Keluarlah nyonya Eni dari balik pintu kamar nomor 3. Dokter Sukartono
segera masuk dan memeriksa keadaan nyonya Eni. Tetapi, saat dokter Sukartono
hendak memeriksa bagian perut nyonya Eni. Tiba-tiba tangan nyonya Eni
membuka kimono yang menutupi badannya. Dengan segera, dokter Sukartono
menutup kimono tersebut dan berkata bahwa tidak perlu dibuka. Saat memeriksa,
dokter Sukartono selalu melihat ke muka nyonya Eni. Dokter Sukartono merasa
seperti sudah pernah bertemu dengan nyonya Eni.
Saat memeriksa tadi, Sukartono tidak menemukan penyakit apapun pada
nyonya Eni. Ia berpikir mungkin nyonya Eni hanya mengalami stress. Jadi,
Sukartono hanya member nyonya Eni broom. Setelah member resep obat, dokter
Sukartono pergi dengan member kata-kata yang manis. Itulah yang gurunya selalu
bilang jika selesai memeriksa pasien.
Sewaktu sekolah di Geneeskundige Hooge School di Betawi. Sukartono
dianggap tidak bias menyelesaikan sekolah oleh teman-temannya. Karena
Sukartono sangat menyukai seni. Omongan kawan-kawannya tidak pernah ia
ambil hati. Sukartono bahkan semakin giat belajar sejak dikirimi surat oleh
saudaranya.
Sukartono pun bisa melewati ujian sekolahnya dengan lancar. Setelah
lulus, ia langsung membuka praktek. Ia terbilang sukses untuk menjadi dokter. Ia
menjadi dokter yang sangat dermawan. Setelah menjadi dokter pun jiwa seninya
tidak menghilang.bisa dilihat dari ruangan prakteknya yang dihiasi oleh jiwa
seninya.
Dokter Sukartono merasa sangat senang. Belum pernah ia sesenang itu akhir-akhir
ini.
Keesokan harinya, Sukartono ingin datang kembali ke rumah nyonya Eni.
Saat itu, Tini sedang pergi dan tidak ingin dijemput. Akhirnya Sukartono pergi ke
rumah nyonya Eni. Sesampainya disana, ia diberi tahu bahwa nyonya Eni sudah
pindah dan meninggalkan sebuah surat yang berisi alamat baru nyonya Eni.
Dokter Sukartono tersenyum dan mulai jatuh cinta pada nyonya Eni.
Malam harinya, dokter Sukartono sengaja datang ke rumah nyonya Eni. Ia
datang bukan karena ada pasien di dekat rumah nyonya Eni. Ternyata nyonya Eni
sudah menunggu kedatangan dokter Sukartono. Mereka pun masuk ke rumah
nyonya Eni. Saat di dalam, nyonya Eni memberi rokok kesukaan dokter
Sukartono dan menyalakan api untuknya. Nyonya Eni juga menggantungkan baju
dan memberi sandal untuk Sukartono. Dokter Sukartono merasa bahagia. Karena
ia merasa telah diperhatikan oleh seorang perempuan.
Setelah menggantungkan baju dan memberikan sandal untuk Sukartono.
Nyonya Eni meletakkan kepalanya di lutut Sukartono. Lalu, Sukartono memegang
kepala nyonya Eni dan merasa pernah bertemu sebelumnya. Tetapi, mereka baru
bertemu satu kali. Walaupun baru bertemu, hati mereka sudah saling jatuh cinta.
Sukartono juga memberikan nama kepada nyonya Eni. Ia memberikan nama Yah
padanya. Tiba-tiba nyonya Eni terkejut, namun ia memperbolehkan Sukartono
memakai nama itu untuk dirinya.
cinta pada Yah. Sukartono menerima Yah apa adanya. Ia tidak mau mebawa masa
lalu lagi.
Tetapi, Yah sudah tidak tahan lagi. Sukartono masih belum juga mengingat
dia. Yah menangis sangat sedih. Akhirnya yah mengaku kalau dirinya adlah
Rohayah. Rohayah teman waktu kecil Sukartono dahulu. Rohayah menceritakan
semua masa lalunya. Ia bercerita bahwa dulu ia dipaksa menikah dan dibawa ke
Palembang. Kemudian ia melarikan diri ke Betawi dan bekerja sebagai wanita
penggoda dari satu kamar hotel ke kamar hotel lainnya. Tetapi, hati Sukartono
sudah bulat. Ia tidak akan melihat masa lalu Yah. Ia akan tetap bersama dengan
Yah.
Setelah pembicaraan komite bazar sudah selesai. Disaat semua anggotanya
pulang, termasuk Sukartono yang pergi ke rumah Yah lagi. Hanya nyonya Rusdio
yang tidak ikut pulang. Nyonya Rusdio memperhatikan sikap Tini dan Sukartono
yang terlihat sedang tidak baik. Nyonya Rusdio menasehati atini agar tidak
bersikap seperti itu. Ia menasehati Tini agar bersikap seperti istri yang seharusnya.
Tetapi Tini tidak terima nasehat nyonya Rusdio.
Setelah nyonya Rusdio pulang. Tini berbaring di sofa dengan membawa
buku dan dengan muka yang sedih. Ia membayangkan masa mudanya yang bebas.
Sebenarnya ia ingin menjadi sosok istri yang Sukartono inginkan. Tapi Tini masih
terlalu gengsi. Lau terdengar suara mobil dari luar rumah. Tini segera mengambil
bukunya kembali dan berpura-pura membacanya. Sukartono pun masuk. Saat
melihat Tini yang sedang membaca di sofa, ia ingin sekali keadaannya kembali
seperti dulu. Saat sedang mengenang masa lalu. Ia teringat saatnya mendengarkan
radio. Sukartono segera pergi ke ruangannya dan langsung menyalakan radio.
Diputar knop radio hingga 190. Ia mendengarkan lagu kroncong yang
dinyanyikan oleh Siti Hayati. Ia sangat menyukai suara Siti Hayati.
Setelah medengarkan radio. Sukartono memberanikan diri untuk memulai
pembicaraan dengan Tini. Tetapi saat memulai pembicaraan, mereka hanya
bertengkar. Mereka sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Akhirnya pertengkaran
mereka berakhir malam itu. Sukartono masuk ke ruangannya. Sedangkan Tini
hanya terdiam di ruang tengah dengan perasaan yang sangat ungin menangis.
Sejak pertengkaran semalam, tidak pernah lagi terjadi pertengkaran di
rumah. Bukan karena Sukartono dan Tini telah berbaikan. Tapi karena mereka
sudah melakukan kegiatannya masing-masing tanpa saling menyapa. Walaupum
begitu, Tini secara diam-diam selalu memperhatikan sikap Tono. Begitu pun
sebaliknya, Tono juga selalu memperhatikan Tini secara diam-diam. Sebenarnya
mereka berdua masih berharap untuk berbaikan. Tapi, tidak ada yang memulainya
pertama.
Tini ingin pergi ke pertemuan komite bazar. Ia berharap Sukartono
menanyakan dia ingin pergi kemana. Tetapi, Sukartono hanya membaca buku dan
memperhatikan saja. Sesampainya Tini di tempat pertemuan, ada beberapa yang
berbicara mengenai dirinya dengan Sukartono. Walaupun begitu, Tini tidak
memperlihatkan perasaan yang sebenarnya ia rasakan. Tini malah terlihat sangat
riang gembira dan makin rajin bekerja untuk bazar nanti. Tini juga mengajukan
dirinya untuk bermain piano saat bazar nanti. Awalnya usulan dari Tini tidak
diterima oleh Tini dan beberapa orang lainnya. Tapi seperti biasa, usulan Tini
akhirnya diterima.
Sedangkan di rumah, Sukartono merasa tidak berdaya. Ia merasa ada yang
ia belum ketahui tentang Tini. Ia tidak bisa menemukan jawabannya. Ditambah
dengan pasiennya yang baru meninggal. Ingin sekali ia pergi menemui Yah untuk
mencurahkan seluruh masalahnya. Karena jika bersama Yah, hatinya bisa terbuka.
Berangkatlah Sukartono dengan menyetir mobil dan ia membawanya dengan
kecepatan tinggi ke rumah Yah.
Saat di rumah Yah. Sukartono menceritakn bahwa Mar pasiennya telah
meninggal. Mar itu pasiennya yang masih kecil. Seminggu yang lalu Mar sudah
mulai riang. Tetapi sekarang ia sudah meninggal. Sukartono merasa harapannya
hilang. Untuk menenangkan hati Tono. Yah menyetelkan gramofoon miliknya.
Tono langsung mengenali suara yang keluar dari gramofoon tersebut. Iaa berkata
bahwa sura tersebut adalah suara Siti Hayati. Namun setelah Tono amati. Ternyata
suara Siti Hayati dengan Yah sangat mirip. Tapi Yah menyangkal ucapan
Sukartono. Yah berkata bahwa itu bukan suaranya. Tono percaya pada omongan
Yah.
Saat Sukartono sedang berada di rumah Yah. Acara bazar sedang
berlangsung. Sukartono lupa akan acara itu. Banyak orang yang bingung mengapa
ia bisa lupa. Sedangkan istrinya sedang berada di bazar itu. Jika tidak ditelepon
oleh nyonya Sumarjo, mungkin Sukartono tidak akan mengingat acara bazar ini.
Di acara bazar tersebut, Sukartono menjadi juri kontes anak sehat. Sukartono
harus menilai dua puluh anak serta ibunya. Acara kontes itu selesai pukul delapan
malam dan akan dilanjutkan ke acara bazar sesungguhnya.
Tini bertugas untuk menghias tempat dan menerima tamu-tamu yang
datang. Ia sangat handal dlam hal itu. Banyak orang yang bilang bahwa Tini dan
Tono adalah pasangan yang serasi. Tono melihat Tini dengansenyum palsu yang ia
lontarkan pada tamu-tamu yang datang. Sesekali, muka Tini berubah menjadi
sedi. Tapi sesaat kemudian ia riang kembali.
Waktu Tini tampil untuk memainkan piano datang juga. Ia akan tampil
bersama Abdul Kahar yang akan memainkan biola. Mereka akan memainkan
salah satu lagu dari Beethoven. Ada beberapa orang yang mengomentari Tini. Dari
yang tidak cinta budaya sendiri, tidak pantas tampil dan masih banyak lagi. Tapi
seperti biasa, Tini tidak peduli omongan orang lain. Ia hanya ingin mengalahkan
Aminah saja. Karena Aminah sangat tidak suka dengan dirinya.
Tono mendengarkan permainan piano Tini sambil menutup matanya. Ia
mengenang masa lalunya yang bahagia bersama Tini dulu. Tetapi, Tono tidak
mengikuti acara bazar hingga selesai. Sukartono harus pergi karena dia ditelepon
bahwa ada pasien yang menunggunya. Agar tidak terlihat bahwa mereka sedang
dalam keadaan tidak baik. Sukartono pun menunggu hingga Tini selesai bermain.
Sukartono berpamitan pada nyonya Rusdio. Setelah Tini selesai tampil, Tono
mengahampiri Tini dan hanya berkata aku pergi.
10
11
12
13
14
Abdul
sedang
tidur
nyenyak
di
belakang.
Tono
sengaja
tiak
15
orang rendahan. Yah tahu kalau ia memang salah. Yah menerima semua hinaan
dari Tini.
Dengan sikap Yah yang seperti itu. Tini mulai meneteskan air mata. Yah
memberi tahu kalau cinta Tini kepada Tono kurang besar. Yah juga menasehati
Tini untuk menuruti kemauan Tono. Yah menyuruh Tini untuk mengubah
sikapnya dan menjadi istri sejati.
Sikap Tini sudah mulai tenang. Lalu Tini berkata akan memberikan Tono
pada Yah. Yah tidak mau seperti ini. Yah ingin Tini dan Tini berbaiakn. Tapi
keputusan Tini sudah bulat. Akhirnya mereka berjanji dan berjabat tangan.
Sekarang Tini sudah mersa tenang. Belenggu yang mengikat semangatnya selama
ini sudah terlepas.
Sesampainya di rumah, Tini langsung berkemas sambil menunggu Tono
pulang. Tono pun pulang, tini mengatakan keputusannya yang sudah bulat. Tini
akan pergi ke Surabaya besok. Tono terkejut mendengar keputusan Tini yang tibatiba itu. Tono hendak mencegah Tini untuk pergi. Akhirnya Tini menunggu surat
balasan dari Surabaya dahulu sebelum dia berangkat.
Malamnya Tono pergi menemui Yah. Ia menceritakan keputusan Tini, dan
tentang dia yang mencegah Tini untuk pergi. Yah menyadari bahwa Tono masih
mencintai istrinya. Ia merasa bersalah karena dia telah menghancurkan hubungan
mereka.
Dalam tiga hari kemudian, Tini dan Tono saling bertegur sapa. Seperti
tidak pernah terjadi pertengkaran. Tono juga sudah tidak terlihat lesu lagi. Tini
16
17