Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Industri otomotif merupakan salah satu industri yang tengah berkembang di kawasan Asia
Tenggara, khususnya Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara terdapat beberapa negara sebagai
perakit otomotif khususnya kendaraan roda empat dari perusahaan-perusahaan otomotif
multinasional, seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Pada tahun 2012
negaranegara tersebut mendapatkan penguasaan pasar tertinggi di kawasan Asia Tenggara
dengan rincian, Thailand menguasai pasar sebesar 58%, Indonesia 25,1%, Malaysia 13,4 %
serta Vietnam 1,7%.

Dengan rincian tersebut dapat digambarkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar yang
cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Besarnya peluang yang dimiliki oleh Indonesia
membuat banyak perusahaan otomotif multinasional mengembangkan industrinya di
Indonesia. Salah satunya adalah Jepang yang memiliki sektor industri otomotif yang maju.
Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Jepang telah terjalin sejak tahun 1950 yang mana
salah satu kerjasama bilateral tersebut didalamnya terdapat bidang industri otomotif.

Adanya ketersediaan pasar domestik yang besar di Indonesia membuat beberapa perusahaan
otomotif multinasional terus menerus melakukan persaingan. Adapun beberapa hal yang
menyebabkan persaingan pada industri tersebut, diantaranya adalah harga dan pasar. Dalam
industri otomotif harga merupakan bagian yang vital. Hal ini mempunyai dampak langsung
bagi pemenuhan kebutuhan primer konsumen. Apabila melihat harga pasar industri otomotif
di Indonesia. Harga mobil produksi perusahaan otomotif asal Jepang memang cenderung lebih
mahal apabila dibandingkan dengan harga mobil produksi otomotif asal Korea, China, dan
Malaysia.

Mengenai adanya persaingan harga dalam industri otomotif di Indonesia, beberapa perusahaan
otomotif multinasional melakukan persaingan terhadap harga dalam pengembangan industri
otomotifnya di Indonesia. Adanya persaingan harga dan pasar dari perusahaan otomotif
multinasional yang ada di Indonesia membuat Jepang harus melakukan pendekatan secara
ekonomi dan politik kepada Indonesia. Selain itu, China juga merupakan pesaing bagi Jepang
dalam melakukan investasi di negara-negara tetangganya, termasuk Indonesia. Dengan kata
lain, Jepang harus melakukan diplomasi ekonomi untuk menjaga penguasan pasar industri
otomotifnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana diplomasi ekonomi RI dalam menghadapi persaingan industri otomotif


Jepang dan dampaknya terhadap lingkungan?

1.3 Kerangka Teori

A. Kerjasama bilateral

Hubungan bilateral (Inggris: bilateral relations atau bilateralism) adalah jenis hubungan
yang melibatkan dua pihak. Biasanya digunakan untuk menyebut hubungan yang melibatkan
hanya dua negara, khususnya suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara 2 Negara.

Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-


ekonomi, pertukaran tumpang, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral
adalah hubungan multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu
negara berlaku semaunya (freewill).

Kerjasama bilateral

Jadi, kerjasama bilateral adalah kerjasama yang hanya melibatkan dua negara saja, biasanya
itu dilakukan oleh negara yang sedang berusaha memenuhi kebutuhan pokok di negara itu
sendiri. Misalnya Indonesia – Jepang yang bekerjasama dibidang otomotif.

B. Diplomasi ekonomi

a. Pengertian diplomasi ekonomi

1
Diplomasi ekonomi adalah pelaksanaan kebijakan luar negeri untuk membangun relasi
ekonomi dengan pihak luar melalui peran aktif Negara dan tidak hanya mengandalakan
kekuatan pasar untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Untuk tujuan ini maka diplomasi
ekonomi Indonesia harus bersifat inklusif dan berbasis lingkungan. Inklusif artinya diplomasi
ekonomi yang mengutamakan kesejahteraan kesempatan dalam hal akses pasar dan sumber

1
Elisabeth, Adrana. ROAD MAP Kebijakan Luar Negeri Indonesia ( 2015 – 2020) : mewujudkan Diplomasi
Ekonomi Inklusif, Berbasis Lingkungan dan Berkelanjutan. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2016
daya ekomomi (sumber daya manusia dan sumber daya alam), distribusi hasil pembangunan
ekonomi yang lebih merata, serta didukung oleh lingkungan bisnis dan regulasi yang sehat.
Berbasis lingkungan berarti diplomasi ekonomi yang menerapakn prinsip pembangunan
berkelanjutan terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ekonomi Indonesia untuk
kemanfaatan jangka panjang.

2
Pada konteks yang lebih luas, diplomasi ekonomi juga akan dihadapkan pada persaingan
memperebutkan pengaruh dan kepemimpinan di tingkat regional dan global dengan basis
kekuatan ekonomi atau kekuatan dalam mengendalikan isu – isu strategis yang berpotensi
muncul di masa mendatang. Indonesia sebagai middle power dengan didukung oleh potensi
sumber daya ekonomi yang melimpah mempunyai peluang dalam membangun kekuatan
kepemimpinan di tingkat regional, tetapi hal ini akan sangat tergantung dari kemampuan
pemerintah dalam memainkan diplomasi ekonomi.

2
Elisabeth, Adrana. ROAD MAP Kebijakan Luar Negeri Indonesia ( 2015 – 2020) : mewujudkan Diplomasi
Ekonomi Inklusif, Berbasis Lingkungan dan Berkelanjutan. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2016
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH HUBUNGAN BILATERAL JEPANG – INDONESIA

Hubungan Bilateral Jepang-Indonesia Secara Umum

Sejarah panjang hubungan kerjasama antara Jepang dan Indonesia dimulai dengan
ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian antara Jepang dan Indonesia, serta Perjanjian
Pampasan Perang 20 Januari 1958 di Jakarta. Pada perjanjian tersebut, terdapat wakil-wakil
yang berkuasa penuh yang diangkat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu Aiichiro Fujiyama
selaku Mentri Luar Negeri Jepang dan Soebandrio selaku Mentri Luar Negeri Indonesia untuk
memeriksa surat-surat kuasa masing masing dan menandatangani perjanjian yang telah
disepakati.

Adanya perjanjian tersebut, sebagai tanda berakhirnya perang antara Jepang dan Indonesia, dan
memulai hubungan baru yang lebih menguntungkan kedua belah pihak. Disebutkan dalam
pasal 6 Perjanjian Perdamaian, jika terjadi perselisihan mengenai masalah tafsiran atau
pelaksanaan perjanjian, maka akan dilakukan perundingan sebagai penyelesaiannya. Namun,
jika hal tersebut tidak juga memperoleh kesepakatan dalam waktu enam bulan sejak perjanjian
tersebut diberlakukan, maka atas salah satu pihak yang berjanji dapat mengajukan
permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional untuk mendapatkan penyelesaian. Hasil
dari perundingan perjanjian yang telah disepakati kemudian diratifikasi melalui UU No.13
tahun 1958 tanggal 27 Maret 1958/ LN No.31/TLN 156016.

Setelah perjanjian perdamaian tersebut disepakati, Jepang mulai aktif memperbaiki image
dirinya dari Negara yang kejam pada waktu kolonialisasi menjadi Negara pemberi bantuan
pembangunan sebagai bentuk ganti rugi perang sesuai dengan perjanjian perdamaian San
Fransisco 1951 kepada 12 negara di Asia termasuk Indonesia. Pemberian dana ganti rugi
tersebut dimanfaatkan oleh Jepang untuk menjalin kerjasama ekonomi luar negeri sekaligus
memberikan dukungan kuat bagi perkembangan Jepang selanjutnya. Pada tahun 1960 untuk
mendapatkan dukungan kuat dan pengaruh yang lebih besar di dunia maupun di kawasan,
jepang akhirnya bergabung dengan DAC (Development Assistance Committee). Bagi
Indonesia, Jepang adalah negara pendonor terbesar, demikian juga bagi Jepang, Indonesia
adalah negara penerima bantuan terbesar. Hal itu dapat dilihat secara kumulatif nilai realisasi
bantuan ODA Jepang di Indonesia dengan total komulatif sampai tahun 2006.

2.2 KERJASAMA INDONESIA – JEPANG DI BIDANG EKONOMI

Dalam industri otomotif dan perusahaan multinasional Jepang di Indonesia, Doner


memaparkannya pada periode orde lama dan orde baru dimana situasi ekonomi dan politik
Indonesia masih belum stabil. Dan pada periode tersebut juga dipaparkan peranaan China
dalam sektor bisnis Indonesia yang menyebabkan Jepang cukup berhati-hati dalam melakukan
ekspansi dalam industri otomotifnya. Persaingan industri otomotif pada masa itu di kawasan
Asia Tenggara adalah Amerika Serikat dan Jepang.

Seiring berkembanganya industri otomotif di Indonesia banyak perusahaan otomotif


multinasional memasarkan mobilnya di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan pada tahun 1974 mengenai pelarangan impor mobil secara
utuh. Selain itu pengenaan bea masuk yang tinggi bagi kendaraan yang tidak menggunakan
komponen lokal. Banyaknya perusahaan otomotif multinasional di pasar domestik, membuat
Indonesia mencoba mengembangkan industri otomotifnya dengan cara memproduksi
kendaraan roda empat yang diharapkan dapat menjadi mobil nasional.

Fenomena tersebut memunculkan reaksi Jepang dan mengadukannya ke WTO. Adanya


kebijakan pemerintah Indonesia yang mendukung adanya mobil nasional pada era tersebut
membuat beberapa perusahaan domestik mencoba memproduksi kendaraan roda empat,
diantaranya Bimantara Cakra Nusa, Indomobil, dan Bakrie Motor. Namun, perusahaan-
perusahaan tersebut tidak dapat berkembang dikarenakan terkena dampak krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1998. Dengan adanya peristiwa tersebut pemerintah Indonesia
tetap masih mencoba mewujudkan kemandirian industri otomotif domestik dengan cara
memproduksi mobil nasional. Tahun 2012 industri otomotif domestik mencoba membuat
kendaraan roda empat yang bernama Esemka. Akan tetapi, mobil tersebut masih kalah bersaing
dalam pasar Indonesia yang telah didominasi oleh banyaknya perusahaan otomotif
multinasional.

Adanya penelitian-penelitian terdahulu sebagai batasan penulis dalam mengambil topik


penelitian. Kemudian, peneliti mengambil celah dari penelitian-penelitian terdahulu dengan
mengambil topik mengenai “Diplomasi Ekonomi Jepang Dalam Menghadapi Persaingan
Industri Otomotif Di Indonesia Tahun 2005-2013” yang mana dapat diketahui tindakan-
tindakan nyata Jepang melalui diplomasinya dalam mempertahankan pasar otomotifnya di
Indonesia sebelum dan setelah disepakatinya kerjasama ekonomi kemitraan antara Jepang
dengan Indonesia (IJEPA).

2.3 DAMPAK KERJASAMA PEREKONOMIAN INDONESIA – JEPANG DI BIDANG


OTOMOTIF

A. Dampak positif

1. Perindustrian otomotif mobil Jepang di Indonesia pada saat ini semakin meningkat
sehingga membuat perekonomian indonesia menjadi lebih maju dengan adanya
perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Jepang.
2. Memberikan kontribusi pada pengurangan jumlah pengangguran di Indonesia
karena keberadaan perusahaan Jepang yang membangun perusahaan di Indonesia
tentu membuka kesempatan kerja yang luas bagi sumber daya manusia didalam
negri.
3. Dapat meningkatkan penggunaan dan pendayagunaan produk dan jasa engineering
local dalam kegiatan produksinya sehingga akan meningkatkan kontribusi
manufacturing Indonesia dalam mendukung perokonomian nasional.
4. Pendorong bagi para pelaku industry otomotif untuk terus mengembangkan
industry komponen guna memperkuat struktur industry otomotif nasional.

B. Dampak negatif
1. Indonesia menjadi negara yang tidak bisa berdiri sendiri untuk memajukan
perindustrian otomotif mobil di negaranya sendiri.
2. Jika semakin banyak kendaraan-kendaraan yang terus masuk ke Indonesia, jalan di
Indonesia terutama di ibukota akan dipadati oleh kendaraan dari perusahaan Jepang
dan bisa berdampak pada kemacetan dan juga polusi udara.
3. Jika terlalu banyak perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia, yang ditakutkan
adalah dapat mematikan perusahaan-perusahaan local yang ada didalam negri yang
tidak dapat bersaing dengan perusahaan Jepang tersebut.
C. SOLUSI YANG DAPAT DIATASI

Kerjasama dalam mematuhi dan memperbaiki standar lingkungan (air limbah industri)

Proyek penerapan sistem di propinsi Jawa Barat. Salah satu tantangan bagi Indonesia adalah
perbaikan lingkungan dari pencemaran yang berasal dari air limbah industri yang semakin
parah sejak tahun 1990-an. Untuk mengatasi masalah tersebut, Jetro Jakarta Center melakukan
pembinaan melalui pengiriman ahli pengembangan manajer pencegahan pencemaran
lingkungan (EPCM) dari Jepang di propinsi Jawa Barat selama tahun 2004 sampai dengan
2006, dimana masalah pencemaran lingkungan sangat serius. Dalam rangka proyek pendukung
tersebut, kami juga melakukan penyusunan materi pembinaan EPCM dalam bahasa Indonesia.
Kemudian pada Desember 2005 ujian EPCM yang merupakan pertama di Indonesia
diselenggarakan di Jawa Barat. Sampai tahun 2007, lebih dari 160 orang telah diakreditasi
sebagai EPCM.

Berdasarkan dengan hasil tersebut, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen
Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup sedang melakukan sosialisasi sistem
tersebut di propinsi-propinsi lain. Sejak tahun 2008 sudah beberapa propinsi mulai
mempertimbangan penerapan sistem tersebut. Selain itu, Pemerintah sedang mempersiapkan
regulasi dalam rangka penerapan sistem di setiap propinsi. Berdasarkan dengan sistem yang
telah dilaksanakan di Jawa Barat, pembangunan sistem yang sama di industri karet juga sedang
disiapkan.

Kerjasama dalam mematuhi dan memperbaiki standar lingkungan (air limbah industri)-
Proyek pengelolaan lingkungan hidup pada sector industry karet

Proyek pengelolaan lingkungan hidup pada sektor industri karet .Industri karet yang
merupakan salah satu industri dasar Indonesia, telah berkembang luas di Indonesia seperti di
Pulau Sumatera dan Kalimantan. Namun air limbah pabrik yang dibuang dari industri ini terus
menjadi masalah sampai saat ini. Maka JETRO Jakarta Center mengirimkan ahli EPCM dari
Jepang sejak tahun 2006 kepada GAPKINDO (Gabungan Perusahaan Karet Indonesia) dengan
tujuan membangun sistem pengelolaan lingkungan yang mandiri dan berkesinambungan
melalui pembinaan sumber daya manusia dan lain-lain.
Proyek untuk mendukung kegiatan Resposible Care (RC)

Dengan meningkatnya perdagangan internasional dan investasi yang berkaitan dengan bahan-
bahan kimia, maka perusahaan-perusahaan yang menangani bahan-bahan kimia kini dituntut
untuk berkomitmen agar kebijakan manajemen perusahaan akan memperhatikan masalah
kesehatan, keselamatan dan lingkungan, dalam seluruh life cycle produk. Oleh karena itu,
perusahaan dituntut juga untuk melaksanakan program penyelamatan dan perbaikan
lingkungan secara sukarela. Di Indonesia, melalui bimbingan dari Komite Nasional
Responsible Care Indonesia (KNRCI), telah dimulainya persiapan kerangka dasar penerapan
Responsible Care (RC), namun sistem verifikasi RC dan pembinaan sumber daya manusia
masih menjadi tantangan. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut, JETRO Jakarta Center
mengirimkan ahli RC dari Jepang sejak 2006 dan mengadakan pelatihan dengan harapan dapat
membina tenaga verifikasi RC terhadap anggota KN-RCI dan memberi bimbingan terhadap
calon pembina tenaga verifikasi di KN-RCI dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Menurut kami, diplomasi ekonomi Indonesia terhadap persaingan industry otomotif di Jepang
masih harus melakukan peningkatan dalam sumber daya alamnya maupun sumber daya
manusianya, dan harus memperhatikan atau meningkatkan industri-industri dalam negri atau
dari mulai industry kecil sampai dengan industri besar dengan adil agar tidak terjadi
kesenjangan sosial Antara industri kecil dengan industry besar, sehingga lebih mampu bersaing
dan dapat memanfaatkan secara optimal peluang pasar dari EPA (Economic Partnership
Agreement). Salah satu contoh kerjasama EPA adalah kerjasama bilateral Antara Indonesia
dengan Jepang di bidang industry otomotif. Sejauh ini Indonesia memiliki banyak komoditi
non-migas yang cukup menjadi andalan untuk di ekspor ke pasar Jepang. Komoditi yang kira
masih potensial untuk ditingkatkan ekspornya ke pasaran jepang Antara lain, hasil perikanan,
hasil pertanian seperti kopi,the,coklat dan rempah-rempah, produk makanan, produk hasil
hutan tanaman, batik dan tenun ikat, produk pertambangan seperti temabaga,nikel,karet kertas,
dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unpas.ac.id/2073/2/12-BAB%20I.pdf

https://www.jetro.go.jp/indonesia/aktivitasi/jimu11ind.html

http://repository.unpas.ac.id/2073/2/12-BAB%20I.pdf

https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/711/jbptunikompp-gdl-ariwigiart-35511-5-bab1.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_bilateral

https://kartikagaby.wordpress.com/2012/04/24/kerjasama-bilateral-indonesia-jepang/

Buku: ROAD MAP Kebijakan Luar Negeri Indonesia ( 2015 – 2020) : mewujudkan Diplomasi
Ekonomi Inklusif, Berbasis lingkungan dan berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai