Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH ASEAN – CHINA FREE TRADE AGREEMENT TERHADAP

PEREKONOMIAN DAN INDUSTRI USAHA KECIL MENENGAH


INDONESIA

Oleh:

Trias Halpito Habrianto 151130033

Benediktus Ganny Anvela 151130068

Vladimar Ervinza 151130103

Denny Arief Wibowo 151130184

Samuel Bryan 151130194

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2018
Daftar Isi

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

Latar Belakang .............................................................................................................. 1

BAB II ................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. Indonesia dan Asean – China Free Trade Agreement (ACFTA) ..................... 2

B. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi AFCTA .............................................. 3

C. Lemahnya Daya Saing Produksi Indonesia ........................................................ 3

D. Dampak ACFTA Terhadap Perekonomian dan Industri Usaha Kecil


Menengah di Indonesia ......................................................................................... 5

BAB III............................................................................................................................... 7

PENUTUP.......................................................................................................................... 7

Kesimpulan .................................................................................................................... 7

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat kita hindari, Setiap negara
harus ikut atau dipaksa ikut dalam percaturan globalisasi dunia. Setiap negara yang tidak
mengikuti trend globalisasi cenderung akan dikucilkan dalam pergaluan dunia dan
cenderung terhambat perkembangan negara tersebut khususnya dalam bidang ekonomi.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan,
dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin
terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.1 Globalisasi ekonomi
memandang dunia sebagai satu kesatuan. Sisi perdagangan dan investasi bergerak menuju
liberalisasi perdagangan dan investasi dunia secara keseluruhan.

Globalisasi ekonomi sangat erat kaitannya dan selalu berhubungan dengan


perdagangan bebas. Di mana negara - negara semakin memiliki keleluasaan dalam menjalin
kerjasama perdagangan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Globalisasi ekonomi di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri
ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya
produk - produk global ke dalam pasar domestik.

Globalisasi ekonomi akan membawa berbagai pengaruh terhadap perekonomian


suatu negara, Banyak negara - negara di dunia menyambut baik globalisasi ekonomi ini
karena berpandangan bahwa globalisasi ekonomi dapat membawa kemakmuran bagi
seluruh umat manusia, namun di balik itu semua sebenarnya tersimpan sebuah ancaman
besar dari globalisasi ekonomi terutama terhadap negara negara yang sedang berkembang
atau negara dunia ketiga tidak terkecuali Indonesia terutama paska berlakunya Asean –
China Free Trade Agreement awal Januari 2010 yang berdampak pada meningkatnya
kemiskinan dan ketimpangan sosial pada Indonesia.

1
Joshi, Rakesh Mohan (2009). International Business. Oxford University Press, Incorporated. ISBN
978-0-19-568909-9.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Indonesia dan Asean – China Free Trade Agreement (ACFTA)


Dalam suatu era globalisasi, perdagangan bebas merupakan hal yang sering
diperbincangkan karena diharapkan membawa perubahan penting bagi tatanan
perdagangan dunia. Saat ini, Indonesia telah melakukan banyak kerjasama perdagangan
baik yang bersifat bilateral, regional maupun internasional. Meskipun keterlibatan
Indonesia dalam berbagai kerjasama perdagangan tersebut memberikan tantangan terhadap
produk dalam negeri, tujuan dari semua perjanjian tersebut adalah adanya dampak positif
bagi perekonomian negara-negara yang terlibat dan ekonomi Indonesia pada khususnya.
Terkait dengan kawasan regional, Indonesia tergabung dalam Asean Free Trade Area
(AFTA) yang ditandatangani pada tanggal 28 Januari 1992. Dalam perkembangannya,
kerjasama antar negara-negara Asean ini diperluas dengan melibatkan berbagai negara
lainnya termasuk dengan Cina yang dikenal sebagai ACFTA.
Secara khusus, keterlibatan Indonesia dalam ACFTA perlu untuk dicermati lebih lanjut.
Hal ini terkait dengan banyak faktor seperti kesiapan produk dalam negeri menghadapi
serangan barang impor dari Cina, serta potensi pasar Asean yang menjadi berkurang.
Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan perjanjian perdagangan bebas tidak
dapat dicegah ataupun dibatalkan walaupun sektor industri manufaktur mengaku belum
cukup siap. Namun, lazimnya di dalam kesepakatan perjanjian perdagangan bebas terdapat
klausul-klausul yang memberi kesempatan para pihak memodifikasi dan penundaan
konsesi sementara dalam rangka memperbaiki posisi daya saingnya. Indonesia sendiri
terikat dengan Asean - China Free Trade Agreement setelah meratifikasi Framework
Agreement on Comprenhensive Economic Co-operation Between The Association of
South East Asian and People’s Republic of China pada tanggal 15 Juni 2004 lewat
keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004.2
Dalam Framework Agreement, Indonesia menyepakati untuk memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi melalui:
 Penghapusan tarif dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang;
 Liberalisasi secara progressif barang dan jasa;
 Membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka

2
http://www.aseansec.org/16646.htm diakses pada tanggal 10 September 2018.

2
B. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi AFCTA

Asean - China Free Trade Agreement merupakan salah satu bentuk kerja sama antara
negara – negara Asean dengan China dalam menghadapi era Globalisasi terutama pada
bidang ekonomi. ACFTA ini merupakan perang mutu, harga, kuantitas akan suatu
pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China. Seperti yang kita ketahui, harga
barang produksi China relatif murah dan diminati konsumen Indonesia. Hal ini tidak
terlepas dari kualitas barang yang dihasilkan oleh China. Dengan adanya fenomena ini,
Indonesia perlu mempersiapkan tim yang diharapkan mampu memberi kontribusi positif
memperkuat daya saing global.

Pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi
Indonesia (Apindo) membetuk tim bersama Asean - China Free Trade Agreement. Tim ini
berperan menampung keluhan terkait hambatan pengusaha baik industri besar maupun
kecil, menyoroti kebijakan, potensi gangguan ekspor impor dan pemanfaatan peluang
dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA yang dimulai awal Januari 2010.

Dengan adanya tim ini dapat dipantau perbandingan seberapa besar kekuatan barang
kompetitor. Keluhan-keluhan dari para pengusaha bisa dipakai untuk mengidentifikasi
berbagai masalah yang perlu ditangani demi memperkuat daya saing industri nasional di
ajang kompetisi ACFTA. Namun, pada kenyataannya, pembentukan tim tersebut kurang
cukup membantu dalam menghadapi persaingan global. Hal ini dikarenakan masih
minimnya daya saing produk Indonesia yang menjadi tombak perekonomian. Banyak faktor
yang menentukan tinggi rendahnya daya saing. Salah satunya adalah peran dari strategi
perdagangan dan industri. Tanpa strategi industri dan perdagangan, suatu negara tidak
mungkin membangun industri yang kompetitif dan produktif.

C. Lemahnya Daya Saing Produksi Indonesia

Meskipun dengan adanya Asean – China Free Trade Agreement dapat menjadi peluang
yang baik bagi Indonesia, terdapat permasalahan terhadap lemahnya daya saing produk
Indonesia dalam implementasi ACFTA bagi Indonesia. Lemahnya daya saing produk-
produk industri dan manufaktur Indonesia dalam kompetisi dengan negara-negara ACFTA
berasal dari faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal ini merupakan faktor yang berasal dari keunggulan komparatif dan
kualitas produk dari negara yang berkompetisi dengan Indonesia.

3
Faktor internal merupakan faktor lemahnya daya saing produk-produk Indonesia akibat
dari hambatan domestik. Hambatan domestik ini berasal dari high cost economy Indonesia
atau biaya tinggi yang ditanggung dalam kegiatan industri dan perdagangan. Menurut
Menteri Perindustrian M. S. Hidayat sekitar 60% komponen biaya produksi manufaktur
lebih tinggi dari biaya pembuatan produk sejenis di negara tetangga, khususnya China hal
ini tentu sangat berpengaruh besar terhadap lemahnya daya saing produk - produk buatan
Indonesia, bahkan di dalam negeri pun produk produk buatan China banyak menguasai
pasar Indonesia karena murahnya biaya produksi yang membuat produk buatan China
memiliki harga yang relatif lebih murah dan memiliki daya saing yang kuat.3 Ada beberapa
hal yang menyebabkan tingginya biaya ekonomi Indonesia, Seperti :

 Permasalahan birokrasi merupakan permasalahan yang berasal dari sistem


prosedur yangharus dilakukan dalam melaksanakan proses industri dan proses
perdagangan luar negeri. Proses yangrumit dalam birokrasi yang mengatur
perindustrian menyebabkan pungutan-pungutan yangmembebani biaya produksi.
 Permasalahan infrastruktur menjadi hal yang perlu disoroti dalam hal lemahnya
daya saing produk industri dan manufaktur Indonesia. Kerusakan infrastruktur
perhubungan dapatmempengaruhi efektivitas dari kegiatan industri di Indonesia.
Kerusakan jalan, kemacetan dan inefektivitas kerja pelabuhan menjadi beban biaya
bagi perusahaan sehingga menambah biaya produksi. Kenaikan biaya produsi ini
kemudian berimbas pada harga jual yang meningkat sehinggamengurangi daya
saing produk tersebut.
 Permasalahan suku bunga berasal dari tingkat suku bunga bank di Indonesia yang
masihtinggi untuk menunjang pertumbuhan industri. Besarnya suku bunga ini
menyebabkan semakin tingginya costs of loan yang harus ditanggung oleh
perusahaan yang dibiayai melalui kredit. Lebihlanjut, suku bunga Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang merupakan sumber pendanaan yang paling potensial bagi
sektor UKM di Indonesia merupakan suku bunga kredit rakyat tertinggi kedua di
dunia,setelah Myanmar.4

Jadi, dapat dikatakan bahwa produk-produk Indonesia memiliki daya saing yang relative
rendah dibandingkan negera – negara anggota ACFTA terutama China.

3
http://www.kemenperin.go.id/artikel/2885/Produk-Lokal-Sulit-Saingi-Impor diakses pada
tanggal 10 September 2018.
4
http://bataviase.co.id/node/424865 diakses pada tanggal 10 September 2018.

4
D. Dampak ACFTA Terhadap Perekonomian dan Industri Usaha Kecil Menengah di
Indonesia

Berlakunya Asean – China Free Trade Agreement benar-benar merubah orientasi pasar
di negara indonesia. Bagaimana tidak, belum separuh kita bekerja memperbaiki kondisi
perekonomian bangsa ini sudah diterjang oleh pasar bebas yang mengakibatkan pasar
industri jatuh bangun. Pemberlakuan perdagangan bebas seiring dengan globalisasi
sebenarnya sudah lama diprediksi. ACFTA memang datang seolah membawa kabar baik
bagi perekonomian Indonesia, namun tidak dapat kita pungkiri bahwa terdapat ancaman
nyata dari berlakunya ACFTA :

1. Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-
sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah
mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri).
2. Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang
sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari
produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
3. Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.
Segalanya bergantung pada barang asing. Bahkan produk seperti jarum saja harus
diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-
sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing.
4. Jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana mungkin produk-produk
Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar ASEAN dan Cina
5. Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar
nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan
lapangan kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru
bertambah lebih dari 2juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja
jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,96 juta orang.

Banyak pihak meyakini bahwa munculnya ACFTA tidaklah banyak mendapatkan


keuntungan kepada Indonesia, ACFTA dianggap hanya akan mendatangkan kerugian
dibandingkan dengan manfaatnya, khususnya terhadap industri manufaktur (tekstil,
makanan dan minuman, petrokimia, peralatan pertanian, alas kaki. Lalu ada lagi sektor
industri fiber sintetik, elektronik (kabel, peralatan listrik), permesinan, jasa engineering,
Industri Besi dan Baja) dan tenaga kerja. Dari beberapa diskusi, baca Koran/artikel
mengenai dampak buruk ACFTA bagi Indonesia yang telah saya lalui, saya temukan ada
beberapa dampak negatif dari ACFTA terhadap Indonesia:

5
1. ACFTA lebih mengarah pada implementasi zona baru prinsip liberalisme
perdagangan yang akan menganggu pasar domestik dan mengancam konsumsi
barang-barang produksi dalam negeri.
2. Pengurangan produksi dari produk-produk indonesia dikarenakan membanjirinya
produk-produk Cina di Indonesia.
3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal diakibatkan pengurangan produksi dari
perusahaan tersebut dalam waktu lama.
4. ‘Gulung tikar’ nya para pengusaha Lokal termasuk dari kalangan UMKM (Usaha
Mayarakat kecil dan Menengah) diakibatkan kalah bersaingnnya produk-produk
mereka dengan produk impor dari Cina yang dimana produk dari Cina lebih
mengedepankan harga murah dari pada kualitas dari barang tersebut.
5. Masyarakat Indonesia dipaksa menjadi masyarakat konsumtif, karena dibanjiri
oleh barang-barang dari cina dengan harga yang sangat murah tetapi dengan
kualitas yang kurang baik.5

5
https://www.kompasiana.com/itang/54ffa3d8a33311b14b510a77/aseanchina-free-trade-
agreement-acfta-dan-dampak-terhadap-perindutrian-serta-usaha-kecil-menengah-di-indonesia

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Apabila dilihat dari kenyataan yang terjadi Indonesia belum siap untuk menerima
globalisasi di sektor perdangan bebas yang telah di terapkan 2010 silam oleh pemerintah
Indonesia dalam menyetujui kerjasama negara-negara ASEAN dengan China di bidang
ekonomi (ACFTA). Pemerintah harus memikirkan nasib para produsen UMKM di
Indonesia apakah dapat bersaing dengan produk luar (China) dengan harga yang mampu
bersaing dan kualitas baik yang akan banyak masuk ke dalam pasar Indonesia. Doktrin
terhadap merk luar di masyarakat Indonesia sendiri masih sangat kuat sehingga tidak
adanya kesadaran untuk membeli dan menggunakan hasil produk dalam negeri yang akan
semakin memperburuk nasib para produsen usaha kecil menengah.

7
Daftar Pustaka

Joshi, Rakesh Mohan (2009). International Business. Oxford University Press,


Incorporated. ISBN 978-0-19-568909-9.

Website

http://www.aseansec.org/16646.htm

http://www.kemenperin.go.id/artikel/2885/Produk-Lokal-Sulit-Saingi-Impor

http://bataviase.co.id/node/424865

https://www.kompasiana.com/itang/54ffa3d8a33311b14b510a77/aseanchina-free-
trade-agreement-acfta-dan-dampak-terhadap-perindutrian-serta-usaha-kecil-
menengah-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai