Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Irsyaad Fadhlurrahman

NIM : 11181130000004
Kelas : HI 6A
Mata Kuliah : Politik Luar Negeri Republik Indonesia
Dosen Pengampu : Nazaruddin Nasution, SH, MA

UJIAN AKKHIR SEMESTER

A. Essay

1. Bandingkan prinsip “Thousands Friends, Zero Enemy” dengan prinsip yang berlaku dalam
Politik Internasional: “There are no permanent friends, there are no permanent enemies,
there are only permanent interests”. Jelaskan singkat.
Kebijakan Thousands Friends, Zero Enemy merupakan ide dan gagasan yang dikeluarkan
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di periode keduanya, dengan Menteri Luar Negeri
Indonesia pada saat itu, Marty Natalegawa. Kebijakan dimaknai sebagai simbol semangat Indonesia
dalam meningkatkan peranan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia. Tujuan dari kebijakan
ini untuk menjadikan Indonesia mampu menciptakan kerjasama yang baik kepada seluruh negara di
dunia yang tidak memandang blok (all direction foreign policy). Hal ini disebabkan kondisi pada saat
itu dunia cenderung tidak stabil. Sehingga diperlukan sikap kerjasama tanpa menunjukkan
keberpihakan. Kemudian, prinsip There are no permanent friends, there are no permanent enemies,
there are only permanent interests memiliki arti yang sangat berbeda dengan prinsip kebijakan
Presiden SBY. Prinsip ini memiliki definisi bahwa setiap hubungan kerjasama antarnegara serta
konflik yang berlangsung di dalam politik internasional merupakan hasil dari kepentingan negara-
negara yang terlibat. Negara tidak akan pernah menjalin kerjasama yang permanen apabila kerjasama
tersebut sudah tidak menghadirkan kepentingan salah satu negara di dalamnya sehingga kerjasama itu
akan putus. Begitu juga dengan konflik, negara-negara yang terlibat konflik masih memiliki hubungan
di bidang lain karena mereka masih memiliki kepentingan antar satu sama lain. 1

2. Uraikan tentang kesepakatan ASEAN mengenai Indo-Pasifik. Jelaskan peranan Indonesia serta
pandangan negara di luar kawasan mengenai hal ini.
Indo-Pacific Treaty memiliki tujuan untuk meningkatkan trust building sekaligus
mengesampingkan penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa antara negara-negara di
dalam kawasan. Dikatakan bahwa Indo-Pacific Treaty menjadi mekanisme pembangunan norma dan
prinsip bagi sebuah kawasan yang senantiasa berubah dan diharapkan dengan Indo-Pacific Treaty ini
akan bisa menciptakan keamanan bersama yang dihasilkan dengan tidak mengorbankan pihak-pihak
lain yang ada di dalam kawasan tersebut.
Kesepakatan ini menegaskan posisi ASEAN untuk tidak akan memihak kepada salah satu
kekuatan besar manapun dalam persaingan Tiongkok- AS di kawasan Asia Pasifik dan Samudera
Hindia. ASEAN memandang kedua kawasan ini sebagai kawasan yang terintegrasi dan terkoneksi.
Rivalitas kekuatan besar di kawasan Indo-Pasifik dikhawatirkan akan mempengaruhi stabilitas
kawasan dan meluas menjadi persaingan di berbagai sektor, tidak hanya ekonomi. ASEAN ingin
menghadapi kondisi ini dengan meredam dan menghindari sikap saling tidak percaya yang dapat
mengakibatkan kesalahpahaman dan kondisi zero-sum game.
Peran Indonesia
1
Nasution, Nazaruddin. (2016). Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia. Depok: Yayasan Bina
Insan Cita.
Indonesia sebagai negara yang memprakarsai lahirnya kesepakatan ini. Perjuangan ini dapat
dilihat sebagai upaya pemerintahan Jokowi untuk menjalankan Doktrin Poros Maritim Dunia yang
menginginkan Indonesia untuk berkembang menjadi negara yang berpengaruh di kawasan Samudera
Hindia dan Pasifik dengan tetap mengedepankan sentralitas ASEAN. Perspektif Indo-Pasifik secara
otomatis memposisikan Indonesia dan kawasan Asia Tenggara sebagai titik sentral yang
menghubungkan kawasan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia
Pemerintah RI telah melakukan banyak negosiasi kepada masing-masing negara yang
menyangkut berbagai isu strategis. Hal ini patut dihargai, karena membuktikan kesanggupan RI
membangun koalisi moral secara berkelanjutan. Hasilnya, format akhir dari Indo-Pasifik kelak akan
menjadi milik bersama, dengan RI sebagai penyelarasnya. Terdapat lima isu utama yang dibangun RI
itu sendiri, dapat dikategorikan ke dalam tiga isu keras dan dua isu lunak. Yang tergolong dalam isu
lunak adalah Ekonomi Kreatif dan Penanggulangan Resiko Bencana. Dua isu ini dapat dijadikan
fokus bersama karena dekat dengan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs), tidak
mengusik egosentrisme pemerintah manapun, serta membuka ruang perundingan yang demokratis.
Kemudian, penanggulangan terorisme, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP) dan
Indo-Pasifik merupakan 3 isu keras yang perlu ditangani secara berhati-hati, tanpa menyinggung
egosentrisme negara-negara yang selama ini memposisikan diri mereka sebagai negara unggulan.
Tiga isu keras tersebut di atas akan sangat menyita energi RI yang merupakan konseptor Indo-Pasifik,
guna membangun kesepakatan awal yang dapat diterima seluruh anggota .
Perspektif negara di luar kawasan
Beberapa negara kawasan Indo-Pasifik mulai terbuka dengan menyetujui kerja sama maritim
yang dibentuk Indonesia. Misalnya, Indonesia mengajak India, Australia dan Thailand untuk bekerja
sama menjaga stabilitas kawasan serta pengembangan konsep Indo-Pasifik. Amerika dan Tiongkok
juga tidak luput dari perhatian karena memiliki kepentingannya sendiri di kawasan tersebut. Vijay
Thakur Singh, ketua Delegasi India mengapresiasi Indonesia atas inisiatif pelaksanaan Pertemuan
High Level Dialogue on IndoPacific Cooperation tanggal 20 Maret 2019 di Jakarta yang dinilai
bermanfaat dan tepat waktu. Australia juga menegaskan komitmennya untuk terus berkontribusi
dalam menjaga stabilitas dan keamanan di Indo-Pasifik. Kemudian Indonesia-Thailand juga
mendorong pengembangan konsep Indo-Pasifik ASEAN. Kesepakatan itu disampaikan oleh Menteri
Luar Negeri RI Retno usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Thailand Don
Pramudwinai di Gedung Pancasila, Kementrian Luar Negeri di Jakarta.
Sedangkan, Jepang mempopulerkan istilah Indo-Pasifik melalui konsep Confluence of the
Two Seas yang ditawarkan ke India sekaligus memiliki makna atas keterbukaan jalur transportasi bagi
orang-orang, barang, modal dan pengetahuan dari Jepang ke India dan sebaliknya, serta meningkatkan
hubungan dagang. Kemudian, AS dalam Rebalancing atau Pivot to Asia Pacific dianggap sebagai
bentuk strategi terhadap Tiongkok yang kekuatannya semakin besar untuk dapat meningkatkan
pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik. Australia, India, dan Jepang merupakan tiga negara yang
berkepentingan di kawasan Asia Tenggara yang sering melibatkan diri di perpolitikan Asia Tenggara
meskipun kekuatan mereka tidak sebesar Amerika Serikat atau Tiongkok. Asia Tenggara dalam sudut
pandang Australia merupakan ‘gerbang awal’ yang mana untuk dapat menyerang Australia, mereka
harus menguasai Asia Tenggara terlebih dahulu.

B. Pilihlah Benar atau Salah dan jelaskan dengan singkat alasannya !

1. (B) (S) Keberhasilan diplomasi Indonesia di dalam menyelesaikan konflik di Kamboja


disebabkan posisi Indonesia di lingkungan ASEAN, keunggulan para diplomat Indonesia serta
dukungan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Benar, Indonesia mengimplementasikan politik luar negeri bebas-aktif dan mengambil
tindakan dalam penyelesaian Konflik Kamboja. Posisi Indonesia dalam lingkungan ASEAN juga
sebagai pemicu keberhasilan Indonesia yang mampu memiliki peran dalam tatanan dunia. Di awal
penyelesaian konflik ini Indonesia menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Jakarta Informal
Meeting atau yang dikenal dengan JIM. JIM ditenggarai oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali
Alatas. JIM mulain dilakukan pada tahun 1988-1990. Namun, JIM belum berhasil mengakhiri konflik
Kamboja, setidaknya sudah terbuka dialog antara berbagai pihak yang terlibat. Akhirnya Konflik
Kamboja diselesaikan dalam Perjanjian Paris. Ini menunjukan kehebatan diplomat Indonesia dan
mulai mejadi sorotan publik dunia.
PBB dalam hal ini memberikan dukungan penuh atas keberhasilan diplomasi Indonesia pada
konflik Kamboja. Hal ini melalui dilakukan melalui pasukan perdamaian dibawah naungan PBB
sebagai upaya mengatasi perang dan konflik yang terjadi. Bahkan, PBB juga membentuk United
Transional Authority in Cambodia (UNTAC) yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan konflik
panjang di Kamboja.

2. (B) (S) Kebijaksanaan Presiden Habibie menyelesaikan kasus Timor Timur tidak hanya
merugikan bagi Indonesia karena kehilangan wilayah, tetapi juga dikecam oleh masyarakat
internasional.
Salah, kebijakan Presiden B.J Habibie melalui dengar pendapat dengan dua tawaran yakni
otonomi luas bagi Timor Timur dan kemerdekaan bagi Timor Timur yang dilaksanakan yang di
laksanakan pada 30 Agustus 1999 oleh PBB di Timor Timur memang pada dasarnya merugikan bagi
Indonesia. Hasil dengar pendapat atau referendum diumumkan pada 4 September 1999, yakni hanya
21,5% rakyat mendukung otonomi khusus yang ditawarkan oleh Republik Indonesia pada saat itu,
sedangkan 78,5% rakyat Timor Timur menolak otonomi khusus yang ditawarkan Republik
Indonesia. Mayoritas rakyat Timor Timur bersikap anti-integrasi. Hal ini sangat merugikan Indonesia
karena harus kehilangan wilayahnya. Bahkan pemerintah dinilai tidak menghargai TNI yang sudah
berjuang dan tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan MPR/DPR saat memberikan opsi baru.
Meskipun merugikan dan mendapat kecaman internal hal ini justru dapat membersihkan nama
Indonesia yang dinilai masyarakat internasional sebagai negara pelanggaran HAM di Timor Timur.
Indonesia mendapat banyak kecaman dari dunia internasional yang menyatakan adanya pelanggaran
HAM berat di Timor Timur. Selanjutnya pada 20 September 1999, PBB membentuk pasukan
multinasional INTERFET (Interim Force For East Timor) yang bertugas mendampingi UNTAET
(United Nations Transnational Administration in East Timor) untuk membentuk pemerintahan.2

3. (B) (S) Masalah Terorisme sudah dihadapi Indonesia sebelum peristiwa 11 September 2001 di
Amerika Serikat, kejadian yang oleh Presiden George W. Bush dicanangkan sebagai “World
Campaign Against Terorism.”
Benar, Indonesia sudah menghadapi isu terorisme jauh sebelum peristiwa 9 September 2001.
Istilah terorisme di Indonesia mulai dikenal di masyarakat lewat aksi pengeboman atau bom bunuh
diri. Aksi terorisme di Indonesia masuk ke dalam tindakan criminal terrorisme. Hal ini disebabkan
oleh motif kelompok tertentu yang didalamnya terdapat bentuk terror dari suatu agama atau
kepercayaan yang bertujuan untuk membalas dendam. 3 Salah satu bentuk dari kejahatan terorisme
yakni pengeboman. Tindakan terorisme pertama kali terjadi di Indonesia sejak tahun 1962, yang
terjadi di kompleks Perguruan Cikini dengan tujuan membunuh presiden pertama RI, Ir Soekarno
(Tempo, 2004). Pasca reformasi, kejahatan terorisme mulai dikenal, tepatnya ketika terjadi peristiwa
pengeboman pada awal tahun 2000an. Saat itu terjadi peristiwa pengeboman di Kedutaan Besar
Filipina di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2000 dan menewaskan dua orang dan menyebabkan 21
orang lainnya mengalami luka-luka. Kemudian, pada tanggal 14 September 2000 tindakan terorisme
kembali dilakukan di Bursa Efek Jakarta. Tindakan ini didalangi oleh dua gembong teroris asal
Malaysia Azahari Husin dan Nurdin M. Top yang menggunakan bom mobil yang diledakan di
basement Bursa Efek Jakarta.
2
Nasution, Nazaruddin. (2016). Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia. Depok: Yayasan Bina Insan Cita.
3
Firmansyah, Hery. 2011. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Jurnal Mimbar
Hukum, Vol. 23, No.2, Junia 2011. Diunduh tanggal 27 Mei 2012 dari
www.mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/53
Terorisme semakin marak diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik ketika
peristiwa bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan sekitar 200 orang. Sebagian besar
korban adalah warga negara luar atau wisatawan asing. Peristiwa bom Bali I ini sangat mempengaruhi
citra Indonesia di mata dunia internasional karena langsung berdampak pada sektor pariwisata Bali
sebagai destinasi pariwisata favorit dunia sekaligus sebagai penyumbang devisa terbesar bagi
Indonesia. Pengeboman yang kerap kali terjadi di Indonesia ini membuat Indonesia dijuluki sebagai
Negara sarang teroris oleh beberapa Negara di dunia. Selain itu, pengeboman yang terjadi di
Indonesia pada 17 Juli 2009 yang berlokasi di Hotel JW Marriott dan Ritz Charlton Jakarta, semakin
menambah daftar panjang aksi terorisme di Indonesia (Detiknews, 2009). Jadi, bisa disimpulkan
bahwa isu mengenai terorisme di Indonesia sudah ada jauh sebelum Amerika Serikat mendeklarasikan
perang melawan teroris (War on Terror) pasca peristiwa 9 September 2001.
4. (B) (S) Selain Indonesia dan Tiongkok sebagai sesama negara Maritim, negaranegara lain,
seperti Australia, Inggeris, Jepang dan Amerika Serikat juga adalah negara-negara Maritim.
Benar, terdapat beberapa definisi yang menyatakan pengertian negara maritim. Negara
Maritim adalah negara yang memiliki wilayah yang terletak di wilayah perairan laut dan membentang
sangat luas. Bahkan lebih luas dari wilayah daratan negara tersebut. Jika dilihat dari kondisi geografis
dan batas teritorial, Indonesia adalah negara maritim yang memiliki hubungan, kedekatan dengan atau
terdiri dari laut. Begitu juga dengan Tiongkok yang mempunyai perairan yang sangat luas.
Namun, negara maritim juga bisa dimaknai sebagai Negara yang memanfaatkan wilayah
lautnya dalam konteks industri pelayaran umum, mampu dalam mengelola sumber daya alam dari
dasar hingga permukaan lautnya dan mengelola lautan atau samudera. Dalam berbagai aspek seperti
aspek ekonomi, geopolitik serta aspek militer masuk ke dalam kebijakan mengenai laut. Australia,
Inggris, Jepang dan Amerika Serikat termasuk negara maritime. Hal ini didasari kemampuan negara-
negara tersebut dalam memaksimalkan sumber daya maritimnya untuk pengembangan dan kejayaan
bangsa dan negara.4

4
Rep. Rob Wittman, (2020) "America is a maritime nation, and we need to start acting like it" diakses di
https://www.defensenews.com/opinion/commentary/2020/10/02/america-is-a-maritime-nation-and-we-
need-to-start-acting-like-it/

Anda mungkin juga menyukai