apa dan dari tumpukan historis dan kebudayaan siapa di antara anggota
ASEAN yang akan digunakan. Kalaupun solusi yang paling mungkin adalah
menciptakan sebuah identitas bersama yang benar-benar baru, yang tidak
dibangun dari nilai-nilai luhur masa lalu, melainkan konstruksi dari aktor
kreatif yang bergabung dalam komunitas ini, maka identitas tersebut telah
dan akan diperebutkan dari waktu ke waktu. Pembangunan identitas
kawasan ASEAN akan diperebutkan tidak hanya sebagai indikasi konflik
negara-masyarakat tetapi lebih mendalam, antara komunitas yang sedang
dibangun oleh ASEAN dan individu.
Terlepas dari kesukaran untuk menentukan satu bangunan identitas yang
bersifat ajeg, saya lebih condong ingin melihat bahwa proyek menjadi
komunitas bukan merupakan sesuatu yang final, melainkan sebagai narasi
yang terus menjadi. Artinya, kita tidak bisa mengharapkan ia terbentuk
sekali jadi, melainkan dibentuk secara terus-menerus. Jadi, apa yang
ditanggung masyarakat ASEAN, apa yang akan mengikat dan menyatukan
mereka (kita) apa yang mereka (kita) miliki bersama, harus masih terus
dicari. Dan ini harus terus berlangsung.
ASCC dan Tantangan Pembentukan Identitas Komunitas ASEAN
ASEAN Socio-Culture Community (ASCC) merupakan prakarsa Filipina untuk
melengkapi kedua pilar yang lain. ASCC diharapkan meliputi pengembangan
dimensi sosial dan kebudayaan serta proses integrasi di ASEAN. Filipina
mengajukan Plan of Action (PoA) untuk mengkonkretkan komitmen ASEAN
menjalankan ASCC. PoA itu memiliki empat elemen inti, yakni: Membangun
komunitas masyarakat peduli untuk mengatasi kemiskinan, kesetaraan dan
pembangunan manusia; mengelola dampak sosial dari integrasi ekonomi
dengan membangun sumber daya manusia yang kompetitif dan sistem
perlindungan sosial yang memadai; Meningkatkan kelestarian lingkungan
dan tata kelola lingkungan yang sehat; Memperkuat dasar kohesi sosial
terhadap Komunitas ASEAN.
Keempat elemen ini tersebut kemudian dioperasionalisasikan di bawah ASCC
Blueprint menjadi enam karakteristik: pembangunan manusia (human
development), kesejahtraan dan perlindungan sosial (social welfare and
protection), hak dan keadilan sosial (social justice and right), memastikan
kelestarian lingkungan (ensuring environmental sustainability), membangun
identitas ASEAN (bulding ASEAN identity), dan mempersempit kesenjangan
pembangunan (narrowing the development gap).[11]
Pelaksanaan konstruksi sosil-budaya ini dapat dianggap sebagai rekayasan
besar yang pernah terdengar sejak munculnya agama-agama besar yang
memberikan payung pemersatu bagi para pemeluknya. Namun ASCC bukan
semata-mata gerakan ambisius ASEAN, meskipun memang di kawasan
dimana beberapa negara sebagian besar masih berada pada tahap
pembangunan, upaya membangun komunitas sosial-budaya memang cukup
berani. ASCC memasukkan berbagai kebijakan dan pembangunan kawasan
yang tidak ditemukan di APSC dan AEC, yakni keamanan manusia ASEAN
visual lainnya
tidak mudah
ekses negatif,
lebih mudah
kekuatan ekonomi dunia. Oleh karena itu, penting bagi ASEAN untuk
menyingkirkan semua hambatan yang akan menghalangi integrasi dan
kerjasama demi mewujudkan masyarakat yang sejahtra dan makmur. Untuk
hal ini, ASEAN telah memiliki seperangkat kelembagaan yang akan mengatur
dan menjadi koridor keterlibatan para angota ASEAN. Implementasi blue
print yang telah disepakati oleh masing-masing negara anggota harus
segera diwujudkan dalam aksi-aksi konkret, sehingga blue print itu tidak
hanya menjadi dokumen hitam di atas putih, yang tak berwujud apa-apa.
Dan yang terpenting upaya untuk mewujudkan Komunitas ASEAN sebagai
issu bersama (common issue) harus semakin gencar dilakukan karena hal ini
penting bagi pembentukan sentimen publik. Promosi dan sosialisasi
mengenai proyek ini harus terus disuarakan melalui berbagai media,
sehingga proyek besar ini tidak hanya menjadi prakarsa sekelompok pelaku,
namun melibatkan ide dan prakarsa masyarakat secara keseluruhan.
Anak muda adalah kelas terbesar warga ASEAN. Kesadaran, pemahaman,
dan penerimaan mereka terhadap gagasan proyek Komunitas ASEAN
menjadi penentu utama keberhasilan proyek tersebut. Mereka adalah subjek
utama dalam berbagai program yang dirancang dalam blueprint Komunitas
ASEAN, khususnya pilar ASCC, karena itu keterlibatan mereka tidak hanya
sebagai subjek pasif, melainkan menjadi subjek-subjek yang ikut
menentukan corak Komunitas ASEAN kedepan.
Mengenai program-program aksi bagi terwujudnya Komunitas ASEAN
khususnya ASCC telah terancang dengan baik dalam blueprint masingmasing pilar yang menyokong komunitas ini. Problem utama adalah sejauh
mana perkembangan berbagai program tersebut telah diimplementasikan
dalam aksi-aksi konkret di masyarakat.