Anda di halaman 1dari 9

REGIONALISME DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19

PADA RUANG LINGKUP ASIA TENGGARA

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

BANDUNG-CIMAHI

2021
Regionalisme Dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Pada Ruang Lingkum Asia Tenggara

Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung-Cimahi

Abstrak

Regionalisme merupakan konsep mengenai bangsa yang terdapat di kawasan


geografis tertentu atau bangsa yang memiliki kepentingan bersama dapat
bekerjasama melalui organisasi dengan keanggotaan terbatas untuk mengatasi
masalah fungsional, militer dan politik. Berbagai problematika telah melewati
proses integrasi berkat adanya regionalisme di Asia Tenggara, mulai dari bidang
politik, ekonomi, budaya, hingga lingkungan. Dalam konteks Asia Tenggara,
perbincangan tentang regionalisme tidak bisa lepas dari organisasi antara negara-
negara Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Proses regionalisme di kawasan Asia Tenggara memiliki sejarah yang cukup
panjang dan difasilitasi melalui Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Adanya ASEAN tidak dipungkiri menjadikan proses regionalisasi Asia Tenggara
berlangsung dengan lebih mudah dan cepat. ASEAN sebagai organisasi yang
mewadahi kerja sama negara di Asia Tenggara, saling bersinergi untuk menekan
dampak buruk virus corona.

Kata kunci: ASEAN, Covid-19, Ekonomi, Regionalisme

Pendahuluan

Regionalisme dalam Hubungan Internasional memiliki berbagai macam definisi.


Regionalisme adalah hubungan antar negara atau kelompok kepentingan yang
terlembaga dengan baik dalam sebuah kawasan untuk mencapai tujuan tertentu
(Anwar dalam Maksum, 2017). Regionalisme dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu pertama regionalisme yang berdasarkan kedekatan geografis yang dapat
diartikan sebagai adanya koordinasi atau kerja sama dalam bidang ekonomi dan
politik oleh negara – negara yang secara geografis berdekatan. Kedua,
berdasarkan faktor non-geografis yang dapat diartikan sebagai aktivitas
government dan non-government. Kegiatannya berupa peningkatan level ekonomi
dan aktivitas politik di antara negara - negara yang tidak berdekatan secara
geografis (Mansfield & Milner, 1999). Regionalisme merupakan konsep
mengenai bangsa yang terdapat di kawasan geografis tertentu atau bangsa yang
memiliki kepentingan bersama dapat bekerjasama melalui organisasi dengan
keanggotaan terbatas untuk mengatasi masalah fungsional, militer dan politik.
Berbagai problematika telah melewati proses integrasi berkat adanya regionalisme
di Asia Tenggara, mulai dari bidang politik, ekonomi, budaya, hingga lingkungan.
Maka dari itu, konsep multilateralisme yang dirangkai dalam sebuah organisasi
regional sangat penting untuk mengintegrasikan dan meningkatkan kerja sama
antar negara di sebuah kawasan (Weiss, 2010). Bidang ekonomi dan kesehatan
menjadi fokus utama pembahasan pada artikel ini.

Pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak 2020 sedikit banyak membawa


perubahan terhadap hubungan kerja sama antar negara, termasuk Indonesia. Saat
ini perekonomian global termasuk Indonesia mengalami ketidakpastian dan
mengarah pada resesi ekonomi karena pandemi Covid-19. Perlambatan ekonomi
pasti akan berdampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2020. Pandemi menimbulkan efek domino dari kesehatan ke masalah sosial dan
ekonomi. Dalam konteks Asia Tenggara, perbincangan tentang regionalisme tidak
bisa lepas dari organisasi antara negara-negara Asia Tenggara atau Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN). Proses regionalisme di kawasan Asia
Tenggara memiliki sejarah yang cukup panjang dan difasilitasi melalui
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Adanya ASEAN tidak
dipungkiri menjadikan proses regionalisasi Asia Tenggara berlangsung dengan
lebih mudah dan cepat.

Tinjauan Pustaka
Kawasan adalah sebuah entitas geografis yang berkembang melalui adanya
integrasi yang berlandaskan pada kepentingan bersama (Bastari, 2016).
Regionalisme adalah sebuah proses politik yang mengarah pada peningkatan
integrasi dari kawasan. Artikel ini akan menerapkan Teori Regionalisme Baru
yang dikembangkan oleh Bjorn Hettne. Hettne menjelaskan regionalisme sebagai
“Sebuah proses dimana entitas geografis bertransformasi dari sekedar objek pasif
menjadi subjek aktifyang mampu untuk mengartikulasikan kepentingan
transnasional dari kawasan itu sendiri” (Sahasrabuddhe, 2013). Proses tersebut
berlangsung dalam lima fase (Hettne, 1999)

1. Regional Area
Fase pertama dari regionalisme adalah fase prasyarat. Hettne menerangkan
bahwa untuk dapat terjadinya regionalisme, dibutuhkan sebuah ruang tempat
proses transformasi dapat berlangsung. Secara spesifik, ruang tempat
berlangsungnya proses transformasi ini mengharuskan adanya tiga kondisi,
yaitu: adanya sekumpulan orang yang tinggal berdekatan secara geografis,
memiliki suatu sumber daya alam yang dibagi bersama, dan memiliki
kesamaan nilai-nilai budaya yang terbentuk akibat sejarah. Kondisi ruang
yang demikian akan memicu terjadinya interaksi di antara orang-orang yang
tinggal di dalam ruang tersebut, sehingga proses regionalisme akan mengarah
pada fase kedua, yakni regional complex.
2. Regional Complex
Pada fase kedua dari regionalisme, interaksi sosial yang semakin intens
mengakibatkan terbentuknya sebuah sistem sosial yang bersifat informal di
dalam kawasan. Namun, pengaruh sistem Westphalia yang berlandaskan pada
kepentingan nasional masih mempengaruhi logika berpikir negara pada fase
ini. Akibatnya, kerjasama yang terjadi pada fase ini masih dilandaskan
kepada kepentingan nasional masing-masing negara atau keuntungan relatif
yang dapat diraih dari kerjasama itu sendiri.
3. Regional Society
Pada fase ketiga dari regionalisme, akan terjadi formalisasi kawasan. Interaksi
yang tercipta di antara negara-negara mulai mengarah kepada interaksi yang
berdasarkan pada aturan yang disepakati bersama. Sebuah organisasi dapat
tercipta dalam fase ini untuk memfasilitasi pembuatan aturan bersama
tersebut. Dengan adanya kawasan yang semakin terorganisir, makarasa saling
percayadi antara aktor-aktor yang ada menjadi memungkinkan. Sehingga
interaksi di antara mereka dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi lagi
untuk mengarah pada satu bentuk komunitas.
4. Regional Community
Pada fase keempat dari regionalisme, akan tercipta homogenisasi kawasan.
Identitas bersama akan mulai dibangun pada fase ini seiring meningkatnya
rasa saling percayadi antara negara-negara yang ada di dalam kawasan.
Perbatasan antarnegara tidak lagi menjadi sekat pemisah, namun menjadi
penghubung yang semakin menyatukan kepentingan dari tiap-tiap negara.
Sebaliknya, sekat pemisah justru akan semakin terasa dalam membedakan
negara yang berada di dalam kawasan dengan yang di luar kawasan. Hal ini
tidak lain tercipta karena adanya pembentukan identitas dari kawasan
tersebut.
5. Regional State
Pada fase terakhir dari regionalisme, interaksi, organisasi, dan homogenisasi,
yang telah terjadi pada fase sebelumnya, akan membungkus kawasan ke
dalam satu bentuk negara. Namun, regional state (negara kawasan) harus
dibedakan dari nation state (negara bangsa) yang logika politiknya merupakan
standarisasi dari satu model etnis tertentu. Negara kawasan yang tercipta dari
gabungan beberapa negara bangsa harus dapat mengkompromikan perbedaan
kebudayaan dari tiap negara dalam sebuah kebudayaan plural.

Berdasarkan kelima fase tersebut, dapat diidentifikasi bahwa faktor utama yang
dapat menyebabkan perpindahan fase regionalisme adalah intensitas interaksi
transnasional. Intensitas interaksi transnasional akan menciptakan sebuah
perasaan yang disebut dengan kekawasanan (regionness). Regionness dapat
dipahami dengan menganalogikan kenegaraan (stateness) atau kebangsaan
(nationness). Semakin tinggi tingkat regionness, semakin tinggi pula fase
regionalisme dari sebuah kawasan.

Pembahasan

Sejak pandemic Covid-19 muncul pada bulan Januari 2020 lalu, tidak satu pun
anggota negara ASEAN yang luput dari kasus virus corona tersebut. Menghadapi
kondisi tersebut, ASEAN sebagai organisasi yang mewadahi kerja sama negara di
Asia Tenggara, saling bersinergi untuk menekan dampak buruk virus corona.
Berbagai kerja sama tersebut membahas sejumlah hal, antara lain mitigasi di
bidang kesehatan dan respons di bidang ekonomi.

Sejak munculnya pandemi Covid-19, sektor kesehatan ASEAN mengaktifkan


berbagai mekanisme kerja sama kesehatan di tingkat kawasan untuk merespons
Covid-19. Hingga saat ini, setidaknya terdapat dua puluh tujuh mekanisme
ASEAN yang sudah ada dan yang baru dikembangkan dalam penanganan Covid-
19. Kemajuan dari upaya yang telah dilakukan sektor kesehatan ASEAN,
diantaranya dengan berbagi informasi dan pengalaman penanganan Covid-19,
termasuk dengan mitra wicara ASEAN melalui platform webinar ASEAN
Emergency Operations Centre (EOC) Network, saling menginformasikan secara
real time melalui pesan singkat terkait perjalanan lintas batas negara
suspek/pasien konfirmasi; pelaporan berkala Risk Assessment for International
Dissemination of Covid-19 Asean Region melalui ASEAN Risk Assessment and
Risk Communication Centre; dan dukungan penguatan kapasitas laboratorium.
Inisiatif baru yang disepakati dan dalam masa persiapan pengembangan, antara
lain platform informasi untuk publik ASEAN Portal for Public Health Emergency;
pembentukan ASEAN Centre for Public Health Emergencies and Emerging
Diseases; penyusunan ASEAN Public Health Emergency Coordination System
(APHECS) yang bersifat multisektoral; pengembangan ASEAN Comprehensive
Recovery Framework untuk menyiapkan pemulihan kondisi keamanan dan sosial-
ekonomi kawasan akibat dampak pandemic; pembentukan ASEAN Regional
Reserve of Medical Supplies (RRMS) dan Covid-19 ASEAN Response Fund
untuk menjamin ketersediaan alat kesehatan esensial dan dana dalam situasi
darurat; serta penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) for Public Health
Emergencies agar tersedia prosedur yang seragam dan terstandar dalam
penanganan situasi darurat kesehatan. Berbagai strategi tersebut muncul dari
sejumlah pertemuan ASEAN untuk bekerja sama dan bertukar informasi terkait
penanganan Covid-19 di bidang kesehatan, termasuk mengundang beberapa mitra
seperti AS, China, Australia, dan Uni Eropa.

Dampak pandemic Covid-19 juga direspon negara-negara ASEAN dengan


berbagai kebijakan ekonomi. Hingga akhir Juli 2020, kebijakan ASEAN dalam
merespons dampak pandemic Covid-19 di bidang ekonomi telah dirangkum
dalam tiga kelompok, yakni stimulus ekonomi, kebijakan moneter dan fiscal, serta
kebijakan perdagangan. Potret kebijakan negara-negara ASEAN dalam
meluncurkan berbagai paket stimulus ekonomi dirangkum dalam ASEAN Policy
Brief 1 yang diterbitkan pada April 2020. Untuk memitigasi dampak Covid-19 di
bidang ekonomi, negara-negara di ASEAN meluncurkan berbagai paket stimulus
ekonomi sejak Februari 2020. Secara umum, kebijakan yang dilakukan negara-
negara ASEAN dapat digolongkan menjadi lima hal, insentif pajak bagi bisnis
terdampak (khususnya UMKM), subsidi berupa bantuan tunai, diskon tagihan
listrik, insentif tambahan bagi mereka yang bekerja di sektor kesehatan,
penangguhan pembayaran pajak atau pinjaman, pembebasan biaya atau penerapan
biaya yang lebih rendah dari pemerintah, dan Bank Sentral menerapkan kebijakan
penurunan suku bunga dan membeli surat berharga/obligasi pemeritah. Pada Mei
2020 diterbitan kembali ASEAN Policy Brief 2 yang ditujukkan berbagai strategi
kebijakan moneter dan fiscal negara-negara anggota ASEAN menghadapi dampak
Covid-19 di bidang ekonomi. Tiga sektor besar yang menjadi target kebijakan
moneter dan fiskal adalah industri penerbangan, kesehatan, dan pertanian.
Kebijakan moneter menjadi salah satu hal yang paling awal dijalankan untuk
menjamin ketersediaan likuiditas dan meningkatkan kepercayaan terhadap
ekonomi saat muncul kekhawatiran rusaknya rantai pasokan dan pembatalan
perjalanan. Sejak awal pandemi, bank sentral di negara-negara di ASEAN
menerapkan kebijakan pemotongan suku bunga, pengurangan rasio cadangan, dan
pembelian aset untuk mempertahankan stabilitas keuangan, menjamin likuiditas
dalam sistem, dan menurunkan biaya kredit. Strategi ASEAN di bidang ekonomi
yang lain adalah kebijakan perdagangan. Hal tersebut dipotret dalam ASEAN
Policy Brief 3 yang terbit pada Juli 2020. Untuk mengatasi dampak pandemic di
bidang perdagangan antarnegara, hal utama yang dilakukan negara-negara
ASEAN adalah mempertahankan dan membangun kembali hubungan dagang
dengan cara menjaga pasar tetap terbuka.

Kesimpulan

Regionalisme merupakan konsep mengenai bangsa yang terdapat di kawasan


geografis tertentu atau bangsa yang memiliki kepentingan bersama dapat
bekerjasama melalui organisasi dengan keanggotaan terbatas untuk mengatasi
masalah fungsional, militer dan politik. Berbagai problematika telah melewati
proses integrasi berkat adanya regionalisme di Asia Tenggara, mulai dari bidang
politik, ekonomi, budaya, hingga lingkungan. Dalam konteks Asia Tenggara,
perbincangan tentang regionalisme tidak bisa lepas dari organisasi antara negara-
negara Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Proses regionalisme di kawasan Asia Tenggara memiliki sejarah yang cukup
panjang dan difasilitasi melalui Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Adanya ASEAN tidak dipungkiri menjadikan proses regionalisasi Asia Tenggara
berlangsung dengan lebih mudah dan cepat. ASEAN sebagai organisasi yang
mewadahi kerja sama negara di Asia Tenggara, saling bersinergi untuk menekan
dampak buruk virus corona. Berbagai kerja sama tersebut membahas sejumlah
hal, antara lain mitigasi di bidang kesehatan dan respons di bidang ekonomi.
Hingga saat ini, setidaknya terdapat dua puluh tujuh mekanisme ASEAN yang
sudah ada dan yang baru dikembangkan dalam penanganan Covid-19.
Daftar Pustaka

Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner, “International Organization” New


Wave Regionalism 53 (1999) : 589 – 627

Uttara Sahasrabuddhe, “Regionalisation Process in South and Southeast Asia: A


Comparative Study,” Asian Scholarship,
www.asianscholarship.org/asf/ejourn/articles/Saha srabuddhe.pdf (diakses
pada 3 Mei 2021).

Björn Hettne dan Fredrik Söderbaum, “Theorizing the Rise of Regionness,”


dipresentasikan dalam 3rd Annual Conference After the Global Crises:
What Next for Regionalism (1999): 10-18.

Bestari, Gema R. 2016. Regionalisme Isu Lingkungan Asia Tenggara (1997-


2000). Andalas Journal of International Studies| Vol 5 No 1

Anda mungkin juga menyukai