Anda di halaman 1dari 18

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok: Mata Kuliah Sejarah Politik dan Hubungan
Internasional

Dosen Pengampu: Danar Widiyanta, M.Hum. dan Ita Mutiara Dewi, SIP., M.Si.

Disusun Oleh:

Inggirwan Prasetiyo (18407144016) Ilmu Sejarah B 2018

Aura May Shavira (18407144017) Ilmu Sejarah B 2018

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen,


kerjasama terorganisasi (organied cooperation) dalam bentuk yang lebih konkret.
Organisasi internasional merupakan produk perjanjian-perjanjian multilateral. Secara
sederhana adapula yang mendefinisikan organisasi internasional sebagai sebuah struktur
formal dan berkesinambungan yang dibentuk oleh kesepakatan oleh anggotanya
(keanggotaan negara dan non negara), dari paling tidak dua negara yang lebih merdeka atau
lebih, yang memiliki tujuan untuk mengejar kepentingan bersama anggota. Menurut Teuku
May Rudy “Organisasi internasional didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi
batas-batas Negara dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta
diharapkan/diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang
diperlukan serta disepakati bersama baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun
antara sesama kelompok non pemerintah pada dasar Negara yang berbeda”.

Indonesia menjadi anggota beberapa organisasi Internasional, bahkan kemampuan


Indonesia dalam menjalin kerjasama antar negara ini membuahkan hasil yang berdampak
baik untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan cita-cita dan tujuan.
Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar di dalam organisasi-organisasi yang
diikutinya, selain memberikan usulan dan masukan yang cukup baik yang memberikan
dampak yang cukup baik untuk mempertahankan eksistensi negara Indonesia di mata
dunia. Bentuk kerjasama yang dilakukan memiliki pola yang bermacam seperti kerjasama
dalam pertahanan-keamanan, maupun kerjasama secara fungsional pada bidangnya
masing-masing. Adapun dalam makalah ini penulis akan menjelaskan beberapa peran
penting Indonesia dalam organisasi-organisasi Internasional.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Organisasi Internasional?


2. Mengapa Indonesia melakukan kerjasama dengan bergabung dengan organisasi-
organisasi Internasional?
3. Bagaimana Peran penting Indonesia di dalam beberapa organisasi yang diikuti
(PBB, APEC, ASEAN, OPEC, OKI)?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian tentang Organisasi Internasional.
2. Mengetahui alasan Indonesia melakukan kerjasama dan bergabung dengan
organisasi internasional.
3. Mengetahui peran penting yang dilakukan Indonesia dalam keikutsertaan di
organisasi Internasional.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Penting Indonesia Dalam ASEAN

ASEAN adalah bentuk kerjasama regional negara-negara di kawasan Asia Tenggara


yang merupakan organisasi geopolitik dan ekonomi yang didirikan oleh negara-negara di
Kawasan Asia tenggara pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Tujuan
pembentukan organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mengembangkan kebudayaan, dan menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia
tenggara.

Pada tahun 1980-an Indonesia menempatkan ASEAN sebagai lingkaran Konsentris


pertama (Concentric Circle) dalam politik luar negerinya. Sebagai bagian lingkaran
konsentris yang pertama dari kebijakan luar negeri, Pemerintah Indonesia menempatkan
ASEAN sebagai soko guru atau pilar utama politik luar negeri Indonesia dengan berupaya
terus berpartisipasi aktif dalam kerja sama ASEAN di bidang politik-keamanan, ekonomi,
sosial budaya dan pembangunan. Seperti yang kita ketahui peran Indonesia dalam ASEAN
tidak sedikit, sehingga pada kesempatan ini kami penulis akan membahas beberapa perang
penting yang dilakukan Indonesia dalam ASEAN. Adapun akan penulis bagi beberapa sub
bab antara lain:

1. Deklarasi Bangkok: Penandatangan Awal Berdirinya ASEAN

Kawasan di Asia Tenngara merupakan kawasan yang cukup strategis baik


geopolitik maupun geoekonomi. Hal ini mendorong negara dikawasan ataupun di luar
kawasan Asia Tenggara melakukan kerjasama yang berporos pada kepentingan sosial
ekonomi dan politik. Oleh karena itu negera-negara Asia Tenggara banyak melakukan
kerjasama regional baik yang bersifat intra dan ekstra kawasan seperti Association of
Southeast Asia (ASA), Malaysia, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East
Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), dan Asia And Pasific Council
(ASPAC). Perkembangan geopolitik Asia Tenggara sesudah tahun 1965 semakin
memanas yang pada akhirnya mendorong negara-negara di Asia Tenggara untuk
mencari solusi bersama melalui suatu bentuk kerjasama yang dapat meningkatkan taraf
hidup dan sekaligus meredakan konflik-konflik yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.
sehingga dapat memperkuat stabilitas keamanan regional di kawasan Asia Tenggara.
atas dasar tersebut diadakan pertemuan-pertemuan yang cukup intensif antara Menlu
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura yang menghasilkan Joint
Decalration.

Puncaknya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand yang mana diikuti
oleh lima negara kawasan Asia Tenggara. Para negera ini diwakilkan oleh Menteri Luar
Negeri seperti Indonesia, yang diwakilkan oleh Adam Malik, Wakil Perdana Menteri
merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia yaitu
Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narsisco Ramos, Menteri Luar Negeri
Singapura S. Rajaratman, dan Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman.
Menindaklanjuti Joint Declaration dengan melakukan pertemuan dan
penandatanganan Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau yang dikenal
dengan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration). Isi Deklarasi tersebut :

a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan


kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;
b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
c. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
d. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan
internasional yang ada;
e. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian
di kawasan Asia Tenggara.

Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa peran Indonesia cukup besar dalam
pembentukan organisasi ASEAN, menjadi pemrakarsa pembentukan organisasi
regional di kawasan Asia Tenggara. Dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya,
serta memajukan perdamaian sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara
anggota. Serta memajukan perdamaian di tingkat regional yang masih pada tahap
kooperatif dan belum bersifat integrafit.

2. Indonesia Menengahi Konflik Saudara antara Vietnam Vs Kamboja

Konflik saudara yang terjadi di Kamboja dan Vietnam menjadi sebuah konflik yang
terjadi secara berkelanjutan. Diawali dengan adanya konflik perbatasan antara Kamboja
dengan Vietnam, hingga terjadinya genosida yang dilakukan pemerintahan Rezim Kher
Merah kepada para keturunan Vietnam yang mendominasi di wilayah Kamboja.
Membuat Vietnam menyerbu Kamboja dan mendirikan rezim baru di Kamboja di
bawah kepemimpinan Heng Samrin. Namun adanya respon dari para kaum Nasionalis
Kamboja dengan melakukan pemberontakan dengan dibentuknya CGDK (Coalitation
Goverment of Democartic Kampuchea) yang dibentuk oleh Sihanouk dan para orang-
orang Khmer Merah yang di tumbangkan oleh Vietnam. Perang Saudara ini berlanjut
tanpa ada tanda-tanda penyelesaian. Yang mana membuat kesengsaraan dan
keprihatinan rakyat di Kamboja hal ini mendorong Indonesia bersama-sama dengan
negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk memulai prakarsa serta berbagai upaya
mediasi guna mencari penyelesaian yang damai, dan adil.

Salah satu negara yang memainkan peran signifikan dalam penyelesaian konflik
Kamboja ini adalah Indonesia. Hal tersebut bermula dari awal tahun 1980-an dimana
konflik internal tengah yang semakin memprihatinkan, Indonesia semakin
meningkatkan perhatiannya terhadap masalah yang terjadi di Kamboja. Hal ini tentunya
sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang tutut Aktif dalam menghadapi
permasalahan dunia seperti juga yang termuat dalam mukadimah UUD 1945 yaitu
“turut mewujudkan perdamaian dunia”. Disisi lain Indonesia merupakan salah satu
pendiri ASEAN juga harus menunjukan kapasitasnya sebagai stabilitator utama di
kawasan yang mana sejalan dengan tujuan ASEAN dalam upaya mengatasi konflik
yang berkepanjangan dinegara tersebut demi tercapainya perdamaian di kawasan Asia
Tenggara.

Indonesia terpilih sebagai Interlocutor antara ASEAN dan Vietnam, dengan


perjuangan Diplomasi Indonesia untuk mengundang para pihak terkait yang terlibat
dalam konflik saudara ini untuk duduk bersama di meja perundingan, dan mengusulkan
agar pertemuan dapat dilakukan di wilayah netral layaknya di Indonesia agar pihak-
pihak yang terkait dapat merasa bebas dalam membicarakan masalah Kamboja dan
upaya yang akan datang. Penunjukan mandat Interlocutor kepada Indonesia, yaitu
kepada Menlu Mochtar Kusumaatmadja yang sukses meyakinkan Vietnam untuk dapat
turut berpartisipasi dalam perundingan dengan Kamboja.

Perjuangan selajutnya adalah upaya membawa perdamaian atas konflik tersebut,


dimana tokoh sebagai eksekutor terhadap jalannya berbagai proses mediasi adalah
Menteri Luar Negeri Ali Alatas sebagai tokoh kunci mediasi. Peristiwa penting dalam
penyelesaian konflik Kamboja ini dapat dirangkum secara runtut sebagai berikut:
Pelaksanaan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting) I dan II, Konferensi Paris
mengenai Kamboja (PIC) tahun 1989, Pertemuan untuk Kamboja (ICM I & II) tahun
1990, hingga titik terang penyelesaian konflik melalui Konferensi Pari mengenai
Kamboja II (PICC II) tahun 1991.

Dalam seluruh perjalanannya membantu penyelesaian konflik Kamboja, berbagai


negara mengakui peranan Indonesia sebagai mediator sangat signifikan. Pengakuan
atas Indonesia ini tentunya tidak lepas dari peran yang dimainkan oleh para aktor-aktor
negara melalui diplomasinya. Dalam kaitan ini, terdapat dua nama yang patut
mendapatkan apresiasi atas kerja kerasnya mewujudkan perdamaian di Kamboja,
mereka adalah Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja (1983-1988) dan Menteri
Luar Negeri Ali Alatas (1988-1998). Para pelaku hubungan politik luar negeri
Indonesia ini telah diakui kepiawaiannya oleh dunia internasional.
3. Mengusulkan pembentukan ASEAN Security Community

Adanya berbagai permasalahan politik dan keamanan yang muncul di kawasan


tersebut, ditambah lagi dengan berkembangnya keanggotaan ASEAN yang telah
menimbulkan permasalahan karena perbedaan kondisi politik dan ekonomi, telah
menuntut ASEAN untuk menetapkan kembali kerangka kerjasamanya yang lebih
menekankan kepada pendekatan dibidang politik dan keamanan. Hal ini dimaksud
untuk bertujuan untuk menghadapi isu-isu terkait pada pertahanan dan ancaman militer
saja, namun lebih luas menyangkut hal-hal non militer seperti halnya kejahatan
transnasional, terorisme, separatisme, perampokan dan lain sebagainya. Atas dasar
inilah yang selanjutnya berkembang kepada pemikiran pemikiran perlunya memiliki
sesuatu kerjasama politik dan keamanan yang diwujudkan dalam ASEAN Security
Community (ASC).

Diusulkannya ASC oleh Indonesia didasarkan kepada kepentingan geopolitik


Indonesia yang menganggap betapa pentingnya regionalisme keamanan dalam
mendukung ketahanan regional. Indonesia sebagai pemrakarsa ASEAN dan juga
berperan penting dalam pembentukan ASEAN, berkepentingan mewujudkan
eksistensinya sebagai negara yang dapat memainkan peranan di ASEAN dalam
mengupayakan keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. bagi Indonesia
pembentukan ASC tidak saja dijadikan momentum peran penting kepemimpinan
Indonesia dalam ASEAN. Akan tetapi juga merupakan awal untuk menunjukkan bahwa
ASEAN merupakan prioritas penting dan utama politik luar negeri Indonesia.
Keberhasilan Indonesia menempatkan kembali posisi instrumentalnya dalam ASEAN
menjadi modal tambah bagi peningkatan politik luar negeri Indonesia terhadap negara
di luar kawasan ASEAN.

Gagasan ini kemudian disetujui oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN
IX di Bali 2003, dengan disahkannya Deklarasi ASEAN atau Bali Concord II.
Ditetapkannya Deklarasi ASEAN oleh para pemimpin ASEAN tersebut, merupakan
langkah upaya memperkuat dan meningkatkan peran organisasi ASEAN di masa
mendatang. Kesepakatan yang tertuang dalam dokumen Bali Concord II tersebut
merupakan kesepakatan ASEAN untuk menciptakan Komunitas ASEAN yang
didukung oleh tiga pilar, yaitu kerjasama politik dan keamanan (ASEAN Political and
Security Community), kerjasama Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan
Kerjasama sosial dan budaya (ASEAN Sosical and Culture Community).

4. Indonesia Pimpin Kerjasama Sektor Kesehatan ASEAN dalam Penanganan


COVID-19

Pada 7 April 2020, Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto menjadi
pemimpin pertemuan Video Conference Menteri Kesehatan ASEAN membahas
peningkatan kerja sama Sektor Kesehatan ASEAN dalam Penanganan Covid-19.
Pertemuan dihadiri oleh Menteri Kesehatan Brunei Darussalam, Indonesia, Laos,
Filipina, Singapura dan Wakil Menteri Kesehatan Kamboja, Myanmar, Malaysia,
Thailand dan Vietnam. Pertemuan juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN serta
WHO SEARO dan WPRO. Pertemuan telah berhasil mengadopsi Joint Statement
(Pernyataan Bersama) Menteri Kesehatan ASEAN dalam meningkatkan respon
kolektif penanganan Covid-19 di kawasan ASEAN. Joint Statement secara garis besar
berisi komitmen dan kesepakatan untuk terus melakukan pertukaran data dan informasi
perkembangan Covid-19 melalui mekanisme kerja sama yang telah terbangun,
melakukan koordinasi contact tracing dan penyelidikan kasus melalui mekanisme
bilateral dan regional, serta berbagi materi teknis dan mobilisasi sumber daya dalam
mendukung sistem kesehatan nasional dan regional.

Pertemuan ini diselenggarakan sekaligus menandai dimulainya peran Indonesia


sebagai Ketua Badan Sektoral Kesehatan ASEAN (AHMM) untuk periode tahun 2020-
2021. Namun di sisi lain juga merupakan langkah Indonesia menjalin kerja sama dan
mendapat dukungan kolektif dari negara-negara anggota ASEAN untuk upaya
mengatasi pandemi Covid-19 di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal ASEAN dan
negara-negara anggota ASEAN mengapresiasi peran Indonesia dalam
menyelenggarakan Pertemuan Video Conference yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan kerja sama konkrit ASEAN dalam mengendalikan Covid-19. Saat ini di
Kawasan ASEAN seperti di kawasan lainnya masih menghadapi peningkatan
penyebaran Covid-19.
B. Peran Indonesia dalam Organisasi OPEC (Organization of Petroleum Exporting
Countries)

OPEC adalah organisasi antar pemerintah yang berdiri tahun 1960. Negara anggotanya
adalah negara eksportir minyak yang saat ini terdiri dari Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait,
Venezuela, Nigeria, Aljazair, Qatar, Libya, UAE dan Indonesia. Sebelumnya Ekuador,
Gabon juga menjadi anggota tetapi kemudian keluar pada tahun 1992 dan 1994. Sejak
menjadi anggota OPEC tahun 1962, Indonesia ikut berperan aktif dalam penentuan arah
dan kebijakan OPEC khususnya dalam rangka menstabilkan jumlah produksi dan harga
minyak di pasar internasional. Sejak berdirinya Sekretariat OPEC di Wina tahun 1965,
KBRI/PTRI Wina terlibat aktif dalam kegiatan pemantauan harga minyak dan penanganan
masalah substansi serta diplomasi di berbagai persidangan yang diselenggarakan oleh
OPEC.

Pentingnya peran yang dimainkan oleh Indonesia di OPEC telah membawa Indonesia
pernah ditunjuk sebagai Sekjen OPEC dan Presiden Konferensi OPEC. Pada tahun 2004,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) Indonesia, Purnomo Yusgiantoro,
terpilih menjadi Presiden dan Sekjen sementara OPEC. Namun kemudian, status
keanggotaan Indonesia di OPEC telah menjadi wacana perdebatan berbagai pihak di dalam
negeri, karena Indonesia saat ini dianggap telah menjadi negara pengimpor minyak (net-
importir). Pada bulan Maret 2008, Indonesia mengumumkan akan keluar dari OPEC ketika
keanggotaan berakhir pada akhir dari tahun itu, karena menjadi importir regular minyak
dan tidak dapat memenuhi produksi kuota OPEC. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh
OPEC pada 10 September 2008 mengkonfirmasi keluarnya Indonesia.

C. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan sebuah organisasi internasional yang


dibentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai upaya untuk mendorong kerjasama
internasional dan perdamaian dunia. Sebelumnya telah ada organisasi serupa yang bernama
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) namun dibubarkan karena kegagalannya dalam menciptakan
perdamaian dunia. Pada awal dibentuk ada 51 negara anggota dalam PBB, untuk saat ini
sudah mencapai 193 anggota termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Keterlibatan negara
Indonesia dalam organisasi PBB dimulai pada tanggal 28 September 1950. Meskipun
demikian, pada 7 Januari 1965 sempat memutuskan untuk keluar karena Malaysia
ditetapkan sebagai anggota (tidak tetap) Dewan Keamanan PBB ketika kedua negara
sedang bersitegang. Namun kembali lagi bergabung pada 29 September 1966, dengan
pertimbangan kondisi ekonomi yang semakin memburuk (hiperinflasi) sehingga
memerlukan kerjasama dengan dunia internasional.

Seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, tugas dari anggota PBB adalah memelihara
perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia yang merupakan salah satu negara baru
tergabung dalam sebuah Komite khusus (Komite 24) yang menangani tentang
kemerdekaan bangsa terjajah. Untuk itu Indonesia menunjukkan sikap dengan meminta
untuk membuat sebuah rekomendasi pada tanggal 20 Desember 1971 dan tercatat dalam
Piagam PBB No. 2909. Rekomendasi tersebut mampu membantu Dewan Keamanan dalam
mengambil langkah terkait dengan penjajahan. Tidak hanya itu, Indonesia juga terlibat
dalam gerakan dekolonialisasi pada tanggal 20 November 1972. Sikap ini tercatat dalam
Piagam PBB No. 2909. Upaya lainnya adalah menerima Timor Timur menjadi bagian
wilayah Indonesia. Hal tersebut diputuskan sebagai bentuk menyelamatkan Timor Timur
yang sedang terjajah. Belum lama ini Indonesia diangkat sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, mulai 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020.

Selaku anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia dapat ikut serta dalam
proses perumusan kebijakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional sesuai
dengan mandat Piagam PBB. Termasuk di dalamnya mengenai penanganan perubahan
iklim global. Upaya dalam mengatasi perubahan iklim sudah dimulai sejak
penandatanganan Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada KTT
Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil pada
tahun 1992. Konvensi Perubahan Iklim tersebut kemudian diratifikasi (disahkan) oleh
Pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 yang menandakan
telah dimulainya komitmen bersama untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Tiga tahun
setelahnya dikeluarkan Protokol Kyoto yang berisi mekanisme pengurangan emisi gas
rumah kaca. Indonesia kembali meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2004. Indonesia juga turut berkomitmen membatasi emisinya baik secara mandiri ataupun
bekerjasama dengan internasional. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah mengundangkan
Perpres 61/2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca. Indonesia
juga ikut terlibat dalam Perjanjian Paris dan meratifikasi perjanjian ini melalui UU Nomor
16 tahun 2016.
Lalu peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dibuktikan dengan masuknya
Indonesia dalam 10 besar kontributor pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dari 124
negara penyumbang pasukan. Pasukan ini bertugas untuk memelihara keamanan dan
kestabilan daerah yang sedang dilanda konflik. Komitmen Indonesia dalam menjaga
perdamaian tidak hanya terbatas dalam bidang militer atau melalui senjata, namun juga
dalam bidang diplomasi melalui duta besar. Indonesia juga selalu memberikan bantuan
kemanusiaan di berbagai negara berdasarkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Pemberian bantuan kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia ke negara lain berdasarkan
pada tiga asas yaitu: kepastian, keadilan, dan kegunaan. Belum lama ini Indonesia
mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan seperti mengirim 200 Oksigen Konsentrator
untuk mengatasi pandemi COVID-19 di India dan menempatkan sejumlah pasukan
kemanusiaan untuk membantu warga Rohingya di Cox’x Bazar.

Meskipun PBB dibentuk untuk mewujudkan perdamaian dunia, namun tetap saja
memiliki keterbatasan terutama dalam mencegah atau menghentikan konflik regional. Hal
ini disebabkan oleh tugas PBB yang hanya sebatas pengawas keamanan global. PBB tidak
dapat mengganggu kedaulatan nasional atau melakukan intervensi atas konflik yang terjadi.
Prinsip ini nampaknya juga dipegang oleh Indonesia bersamaan dengan prinsip politik luar
negeri yang bebas aktif. Kepemimpinan Indonesia dalam organisasi dapat dilihat dari
terpilihnya Menteri Luar Negeri Adam Malik sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB
untuk masa sidang tahun 1974. Selain itu, Indonesia juga pernah menjadi presiden
ECOSOC (Economic and Social Council) pada tahun 1970 dan 2000 dan wakil presiden di
organisasi yang sama pada tahun 1969 dan 1999.

D. Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)

APEC dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob
Hawke. Tujuannya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan dan mempererat
hubungan antar negara di Asia Pasifik. Hal ini dilakukan dengan cara memfasilitasi
perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka di kawasan, serta meningkatkan
kerja sama ekonomi anggota. Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif
dalam pengembangan kerjasama APEC. Kontribusi terbesar Indonesia dalam APEC adalah
turut merumuskan visi utama APEC yang disebut “Tujuan Bogor” (Bogor Goals). Visi ini
menjadi dasar dalam mendorong percepatan penghapusan tarif perdagangan maupun
investasi antar negara anggota.
Total perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota APEC pada tahun 1988
(sebelum APEC terbentuk) hanya 29.9 Milyar US$, sedangkan pada tahun 2011 naik 10
kali mencapai 289.3 milyar US$. Hal ini memperlihatkan bahwa sesudah bergabung
bersama APEC ekspor Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan. Kerjasama
multilateral seperti ini memang memberi kesempatan kepada negara berkembang untuk
mempercepat pembangunan. APEC selaku wahana kerjasama ekonomi regional telah
melakukan upaya untuk mencapai tujuan kesejahteraan perekonomian bagi para
anggotanya. Salah satu usaha mendasar yang mulai dirintis dan kini tengah pula
dikembangkan adalah usaha mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh, terampil
dalam penguasaan teknologi dan manajemen.

Pada tahun 2013, Indonesia kembali menjadi ketua dan tuan rumah KTT ke-21 APEC,
setelah sebelumnya menjadi ketua di tahun 1994. Tema APEC Indonesia 2013 adalah
“Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth." Kepemimpinan Indonesia telah
dimanfaatkan untuk mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang lebih tangguh, berketahanan,
dan cepat pulih di tengah krisis ekonomi, sehingga dapat berperan sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi dunia. Guna mendukung pencapaian tema tersebut, Indonesia
mengusung tiga prioritas utama, yaitu:

1. Mendorong upaya pencapaian Bogor Goals dan penguatan integrasi ekonomi


regional, melalui kerjasama perdagangan dan investasi, serta dukungan pada sistem
perdagangan multilateral.
2. Mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata, termasuk penguatan peran
UMKM dan wanita dalam perekonomian, membahas masalah ketahanan pangan,
serta membahas isu kelautan di APEC.
3. Meningkatkan jaringan antar anggota sebagai upaya penguatan infrastruktur fisik,
institusional, dan hubungan antar perseorangan di kawasan.

Selanjutnya dalam KTT APEC 2014 di Tiongkok, Presiden RI telah menyampaikan


program kerja pemerintah untuk 5 tahun ke depan khususnya dalam pengembangan
infrastruktur, konektivitas dan industri dalam negeri mengundang para pengusaha untuk
berpartisipasi pada pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hasil KTT APEC 2014
tersebut juga memuat beberapa inisiatif Indonesia yang perlu terus ditindaklanjuti di tahun
mendatang, seperti:
1. APEC Connectivity Blueprint, memastikan bahwa kerja sama konektivitas dan
infrastruktur menjadi visi APEC hingga 2025.
2. Dukungan tenaga ahli APEC pada pendirian Pusat Kemitraan Pemerintah-Swasta
(PPP Center) di Kementerian Keuangan RI agar berstandar internasional dan
penyusunan Guidebook on PPP Framework yang mengatur praktik kemitraan
Pemerintah-Swasta di kawasan.
3. Mendorong peningkatan kerja sama kelautan yang komprehensif dan penunjukkan
Indonesia selaku koordinator isu kelautan di APEC.
4. Development products, memperjuangkan komoditas ekspor yang kerap melibatkan
petani kecil dan dapat mendukung pembangunan pedesaan seperti minyak sawit,
karet, kertas, rotan, dan produk perikanan.
5. Meningkatkan sinergi antara APEC dengan organisasi regional dan internasional,
sehingga dapat menghadapi tantangan yang menghambat pertumbuhan
perekonomian secara bersama-sama.

E. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)


Pada awalnya OKI merupakan Organisasi Konferensi Islam yang dibentuk pada 25
September 1969 sebagai respon terhadap peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsha. Melalui
pertemuan besar yang diselenggarakan di Rabat, Maroko dengan dihadiri oleh 24
perwakilan negara berpenduduk mayoritas Muslim. Tujuannya untuk menjadi suara
kolektif peradaban Islam di dunia. Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) pertama di
Jeddah, Arab Saudi yang berlangsung pada bulan Maret 1970 ada 30 negara yang telah
menjadi anggota OKI. Dua tahun kemudian, sebuah pertemuan lanjutan di Jeddah
menghasilkan piagam organisasi. Berisi tujuan pembentukan OKI untuk bekerja sama
dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan spiritual, dengan berlandaskan pada ajaran Islam.
Tujuan pendirian ini juga dilanjutkan dengan kesepakatan negara-negara anggota untuk
saling menjaga solidaritas perdamaian dan keamanan internasional, serta meningkatkan
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada 28 Juni 2011, dalam pertemuan
tingkat menteri luar negeri ke-38 di Astana, Kazakhstan, mereka mengubah logo organisasi
dan namanya berganti dari Organisasi Konferensi Islam menjadi Organisasi Kerjasama
Islam.
Keanggotaan dan peran Indonesia di OKI bermula sejak Organisasi Islam terbesar di
dunia ini berdiri. Ketika diadakan pertemuan di Rabat, Maroko bersama 20an negara
lainnya. Namun peran Indonesia di OKI mengalami pasang surut. Pada periode awal peran
Indonesia di OKI masih terbatas, bahkan keanggotaan Indonesia di OKI sempat menjadi
perdebatan. Ketika piagam pertama OKI dicetuskan pada tahun 1972, Indonesia menolak
untuk menandatanganinya dan menahan diri untuk menjadi anggota resmi. Sebab
berdasarkan UUD 1945, Indonesia bukanlah negara Islam. Demikian juga dengan politik
luar negeri Indonesia yang Bebas Aktif, tidak mendasarkan pada nilai-nilai Islam. Namun,
karena tuntutan aspirasi dan politik dalam negeri, maka Indonesia memulai berperan “aktif”
di OKI pada tahun 1990-an, ketika presiden Soeharto hadir dalam KTT ke-6 OKI yang
diselenggarakan di Senegal, Desember 1991. Kehadiran ini merupakan langkah awal
perubahan kebijakan politik luar negeri Indonesia untuk berpartisipasi lebih aktif di OKI,
meskipun peran Indonesia di OKI tidak terlalu dominan.
Beberapa kiprah Indonesia dalam OKI di antaranya pada tahun 1993 menerima mandat
sebagai ketua Committee of Six (berubah menjadi PCSP-OIC) yang bertugas memfasilitasi
perundingan damai antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah
Filipina. Kemudian pada tahun 1996, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat
Menteri (KTM-OKI) ke-24 di Jakarta. Indonesia juga turut serta dalam pembentukan
Komisi HAM OKI (IPHRC), melalui pertemuan perdana mereka pada 20-24 Februari 2012
di Jakarta. Pihak Indonesia mendorong pembahasan mengenai mekanisme IPHRC soal
masalah internal (sekretariat, struktur komisi, dan aturan prosedur). Selain itu, Indonesia
juga memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI sebagai wadah untuk menjawab
tantangan umat Islam memasuki abad ke-21. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di
Dakar Senegal, Indonesia mendukung pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of Action. Dengan
diadopsinya piagam ini, Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan
implementasi reformasi OKI tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan,
toleransi dan harmonisasi serta memberikan bukti nyata akan keselarasan Islam, demokrasi
dan modernitas.
Sebagai salah satu anggota OKI dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam
terbesar di dunia, Indonesia dituntut untuk memberikan kontribusi nyata dalam upaya
mencapai perdamaian di kawasan Timur Tengah. Indonesia dipandang mampu untuk
berperan sebagai teladan bagi keserasian antara Islam, modernitas dan demokrasi damai,
serta sebagai jembatan penghubung Barat dan Islam. Tuntutan untuk ikut berperan dalam
upaya perdamaian bagi Negara-negara anggota termasuk Indonesia sejalan dengan Mecca
Declaration and Ten-Years Program of Actions Organization of The Islamic
Conference (TYPOA-OIC) yang tidak hanya fokus pada isu politik, tetapi juga isu-isu
pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Melalui deklarasi ini, OKI
diharapkan mampu membangun nilai-nilai toleransi, modernitas, demokrasi, memerangi
terorisme, membendung Islamophobia, meningkatkan kerjasama dan solidaritas antar
negara anggota, conflict prevention, penanggulangan masalah Palestina, Filipina Selatan,
Kashmir yang tak kunjung usai, serta masalah-masalah yang terjadi di Timur Tengah dan
Afrika Utara.
Bagi Indonesia, OKI merupakan wahana untuk menunjukkan citra Islam yang santun
dan moderat. Sebagaimana yang ditunjukkan Indonesia pada dunia internasional dalam
pelaksanaan reformasi 1998 serta kemampuan Indonesia melewati transisi menuju negara
yang demokratis melalui penyelenggaraan pemilihan umum legislatif ataupun pemilihan
presiden secara langsung yang berjalan dengan relatif baik. Pengalaman Indonesia tersebut
dapat dijadikan rujukan bagi negara-negara anggota OKI lainnya, khususnya negara-negara
di Timur Tengah dan Afrika Utara yang sedang mengalami proses demokratisasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Organisasi internasional merupakan sekumpulan negara yang bergabung atas kesepakatan


bersama untuk mewujudkan tujuan atau kepentingan yang sama. Indonesia sendiri mengikuti
beberapa organisasi internasional diantaranya ada: PBB, ASEAN, OKI, OPEC, dan APEC.
Alasan Indonesia ikut aktif berpartisipasi dalam organisasi internasional cukup beragam,
namun rata-rata dilandasi oleh keinginan untuk mewujudkan kehidupan dunia yang stabil dan
damai. Prinsip keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional sejalan dengan prinsip
politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, meskipun ada beberapa masa lebih condong
pada sisi tertentu.

Peran Indonesia dalam organisasi PBB adalah tergabung dalam Komite Khusus (Komite
24) yang menangani tentang kemerdekaan bangsa terjajah. Indonesia juga pernah menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB hingga 4 kali. Dari segi militer, Indonesia juga
masuk dalam 10 besar kontribusi pasukan pemeliharaan perdamaian (Kontingen Garuda). Lalu
di bidang kemanusiaan juga rajin memberikan bantuan kepada beberapa negara berdasarkan
prinsip politik luar negeri bebas aktif.
Peran aktif Indonesia dalam organisasi ASEAN antara lain turut menjadi pemrakarsa
pembentukan organisasi, menjadi mediator dalam konflik saudara seperti Kamboja & Vietnam,
inisiator pembentukan ASEAN Security Community, dan terakhir aktif dalam penanganan
Covid-19 secara bersama di ASEAN.

Dalam OKI Indonesia memiliki peran antara lain: Ketua Committee of Six dan PCSP-OIC
sebagai fasilitator perundingan damai antara Moro dengan pemerintah Filipina, menjadi tuan
rumah KTM-OKI ke-24 pada 1996 di Jakarta, turut serta dalam pembentukan Komisi HAM
OKI (IPHRC), berkontribusi dalam reformasi OKI, dan mendukung pelaksanaan OIC’s Ten-
Years Plan of Action.

Peran Indonesia dalam OPEC sebagai berikut: ikut andil dalam upaya stabilisasi jumlah
produksi dan harga minyak dunia, aktif memantau harga minyak dan penanganan masalah di
berbagai persidangan OPEC, dan pernah ditunjuk sebagai Sekjen OPEC dan Presiden
Konferensi OPEC.

Terakhir peran dalam APEC, ikut serta dalam perumusan visi utama organisasi yang
disebut Bogor Goals dan ditetapkan sebagai dasar dalam mendorong percepatan penghapusan
tarif perdagangan maupun investasi, serta menjadi tuan rumah KTT APEC ke-21 dengan
usulan 3 prioritas utama bagi perkembangan organisasi seperti: 1) Mendorong perncapaian visi
organisasi, 2) Mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata, dan 3) Meningkatkan
jaringan antar anggota.
DAFTAR PUSTAKA

Tesis:

Maradona A. Runtukahu, Peran Indonesia Dalam Proses Penyelesaian Konflik

Kamboja (Periode 1984-1991), Tesis, Jakarta: Universitas Indonesia, 2009.

Skripsi:

Ramadhan, Kepentingan Indonesia Dalam Pembentukan Mekanisme Independent Permanent

Human Rights Commission (IPHRC) Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Tahun 2011,
Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014.

Widia Dwita Utami, Upaya Association Of Southeast Asian Nations (ASEAN) Dalam

Meredakan Konflik atas Sengketa Spratly Island, Skripsi, Depok: Universitas


Indonesia, 2012.

Buku:

Teuku May Rudi, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: PT. Refika Aditama,

1998.

Jurnal:

Elfia Farida, “Efektivitas Piagam ASEAN (ASEAN CHARTER) bagi ASEAN Sebagai

Organisasi Internasional”, Jurnal QISTI, Vol. 3, No. 3, 2019, hlm. 1-14.

Jessica Claudia Mawikere, “Implikasi Kuota Produksi Minyak Organization of the Petroleum

Exporting Countries (OPEC) dengan Kebijakan Keanggotaan dan harga Bahan Bakar
Minyak Pemerintah Indonesia Tahun 2008”, Jurnal Analisis Hubungan International,
Vol. 5, No. 3, 2016, hlm. 126-137.

Mardenis, “Revitalisasi Peran Organisasi Konferensi Islam (OKI) Untuk Mewujudkan Negara

Palestina Merdeka”, Jurnal MMH, Vol. 41, No. 2, 2012, hlm. 237-247.

Natalia Yeti Puspita, “Kapasitas Hukum Indonesia Sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan
Keamanan PBB Dalam Penanganan Masalah Perubahan Iklim Global”, Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol. 8, No. 2, 2020, hlm. 66-82.

Restilia Polii, “Analisis Kepentingan Indonesia Bergabung Dalam APEC”, Jurnal Polinter,

Vol. 1, No. 1, 2015, hlm. 97-109.

Rezky Ramadhan Antuli, Dudi Heryadi & Teuku Rezasyah, “Analisis Peran Indonesia dalam

Penyelesaian Konflik Thailand dan Kamboja melalui Pendekatan National Role


Conception”, JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, Vol. 11, No. 2, 2019, hlm.
449-458.

Siti Hidriyah, “Peran Strategis Indonesia Menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan

Perserikatan Bangsa-Bangsa”, Info Singkat, Vol. X, No. 12, 2018, hlm. 7-12.

Internet:

https://tirto.id/apa-saja-peran-indonesia-dalam-menciptakan-perdamaian-dunia-gaiT, diakses
pada 31 Mei 2021, pukul 03:47 WIB.
https://tirto.id/bagaimana-organisasi-kerjasama-islam-lahir-dan-apa-manfaatnya-f48n, diakses
pada 31 Mei 2021, pukul 03:48 WIB.

https://kemlu.go.id/portal/id/read/164/halaman_list_lainnya/asia-pacific-economic-
cooperation-, diakses pada 06 Juni 2021, pukul 20:50 WIB.

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/en/columns/politik-internasional/443revitalisasi-
peran-indonesia-di-organisasi-konferensi-islam-
oki#:~:text=Beberapa%20peran%20aktif%20Indonesia%20di,(MNLF)%20dengan%20pemer
intah%20Filipina., diakses pada 02 Juni 2021, pukul 22:59 WIB.

https://tirto.id/apa-peran-indonesia-di-perserikatan-bangsa-bangsa-pbb-selama-ini-ggje,
diakses pada 07 Juni 2021, pukul 14:55 WIB.

https://kemlu.go.id/portal/id/read/980/halaman_list_lainnya/sejarah-dan-latar-pembentukan-
asean, diakses pada 07 Juni 2021 15:35 WIB.

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20200407/2233616/indonesia-pimpin-
kerjasama-sektor-kesehatan-asean-penanganan-covid-19/, diakses pada 07 Juni 2021 16:21
WIB.

Anda mungkin juga menyukai