Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Irsyaad Fadhlurrahman

NIM : 11181130000004
Kelas : HI 6A
Mata Kuliah : Teori dan Praktik Diplomasi
Dosen Pengampu : Riana Mardila, MIR
Review Film Argo – Ujian Akhir Semester

1. Sinopsis Film

Film ini berangkat dari kisah nyata yang diangkat ke layar lebar berjudul Argo. Film ini
menceritakan tentang upaya yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat dalam membebaskan
enam orang staf Kedubes AS yang kabur dan bersembunyi di rumah Duta Besar Kanada dalam
peristiwa pengepungan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Iran pada tahun 1979. Hubungan
politik kedua negara mengalami konstelasi saat Ayatullah Khomeini menjadi pemimpin Iran.
Khomeini meminta Pemimpin sebelumnya Shah Reza Pahlevi dikembalikan ke Iran dan diadili.
Hal tersebut dilakukan karena Shah telah merubah tatanan negara yang dianut Iran.
Sebelumnya, Shah Reza Pahlevi berdiri dan berkuasa di Iran atas dukungan Amerika Serikat
dan Inggris melalui kudeta yang dilakukan pada tahun 1953 terhadap pemerintahan
Mosaddegh. 

Pembebasan keenam orang staf yang kabur dan bersembunyi di rumah Duta Besar
Kanada mendapatkan berbagai tantangan. Hal ini disebabkan oleh situasi politik di Iran, Garda
Revolusi Iran mengincar para warga Amerika Serikat sebagai dorongan untuk menekan
pemerintah AS. Seorang intelejen CIA bernama Tony Mendez ditugaskan untuk melakukan
operasi pembebasan. Tony melakukan upaya pembebasan melalui rencana pembuatan film
palsu yang mengambil tema di Timur Tengah khususnya Iran. Upaya ini dilakukan dengan
bantuan produser Hollywood ternama yaitu John Chambers. Upaya pembebasan dilakukan
dengan serangkaian penyamaran untuk memastikan bahwa para staf Kedubes AS tersebut
tidak diketahui oleh para pihak yang menentang AS.

Penyamaran dilakukan dengan bantuan Duta Besar Kanada dengan memberikan


paspor palsu yang menyatakan bahwa mereka adalah warga negara Kanada. Selanjutnya, para
staf tersebut diberikan peran dan identitas mengenai proses pembuatan film seperti sutradara,
penulis naskah, produser, dan sebagainya. Para staf diminta mendalami peran masing-masing
sehari sebelum operasi dilakukan. Dalam upaya menghaluskan penyamaran mereka
melakukan pengambilan latar atau syuting di landmark Iran dan pasar. Upaya tersebut hampir
gagal karena terjadi pertengkaran di antara mereka dan penduduk lokal Iran. 

Di hari berikutnya Tony meminta para staf lebih mendalami peran dan identitas palsu
yang dimiliki. Hal ini sangat penting karena dengan langkah terakhir yang dilakukan mereka
bisa terbebas dan keluar dari wilayah negara Iran. Semalam sebelum melaksanakan operasi,
Tony mendapatkan kabar bahwa operasi dibatalkan dan diganti oleh Delta Force (Pasukan
Khusus AS) dalam membebaskan sandera Kedubes AS. Namun, dengan kepercayaan dan
keberaniannya Tony mengambil tanggung jawab dan tetap melaksanakan operasi
pembebasan. Tony bergegas pergi menuju bandara bersama para keenam staf dan tidak lupa
sangat berterimakasih pada Dubes Kanada yang telah melindungi mereka dari ancaman milisi
Iran.
Di bandara mereka mendapati situasi yang sangat sulit. Mereka dihadapkan oleh milisi
Iran saat hendak memasuki pesawat. Para milisi menahan mereka dengan alasan pembuatan
film palsu itu telah menghina Iran karena terpampang pemeran yang tidak menutup aurat.
Tetapi, dengan negosiasi yang alot dan kekuatan identitas yang dibuktikan oleh Tony dan para
staf dapat meyakini mereka sehingga mereka dapat memasuki pesawat dan upaya
pembebasan ini berhasil. Di akhir cerita, Tony Mendez mendapatkan bintang kehormatan oleh
presiden AS Jimmy Carter karena telah berhasil melakukan operasi.

2. Setting Analisis Kebijakan Luar Negeri Iran - Amerika Serikat pada situasi saat itu

Kondisi pengepungan dan penyanderaan Kedutaan Besar AS di Iran dipicu oleh pergolakan
internal negara Iran itu sendiri. Saat itu terjadi revolusi yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini
yang berhasil melengserkan pemimpin sebelumnya Shah Reza Pahlevi. Pahlevi dianggap telah
mencorengkan tatanan politik Iran dengan menerapkan sekularisasi, modernisasi ala barat, dan
menentang para ulama di Iran. Kondisi tersebut telah mendorong para ulama khususnya
Ayatullah Khomeini untuk segera bertindak dengan melakukan penggulingan kekuasaan
Pahlevi dan melakukan revolusi. Jauh sebelum itu, saat Pahlevi berkuasa banyak para ulama
diasingkan.

Kebijakan luar negeri yang di bawah kepemimpinan Khomeini sarat dengan tindakan
anti-barat khususnya Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan oleh Imam Khomeini sebagai pemimpin
Revolusi Islam Iran dengan meletakan pondasi politik luar negerinya dengan menanamkan
nilai-nilai ajaran Islam. Secara struktur Khomeini mengkonsepkan pemikiran Islam dalam suatu
yang disebut Wilayatul Faqih. Konsep tersebut merupakan konsep yang meletakkan kekuasaan
tertinggi di tangan seorang ulama yang takwa, adil, mampu memimpin serta disetujui mayoritas
umat.1
Berdasarkan konstitusi yang berlaku di Iran terdapat salah satu dari lima prinsip politik
luar negeri yang diterapkan dalam menentang kehadiran AS di Iran. 2 Yaitu, Iran dengan tegas
menentang intervensi dan hegemoni asing di Timur Tengah. Hal ini ditujukan bahwa revolusi
merupakan bagian dari penentangan Amerika Serikat. Prinsip yang berlaku ini berdasarkan
dinamika yang terjadi di Iran bahwa intervensi AS telah memberikan kerugian yang besar pada
rakyat Iran. Ini dibuktikan dengan pemerintahan boneka Iran yaitu rezim Shah Reza Pahlevi
yang telah dimanfaatkan oleh Amerika Serikat dengan menguasai potensi sumber daya alam
Iran.

Salah satu peristiwa yang terjadi pada masa itu adalah pengepungan dan penyanderaan
orang-orang di Kedutaan Besar AS di Iran. Upaya pengepungan tersebut sebagai bentuk protes
dan tuntutan agar Pahlevi dipulangkan ke Iran untuk diadili dan diberikan hukuman. Pahlevi
yang sebelumnya telah merubah tatanan Iran menjadi anti-agama selama ia berkuasa telah
banyak ditentang. Kondisi saat krisis sandera banyak warga negara AS menjadi korban incaran.
Hal ini terjadi sebagai tekanan terhadap AS agar tuntutan tersebut dipenuhi. Garda Revolusi
Iran dalam hal ini diturunkan dalam upaya melakukan penjagaan di seluruh penjuru negeri di
Iran.

1
Riezky Poetra Phoenna and Harmiyati, ‘Perubahan Kebijakan Luar Negeri Iran Di Era Presiden Hassan Rouhani’,
2016.
2
M Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Iran Sejak Jatuhnya Syah Hingga Wafatnya Khomeini (Jakarta: Pustaka Hidayat,
1989).
3. Setting analisis Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat ke Iran pada situasi itu

Krisis sandera yang terjadi di Kedutaan Besar AS di Iran menimbulkan polemik di


internal Amerika Serikat mengenai upaya penyelamatan dan pembebasan sandera. Amerika
Serikat dinilai telah beberapa kali gagal dalam mencetuskan kebijakan luar negeri dan
kepentingan nasional untuk melindungi warga negaranya di Iran. Pahlevi yang meminta suaka
perlindungan ke AS memberi sinyal bahwa AS mendukung agar rezim Pahlevi dapat berkuasa
lagi di Iran. Namun, hal ini justru memicu bumerang dan mengakibatkan peristiwa
penyanderaan dan pengepungan Kedubes AS di Iran untuk menuntut Pahlevi dipulangkan.

Amerika Serikat saat Pahlevi berkuasa menancapkan Kebijakan Luar Negeri untuk
mendukung dan memanfaatkan sumber daya alam berupa minyak sebagai potensi dan
kelimpahan ekonomi. Namun, rakyat Iran telah sadar bahwa kondisi tersebut justru
memperburuk keadaan internal Iran. Rakyat Iran seringkali mendapati kemiskinan dan
kesejahteraan yang tidak merata. Hal itu memuncak ketika Khomeini berhasil mengambil alih
kekuasaan dan menyerukan agar Pahlevi diberikan hukuman. Awalnya, upaya yang dilakukan
Amerika Serikat untuk menghadapi krisis sandera menempuh jalan buntu. 

Pahlevi merupakan seorang yang bersahabat dengan Amerika Serikat. Kedekatan


tersebut dimanfaatkan untuk menjaga kepentingan nasional AS terhadap minyak di Iran. untuk
menghaluskan jalan kepentingan nasional AS di Iran, CIA memberi anjuran pada Pahlevi untuk
membentuk badan tentara yang menjaga ketertiban nasional Iran bernama SAVAK. Kebijakan
yang dicetuskan oleh Pahlevi banyak ditentang oleh rakyat Iran karena mendiskriminasi dan
menghilangkan unsur-unsur agama di tatanan negara Iran. Bahkan, pada saat berkuasa
Pahlevi mengasingkan para ulama dan salah satunya adalah Khomeini.

Upaya seperti melakukan embargo dan memberhentikan impor minyak dari Iran,
memutuskan hubungan diplomatik, dan meminta PBB untuk segera terlibat dengan menjadi
mediator menengahi kedua negara selalu tidak berhasil mengubah pandangan Ayatullah
Khomeini. Hal ini menjadikan popularitas Jimmy Carter dalam untuk ikut serta pada pemilu
berkurang drastis. Penurunan sebanyak 21% telah menjadikan alasan Ronald Reagan terpilih
menjadi presiden AS dengan hitungan yang telak.3 Kegagalan operasi Eagle Claw telah
memperburuk keadaan nasional dan kepercayaan rakyat Amerika Serikat.

Setelah mengalami kegagalan dan kesulitan Amerika Serikat dan Iran sepakat menandatangani
sebuah perjanjian yaitu Algiers Accords yang difasilitasi Aljazair sebagai mediator. Dalam
perjanjian tersebut Amerika Serikat tidak lagi mengintervensi Iran baik secara politik maupun
militer. Amerika Serikat akan mencairkan segala macam aset milik Iran yang sempat dibekukan
serta sanksi yang dijatuhkan selama konflik berlangsung, dan AS akan mengembalikan segala
properti milik Shah yang akan dianggap sebagai aset Iran.Puncaknya adalah pada tanggal 21
Januari 1981, Khomeini setuju untuk melepaskan sandera melalui penerbangan ke Jerman.

4. Tipe diplomasi yang terlihat dalam film tersebut

Serangkaian peristiwa dalam film tersebut membentuk suatu hubungan diplomasi dalam
upaya pembebasan keenam staf dubes AS. Tony Mendez, seorang agen CIA yang
merencanakan pembebasan dengan penyamaran produksi film di Iran cukup berhasil dalam
menjalankan aksinya. Penyamaran produksi film yang menggaet para produser ternama dan
3
Siti Adela, ‘Iran Hostage Crisis: A Sphere Full of Distrust and Failure’, Jurnal Sentris, 1.1 (2020), 31–41
<https://doi.org/10.26593/sentris.v1i1.4126.31-41>.
media telah menciptakan branding dan kepercayaan publik Iran terhadap proses pembebasan.
Ini dibuktikan dengan konsulat Iran di Turki yang menerima berkas dan menyetujui perizinan
pembuatan film di Iran. Rencana tersebut bahkan berhasil mengelabui Dinas Kebudayaan dan
Islam di Iran dengan menyetujui pengambilan gambar di lokasi pasar Iran.

Konteks diplomasi dalam film Argo juga ditunjukan oleh bantuan Kedutaan Besar Kanada
yang melindungi para staf yang kabur dari pengepungan. Pemberian perlindungan,
pendampingan, bahkan pemulangan dilakukan oleh Duta Besar Kanada. Hubungan harmonis
AS-Kanada telah membentuk nilai-nilai budaya dan dialog ideologis telah mempengaruhi pihak
lain mendukung krisis kemanusiaan yang terjadi. Hal inilah yang dasar dalam menentukan tipe
diplomasi yang digunakan pada operasi pembebasan enam staf Dubes AS.

Dengan memahami dan menganalisis persoalan tersebut, maka penulis menilai tipe
diplomasi yang digunakan adalah Soft Diplomacy dan Media Diplomacy. Joseph Nye Jr
mendefinisikan Soft Power sebagai kapasitas yang dimiliki suatu aktor negara untuk
mempengaruhi pihak lain melakukan apa yang diinginkan tanpa paksaan (coercion), ancaman
(threats), atau sogokan (bribes).4 Soft diplomacy juga diterangkan dengan pemahaman tentang
nilai-nilai budaya, ideologis, dan budaya.

Media Diplomacy juga diterapkan dalam melancarkan operasi pembebasan melalui


branding film hingga dapat diterima dan dipercayai publik bahwa film tersebut diciptakan benar
adanya. Dalam hal ini, film juga merupakan aset dari Soft Diplomacy. Film dapat menjadi media
baik visual dan literasi yang memperkuat karakter bangsa dan serta sebagai ajang pengenalan
atau promosi publik. Penggunaan diplomasi baik Soft Diplomacy dan Media Diplomacy telah
hubungan harmonis kedua negara tersebut.

Referensi

Adela, Siti, ‘Iran Hostage Crisis: A Sphere Full of Distrust and Failure’, Jurnal Sentris, 1.1
(2020), 31–41 <https://doi.org/10.26593/sentris.v1i1.4126.31-41>

Joseph S. Nye, Soft Power. The Means to Success in World Politics, ed. by Public Affairs, 2004

Phoenna, Riezky Poetra, and Harmiyati, ‘Perubahan Kebijakan Luar Negeri Iran Di Era
Presiden Hassan Rouhani’, 2016

Sihbudi, M Riza, Dinamika Revolusi Iran Sejak Jatuhnya Syah Hingga Wafatnya Khomeini
(Jakarta: Pustaka Hidayat, 1989)

4
Joseph S. Nye, Soft Power. The Means to Success in World Politics, ed. by Public Affairs, 2004.

Anda mungkin juga menyukai