasi.
Tabel 1. Etiologi Syok Hipovolemi
Perdarahan

Kehilangan Plasma

Kehilangan Cairan Ekstraselular

Hematom subkapsular hati


Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastroi ntestinal
Perlukaan berganda
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Muntah (vomitus)
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif
Diabetes insipidus
lnsufisiensi adrenal

I.3 Klasifikasi
Klasifikasi dari syok hipovolemik dibagi menjadi empat kelas yaitu kelas I sebagai
mekanisme kompensasi, kelas II syok derajat ringan, kelas III syok derajat sedang, dan
kelas IV sebagai syok derajat berat.
Tabel 2. Klasifikasi Syok Hipovolemi
Class I

Class II

Class III

Class IV

Blood loss

Up to 750

750-1500

1500-2000

>2000

Blood loss
( % EBV)

Up to 15%

15-30%

30-40%

>40%

Pulse rate

<100

>100

>120

>140

Blood pressure

Normal

Normal

Decrease

Decrease

Pulse pressure

Normal or
decrease

Decrease

Decrease

Decrease

Respiratory rate

14-20

20-30

30-35

>35

Urine output

>30

20-30

5-15

No UO

CNS/ mental
status

Slightly anxious

Mildly anxious

Anxious and
confused

Confused and
lethargic

Fluid
replacement

crystalloid

Crystalloid
/colloid

Crystalloid/
colloid and Blood

BLOOD

Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non-vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah,
tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak
ada atau ringan.
Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal, dan lainnya).
Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit,
dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relative
masih baik.
Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi di
semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis berat, ganguan kesadaran
dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG Abnormal, curah jantung menurun).

I.4 Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curahjantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ:
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk peiaksanaan metabolisme di jantung dan otak
6

sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi.
Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nuhisi tetapi
sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan
toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure
(MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi
sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan
frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung
sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatifyang mati di dalam
usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabqlisme dan
bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jaratg karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahananarteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
I.5 Gejala Klinis
7

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat nonperdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan
perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi
dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi,
pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna
pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial,
intraselular dan menurunkan produksi urin. Hipovolemia ringan (5-20% volume
darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama
pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia sedang (20-40% dari
volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan
darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan
jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik
syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walaupun posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung.
Tabel 3. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan (< 20% volume darah)
Ekstremitas dingain
Waktu pengisian kapiler meningkat
Diaporesis
Vena kolaps
Cemas

Sedang (20-40% volume darah)


Sama, ditambah:
Takikardi
Takipnea
Oliguri
Hipotensi Ortostatik

Berat (> 40% volume darah)


Sama, ditambah:
Hemodinamik tidak stabil
Takikardi bergejala
Hipotensi
Perubahan kesadaran

Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok


bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok
hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama
pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian
mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok
maka dengan resusitasi agresifdan cepat.
I.6 Tatalaksana
A. Letakkan pasien pada posisi telentang
B. Beri oksigen sebanyak 5 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka
C. Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 perkutaneus atau vena
seksi. Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2 3 tergantung pada tingkat kegawatan syok.
Kanulasi dapat dilakukan pada :
1. Vena safena magna
8

2. Vena basilika. Gunakan kateter panjang untuk mancapai dan mengukur TVS
3. Vena femoralis
Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus dicegah karena
mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi komplikasi pneumotoraks dan atau
hematotoraks. Kedua komplikasi dapat memperberat kondisi pasien bahkan kematian.
D.
Beri infus dengan cairan kritalid atau koloid.
Tujuan utama terapi adalah untuk memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan
secepat mungkin. Jenis cairan kristaloid antara lain garam fisiologi (garam normal),
NaCl hipertonik atau larutan garam berimbang seperti ringers laktat, ringers asetat.
Jenis cairan koloid antara lain darah, plasma, dan komponen darah (plasma beku segar,
albumin, plasmanat) atau pengganti plasma (plasma substitutes) seperti dekstran 40 dan
70.
Pilihan cairan resusitasi
a) Syok ringan sampai sedang
Kedua jenis cairan dapat digunakan. Faktor yang menentukan pilihan terutama
adalah biaya.
b) Syok sedang sampai berat
Pada keadaan ini pemebrian cairan parenteral harus berhati-hati, karena sering
terdapat kebocoran endotel kapiler pada lokasi trauma maupun organ lain. Cairan
infus hendaknya dipilih berdasarkan pada prinsip Starling serta jenis cairan yang
hilang/kurang (darah atau plasma)
1) Syok hemoragik
Sebagai terapi awal atau resusitasi banyak digunakan cairan garam berimbang
karena harganya murah, mudah diperoleh, cukup efektif untuk segera memulihkan
volume intra vaskular serta menimbulkan hemodilusi sementara yang bermanfaat
untuk mikrosirkulasi sebelum transfusi dilakukan. Pada orang dewasa cairan garam
berimbang dapat diberikan sebanyak 2-3 L selama 20-30 menit untuk memulihkan
tekanan darah, tekanan vena sentral, dan diuresis.
2) Syok persisten
Pada syok yang tidak membaik dengan pemberian cairan ringer laktat 2-3 L
atau syok berulang, segera lakukan pemeriksaan golongan darah. Kegagalan
resusuitasi dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan karena perdarahan
massif. Karena itu harus dipikirkan untuk segera mengambil tindakan hemostasis
dengan pembedahan.
3) Syok hipovolemik non hemoragik
9

Dehidrasi, peritonitis, ileus obstruktif umumnya hanya memerlukan cairan


garam berimbang untuk keperluan resusitasi. Pemberian garam berimbang sebanyak
2-3 liter dalam waktu 30-60 menit umumnya cukup efektif untuk segera memenuhi
sirkulasi.
Jenis cairan
A. Larutan kristaloid
Dari semua jenis kristaloid, ringers laktat paling banyak digunakan. Laktat
dirubah menjadi bikarbonat yang dapat membantu memperbaiki asidosis metabolik
yang sering menyertai syok.
B. Larutan koloid
a. Darah
Transfusi sebaiknya menggunakan darah yang sesuai meskipun harus diperoleh
dalam waktu yang cukup lama (45 menit atau lebih).
b. Plasma atau larutan albumin
Kedua jenis larutan efektif sebagai volume ekspander tetapi pada syok berat
atau berlanjut (prolonged shock), mungkin kedua cairan dapat memperberat udema
interstitial karena keluar dari ruang intra vaskular akibat kebocoran endotel kapiler.
Karena itu, banyak yang menganjurkan untuk menunda pemberian plasma atau
albumin sampai 24 jam setelah syok dapat diatasi. Perlu juga dipertimbangkan
kemungkinan kontaminasi virus hepatitis pada pemberian plasma.
c. Penggantian plasma
Pengganti plasma pernah digunakan pada awal syok hipovolemik, walaupun
banyak yang tidak menganjurkan. Dekstran 40 dan 70 mungkin menyebabkan
gangguan fungsi retikuloendotelial. Dekstran 70 dapat menyulitkan penentuan
golongan darah karena bersifat menyelubungi eritrosit (coated). Dekstran 40 dapat
menyebabkan diatesis hemoragik karena bersifat menyelubungi trombosit, hal ini juga
terjadi dengan Hetastarch.
Monitor Resusitasi
1. Penentuan resusitasi
Pemberian cairan parenteral pada resusitasi syok hipovolemik sebaiknya
dituntun oleh parameter fisiologik penting dan bukan oleh suatu formula. Petunjuk
bahwa resusitasi berhasil antara lain TVS mendekati nilai normal (3-8 cm H2O),
diuresis di atas 0,5 ml/kgBB/jam, kesadaran membaik, perfusi perifer membaik dan
10

curah jantung meningkat (curah jantung normal = 3,5 L/menit, tensi mendekati
normal, nadi teraba baik).
a. TVS dan tekanan baji kapiler paru (TBKP)
Pengukuran TVS pada syok hipovolemik mutlak dilakukan untuk menuntun
dan mengetahui keberhasilan resusitasi. Pada individu sehat, TVS dapat dipakai
sebagai ukuran tekanan atrium kiri tidak langsung, kecuali terdapat penyakit
kardiorespirasi seperti gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif menahun.
Dalam hal ini pengukuran tekanan atrium kiri atau TKBP lebih mencerminkan
keadaan sebenarnya, hanya amat disayangkan pengukuran TKBP tidak praktis untuk
keadaan gawat darurat. Pada syok ringan sampai sedang, nilai TVS sampai 15 cm
H2O umumnya dapat ditoleransi oleh pasien. Tetapi pada syok berat yang telah
disertai dengan kebocoran endotel kapiler, TVS harus dipertahankanpada batas 3-8 cm
H2O karena kelebihan cairan intra vaskular dapat memperberat udem intertitial
terutama pada jaringan paru.
b. Diuresis
Merupakan indeks aliran darah viseral yang baik terutama aliran darah ginjal.
Diuresis harus dipertahankan minimal 0,5 ml.kg/jam.
c. Lain-lain
Keberhasilan resusitasi juga dapat ditunjukkan dengan perbaikan tingkat
kesadaran dan perfusi perifer. Untuk itu umumnya digunakan indikator klinis termasuk
AGD, pengukuran curah jantung, dan konsumsi oksigen yang hanya dapat dilakukan
di rumah sakit besar.
2. Tanda-tanda kegagalan resusitasi
a. TVS dan diuresis yang meningkat di atas normal. Hal ini menunjukkan
kelebihan cairan intra vaskular dan harus segera dikurangi.
b. TVS dan diuresis masih di bawah normal. Hal ini menunjukkan kekurangan
cairan intra vaskular dan perlu ditambah.
c. TVS meningkat, diuresis menurun. Perlu mengukur TBKP dan curah jantung
untuk penentuan terapi lebih lanjut.
3. Evaluasi terapi
Evaluasi yang penting adalah kontinuitas pengamatan parameter fisiologik
sebagaimana yang telah dianjurkan terdahulu.
Tambahan evaluasi antara lain :
a. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, dan pernapasan tiap 15-30 menit.
11

b. Pengukuran keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan. Ingat bahwa


syok berat atau berlanjut sering disertai nekrosis tubular akut dan kegagalan ginjal.
c. Pengukuran hematokrit periodik jika perdarahan diduga masih berlangsung.
Perlu diketahui bahwa penurunan hematokrit pada syok hemoragik tanpa terapi tidak
terjadi segera malainkan bertahap selama 24-48 jam. Hal ini disebabkan karena
terdapat hemodilusi.
d. AGD perlu dilakukan berulang-ulang karena pemeriksaan ini dapat
menunjukkan adanya perbaikan atau perburukan fungsi kardiorespirasi dalam keadaan
gawat darurat.
II.
Syok Kardiogenik
II.1Definisi
Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
mempertahankan curah jantung yang memadai. Disfungsi dapat terjadi pada saat sistole
atau diastole atau dapat merupakan akibat dari obstruksi. Kegagalan sistole atau
pengaliran darah dapat diakibatkan oleh kardiomiopati (dilated cardiomyopathy) yang
menyebabkan buruknya kontraktilitas, atau toksin/obat yang menyebabkan depresi atau
kerusakan miokardium. Kegagalan diastole atau pengisian jantung dapat diakibatkan
oleh kardiomiopati hipertropik yang mengakibatkan buruknya preload, regurgitasi
seperti pada cacat katup, tamponade atau fibrosis perikardiaum yang mengakibatkan
rendahnya preload, atau aritmia parah yang mengakibatkan buruknya preload dan
kontraktilitas tidak efisien.
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri
yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel kiri cukup
baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya
tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan
konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda
hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg
selama > 1 jam di mana :
Tidak respons dengan pemberian cairan saja
12

Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau


Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 L/menit per
m2 dan tekanan baji kapiler paru > 18mmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah:
Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat > 90 mmHg dalam l jam setelah
pemberian obat inotropik, dan
Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok
kardiogenik.
II.2Epidemiologi
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut,
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis.
Insidens syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini
berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang
dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian. Syok kardiogenik terjadi pada 2,9%
pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1% pasien IMA non elevasi ST. Median waktu
perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, di mana yang
tersering setelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan
elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara
maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok
kardiogenik yang berkisar antara 4,2 % sampai 7,2 %. Tingkat mortalitas masih tetap
tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70 - 100%.
II.3Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya
syok. Diantara komplikasi tersebut adalah: ruptur septal ventrikel, ruptur atau
disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan
timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai
infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain
yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia atau
bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan
dapat timbul bersamaan dengan aritnria supraventrikular ataupun ventrikular. Syok
kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard
yang progresif. Termasuk akibat penyakit jantung iskemia maupun kardiomiopati
hipertrofik dan restriktif.
13

Picard MH et al. melaporkan abnormalitas struktural dan fungsional jantung


dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka
pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal dan
regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokardiografi, dan tampak manfaat
revaskularisasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksir ventrikel kiri pada awal
(baseline) atau adanya regurgitasi mitral.
II.4Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung,
tekanan darah rendah, insufusiensi koroner, dan selanjutnya semakin terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi
sistemik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi
sebagai respons dari penurunan curah jantung. Penelitian menunjukkan adanya
pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien pasca infark miokard (IM),
diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar iNOS,
NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain:

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard


Supresi respirasi mitokondriapada miokard non iskemik.
Efek terhadap metabolisme glukosa
Efekproinflamasi
Penurunan responsivisitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik
Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non

infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar. Pasien
dengan infark miokard (IM) luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah
putih, komplemen, interleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain. NO yang
disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan
rniokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.
II.5Manifestasi Klinis
Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik tersebut.
Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang
akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya. Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark tersebut.
14

Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung. Pasien dengan
aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau merasakan irama
jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien akan merasakan letargi akibat
berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang
menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien
yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung
meningkat sebagai akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi
pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di paru. Pemeriksaan
dada akan menunjukkan adanya ronkhi. Pasien dengan infark ventrikel kanan atau
pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil kemungkinannya
menyebabkan kongesti paru. Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti
vena-vena di leher seringkali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat
bergeser pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan
jauh menurun pada efusi perikardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat timbul
yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan
regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbul
akan sangat membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi
mekanik yang ada. Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan
menunjukkan beberapa tanda-tanda antara Iain: pembesaran hati, pulsasi di liver
akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit
untuk diatasi. Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan
edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang
teraba dingin, menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke jaringan.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG): Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu
untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut
akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark
terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sandapan jantung sebelah
kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau
aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui
rekaman aktivitas listrik jantung tersebut.
Foto roentgen dada: Pada foto polos dada akan terlihatkardiomegali dao tanda-tanda
kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi
15

komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut,
akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama pada
onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil
kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia.
Ekokardiografi: Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu
dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini
relatif cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien
(bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara
lain: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi
katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi
adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan),
efusi perikardial atau tamponade.
Pemantauan hemodinamik: Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan
arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya
untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator
evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri
yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada pengukuran
ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark
miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut cukup
adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan
menunjukkan tekanan baji pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload
(resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila
terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang
akan menghasilkan penurunan curah jantung.
Saturasi oksigen: Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan
pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya defek
septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan
dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
II.6Penatalaksanaan
Secepat mungkin pasien dikirim ke unit terapi intensif karena pasien membutuhkan
berbagai penatalaksanaan yang invasif, antara lain kateterisasi arteri pulmonalis, arteri
perifer, dan pemasangan pompa balon intra aorta. Tindakan pertolongan di unit gawat
darurat:
16

a. Letakkan pasien pada posisi telentang, kecuali bila terdapat udem paru berat.
b. Beri oksigen sebanyak 5 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka
dan ambil darah arteri untuk AGD. Intubasi trakea perlu dipertimbangkan bila
terdapat asidosis pernafasan dan hipoksia berat.
c. Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter No.20 dan berikan infus dekstrosa
5% perlahan-lahan.
d. Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum,
kreatinin, dan enzim-enzim jantung seperti CPK
e. Buat rekam EKG dan monitor irama jantung.
f. Beri natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 mEq/ampul) I.V perlahan-lahan untuk
mengoreksi asidosis metabolik (lebih 5 menit) dan mempertahankan Ph darah di
atas 7,2. Periksa kembali AGD.
g. Bila klinis maupun radiologis tidak menunjukkan udem paru, beri cairan garam
fisiologik 100 ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemia (lebih 5 menit).
Bila terdapat tanda-tanda perbaikan fungsi miokardium, teruskan infus hingga
syok dapat diatasi. Untuk mencegah kelebihan cairan dan udem paru perlu
dilakukan monitoring TVS atau TBKP.
h. Bila terapi cairan tidak memberi respon yang sesuai, beri dopamin dengan dosis
seperti yang telah diuraikan terdahulu.
i. Bila terjadi edema paru, beri furosemid dengan dosis 20 mg I.V dan bila tidak
menunjukkan perbaikan sesudah 30 menit, tingkatkan dosis menjadi 40 mg.
Pertimbangkan juga untuk segera memberi salep nitrogliserin 0,5 1% sebagai
venodilator sentral yang bermanfaat untuk menurunkan beban awal jantung
(preload).

17

Gambar 2.2. Alur tatalaksana syok kardiogenik


III.

Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi bila terdapat hambatan terhadap aliran darah yang menuju
jantung (venous return) akibat obstruksi yang terjadi di luar paru.
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan sumbatan, yaitu dengan pembedahan.
Untuk mempertahankan volume intravaskuler dapat diberikan cairan kristaloid
isotonis.
Tabel 4. Etiologi Syok Obstruktif Extracardiac

18

IV.

Syok Distributif
Tabel 5. Etiologi syok distributif

IV.1

Syok Septik

4.1.1 Definisi
19

Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang
berada dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juag dapat menjadi
penyebab septisemia.
Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat
disebabkan karena penimbunan cairan di sirkulasi mikro, pembentukan pintasan
arteriovenus dan penurunan tahapan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh,
depresi fungsi miokardium.
Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma, diabetes, leukimia,
granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,
imunosupresan atau radiasi.
Syok septik sering terjadi pada:
- bayi baru lahir,
- usia di atas 50 tahun, dan
- penderita gangguan sistem kekebalan.
4.1.2 Etiologi
Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan
akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu
infeksi). Toksin yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan
dan gangguan peredaran darah.

4.1.3 Patofisiologi
Tabel 6. Patofisiologi Syok Septik
20

4.1.4 Gejala
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah
turun.
Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari
jantung memang meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah
turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida
yang berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun.
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit
hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik.
Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat.
Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Bila
syok memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan:
- ginjal : produksi air kemih berkurang
- paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
- jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.
4.1.5 Diagnosis
21

Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang
tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia.
a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia,
lekositosis.
b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi spesifik yang
sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran empedu, pelvis,
retroperitonium, dan perirektal.
c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan
jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan
metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah
menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG
jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang
tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi.
4.1.6 Pengobatan
A. Tindakan medis
I. Terapi cairan :
Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke ruang
perawatan intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan parenteral yang sering
digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan garam berimbang. Penggunaan
cairan koloid pada syok septik yang telah disertai kebocoran endotel kapiler dapat
memperberat udem interstitial. Jumlah awal cairan kristaloid pada resusitasi syok
septik untuk memperbaiki curah jantung orang dewasa dapat mencapai 1-2 L yang
diberikan selama 30-60 menit. Selanjutnya terapi cairan yang bergantung pada hasil
pengukuran hemodinamik (tensi, nadi, TVS, diuresis) dan keadaan umum.
II. Obat-obat inotropik :
Dopamin harus segera diberi apabila resusitasi cairan tidak memperoleh perbaikan,
untuk menciutkan pembuluh darah sehingga tekanan darah naik dan aliran darah ke
otak dan jantung meningkat.
III. Terapi antibiotik :
Sebaiknya terapi antibiotik di sesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi. Hal ini
mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris
dapat dilihat tabel.
22

Keadaan klinis Rutin Alergi penisilin


-

Infeksi organisme Penisilin G (1) + amoniglikosisd (2)


Klindamisin (3) + aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi stafilokokus


-

Nafsilin (4) + aminoglikosid (2) + penisilin G (pilihan)


Klindamisin (3) + aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi anaerob


-

Penisilin G (1) + klindamisin (3) + aminoglikosid (2)


Klindamisin (3) + aminoglikosid (2)
Bersamaan
terapi
Karbenisilin
(5)
+
Klindamisin

(3)

kortikosteroid/imunosupresa
Meningitis atau dugaan tifoid
(1) Kloramfenikol, 1 gram tiap 6 jam intra vena: 20 juta unit/ hari (3-4 juta unit tiap 4
jam IV)
(2) : gentamisin atau tobramisin, 2 mg/kkBB tiap 8 jam IV. Bila ada infeksi
nosokomial dapat ditambahkan kanamisin 8 mg/kgBB tiap 12 jam IV. Aminoglikosida
juga dapat ditambah dengan sefalosporin generasi ketiga seperti moksalaktam 2 gram
tiap 8 jam IV.
(3) : 600 mg tiap 6 jam IV. Bila klindamisin (-) atau pasien alergi, dapat diganti
dengan eritromisin, 1 gram tiap 6 jam IV.
(4) 1-2 gram tiap 4 jam IV, dapat ditambah metisilin atau oksasilin, 1-2 gram tiap 4
jam IV
(5) 4-5 gram tiap 4 jam IV. Dapat diambahkan tikarsilin, 3 gram tiap 4 jam IV. Dosis
obat-obat hanya berlaku untuk pasien dewasa.
B. Tindakan bedah
Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang drainase.
Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi belum
disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen, sumbatan empedu
dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut.
C. Tindakan lain
I. Terapi kortikosteroid:
Manfaat kortikosteroid pada syok septik masih kontoversi dan nampaknya terapi
kortikosteroid hanya merupakan ajuvan terhadap terapi suportif dan antibiotik.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sebaiknya terapi kortikosteroid pada syok
septik ditinggalkan.
II. Terapi heparin:
23

Pada syok septik dengan komplikasi koagulasi intravaskular tersebar (DIC) dan
perdarahan yang bermakna, terapi heparin harus segera dimulai. Dosis awal heparin
adalah 100 unit/kg dan dilanjutkan IV tiap jam 1000-3000 unit. Respon terapi berupa
pemanjangan waktu perdarahan dan kenaikan kadar faktor pembekuan V, VIII dan
fibrinogen dalam waktu 12 jam.
Kenaikan jumlah trombosit mungkin terjadi lebih lambat. Terapi heparin dapat
dihentikan apabila penyebab koagulasi intravaskular telah terkoreksi dan faktor-faktor
koagulasi telah normal kembali.
III. Terapi nalokson:
Baik pada percobaan binatang maupun uji klinik menunjukkan bahwa antagonis
narkotik (nalokson/narcan ) dapat memulihkan hipotensi pada syok septik, belum ada
yang melaporkan efek samping akibat terapi nalokson.
Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin diperlukan ventilator mekanik.
IV.2

Syok Neurogenik

4.2.1 Definisi
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil
dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada
sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di
daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri
hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepala yang
terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma
pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.
4.2.2 Etiologi

Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).


24

Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada

fraktur tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi

spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

4.2.3 Manifestasi Klinis


Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah
nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
4.2.4 Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul
ditempat tersebut.
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari
otot-otot respirasi.
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
25

* Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
* Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
* Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung.
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
* Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi
sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan
sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

IV.3

Syok Anafilaktik

4.3.1 Definisi
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi
umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi,
26

kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului
dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok
anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi
dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
4.3.2 Patofisiologi
Oleh

Coomb

dan

Gell

(1963),

anafilaksis

dikelompokkan

dalam

hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type reaction).


Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat
kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana
ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian
terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi
Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.
Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke
dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut
dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran
sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
27

menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek


bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan
leukotrien.
4.3.3 Alergen
Beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu
makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di
golongkan.
Alergen penyebab Anafilaksis Makanan
Krustasea: Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang, ikan, kacang-kacangan dan biji-bijian, buah beri, putih telur,
susu
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran
Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin,
Amphotericin B, Nitrofurantoin.
Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat
Agent anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil
cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT, bisa serangga (lebah madu,
semut api, tawon), lateks, karet, glikoprotein, seminal fluid
4.3.4 Gejala klinis

Reaksi lokal: biasanya hanya urtikaria dan edema stempat, tidak fatal.
Reaksi sistemik: biasanya mengenai saluran napas bagian atas, sistem
kardiovaskular, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut timbul segera

atau 30 menit setelah terpapar antigen.


a. Ringan: mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal dikulit dan mukosa,
bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.
b. Sedang : gejalanya lebih berat selain gejala di atas didapatkan bronkospasme,
edema laring, mual, muntah, biasanya erjadi dalam 2 jam setelah terpapar antigen.
c. Berat: terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut diatas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema laring, stridor, napas
sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut, diare, muntah-muntah, kejang,
hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma. Kematian disebabkan oleh edema
laring dan aritmia jantung.
4.3.5 Diagnosis
Anamnesis
28

Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan,


makan sesuatu atau setelah test kulit). Timbul biduran mendadak, gatal dikulit,
suara parau, sesak nafas, lemas, pusing, mual, muntah, sakit perut setelah terpapar
sesuatu.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik sampai buruk
Kesadaran: Compos mentis sampai koma, tensi : hipotensi, Nadi: takikardi, Nafas :
dispneu
Kepala dan leher: cyanosis, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral,
rhinitis
Thorax: cor: aritmia sampai arrest, pulmo: bronkospasme, stridor, rhonki dan
wheezing
Abdomen: Nyeri tekan, BU meningkat
Ekstremitas: Urticaria, Edema ekstremitas
Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat, hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinophilia naik/normal/turun, kimia meningkat, sereum
triptaase meningkat
Foto Rontgen : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia,
4.3.6 Penatalaksanaan
a) Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
b) Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau
sengatan hewan. longgarkan torniquet 1-2 menit tiap 10 menit.
c) Posisi, tidurkan dengan posisi kaki dinaikkan 30-40o. Bila pasien tidak sadar
d)
e)
f)
g)
h)

lakukan manuver tripel.


Pemasangan jalur IV
Henti nafas/jantung lakukan RJP
Pemasangan pipa endotrakea/trakeostomi/krikotiotomi
Persiapan defibrilator
Adrenalin (epinefrin) atau noradrenalin (norepinefrin) dosis:
a. Intravena : adrenalin 3-5ml larutan 1:10.000 (0,3-0,5 mg) IV.
Noradrenalin 0,1
b. ml/kgBB larutab 1:10.000 IV.
c. Intramuskular/subkutan : adrenalin 0,3-0,5 ml larutan 1:10.000 (0,3-0,5
mg) im/sc. Noradrenalin 0,01 ml/kgBB larutan 1:1000 im/sc. Dosis

ulangan sesuai keperluan, setiap 5-10 menit.


i) Aminofilin
a. Untuk bronkospasme yang tidak dapat diatasi oleh adrenalin. Dosis
awal 5 mg/kgBB
b. diberikan selama 15-20 menit (diencerkan dalam 20 ml dekstrosa 5%).
Dosis
c. pemerilaharaan 0,6 mg/kgBB/jam.
j) Adrenalin intrakardial, bila jelas bendungan vena
29

k) Pertimbangkan kompresi jantung terbuka sebagai upaya terakhir.


Terapi suportif
a)
Terapi cairan untuk meninggikan tekanan arterial dan curah jantung
b)
Koreksi elektrolit
c)
Teruskan pemberian O2, terutama bila pasien sianotik.
d)
Kortikosteroid: 100-200mg hidrokortisin IV.
e)
Antihistamin: prometazin 0,2 mg/kgBB IV.
f)Hindari pemberian sedativa, narkoika, tranquilizer dan obat hipotensif
lainnya.
g)
Observasi pasien minimal 4 jam sesudah anafilaksis.
h)
Selama 24 jam berikutnya, hindari vasodilator seperti alkohol, mandi
air hangat, dsb.
Prevensi
- Mencegah reaksi ulang
- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama
-

pemberian
Catat obat pasien pada status yang menyebabkan alergi
Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
Desensitisasi alergen spesifik
Edukasi pasien supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan

alergi
Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit.

IV.4 Acute Adrenal Insufficiency


IV.4.1 Penyebab
o Failure of adrenal gland: autoimmune disease, adrenal hemorrhagic, HIV
infection, ketokonazol, mengiococcemia, granulomatous disease.
o Failure of hypothalamic/pituitary axis: withdrawal from glucocorticoid
therapy.
IV.4.2 Manifestasi klinis
Lemah, mual/muntah, nyeri abdominal, hipotensi ortostatik, demam
IV.4.3 Laboratorium
Hiperkalemia, hiponatremia, asidosis, hipoglikemia, pre renal azotemia.
IV.4.4
-

Penatalaksanaan
Infus Dextrose 5% - Normal Saline untuk mempertahankan tekanan darah
Dexamethasone 4 mg i.v. kemudian 4 mg tiap 6 jam
Atasi faktor pencetus
Hydrocortisone 100 mg setiap 8 jam atau infus kontinyu 300 mg/24 jam.

30

Tabel 7. Perbedaan Syok

31

BAB III
KESIMPULAN
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Klasifikasi syok berdasarkan penyebab yaitu dibagi menjadi syok hipovolemik, syok
kardiogenik, syok obstruktif, dan syok distributif. Syok distributif terbagi menjadi syok
septik, syok neurogenik, syok anafilaktik, dan acute adrenal sufficiency.
Tahap syok terbagi menjadi tahap kompensasi, tahap dekompensasi, dan tahap
irreversible.
Gejala-gejala syok secara umum baru muncul pada stadium dekompensasi, yaitu
pucat (pallor), hipotensi (tekanan sistol < 90 mmHg), terkadang tekanan darah tak terdeteksi,
cemas, bingung, takikardi (jantung berdetak > 100X/menit), takipneu (nafas cepat),
berkeringat, tangan-kaki dingin, oliguria (kencing hanya sedikit).
Penatalaksanaan masing-masing syok ditentukan oleh derajat syok dan etiologi syok
itu sendiri. Secara umum prinsip terapi syok adalah bantuan hidup dasar dan terapi cairan.

32

Anda mungkin juga menyukai