Pendapat lain telah mengatakan bahwa sebuah makna ASEAN ialah sebuah organisasi yang
didirikan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara tempat wilayah Indonesia menjadi
anggotanya.
Dapat mempercepat dalam sebuah pertumbuhan ekonomi, dalam kemajuan sosial dan
pengembangan budaya di wilayah ini melalui upaya bersama dalam hal kemitraan dan
kesetaraan, dalam sebuah rangka dalam memperkuat dasar bagi kalangan masyarakat
dengan Asia Tenggara yang makmur dan damai
Kerja sama yang lebih efektif sebagai penggunaan dalam pertanian dan industri yang
begitu lebih besar, perluasan perdagangan, termasuk dalam sebuah studi mengenai
sebuah perdagangan barang wilayah internasional, peningkatan dalam fasilitas dengan
transportasi dan komunikasi serta adanya sebuah peningkatan standar hidup
masyarakat.
Mempromosikan kerja sama aktif dan bantuan timbal balik dalam hal-hal yang
menjadi perhatian bersama di bidang ekonomi, budaya, ilmiah, sosial, teknis, dan
administrasi.
Dukungan adanya sebuah timbal balik dalam bentuk lembaga pelatihan dan penelitian
di bidang pekerjaan, pendidikan, teknologi dan administrasi.
Kerja sama sosial dan budaya, termasuk budaya, lingkungan, informasi, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, manajemen bencana alam,
pengembangan sosial, pengentasan kemiskinan, pekerjaan, pemuda, pencegahan
narkoba, peningkatan administrasi publik, pemberdayaan perempuan, dan staf.
Prinsip Utama
Menurut Sekretariat Nasional ASEAN Indonesia, ASEAN telah menetapkan empat
prinsip utama dalam pelaksanaan tugasnya, diantaranya ialah sebagai berikut:
Dalam negara ASEAN, terdapat di antara negara-negara dalam Asia Tenggara. Dalam
pendirian organisasi ASEAN dapat disahkan pada 8 Agustus 1967 dengan Deklarasi
Bangkok.
Dia juga Duta Besar Filipina untuk Taiwan. Baru pada saat itulah ia diangkat dengan menjadi
seorang Menteri Luar Negeri Filipina di bawah kepemimpinan Presiden Ferdinand Marcos.
2. Rajaratnam (Singapura)
Nama pendiri ASEAN, selanjutnya Sinnathamby, dan Rajaratnam adalah pendiri
Community Action Party dan sebelumnya adalah seorang jurnalis. Ia juga aktif di media
seperti The Malaya Tribunne, The Strait Times, dan Singapore Standard.
Selama menjadi jurnalis, ia bahkan tidak ragu mengomentari berbagai peristiwa politik.
Karier dalam politiknya yakni dimulai dalam tahun 1959 sebagai Menteri Tenaga Kerja dan
Kebudayaan. Dia kemudian dengan menjadi Menteri Luar Negeri Singapura pada tahun
1965.
3. Tun Abdul Razak (Malaysia)
Tun Abdul Razak adalah sebuah Perdana Menteri Malaysia yang bekerja selama
sepuluh tahun dari 1960 hingga 1970. Ia yakni telah lahir pada tanggal 11 Maret 1922 di
Pahang di pulau Keladi. Dia kemudian belajar hukum merupakan salah satu universitas di
Inggris dan Singapura.
Saat belajar di Inggris, ia adalah Ketua Perhimpunan Pelajar Malaysia di Inggris. Karier
awalnya dalam politik dimulai dengan posisinya sebagai seorang Menteri dalam Pendidikan
di Pahang.
Dia kemudian diangkat sebagai pembicara di parlemen dan kongres Indonesia. Tidak lama
kemudian, ia diangkat sebagai Wakil Presiden dalam tahun 1978.
Sebelum mengambil posisi ini, ia telah mengambil peran sebagai duta besar Thailand
untuk Amerika. Itu membuat kontribusi yang sangat besar untuk mempromosikan kerja sama
regional di Asia Tenggara. Bahkan, ia memainkan peran penting dengan memediasi konflik
antara Malaysia dan Indonesia. Visi utamanya adalah menciptakan wilayah yang solid.
1. Masyarakat yang mengacu pada peraturan dengan kesamaan nilai dan norma (a rules
based community with shared values and norms)
2. Kawasan yang kohesif, damai dan berdaya tahan tinggi dengan tanggung jawab
bersama untuk menciptakan keamanan komprehensif (a cohesive, peaceful and
resilient region with shared responsibility for comprehensive security)
3. Kawasan yang dinamis dan berpandangan keluar (a dynamic and outward looking
region)
Koordinasi kerja sama ASEAN di bidang politik dan keamanan dilakukan melalui Dewan
Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council).
Pertemuan Dewan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua
kali setahun dan pertama kali diadakan di Pattaya, Thailand pada 10 April 2009. Pada
pertemuan APSC Council, Indonesia diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan dengan Menteri Luar Negeri sebagai wakilnya. Dewan Masyarakat
Politik-Keamanan ASEAN didukung oleh para pejabat tinggi di bidang politik dan
keamanan.
ZOPFAN merupakan kerangka perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya terbatas
di kawasan Asia Tenggara tetapi mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, termasuk
dengan negara-negara besar (major powers) dalam bentuk tindakan menahan diri secara
sukarela (voluntary self-restraints). ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan negara besar
di kawasan, namun memungkinkan keterlibatan negara-negara tersebut secara konstruktif
dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.
TAC ditandatangani pada tahun 1979 oleh 5 (lima) Kepala Negara pendiri ASEAN. TAC
diamandemen pada tahun 1987 untuk membuka aksesi negara-negara di kawasan lain.
Sampai tahun 2014, terdapat 32 (tiga puluh dua) negara, termasuk 10 negara ASEAN, yang
telah mengaksesi TAC.
Berdasarkan laporan terakhir Sekretaris Jenderal ASEAN dalam KTT ke-25 ASEAN di Nay
Pyi taw, Myanmar pada tanggal 12 November 2014, 125 dari 147 langkah aksi cetak biru
Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN atau sebesar 85% langkah aksi telah berhasil
dilaksanakan
Laut Tiongkok Selatan merupakan wilayah stategis yang berbatasan dengan Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT. Di beberapa
bagian terjadi tumpang tindih yurisdiksi antara claimant states (Brunei Darussalam, Filipina,
Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT) yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini
cukup tinggi.
Dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan, para Menteri Luar
Negeri negara anggota ASEAN mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea
yang ditandatangani di Manila tanggal 22 Juli 1992. Adapun prinsip-prinsip yang dimuat
dalam deklarasi ini, antara lain, menekankan perlunya penyelesaian sengketa secara damai,
dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait dengan safety of maritime
navigation and communication; perlindungan atas lingkungan laut; koordinasi search and
rescue; upaya memerangi pembajakan di laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan
gelap obat-obatan.
Pada tahun 2011, ASEAN dan RRT berhasil menyepakati Guidelines for the Implementation
of the DOC (Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea). Kesepakatan itu
membuka kesempatan bagi upaya implementasi DOC melalui pelaksanaan kegiatan atau
proyek kerja sama antara ASEAN dan RRT di kawasan Laut Tiongkok Selatan dan bagi
dimulainya pembahasan awal mengenai pembentukan suatu regional Code of Conduct in the
South China Sea (CoC) yang akan berfungsi sebagai sebuah mekanisme operasional
pencegahan konflik (operational preventive measure) dan bertujuan untuk mengatur tata
perilaku negara secara efektif (effectively regulate the behaviour).
Kemudian pada bulan Juli 2012, ASEAN mengeluarkan dokumen ASEAN’s Six Points
Principles. Dokumen tersebut diharapkan dapat juga digunakan untuk pembahasan mengenai
isu Laut Tiongkok Selatan, khususnya untuk penyelesaian COC. Hingga tahun 2014, ASEAN
dan RRT terus melakukan konsultasi untuk penyelesaian COC.
Stabilitas keamanan kawasan merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan
pembangunan Masyarakat ASEAN 2015. Berawal dari konflik perbatasan Kamboja –
Thailand, Indonesia sebagai Ketua ASEAN telah beperan aktif untuk memfasilitasi
penyelesaian permasalahan ini secara damai melalui negosiasi. Lebih lanjut terkait dengan
masalah perdamaian, penyelesaian dan manajemen konflik, pada KTT ke-18 di Jakarta,
Indonesia telah memprakarsai pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation
(AIPR). Gagasan Indonesia dimaksud mendapatkan dukungan penuh Negara Anggota
ASEAN. Diharapkan dengan adanya AIPR, ASEAN dapat mengembangkan kapasitasnya
dalam bidang penyelesaian dan manajemen konflik di kawasan.
Pembentukan AIPR secara resmi disahkan dalam KTT ke-21 ASEAN di Phnom Penh pada
bulan November 2012. Dalam melaksanakan mandatnya, AIPR memiliki Governing Council
sebagai pengambil kebijakan dan Advisory Board sebagai badan penasihat. Governing
Council AIPR telah melakukandua kali pertemuan yaitu pada tanggal 10 Desember 2013 di
Jakarta dan pada tanggal 21 April 2014 di Bali. Dalam kesempatan pertemuan kedua
Governing Council AIPR, dilaksanakan pula pertemuan pertama Advisory Board AIPR dan
kegiatan peningkatan kapasitas dalam bentuk Simposium berjudul Peace and Reconciliation:
Principles and Best Practice yang penyelenggaraanya dilakukan bekerjasama dengan Institute
for Peace and Democracy (IPD). Pertemuan Advisory Board yang kedua telah dilaksanakan
di Bali pada tanggal 18 November 2014.
Sejak beberapa dekade terakhir, ASEAN terus mengintensifkan kerja sama melalui berbagai
mekanisme, inisiatif, dan instrumen hukum untuk mencegah dan memberantas kejahatan
lintas negara. Badan pengambil kebijakan tertinggi dalam kerja sama ASEAN dalam
penanganan kejahatan lintas negara adalah ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime (AMMTC) yang diselenggarakan dua tahun sekali. AMTTC mengkoordinasikan
berbagai kerja sama badan-badan ASEAN yang terkait dengan pemberantasan kejahatan
lintas negara, seperti ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD), ASEAN Chiefs of
National Police (ASEANAPOL), ASEAN Directors-General of Customs, dan ASEAN
Directors-General of Immigration and Heads of Consular Division, Ministry of Foreign
Affairs (DGCIM). Untuk mengimplementasikan dan mengkoordinasikan kebijakan dan
rencana aksi yang ditetapkan oleh AMMTC, pertemuan tingkat pejabat tinggi (Senior Official
Meeting on Transnational Crime /SOMTC) diselenggarakan minimal satu kali dalam setahun.
.
Selain mekanisme AMMTC dan SOMTC, mekanisme lain yang berkaitan dengan
penanganan transnational crime adalah pertemuan ASEAN DGICM; ASEAN Senior Law
Officials Meeting/ASLOM; ASOD dan ASEAN-China Cooperative Operation in Response
to Dangerous Drugs (ACCORD). Selain itu terdapat juga mekanisme kawasan di luar struktur
ASEAN, yakni ASEANAPOL yang telah membuat system database terbatas (E-ADS).
Kerja sama ASEAN di bidang pemberantasan terorisme telah dilakukan sejak kurun
waktu yang lama. Pertemuan KTT ASEAN ke-7 tahun 2001 di Brunei Darussalam telah
mengeluarkan ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism. SelanjutnyaKTT
ke-8 ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, November 2002 mengeluarkan Declaration on
Terrorism. Mekanisme utama kerja sama pemberantasan terorisme di ASEAN dilakukan
melalui AMMTC dan SOMTC, dimana Indonesia dipercaya menjadi lead shepherd di bidang
counter terrorism sekaligus menjadi ketua Working Group on Counter Terrorism (WG-CT).
Salah satu capaian kerja sama ASEAN dalam pemberantasan terorisme adalah
ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) yang ditandatangani oleh seluruh Kepala
Negara Anggota ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN tanggal 13 Januari 2007 di Cebu,
Filipina. Sejak 27 Mei 2011, ACCT berlaku setelah enam Negara Anggota ASEAN
(Kamboja, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Brunei) meratifikasinya. Indonesia
meratifikasi ACCT melalui UU No. 5 tahun 2012 yang disahkan tanggal 9 April 2012. Pada
tahun 2013, seluruh Negara ASEAN telah meratifikasi ACCT yang ditandai dengan
penyerahan instrumen ratifikasi oleh Laos dan Malaysia pada Sekretariat ASEAN pada bulan
Januari 2013.
ACCT disusun untuk memiliki nilai tambah dibandingkan dengan instrumen hukum
internasional serupa, dengan desain yang memiliki karakteristik regional yang kuat. Kerja
sama yang tertuang dalam konvensi tersebut bersifat komprehensif yang mencakup bidang
pencegahan, penindakan (law enforcement), pemberantasan, dan program rehabilitasi,
sebagai salah satu strategi dan pendekatan untuk mencegah terulangnya tindak kejahatan
terorisme serta pengungkapan jaringan terorisme. Konvensi ini memuat berbagai bentuk kerja
sama dalam bidang penanganan root causes terorisme termasuk kerja sama untuk mendorong
interfaith dialogues yang merupakan gagasan/pemikiran untuk Indonesia yang telah dianut
secara global.
ASEAN juga aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara Mitra Wicara dalam upaya
pemberantasan terorisme.
Indonesia didukung oleh Filipina, Kamboja dan Brunei Darussalam menyampaikan agar WG
memfokuskan pada upaya pembentukan ACTIP atau instrumen hukum lainnya, sebagaimana
dimandatkan oleh para Pemimpin ASEAN melalui ASEAN Leaders’ Joint Statement on
Trafficking in Persons (Jakarta, Mei 2011) dan ditegaskan lagi dalam Joint Statement of
8th AMMTC (Bali, Oktober 2011) dan Joint Statement of 9th AMMTC (Vientiane,
September 2013).
Pembahasan rancangan ACTIP telah selesai pada Pertemuan ke-9 Experts Working Group di
Manila, bulan Desember 2014. Pembahasan rancangan RPA juga selesai dalam waktu yang
sama. Berdasarkan rencana, rancangan ACTIP diserahkan ke SOMTC dan AMMTC, untuk
selanjutnya diserahkan pada KTT ke-27 ASEAN bulan November 2015.
Pembentukan ASEAN Convention on Trafficking in Persons (ACTIP) sebagai sebuah
instrumen yang mengikat sangat penting untuk menjadilandasan ASEAN dalam menangani
kejahatan perdagangan orang, dan meningkatkan kerja sama, baik dalam konteks ASEAN
maupun dengan mitra wicara.
Isu bantuan bencana atau disaster relief merupakan salah satu bidang kerja sama
ASEAN Regional Forum (ARF), forum dialog utama isu politik-keamanan di kawasan yang
dibentuk pada Juli 1993.Pembahasan isu ini dilakukan dalam mekanisme Inter-Sessional
Meeting on Disaster Management (ISM DR) yang bertujuan mengoordinasikan kerja sama
ARF di bidang penanggulangan bencana, seperti menyusun dokumen ARF, mengusulkan
suatu inisiatif/proyek, berbagi pengalaman dan keahlian.
Sebagaimana disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-18 bulan Juli 2011 di
Bali, Indonesia dan Australia telah menjadico-chairsdari ARF ISM on DR periode tahun
inter-sesi 2011-2013.
Keketuaan bersama Indonesia dan Australia pada ARF ISM DR periode 2011-2013
telah mendapatkan apresiasi dari peserta ARF. Selama periode keketuaan tersebut telah
dicapai berbagai kemajuan penting, antara lain dalam bentuk pengesahan Work Plan yang
lebih fokus dan selaras dengan AADMER serta upaya koordinasi yang lebih baik dengan
mekanisme regional yang lain. Berbagai capaian tersebut diharapkan dapat meletakkan
landasan bagi penguatan mekanisme ARF ISM DR di masa mendatang.
Selain dalam kerangka ARF, kerjasama dalam bidang bantuan bencana juga
dilakukan melalui beberapa mekanisme ASEAN lainnya. Salah satunya adalah di bidang
pertahanan. Pada tahun 2014 misalnya, dibawah kerjasama Humanitarian Assistance and
Disaster Relief (HADR), ASEAN berhasil melaksanakan Komodo Exercise di Batam dan
Laut Natuna, dimana terdapat 18 negara (10 negara-negara anggota ASEAN dan 8 negara
mitra wicara) bergabung bersama dalam kegiatan tersebut. Kegiatan latihan gabungan (joint
exercise) ini diikuti sekitar 3000 angkatan laut Indonesia dan 1885 angkatan laut dari negara-
negara peserta lainnya.
Kerja sama maritim serta pembahasan isu-isu maritim dalam kerangka ASEAN
dilakukan dalam berbagai mekanisme diantaranya ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN
Defence Ministerial Meeting (ADMM), ASEAN Defence Ministerial Meeting Plus (ADMM-
Plus), ASEAN Maritime Forum (AMF) dan Expanded ASEAN Maritime Forum (EAMF),
dan sekitar tiga belas (13) mekanisme ASEAN lainnya seperti ASEAN Foreign Ministers
Meeting (AMM), ASEAN Ministers Meeting on Transnational Crime (AMMTC), ASEAN
Fisheries Consultative Forum (AFCF), ASEAN-Mekong Basin Development Cooperation
(AMBDC), ASEAN Cruise Tourism, Head of ASEAN Coast Guards Meeting, ASEAN
Connectivity Coordinating Committee (ACCC), ASEAN Ministerial Meeting on
Environment, ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF), ASEAN
Fisheries Consultative Forum (AFF), Meeting of the ASEAN Tourism Ministers (MATM),
ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC), ASEAN Transport Ministers
Meeting (ATM), ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) / ASEAN Senior Law
Officials Meeting (ASLOM), dan lain-lain.
Sejak tahun 2009, ARF ISM on NPD secara rutin diselenggarakan setiap tahun untuk
membahas isu non-proliferasi dan pelucutan senjata, khususnya dalam menghadapi ancaman
penyebaran senjata pemusnah masal (Weapons of Mass Destruction/WMD). Selain
merupakan forum untuk berbagi pandangan mengenai penanganan senjata pemusnah masal,
ARF ISM on NPD juga ditujukan untuk memfasilitasi kegiatan peningkatan kapasitas dan
pemahaman para pejabat di working-level peserta ARF mengenai ketentuan internasional
terkait dan implementasinya, seperti Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons
(NPT), Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC), dan Chemical Weapons
Convention (CWC).
2.1.11 Operasi Pemeliharaan Perdamaian
Sejak penyelenggaraan Pertemuan ke-3 Tingkat Menlu ARF tahun 1996, ARF telah
menyepakati peningkatan kerjasama di bidang peacekeeping termasuk aktif dalam United
Nations Special Committee on Peace Keeping Operations.
Hingga saat ini, tercatat telah enam kali diselenggarakan Pertemuan ARF PKEM yang
bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran pandangan dan pengalaman terkait operasi
pemeliharaan perdamaian yang dilakukan oleh Peserta ARF, termasuk yang dilaksanakan di
dalam konteks UN Peacekeeping Operations (PKO). Pertemuan ini juga diarahkan untuk
dapat mengembangkan jejaring pemeliharaan perdamaian di kawasan dan meningkatkan
kapasitas para peacekeeping trainer.
Pertemuan ke-6 ARF PKEM telah diselenggarakan di Beijing, RRT pada tanggal 15-17
Oktober 2013. Pertemuan diketuai bersama oleh Kamboja dan RRT dengan mengusung tema
“Enhancing Pragmatic Cooperation: Improving Peacekeeping Training with Joint Efforts”.
Pertemuan dilaksanakan untuk berbagi pengalaman dan best practices mengenai pelatihan
peacekeepers dari berbagai negara ARF dalam rangka pagelaran di UN PKO.
Pengertian
Organisasi Kesehatan Dunia (bahasa Inggris: World Health Organization, sering
disingkat WHO) adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan
umum internasional dan bermarkas di Jenewa, Swiss. WHO didirikan oleh PBB pada 7
April 1948. Direktur Jendral sekarang adalah Margaret Chan (menjabat mulai 8 November
2006). WHO mewarisi banyak mandat dan persediaan dari organisasi sebelumnya, Organisasi
Kesehatan, yang merupakan agensi dari LBB.
Sejarah
Konstitusi WHO ini menyatakan bahwa tujuan dari didirikannya WHO ini ialah agar
semua orang dapat mencapai tingkat kesehatan tertinggi yang paling memungkinkan. Tugas
utama WHO ialah untuk membasmi penyakit khususnya penyakit menular yang sudah
menyebar luas.
WHO sendiri merupakan salah satu badan asli milik PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa), konstitusinya pertama kali muncul pada kali muncul pada Hari Kesehaan Dunia
yang pertama yaitu pada tanggal 7 April 1948 saat diratifikasi oleh anggota ke-26 PBB.
Jawaharlal Nehru, seorang pejuang kebebasan utama berasal dari India, telah menyuarakan
pendapatnya untuk memulai WHO. Aktivitas WHO, juga sisa kegiatan atau aktivitas
Organisasi Kesehatan LBB (Liga Bangsa-bangsa), diatur oleh sebuah Komisi Interim ialah
seperti ditentukan dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional pada musim panas
ditahun 1946. Pergantian dilakukan dengan melalui suatu Resolusi Majelis Umum PBB.
Pelayanan epidemiologi Office International d’Hygiène Publique Prancis dimasukkan dalam
Komisi Interim WHO pada tanggal 1 Januari tahun 1947.
Tujuan
Sebagaimana diatur dalam piagam, adalah menuju keadaan sehat yang menyeluruh.
WHO menetapkan bahwa kesehatan bukan hanya keadaan tanpa penyakit fisik, tapi
juga mencakup kesehatan mental dan kesejahteraan sosial. Sebab itu, fokus WHO tidak
hanya terbatas pada pemberantasan penyakit, tetapi juga pada upaya meningkatkan gizi,
kondisi sosial, dan kesehatan mental bagi warga di seluruh dunia. Meskipun sebagian besar
kegiatan WHO berlangsung di negara berkembang, petugas organisasi dapat pula ditemukan
bekerja di beberapa negara maju.
Bekerja sama dengan organisasi lain seperti American Centers for Disease Control,
WHO bertugas menanggapi wabah dan juga mendesain sistem seperti Directly Observed
Therapy Shortcourse (DOTS) yang diperuntukkan bagi pengobatan TBC.
Standar operasi ekstensif tentang bagaimana menangani penyakit menular
memungkinkan petugas WHO merespon dengan cepat dan efektif di seluruh dunia.
Organisasi ini juga aktif di lokasi pengungsian dan di daerah bencana, menerapkan
prosedur untuk mencegah wabah penyakit sekaligus menangani kasus penyakit menular yang
sudah berlangsung. Agar kegiatan selalu terkoordinasi, perwakilan WHO melaporkan apa
yang dilakukannya ke kantor pusat sehingga memudahkan tindak lanjut.
WHO mengakui bahwa munculnya penyakit menular di suatu bagian dunia adalah
ancaman bagi semua warga dunia, sehingga diperlukan respon cepat, pengobatan serta
pencegahan yang komprehensif.
WHO ini menargetkan untuk memusnahkan polio dalam kurun waktu beberapa tahun
lagi. Sejak 3 Oktober 2006, WHO sudah meluncurkan HIV/AIDS Toolkit untuk Zimbabwe
dengan standar internasional.
Ditambah lagi didalam tugasnya dalam memusnahkan penyakit, WHO ini juga
melaksanakan berbagai kampanye yang berhubungan dengan kesehatan, contohnya seperti,
untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan dan juga sayur-sayuran di seluruh dunia dan juga
berusaha mengurangi penggunaan tembakau. Pada bulan Februari 2007, para ahli bertemu di
kantor pusat WHO di Jenewa dan juga melaporkan bahwa usaha mereka pada perkembangan
vaksin influenza yang pandemik itu telah mencapai kemajuan yang bagus.
Lebih dari 40 percobaan klinik (clinical trial) sudah selesai atau juga sedang
berlangsung, kebanyakan ini difokuskan pada orang dewasa yang sehat. Beberapa
perusahaan, setelah menyelesaikan analisis keamanan pada orang dewasa, sudah memulai
percobaan klinik pada orang lanjut usia serta juga anak-anak. Sejauh ini semua vaksin aman
dan juga bisa di toleransi atau di terima tubuh pada segala macam tingkat usia.