MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok: Mata Kuliah Sejarah Politik dan Hubungan
Internasional
Dosen Pengampu: Danar Widiyanta, M.Hum. dan Ita Mutiara Dewi, SIP., M.Si.
Disusun Oleh:
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai
berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
Puncaknya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand yang mana diikuti
oleh lima negara kawasan Asia Tenggara. Para negera ini diwakilkan oleh Menteri Luar
Negeri seperti Indonesia, yang diwakilkan oleh Adam Malik, Wakil Perdana Menteri
merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia yaitu
Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narsisco Ramos, Menteri Luar Negeri
Singapura S. Rajaratman, dan Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman.
Menindaklanjuti Joint Declaration dengan melakukan pertemuan dan
penandatanganan Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau yang dikenal
dengan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration). Isi Deklarasi tersebut :
Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa peran Indonesia cukup besar dalam
pembentukan organisasi ASEAN, menjadi pemrakarsa pembentukan organisasi
regional di kawasan Asia Tenggara. Dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya,
serta memajukan perdamaian sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara
anggota. Serta memajukan perdamaian di tingkat regional yang masih pada tahap
kooperatif dan belum bersifat integrafit.
Konflik saudara yang terjadi di Kamboja dan Vietnam menjadi sebuah konflik yang
terjadi secara berkelanjutan. Diawali dengan adanya konflik perbatasan antara Kamboja
dengan Vietnam, hingga terjadinya genosida yang dilakukan pemerintahan Rezim Kher
Merah kepada para keturunan Vietnam yang mendominasi di wilayah Kamboja.
Membuat Vietnam menyerbu Kamboja dan mendirikan rezim baru di Kamboja di
bawah kepemimpinan Heng Samrin. Namun adanya respon dari para kaum Nasionalis
Kamboja dengan melakukan pemberontakan dengan dibentuknya CGDK (Coalitation
Goverment of Democartic Kampuchea) yang dibentuk oleh Sihanouk dan para orang-
orang Khmer Merah yang di tumbangkan oleh Vietnam. Perang Saudara ini berlanjut
tanpa ada tanda-tanda penyelesaian. Yang mana membuat kesengsaraan dan
keprihatinan rakyat di Kamboja hal ini mendorong Indonesia bersama-sama dengan
negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk memulai prakarsa serta berbagai upaya
mediasi guna mencari penyelesaian yang damai, dan adil.
Salah satu negara yang memainkan peran signifikan dalam penyelesaian konflik
Kamboja ini adalah Indonesia. Hal tersebut bermula dari awal tahun 1980-an dimana
konflik internal tengah yang semakin memprihatinkan, Indonesia semakin
meningkatkan perhatiannya terhadap masalah yang terjadi di Kamboja. Hal ini tentunya
sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang tutut Aktif dalam menghadapi
permasalahan dunia seperti juga yang termuat dalam mukadimah UUD 1945 yaitu
“turut mewujudkan perdamaian dunia”. Disisi lain Indonesia merupakan salah satu
pendiri ASEAN juga harus menunjukan kapasitasnya sebagai stabilitator utama di
kawasan yang mana sejalan dengan tujuan ASEAN dalam upaya mengatasi konflik
yang berkepanjangan dinegara tersebut demi tercapainya perdamaian di kawasan Asia
Tenggara.
Gagasan ini kemudian disetujui oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN
IX di Bali 2003, dengan disahkannya Deklarasi ASEAN atau Bali Concord II.
Ditetapkannya Deklarasi ASEAN oleh para pemimpin ASEAN tersebut, merupakan
langkah upaya memperkuat dan meningkatkan peran organisasi ASEAN di masa
mendatang. Kesepakatan yang tertuang dalam dokumen Bali Concord II tersebut
merupakan kesepakatan ASEAN untuk menciptakan Komunitas ASEAN yang
didukung oleh tiga pilar, yaitu kerjasama politik dan keamanan (ASEAN Political and
Security Community), kerjasama Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan
Kerjasama sosial dan budaya (ASEAN Sosical and Culture Community).
Pada 7 April 2020, Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto menjadi
pemimpin pertemuan Video Conference Menteri Kesehatan ASEAN membahas
peningkatan kerja sama Sektor Kesehatan ASEAN dalam Penanganan Covid-19.
Pertemuan dihadiri oleh Menteri Kesehatan Brunei Darussalam, Indonesia, Laos,
Filipina, Singapura dan Wakil Menteri Kesehatan Kamboja, Myanmar, Malaysia,
Thailand dan Vietnam. Pertemuan juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN serta
WHO SEARO dan WPRO. Pertemuan telah berhasil mengadopsi Joint Statement
(Pernyataan Bersama) Menteri Kesehatan ASEAN dalam meningkatkan respon
kolektif penanganan Covid-19 di kawasan ASEAN. Joint Statement secara garis besar
berisi komitmen dan kesepakatan untuk terus melakukan pertukaran data dan informasi
perkembangan Covid-19 melalui mekanisme kerja sama yang telah terbangun,
melakukan koordinasi contact tracing dan penyelidikan kasus melalui mekanisme
bilateral dan regional, serta berbagi materi teknis dan mobilisasi sumber daya dalam
mendukung sistem kesehatan nasional dan regional.
OPEC adalah organisasi antar pemerintah yang berdiri tahun 1960. Negara anggotanya
adalah negara eksportir minyak yang saat ini terdiri dari Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait,
Venezuela, Nigeria, Aljazair, Qatar, Libya, UAE dan Indonesia. Sebelumnya Ekuador,
Gabon juga menjadi anggota tetapi kemudian keluar pada tahun 1992 dan 1994. Sejak
menjadi anggota OPEC tahun 1962, Indonesia ikut berperan aktif dalam penentuan arah
dan kebijakan OPEC khususnya dalam rangka menstabilkan jumlah produksi dan harga
minyak di pasar internasional. Sejak berdirinya Sekretariat OPEC di Wina tahun 1965,
KBRI/PTRI Wina terlibat aktif dalam kegiatan pemantauan harga minyak dan penanganan
masalah substansi serta diplomasi di berbagai persidangan yang diselenggarakan oleh
OPEC.
Pentingnya peran yang dimainkan oleh Indonesia di OPEC telah membawa Indonesia
pernah ditunjuk sebagai Sekjen OPEC dan Presiden Konferensi OPEC. Pada tahun 2004,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) Indonesia, Purnomo Yusgiantoro,
terpilih menjadi Presiden dan Sekjen sementara OPEC. Namun kemudian, status
keanggotaan Indonesia di OPEC telah menjadi wacana perdebatan berbagai pihak di dalam
negeri, karena Indonesia saat ini dianggap telah menjadi negara pengimpor minyak (net-
importir). Pada bulan Maret 2008, Indonesia mengumumkan akan keluar dari OPEC ketika
keanggotaan berakhir pada akhir dari tahun itu, karena menjadi importir regular minyak
dan tidak dapat memenuhi produksi kuota OPEC. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh
OPEC pada 10 September 2008 mengkonfirmasi keluarnya Indonesia.
Seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, tugas dari anggota PBB adalah memelihara
perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia yang merupakan salah satu negara baru
tergabung dalam sebuah Komite khusus (Komite 24) yang menangani tentang
kemerdekaan bangsa terjajah. Untuk itu Indonesia menunjukkan sikap dengan meminta
untuk membuat sebuah rekomendasi pada tanggal 20 Desember 1971 dan tercatat dalam
Piagam PBB No. 2909. Rekomendasi tersebut mampu membantu Dewan Keamanan dalam
mengambil langkah terkait dengan penjajahan. Tidak hanya itu, Indonesia juga terlibat
dalam gerakan dekolonialisasi pada tanggal 20 November 1972. Sikap ini tercatat dalam
Piagam PBB No. 2909. Upaya lainnya adalah menerima Timor Timur menjadi bagian
wilayah Indonesia. Hal tersebut diputuskan sebagai bentuk menyelamatkan Timor Timur
yang sedang terjajah. Belum lama ini Indonesia diangkat sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, mulai 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020.
Selaku anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia dapat ikut serta dalam
proses perumusan kebijakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional sesuai
dengan mandat Piagam PBB. Termasuk di dalamnya mengenai penanganan perubahan
iklim global. Upaya dalam mengatasi perubahan iklim sudah dimulai sejak
penandatanganan Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada KTT
Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil pada
tahun 1992. Konvensi Perubahan Iklim tersebut kemudian diratifikasi (disahkan) oleh
Pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 yang menandakan
telah dimulainya komitmen bersama untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Tiga tahun
setelahnya dikeluarkan Protokol Kyoto yang berisi mekanisme pengurangan emisi gas
rumah kaca. Indonesia kembali meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2004. Indonesia juga turut berkomitmen membatasi emisinya baik secara mandiri ataupun
bekerjasama dengan internasional. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah mengundangkan
Perpres 61/2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca. Indonesia
juga ikut terlibat dalam Perjanjian Paris dan meratifikasi perjanjian ini melalui UU Nomor
16 tahun 2016.
Lalu peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dibuktikan dengan masuknya
Indonesia dalam 10 besar kontributor pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dari 124
negara penyumbang pasukan. Pasukan ini bertugas untuk memelihara keamanan dan
kestabilan daerah yang sedang dilanda konflik. Komitmen Indonesia dalam menjaga
perdamaian tidak hanya terbatas dalam bidang militer atau melalui senjata, namun juga
dalam bidang diplomasi melalui duta besar. Indonesia juga selalu memberikan bantuan
kemanusiaan di berbagai negara berdasarkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.
Pemberian bantuan kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia ke negara lain berdasarkan
pada tiga asas yaitu: kepastian, keadilan, dan kegunaan. Belum lama ini Indonesia
mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan seperti mengirim 200 Oksigen Konsentrator
untuk mengatasi pandemi COVID-19 di India dan menempatkan sejumlah pasukan
kemanusiaan untuk membantu warga Rohingya di Cox’x Bazar.
Meskipun PBB dibentuk untuk mewujudkan perdamaian dunia, namun tetap saja
memiliki keterbatasan terutama dalam mencegah atau menghentikan konflik regional. Hal
ini disebabkan oleh tugas PBB yang hanya sebatas pengawas keamanan global. PBB tidak
dapat mengganggu kedaulatan nasional atau melakukan intervensi atas konflik yang terjadi.
Prinsip ini nampaknya juga dipegang oleh Indonesia bersamaan dengan prinsip politik luar
negeri yang bebas aktif. Kepemimpinan Indonesia dalam organisasi dapat dilihat dari
terpilihnya Menteri Luar Negeri Adam Malik sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB
untuk masa sidang tahun 1974. Selain itu, Indonesia juga pernah menjadi presiden
ECOSOC (Economic and Social Council) pada tahun 1970 dan 2000 dan wakil presiden di
organisasi yang sama pada tahun 1969 dan 1999.
APEC dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob
Hawke. Tujuannya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan dan mempererat
hubungan antar negara di Asia Pasifik. Hal ini dilakukan dengan cara memfasilitasi
perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka di kawasan, serta meningkatkan
kerja sama ekonomi anggota. Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif
dalam pengembangan kerjasama APEC. Kontribusi terbesar Indonesia dalam APEC adalah
turut merumuskan visi utama APEC yang disebut “Tujuan Bogor” (Bogor Goals). Visi ini
menjadi dasar dalam mendorong percepatan penghapusan tarif perdagangan maupun
investasi antar negara anggota.
Total perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota APEC pada tahun 1988
(sebelum APEC terbentuk) hanya 29.9 Milyar US$, sedangkan pada tahun 2011 naik 10
kali mencapai 289.3 milyar US$. Hal ini memperlihatkan bahwa sesudah bergabung
bersama APEC ekspor Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan. Kerjasama
multilateral seperti ini memang memberi kesempatan kepada negara berkembang untuk
mempercepat pembangunan. APEC selaku wahana kerjasama ekonomi regional telah
melakukan upaya untuk mencapai tujuan kesejahteraan perekonomian bagi para
anggotanya. Salah satu usaha mendasar yang mulai dirintis dan kini tengah pula
dikembangkan adalah usaha mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh, terampil
dalam penguasaan teknologi dan manajemen.
Pada tahun 2013, Indonesia kembali menjadi ketua dan tuan rumah KTT ke-21 APEC,
setelah sebelumnya menjadi ketua di tahun 1994. Tema APEC Indonesia 2013 adalah
“Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth." Kepemimpinan Indonesia telah
dimanfaatkan untuk mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang lebih tangguh, berketahanan,
dan cepat pulih di tengah krisis ekonomi, sehingga dapat berperan sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi dunia. Guna mendukung pencapaian tema tersebut, Indonesia
mengusung tiga prioritas utama, yaitu:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Indonesia dalam organisasi PBB adalah tergabung dalam Komite Khusus (Komite
24) yang menangani tentang kemerdekaan bangsa terjajah. Indonesia juga pernah menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB hingga 4 kali. Dari segi militer, Indonesia juga
masuk dalam 10 besar kontribusi pasukan pemeliharaan perdamaian (Kontingen Garuda). Lalu
di bidang kemanusiaan juga rajin memberikan bantuan kepada beberapa negara berdasarkan
prinsip politik luar negeri bebas aktif.
Peran aktif Indonesia dalam organisasi ASEAN antara lain turut menjadi pemrakarsa
pembentukan organisasi, menjadi mediator dalam konflik saudara seperti Kamboja & Vietnam,
inisiator pembentukan ASEAN Security Community, dan terakhir aktif dalam penanganan
Covid-19 secara bersama di ASEAN.
Dalam OKI Indonesia memiliki peran antara lain: Ketua Committee of Six dan PCSP-OIC
sebagai fasilitator perundingan damai antara Moro dengan pemerintah Filipina, menjadi tuan
rumah KTM-OKI ke-24 pada 1996 di Jakarta, turut serta dalam pembentukan Komisi HAM
OKI (IPHRC), berkontribusi dalam reformasi OKI, dan mendukung pelaksanaan OIC’s Ten-
Years Plan of Action.
Peran Indonesia dalam OPEC sebagai berikut: ikut andil dalam upaya stabilisasi jumlah
produksi dan harga minyak dunia, aktif memantau harga minyak dan penanganan masalah di
berbagai persidangan OPEC, dan pernah ditunjuk sebagai Sekjen OPEC dan Presiden
Konferensi OPEC.
Terakhir peran dalam APEC, ikut serta dalam perumusan visi utama organisasi yang
disebut Bogor Goals dan ditetapkan sebagai dasar dalam mendorong percepatan penghapusan
tarif perdagangan maupun investasi, serta menjadi tuan rumah KTT APEC ke-21 dengan
usulan 3 prioritas utama bagi perkembangan organisasi seperti: 1) Mendorong perncapaian visi
organisasi, 2) Mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata, dan 3) Meningkatkan
jaringan antar anggota.
DAFTAR PUSTAKA
Tesis:
Skripsi:
Human Rights Commission (IPHRC) Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Tahun 2011,
Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
Widia Dwita Utami, Upaya Association Of Southeast Asian Nations (ASEAN) Dalam
Buku:
Teuku May Rudi, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: PT. Refika Aditama,
1998.
Jurnal:
Elfia Farida, “Efektivitas Piagam ASEAN (ASEAN CHARTER) bagi ASEAN Sebagai
Jessica Claudia Mawikere, “Implikasi Kuota Produksi Minyak Organization of the Petroleum
Exporting Countries (OPEC) dengan Kebijakan Keanggotaan dan harga Bahan Bakar
Minyak Pemerintah Indonesia Tahun 2008”, Jurnal Analisis Hubungan International,
Vol. 5, No. 3, 2016, hlm. 126-137.
Mardenis, “Revitalisasi Peran Organisasi Konferensi Islam (OKI) Untuk Mewujudkan Negara
Palestina Merdeka”, Jurnal MMH, Vol. 41, No. 2, 2012, hlm. 237-247.
Natalia Yeti Puspita, “Kapasitas Hukum Indonesia Sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan
Keamanan PBB Dalam Penanganan Masalah Perubahan Iklim Global”, Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol. 8, No. 2, 2020, hlm. 66-82.
Restilia Polii, “Analisis Kepentingan Indonesia Bergabung Dalam APEC”, Jurnal Polinter,
Rezky Ramadhan Antuli, Dudi Heryadi & Teuku Rezasyah, “Analisis Peran Indonesia dalam
Siti Hidriyah, “Peran Strategis Indonesia Menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa”, Info Singkat, Vol. X, No. 12, 2018, hlm. 7-12.
Internet:
https://tirto.id/apa-saja-peran-indonesia-dalam-menciptakan-perdamaian-dunia-gaiT, diakses
pada 31 Mei 2021, pukul 03:47 WIB.
https://tirto.id/bagaimana-organisasi-kerjasama-islam-lahir-dan-apa-manfaatnya-f48n, diakses
pada 31 Mei 2021, pukul 03:48 WIB.
https://kemlu.go.id/portal/id/read/164/halaman_list_lainnya/asia-pacific-economic-
cooperation-, diakses pada 06 Juni 2021, pukul 20:50 WIB.
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/en/columns/politik-internasional/443revitalisasi-
peran-indonesia-di-organisasi-konferensi-islam-
oki#:~:text=Beberapa%20peran%20aktif%20Indonesia%20di,(MNLF)%20dengan%20pemer
intah%20Filipina., diakses pada 02 Juni 2021, pukul 22:59 WIB.
https://tirto.id/apa-peran-indonesia-di-perserikatan-bangsa-bangsa-pbb-selama-ini-ggje,
diakses pada 07 Juni 2021, pukul 14:55 WIB.
https://kemlu.go.id/portal/id/read/980/halaman_list_lainnya/sejarah-dan-latar-pembentukan-
asean, diakses pada 07 Juni 2021 15:35 WIB.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20200407/2233616/indonesia-pimpin-
kerjasama-sektor-kesehatan-asean-penanganan-covid-19/, diakses pada 07 Juni 2021 16:21
WIB.