Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rizki Zein

NIM : 2016-050-036
Mata Kuliah : Hukum Regional seksi A

1. Jelaskan perbedaan antara kedaulatan negara, regionalisme, dan globalisasi!


2. Jelaskan perbedaan antara old regionalism dan new regionalism!
3. Jelaskan mengapa ASEAN itu memiliki keunikan tersendiri!
4. Jelaskan perbedaan antara masing-masing pilar ASEAN !
5. Uraikan salah satu kasus yang ada di ASEAN dan berikan pendapat anda tentang
bagaimana ASEAN menyelesaikannya (kaitkan dengan ketentuan di Piagam
ASEAN dan legal personality ASEAN) !

Jawaban :

1. Sampai saat ini, konsep tentang regionalisasi belum mendapatkan definisi yang tunggal.
Konsep regionalisasi sering dikaitkan dengan banyak faktor seperti geografis, ekonomi,
politik, dan budaya, konsep tersebut berasal dari kata ​regions​, yang dewasa ini telah
menjadi struktur dasar dari dunia politik dan telah memberikan solusi permasalahan -
permasalahan global. Dalam hubungan internasional. Studi tentang ​regions ​secara fisik
telah didasarkan pada konsep anarki, yang memandu negara - negara berdaulat untuk
bekerja sama mengontrol wilayah khusus dan untuk membentuk wilayah tertentu.
Menurut Jean Bodin, kedaulatan negara merupakan hal yang paling mendasar dari sebuah
entitas, yaitu negara, tanpa adanya kedaulatan maka tidak ada negara. Kedaulatan negara
merupakan hal yang mutlak dari suatu negara dan tidak bisa dibagi-bagi. Dalam hukum
internasional, globalisasi, regionalisasi, dan kedaulatan negara adalah tiga hal yang saling
berhubungan satu sama lain. Globalisasi seringkali dianalogikan dengan bentuk
perdagangan bebas dan integrasi perekonomian negara - negara di dunia. Globalisasi
didefinisikan sebagai ​the extension of social relations over the globe​.
2. Perbedaan antara regionalisme lama dan regionalisme baru terdapat beberapa kategori
untuk membedakannya, yaitu :
● Berkaitan dengan sejarahnya, regionalisme lama pada dasarnya merupakan dibentuk
berdasarkan kalkulasi ideologi dan keamanan sebagaimana yang terlihat di Eropa
sebelum runtuhnya tembok Berlin. Adapun regionalisme baru terbentuk berdasarkan
struktur interaksi yang lebih bersifat multipolar;
● Berkaitan dengan inisiatif kerja sama. Regionalisme lama kerap kali dibentuk melalui
intervensi negara - negara adikuasa, sementara regionalisme baru lebih bersifat spontan
yang berasal dari kebutuhan dari dalam kawasan itu sendiri. Regionalisme telah menjadi
instrumen untuk mencapai tujuan bersama akibat perubahan global;
● Berkaitan dengan sifat kegiatan. Regionalisme lama lebih berorientasi kedalam dan
bersifat proteksionis, sedangkan regionalisme baru lebih bersifat terbuka dan
menyesuaikan dengan ekonomi dunia yang semakin independen.
● Berkaitan dengan ruang lingkup kegiatan. Regionalisme lama lebih bersifat spesifik pada
fokus kegiatannya, contoh NATO yang fokus pada masalah aliansi militer di Eropa,
sedangkan regionalisme baru lebih bersifat komprehensif dan multidimensional.
● Berkaitan dengan hubungan antraktor yang terlibat dalam kerja sama kawasan.
Regionalisme lama hanya memusatkan perhatiannya pada aktor negara, sedangkan
regionalisme batu justru melibatkan aktor-aktor non negara dalam interaksi kawasan.

3. Keunikan ASEAN : Ciri khas ASEAN dalam menjalankan sistem organisasinya dikenal
dengan sebutan ASEAN Way. ASEAN Way ini tercermin dalam bentuk konsensus
sebagai cara pengambilan keputusan ASEAN. Dalam sistem ini, sistem koordinasi
antarnegara lebih mendominasi dalam menghasilkan sebuah keputusan. Dalam Pasal 2 jo
Pasal 20 Bab VII Piagam ASEAN telah merefleksikan tentang keberadaan ASEAN Way,
Pasal 2 Piagam ASEAN berisi mengenai prinsip-prinsip yang diterapkan di ASEAN
seperti yang telah disebutkan diatas, Adapun Pasal 20 Piagam ASEAN menyatakan
mengenai “​decision making by consensus and consultation​”. ASEAN Way adalah ciri
dari budaya ASEAN Security yang terdiri dari beberapa elemen yaitu: Sovereign
Equality, Non-Recourse to the Use of Force, Non - Interference and Non-Intervention,
Non-Involvement of ASEAN in bilateral conflict, Quiet Diplomacy, Mutual Respect, dan
Tolerance (Treaty of Amity and Cooperation 1976). Konsep ASEAN Way merupakan
sebuah prinsip yang tumbuh dan berakar dari tradisi bangsa Asia Tenggara khususnya di
Indonesia dalam menyelesaikan suatu masalah, yaitu prinsip musyawarah dan mufakat
atau di dalam dunia ASEAN disebut sebagai konsensus.

4. Pilar Asean ada 3 yaitu :


● Komunitas keamanan ASEAN : Keamanan ASEAN menangani peningkatan kerja sama
di bidang politik dan keamanan untuk memelihara perdamaian serta memajukan nilai
Hak Asasi Manusia dan demokratisasi di kawasan ASEAN. Komunitas Politik Keamanan
itu bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan menyeluruh, dan tidak
membentuk suatu pakta pertahanan militer ataupun kebijakan luar negeri bersama.
Komunitas Politik Keamanan tersebut mengacu kepada ketentuan hukum di bidang
politik-keamanan, yaitu sebagai berikut: Kawasan Damai, Bebas dan Netral; Traktat
Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara; dan Traktat Kawasan Bebas-Senjata
Nuklir Asia Tenggara. Acuan ketentuan hukum lainnya adalah Piagam PBB, Piagam
ASEAN, dan prinsip-prinsip hukum internasional lain yang terkait.
● Komunitas ekonomi ASEAN : Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) adalah komunitas
yang bekerja sama dalam upaya memperdalam dan memperluas ekonomi terpadu di
kawasan ASEAN dan dengan kawasan di luar ASEAN. KEA bertujuan membentuk
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang lebih dinamis dan
berdaya saing, memiliki pembangunan yang setara, serta berupaya mempercepat
keterpaduan ekonomi di kawasan ASEAN dan dengan kawasan di luar ASEAN. KEA
diwujudkan melalui penyusunan suatu blue print yang berisikan rencana kerja terjadwal
sampai dengan tahun 2015. Pelaksanaan rencana kerja itu dilakukan dengan
memperhatikan perbedaan tingkat pembangunan negara anggota. Kerja sama ekonomi
mencakup bidang perindustrian, perdagangan, investasi, jasa dan transportasi,
telekomunikasi, pariwisata, serta keuangan. Selain itu, kerja sama juga mencakup bidang
pertanian dan kehutanan, energi dan mineral, serta usaha kecil dan menengah.
● Komunitas Sosial budaya ASEAN : Komunitas Sosial Budaya ASEAN merupakan
sebuah wadah untuk memperkuat keterpaduan ASEAN. Kerja sama itu bertujuan untuk
memperkokoh kesadaran, kesetiakawanan, kemitraan, dan rasa kepemilikan masyarakat
terhadap ASEAN. Kerja sama sosial budaya ASEAN mencakup bidang kebudayaan,
pendidikan, penerangan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan
bencana alam, ketenagakerjaan, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan
masyarakat dari kemiskinan, pemberdayaan perempuan, kepemudaan, penanggulangan
narkoba, peningkatan administrasi dan kepegawaian publik. Komunitas ASEAN berpusat
pada masyarakat untuk menguatkan kesetiakawanan dan persatuan dalam perbedaan
ciri-ciri kebudayaan antarnegara anggota ASEAN. Persatuan dan kesetiakawanan
tersebut dibangun melalui penguatan identitas bersama dan pembangunan masyarakat
yang saling berbagi, peduli, dan harmonis.

5. Kasus ASEAN : ASEAN di Jakarta pada tanggal 22 Februari 2011 lalu sepenuhnya
dilaksanakan, pertempuran kembali meletus di perbatasan Thailand dan Kamboja pada
Jumat 22 April 2011. Dalam pertempuran sejak hari Jumat tersebut, diperkirakan 11
orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Ketika bentrokan bersenjata kembali
mencuat, seperti biasa, kedua belah pihak segera saling tuding mengenai siapa yang
terlebih dahulu melakukan penyerangan. Menteri Pertahanan Kamboja menuduh bahwa
Thailand melakukan serangan menggunakan peluru 75 dan 100 mm berisi gas beracun
untuk menguasai candi Tamone dan Ta Krabei di wilayah Kamboja. Sementara Perdana
Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, menuduh Kamboja mencoba melakukan
internasionalisasi konflik kepada kedua negara. Thailand bersikeras bahwa perundingan
bilateral merupakan langkah yang tepat untuk memulihkan perdamaian dan keterlibatan
pihak luar tidak diperlukan. Berulangnya bentrokan bersenjata ini tentu saja melecut
kesadaran ASEAN bahwa langkahnya untuk menyelesaikan konflik secara damai belum
memperlihatkan hasil. Komitmen Kamboja dan Thailand, seperti dinyatakan dalam
Pernyataan Menlu ASEAN di Jakarta, untuk menghormati prinsip-prinsip dalam ​Treaty
of Amity and Cooperation (TAC) termasuk penggunaan cara-cara damai dalam
menyelesaikan konflik, ternyata masih terbatas pada pernyataan di atas kertas.
Keterlibatan tim observer Indonesia atas nama ASEAN di perbatasan Kamboja dan
Thailand pun belum terwujud karena adanya penolakan dari pihak militer Thailand.
Menanggapi sikap militer Thailand yang menolak kehadiran tim observer Indonesia di
daerah konflik, Menlu RI Marty Natalegawa, saat berkunjung ke Bangkok dalam rangka
menghadiri ​Special Informal ASEAN Foreign Ministers’ Meeting on East Asia Summit
(EAS), 10-11 April 2011, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Thailand yang
menginginkan gencatan senjata namun menolak menerima kehadiran tim observer.
Padahal kehadiran Indonesia sebagai Ketua ASEAN dibutuhkan sebagai mediator.
Ditambahkan oleh Menlu RI bahwa mekanisme bilateral, multilateral dan internasional
bisa saling menguatkan dan menciptakan situasi yang kondusif untuk penanganan isu
tersebut. Namun pada akhirnya, penyelesaian isu tersebut tergantung pada kedua pihak
terkait. Bahwa pada akhirnya penyelesaian konflik akan sangat tergantung pada kedua
pihak terkait merupakan suatu kenyataan yang tak terelakkan. Namun langkah Indonesia
selaku Ketua ASEAN untuk melakukan pendekatan dan menghindari adanya kevakuman
pada tingkat kawasan, yang membuka peluang intervensi langsung DK PBB, kiranya
perlu dilanjutkan. Indonesia sebagai Ketua ASEAN memiliki kapasitas untuk
menyelesaikan konflik karena punya pengalaman sebagai penggagas dan tuan rumah
Jakarta Informal Meeting (JIM) pada tahun 1988-1989 untuk menyelesaikan konflik
antara Kamboja dan Vietnam. Pada saat itu Indonesia berhasil mem fasilitasi dan
melakukan mediasi kepada kedua negara yang sedang bermusuhan untuk bisa duduk
bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan konflik diantara mereka. Hasilnya,
Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan situasi damai di Kamboja tercipta.
Belajar dari pola penyelesaian yang diterapkan saat JIM, pola yang sama bisa diterapkan
kembali untuk kasus Thailand dan Kamboja dengan terus mengingatkan komitmen kedua
negara menyelesaikan konflik secara damai. Diplomasi intensif perlu dilakukan guna
lebih meyakinkan kedua belah pihak, khususnya militer Thailand, bahwa kehadiran tim
observer Indonesia bukan dalam kerangka campur tangan eksternal terhadap negosiasi
bilateral Kamboja dan Thailand. Kehadiran tim observer adalah dalam rangka mediasi
dan negosiasi sesuai dengan kerangka acuan yang disepakati kedua belah pihak. Jika
penyelesaian konflik dapat dilakukan pada tahun 2011 ini, setidaknya dicapai
kesepakatan mengenai kerangka atau dasar-dasar penyelesaian konflik, maka hal ini akan
menjadi keberhasilan tersendiri bagi ASEAN dalam mengelola dan menyelesaikan
konflik teritorial.

Anda mungkin juga menyukai