MAKALAH
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
(Nuclear Magnetic Resonance) ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk
Dalam kesempatan ini pula, penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Rukiah,
MT. Selaku dosen mata kuliah Kimia Fisik III atas bimbingannya dalam penulisan
makalah ini dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
Penulis
i
DAFTAR ISI
Gambar 2.5.1 Perubahan pergeseran kimiawi akibat perubahan yang dimediasi oleh
oksidasi pada f L-Cysteine (L-Cys (a)), L-Cysteine methyl ester (L-CysME) (b) dan L-
Cysteine ethyl ester (L-CysEE) (c). Sub-spektrum dari b-proton reaktan (biru) dan produk
(merah) yang diperoleh dalam melarutkan DMSO-d6. 14
Gambar 2.5.2 Kinetika orde pertama proses reaksi L-CysEE pada berbagai suhu.
Pengurangan reaktan ([CysEE-H] + ) yang diukur secara langsung oleh NMR (b) untuk
berbagai suhu sampel dan kenaikan yang sesuai dari produk terionisasi ([CysEE]) (a).
Pengukuran eksperimental ditunjukkan sebagai simbol dan bujur sangkar paling tidak
linier terhadap data eksperimen masing-masing ditunjukkan sebagai garis putus-putus.
Berbagai warna titik data dan garis putus-putus sesuai dengan suhu set spektrometer: 30
° C (hitam), 35 ° C (merah), 40 ° C (hijau), 45 ° C (kuning), 50 ° C (biru) , dan 55 ° C
(pink) ................................................................................................................................. 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
mengukur resonansi magnetik inti. Intrumen ini menghasilkan medan magnet pada
tingkat energi gelombang radio dan digunakan untuk mendeteksi radiasi yang
gelombang radio oleh inti–inti atom tertentu dalam molekul organik, apabila
molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Blonch dan Purcell
menemukan bahwa inti atom berorientasi terhadap medan magnet. Setiap proton di
dalam molekul yang sifat kimianya berbeda akan memberikan garis-garis resonansi
orientasi magnet yang berbeda. Ini adalah awal lahirnya Nuclear Magnetic
Resonance (NMR).
Dalam spektroskopi NMR setiap jenis inti yang memiliki sifat yang khas
dinyatakan dengan istilah geseran kimia (chemical shift) dan kopling spin-spin
kimia spin inti yang diamati dalam eksperimen NMR dan ini dapat dipandang
1
Frekuensi resonansi yang dialami inti bergantung pada besarnya kuat medan
magnet yang diterapkan. Jadi frekuensi resonansi sebanding dengan medan magnet
yang dialami oleh inti yang diamati. Makin besar nilai spektroskopi NMR, maka
perpisahan antar puncak resonansi pada spektrum NMR makin besar dan kondisi
Fenomena NMR terjadi apabila inti yang searah dengan medan magnet
Besarnya energy yang diabsorb harus persis sama dengan ∆E antara dua tingkatan
2
1.3 Tujuan
3
BAB II
ISI
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) adalah salah satu metode analisis yang
digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru,
komponen dalam larutan yang dapat mengalami reaksi kimia. Spektroskopi NMR
secara khusus digunakan pada studi molekul organik karena biasanya membentuk
Spektroskopi NMR adalah salah satu teknik utama yang digunakan untuk
radio, pada frekuensi yang tergantung dari sifat-sifat sampel. Suatu plot dari
spektrum NMR.
Inti proton (atom hidrogen) dan karbon (karbon 13) mempunyai sifat-sifat
magnet. Bila suatu senyawa mengandung hidrogen atau karbon diletakkan dalam
bidang magnet yang sangat kuat dan diradiasi dengan radiasi elektromagnetik
maka inti atom hidrogen dan karbon dari senyawa tersebut akan menyerap energi
4
melalui suatu proses absorpsi yang dikenal dengan resonansi magnetik. Absorpsi
radiasi terjadi bila kekuatan medan magnet sesuai dengan frekuensi radiasi
elektromagnetik. Pada medan magnet konstan, frekuensi NMR dari nuklei hanya
tidak dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar misalnya tidak dapat
kapasitas pelarutan yang relatif rendah, maka terdapat beberapa pelarut yang sering
digunakan pada spektroskopi NMR yakni pelarut yang telah terdeuterasi, misalnya
5
Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen utama berikut (Khopkar,
Magnet permanen
Elektromagnet
Magnet superkonduksi
Magnet Akurasi dan kualitas suatu alat NMR tergantung pada kekuatan
(selenoids).
dalam sepasang kumparan yang letaknya tegak lurus dengan medan magnet.
6
Osilator digunakan dengan frekuensi tertentu misalnya 60, 90, atau 100
Output dari osilator FR lebih kecil dari 1 watt dan harus tetap konstan
4. Detektor sinyal: Sinyal frekuensi radio yang dihasilkan oleh inti yang
harus diperkuat dengan faktor 105 atau lebih sebelum dicatat atau direkam
cairansampai 0,4 ml. Probe sampel terdiri atas tempat kedudukan sampel,
Untuk NMR beresolusi tinggi, sampel tidak boleh terlalu kental. Biasanya
digunakan konsentrasi larutan 2-15%. Pelarut yang baik unutk NMR sebaiknya
7
2.3 Cara Kerja Spektroskopi NMR
NMR bekerja secara spesifik sesuai dengan inti atom yang dipakai. Jenis
radiasi yang dipakai pada pengukuran NMR adalah radiasi frekuensi radio. Adapun
magnet,
b. Lalu sejumlah radiasi pada frekuensi radio dipancarkan ke sel yang berputar
e. Hasil pengukuran NMR proton berupa spektra NMR proton dimana garis
Metode spektroskopi jenis ini didasarkan pada penyerapan energi oleh partikel
yang sedang berputar di dalam medan magnet yang kuat. Energi yang dipakai
dalam pengukuran dengan metode ini berada pada daerah gelombang radio 75-0,5m
8
atau pada frekuensi 4-600 MHz, yang bergantung pada jenis inti yang diukur. Inti
a) Bentuk bulat
b) Berputar
d) Jumlah proton dan netron ganjil, contoh : 1H, 19F, 31P, 11B, 13C
intensitas sinyal berbanding lurus dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh,
pada medan magnet 21 tesla proton beresonansi pada 900 MHz. nilai magnet 21 T
dianggap setara dengan magnet 900 MHZ, meskipun inti yang berbeda beresonansi
pada frekuensi yang berbeda. Di medan magnet bumi, inti yang sama beresonansi
pada frekuensi audio. Fenomena ini dimanfaatkan oleh spektroskopi NMR medan
bumi, yang lebih murah dan mudah dibawa. Instrumen ini biasa digunakan untuk
inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan
magnet yang kuat.Inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
atom unsur yang mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan
menimbulkan medan magnet. Dari resonansi magnet proton (RMP), akan diperoleh
9
informasi jenis hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu
gugus fungsi. Ada empat parameter yang dapat membantu menginterpretasi spektra
NMR. (1) pergeseran kimia, (2) penjodohan spin, (3) tetapan penjodohan dan pola
dianalisis, metode ini sering dibantu dengan spektroskopi 2-D yaitu HMQC
Effect Spectroscopy).
atau 13C (bahkan semua senyawa organik) ditempatkan dalam medan magnet, akan
timbul interaksi antara medan magnet luar tadi dengan magnet kecil (inti). Karena
adanya interaksi ini, magnet kecil akan terbagi atas dua tingkat energi (tingkat yang
sedikit agak lebih stabil (+) dan keadaan yang kurang stabil (-)) yang energinya
10
berbeda. Karena inti merupakan materi mikroskopik, maka energi yang berkaitan
dengan inti ini terkuantisasi, artinya tidak kontinyu. Perbedaan energi antara dua
∆E = γhH/2π
H yaitu kuat medan magnet luar (yakni magnet spektrometer), h yaitu tetapan
Planck, γ yaitu tetapan khas bagi jenis inti tertentu, disebut dengan rasio
giromagnetik dan untuk proton nilainya 2,6752 x 108 kg-1 s A (A= ampere). Bila
∆E = hν
Inti dalam keadaan (+) mengabsorbsi energi ini dan tereksitasi ke tingkat
energi (-). Proses mengeksitasi inti dalam medan magnetik akan mengabsorbsi
sebagai fungsi H.
ν = γH/2π
2,3490 T(tesla; 1 T = 23490 Gauss), ν yang diamati sekitar 1 x 108 Hz = 100 MHz.
11
Secara prinsip, frekuensi gelombang elektromagnetik yang diserap
ditentukan oleh kekuatan magnet dan jenis inti yang diamati. Namun, perubahan
kecil dalam frekuensi diinduksi oleh perbedaan lingkungan kimia tempat inti
dengan kekuatan magnet spektroskopi. Perbandingan data spektrum akan sukar bila
kesukaran ini, skala δ, yang tidak bergantung pada kekuatan medan magnet,
ν merupakan perbedaan frekuensi resonansi (dalam Hz) inti yang diselidiki dari
frekuensi standar TMS (dalam banyak kasus) dan ν frek uensi (dalam Hz) proton
ditentukan oleh spektroskopi yang sama. Karena nilai ν/ν sedemikian kecil,
nilainya dikalikan dengan 106. Jadi nilai δ diungkapkan dalam satuan ppm.
12
2.5 Contoh kasus analisis spektroskopi NMR pada penelitian
reaction in Lcysteine and its methyl and ethyl esters in dimethyl sulfoxide-d6 by
(L-CysME) dan L-Cysteine ethyl ester (L-CysEE), bila dilarutkan dalam dimetil
sehingga menyebabkan perubahan spektral NMR yang dapat dimonitor secara real
time.
Pengukuran NMR
Pengukuran suhu sampel yang tepat dalam probe NMR dikalibrasi dengan
(CH3OH). Suhu probe ditetapkan antara 30 dan 55°C pada spektrometer, dan suhu
disiapkan dengan baru larut dalam DMSO-d6 sampai konsentrasi ~243 mM tepat
sebelum dimulainya pengujian NMR. Probe disetel dan lebar getaran dikalibrasi
dari waktu sampel disiapkan untuk memulai pengumpulan transien pertama adalah
NMR 1D dilakukan pada sudut getaran yang sesuai dengan sudut Ernst (~ 70°).
13
Percobaan satu dimensi dikumpulkan lebih dari 8 transien, dengan waktu akuisisi
per FID (peluruhan induksi bebas) sebesar 2.043 s, dan penundaan daur ulang
relaksasi sebesar 4 detik. Total waktu untuk setiap percobaan dalam array adalah
penyelesaian reaksi berkisar antara 2 jam pada suhu tinggi sampai> 16 jam pada
Pembahasan
Gambar 2.5.1 Perubahan pergeseran kimiawi akibat perubahan yang dimediasi oleh
oksidasi pada f L-Cysteine (L-Cys (a)), L-Cysteine methyl ester (L-CysME) (b) dan L-
Cysteine ethyl ester (L-CysEE) (c). Sub-spektrum dari b-proton reaktan (biru) dan
produk (merah) yang diperoleh dalam melarutkan DMSO-d6.
14
Gambar 2.5.2 Kinetika orde pertama proses reaksi L-CysEE pada berbagai suhu.
Pengurangan reaktan ([CysEE-H] + ) yang diukur secara langsung oleh NMR (b) untuk
berbagai suhu sampel dan kenaikan yang sesuai dari produk terionisasi ([CysEE]) (a).
Pengukuran eksperimental ditunjukkan sebagai simbol dan bujur sangkar paling tidak
linier terhadap data eksperimen masing-masing ditunjukkan sebagai garis putus-putus.
Berbagai warna titik data dan garis putus-putus sesuai dengan suhu set spektrometer: 30
° C (hitam), 35 ° C (merah), 40 ° C (hijau), 45 ° C (kuning), 50 ° C (biru) , dan 55 ° C
(pink)
Gambaran spektral dari bentuk awal dan akhir dapat dibedakan secara jelas dalam
spektrum NMR satu dimensi pada 400 MHz (Gambar 1). Penghilangan reaktan
15
pertama (Gambar 2). Ini menunjukkan proses oksidasi yang terjadi setelah
dengan waktu paruh reaksi mendekati 5 jam pada suhu 30 ° C sampai 45 menit pada
menentukan entalpi dan entropi kinetika reaksi. Terlepas dari pentingnya L-Cystein
dan turunan esternya, studi struktural dan dinamika molekul ini terbatas, terutama
pada pelarut seperti DMSO. Dalam pelarut seperti air, reaksinya jauh lebih cepat
daripada metode berbasis DMSO dan NMR yang tidak mampu mengukur tingkat
reaksi. Biasanya, pelarut akan mempengaruhi laju reaksi tergantung pada apakah
Perubahan besar dalam pergeseran kimia proton dan nukleus karbon pada
posisi Cb, yang paling dekat dengan gugus tiol menunjukkan oksidasi. Selama
percobaan, warna sampel (tabung tertutup) berubah seiring waktu dan terkait
produk di ketiga molekul yang dipelajari. Kejadian kinetik yang diukur dalam
penelitian ini pada sampel L-Cys dan turunan esternya menunjukkan bahwa proses
reaksi dimediasi oleh oksidasi gugus tiol. Lebih penting lagi, estimasi energi bebas
16
(~ 400 kJ / molK) dari pengukuran kinetik suhu variabel, cukup besar sehingga
Kesimpulan
kinetika reaksi secara real time dalam sistem yang demikian akan membuka
dan sifat aprotik pelarut memperlambat kinetika reaksi dan dengan demikian
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Spektroskopi NMR adalah salah satu teknik utama yang digunakan untuk
mendapatkan informasi fisik, kimia, elektronik dan tentang struktur molekul
dimana pada kondisi yang sesuai, suatu sampel dapat mengabsorpsi radiasi
elektromagnetik daerah frekuensi radio, pada frekuensi yang tergantung dari
sifat-sifat sampel.
2. Komponen yang terdapat dalam spektroskopi NMR adalah magnet,
generator medan magnet penyapu, sumber frekuensi radio, detektor sinyal,
rekorder, tempat sampel dan probe sampel.
3. Metode spektroskopi jenis NMR didasarkan pada penyerapan energi oleh
partikel yang sedang berputar di dalam medan magnet yang kuat. Energi
yang dipakai dalam pengukuran dengan metode ini berada pada daerah
gelombang radio 75-0,5 m atau pada frekuensi 4-600 MHz, yang bergantung
pada jenis inti yang diukur.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dougherty, R. J., Singh, J,. & Krishnan, V. V.2017. Kinetics and thermodynamics
of oxidation mediated reaction in Lcysteine and its methyl and ethyl esters
in dimethyl sulfoxide-d6 by NMR spectroscopy.Journal of Molecular
Structure.Vol 1131.Pp 196-200
19