Anda di halaman 1dari 4

EKSPLOITASI ANAK

Anak merupakan anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Anak
juga merupakan bibit generasi penerus yang berharga. Tetapi, masih banyak orang
yang menyia-nyiakan hal tersebut, bahkan ada pula yang menganggap bahwa anak
hanya membawa masalah terutama berkaitan dengan masalah ekonomi. Oleh karena
itu, tidak mengherankan di negara kita sendiri banyak sekali fenomena pekerja anak.
Jika berbicara tentang fenomena pekerja anak, bidang HAM yang langsung
bersinggungan adalah hak anak. Baik di dunia maupun di Indonesia masalah seputar
kehidupan anak menjadi perhatian utama bagi masyarakat maupun pemerintah.
Anak memiliki hak asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Namun,
perlindungan terhadapnya tidak sehebat ketika masalah HAM yang menyangkut
orang dewasa atau isu gender diumbar ke khalayak umum. Bahkan upaya
perlindungan itu sendiri dilanggar oleh negara dan berbagai tempat di negeri ini,
orang dewasa, bahkan orang tuanya sekalipun. Bisa dengan mudah kita temukan
pekerja anak yang masih di bawah umur di pertigaan, perempatan jalan, maupun di
lampu merah. Sebagai mahasiswa, sangat miris melihat hal tersebut. Hal tersebut
merupakan sedikit contoh dari upaya eksploitasi anak. Upaya-upaya eksploitasi anak
di negeri ini bahkan dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal. Mereka banyak
yang dijadikan sebagai pekerja kasar, perdagangan anak, kekerasan dan penyiksaan
anak, bahkan pelacur komersial.
Sebagai mahasiswa, saya pun merasa miris karena bibit-bibit generasi penerus
yang seharusnya dilindungi justru malah dirampas hak dan masa depannya. Hal ini
dikarenakan ekonomi adalah faktor yang menguasai menjamurnya eksploitasi anak di
dunia. Menurut fakta yang ada, berdasarkan data Advance Humanity, Unicef, sekitar
1,2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya. Sangat mencengangkan, apalagi
berdasarkan data tersebut, kebanyakan (anak-anak laki-laki dan perempuan)
diperdagangkan untuk eksploitasi seks. Ada sekitar 2 juta anak di seluruh dunia yang
dieksploitasi secara seksual tiap tahunnya. Industri perdagangan anak ini menangguk
untung 12 miliar dolar per tahunnya.

Di Indonesia sekali pun, banyak gadis yang memalsukan umurnya,


diperkirakan 30 persen pekerja seks komersil wanita berumur kurang dari 18 tahun.
Bahkan ada beberapa yang masih berumur 10 tahun. Diperkirakan pula ada 40.00070.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak
diperdagangkan tiap tahun. Selain eksploitasi tersebut, anak juga tidak terhindar dari
kekerasan. Kekerasan fisik maupun psikis sering dilakukan oleh orang-orang dewasa
yang mempekerjakan mereka, bahkan ayah ataupun ibunya sendiri, ataupun
kekerasan dari teman-teman sebayanya.
Miris sekali memang, padahal jaminan agar anak-anak terlindungi dari tindak
kekerasan telah ada pada konstitusi. Pasal 28 B UUD 45 mengamanatkan, anak
berhak atas perlindungan dari kekerasan. Namun sayangnya, delapan tahun sudah
aturan ini dibuat, nyatanya masih banyak kekerasan yang terjadi pada anak-anak.
Kekerasan mental dan fisik bagi anak sangat berpengaruh dalam pola berpikir dan
ketahanan mental anak. Selain itu, berdasarkan UU No 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UU PA) memberikan ancaman hukuman lima tahun penjara bagi
siapa saja yang mempekerjakan/ mengeksploitasi anak dibawah umur, namun payung
perlindungan hukum tersebut seakan hanya menjadi untaian pelengkap undangundang saja.
Upaya eksploitasi anak tidak hanya terjadi di bidang yang terlihat kotor saja.
Di dunia hiburan banyak anak-anak yang dijadikan objek penghasil uang oleh orangorang dewasa di sekitar mereka bahkan oleh keluarganya sendiri. Meskipun sang
anak terlihat menikmati menjalani hal tersebut, namun banyak hak asasi anak tersebut
terkurangi. Seperti waktu bermainnya yang digantikan oleh waktu bekerja, banyak
terkuras energinya yang akhirnya bisa menyebabkan sang anak kelelahan dan jatuh
sakit.
Akibat dari eksploitasi anak ini beragam, diantaranya anak akan kehilangan
haknya untuk belajar. Karena sebagian besar anak yang mengais hidup di jalanan
adalah anak-anak yang putus sekolah dan tidak bisa merasakan bangku pendidikan

karena ketidaksanggupan membayar biaya pendidikan. Selain itu, banyak perilaku


anak yang menyimpang. Mereka yang sebagian besar hidup di jalanan pastinya
terpengaruh oleh hal-hal buruk di lingkungan sekitarnya. Seperti merokok, berbahasa
kasar, masuk dalam pergaulan bebas, mencoba minuman keras ataupun narkoba, dan
pengaruh buruk lainnya. Anak juga akan kekurangan kasih sayang, karena sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk menghasilkan uang bukannya mendapatkan kasih
saying dan perhatian lebih dari orang tuanya. Eksploitasi anak juga berdampak buruk
terhadap psikologis dan jiwa anak. Karena mereka diperlakukan keras oleh orang
tuanya untuk bekerja guna menutupi perekonomian keluarganya. Mereka juga
terpengaruh oleh hal-hal buruk dari lingkungan sekitar. Hal-hal tersebut
menyebabkan tekanan dalam jiwa dan psikologis anak yang dapat membuat anak
bertindak kasar dan agresif.
Dalam mengatasi permasalahan eksploitasi anak ini, pemerintah tidak hanya
menetapkan jaminan perlindungan anak dalam konstitusi, tetapi juga membentuk
suatu lembaga perlindungan anak atau KPAI yang dalam Pasal 74 UU tersebut
bertugas

meningkatkan

efektivitas

penyelenggaraan

perlindungan

anak, menyosialisasikan seluruh aturan per-undang-undangan terkait perlindungan


anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan dan melakukan pemantauan, evaluasi dan pengawasan.
Masalah eksploitasi anak bukan masalah internal dalam keluarga yang tidak
boleh diikutcampuri oleh masyarakat dan pemerintah. Semua komponen Negara
harus turut serta dalam menyelesaikan masalah eksploitasi anak. Upaya penanganan
masalah harus dengan metode yang tepat, terorganisir, dan berkesinambungan.
Anak adalah cerminan masa depan bangsa kita. Mereka adalah generasi
penerus yang berharga. Mereka berhak mendapatkan kebebasan, menikmati
dunianya, dan dilindungi hak-hak mereka yang tidak bisa diabaikan dari pihak
tertentu yang ingin merampasnya demi keuntungan pribadi. Kesadaran kritis di
kalangan mahasiswa sangat diperlukan dalam membuka kembali perhatian dan
pengetahuan sosial yang ada. Tidak hanya kompeten dalam bidang akademis, tetapi

mahasiswa juga harus tanggap dalam menyesuaikan arus perkembangan masyarakat,


dan berkontribusi dalam masalah yang terjadi di masyarakat. Sebagai masyarakat
Indonesia, mahasiswa harus melindungi bibit-bibit generasi penerus yang akan
menjadi tonggak kemajuan Negara ini.

Nadya Aulia Rizki


NPM. 140210150013

Anda mungkin juga menyukai