Oleh:
YOGYAKARTA
2018
Daftar Isi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
BAB III............................................................................................................................... 7
PENUTUP.......................................................................................................................... 7
Kesimpulan .................................................................................................................... 7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat kita hindari, Setiap negara
harus ikut atau dipaksa ikut dalam percaturan globalisasi dunia. Setiap negara yang tidak
mengikuti trend globalisasi cenderung akan dikucilkan dalam pergaluan dunia dan
cenderung terhambat perkembangan negara tersebut khususnya dalam bidang ekonomi.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan,
dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin
terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.1 Globalisasi ekonomi
memandang dunia sebagai satu kesatuan. Sisi perdagangan dan investasi bergerak menuju
liberalisasi perdagangan dan investasi dunia secara keseluruhan.
1
Joshi, Rakesh Mohan (2009). International Business. Oxford University Press, Incorporated. ISBN
978-0-19-568909-9.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
http://www.aseansec.org/16646.htm diakses pada tanggal 10 September 2018.
2
B. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi AFCTA
Asean - China Free Trade Agreement merupakan salah satu bentuk kerja sama antara
negara – negara Asean dengan China dalam menghadapi era Globalisasi terutama pada
bidang ekonomi. ACFTA ini merupakan perang mutu, harga, kuantitas akan suatu
pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China. Seperti yang kita ketahui, harga
barang produksi China relatif murah dan diminati konsumen Indonesia. Hal ini tidak
terlepas dari kualitas barang yang dihasilkan oleh China. Dengan adanya fenomena ini,
Indonesia perlu mempersiapkan tim yang diharapkan mampu memberi kontribusi positif
memperkuat daya saing global.
Pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi
Indonesia (Apindo) membetuk tim bersama Asean - China Free Trade Agreement. Tim ini
berperan menampung keluhan terkait hambatan pengusaha baik industri besar maupun
kecil, menyoroti kebijakan, potensi gangguan ekspor impor dan pemanfaatan peluang
dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA yang dimulai awal Januari 2010.
Dengan adanya tim ini dapat dipantau perbandingan seberapa besar kekuatan barang
kompetitor. Keluhan-keluhan dari para pengusaha bisa dipakai untuk mengidentifikasi
berbagai masalah yang perlu ditangani demi memperkuat daya saing industri nasional di
ajang kompetisi ACFTA. Namun, pada kenyataannya, pembentukan tim tersebut kurang
cukup membantu dalam menghadapi persaingan global. Hal ini dikarenakan masih
minimnya daya saing produk Indonesia yang menjadi tombak perekonomian. Banyak faktor
yang menentukan tinggi rendahnya daya saing. Salah satunya adalah peran dari strategi
perdagangan dan industri. Tanpa strategi industri dan perdagangan, suatu negara tidak
mungkin membangun industri yang kompetitif dan produktif.
Meskipun dengan adanya Asean – China Free Trade Agreement dapat menjadi peluang
yang baik bagi Indonesia, terdapat permasalahan terhadap lemahnya daya saing produk
Indonesia dalam implementasi ACFTA bagi Indonesia. Lemahnya daya saing produk-
produk industri dan manufaktur Indonesia dalam kompetisi dengan negara-negara ACFTA
berasal dari faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal ini merupakan faktor yang berasal dari keunggulan komparatif dan
kualitas produk dari negara yang berkompetisi dengan Indonesia.
3
Faktor internal merupakan faktor lemahnya daya saing produk-produk Indonesia akibat
dari hambatan domestik. Hambatan domestik ini berasal dari high cost economy Indonesia
atau biaya tinggi yang ditanggung dalam kegiatan industri dan perdagangan. Menurut
Menteri Perindustrian M. S. Hidayat sekitar 60% komponen biaya produksi manufaktur
lebih tinggi dari biaya pembuatan produk sejenis di negara tetangga, khususnya China hal
ini tentu sangat berpengaruh besar terhadap lemahnya daya saing produk - produk buatan
Indonesia, bahkan di dalam negeri pun produk produk buatan China banyak menguasai
pasar Indonesia karena murahnya biaya produksi yang membuat produk buatan China
memiliki harga yang relatif lebih murah dan memiliki daya saing yang kuat.3 Ada beberapa
hal yang menyebabkan tingginya biaya ekonomi Indonesia, Seperti :
Jadi, dapat dikatakan bahwa produk-produk Indonesia memiliki daya saing yang relative
rendah dibandingkan negera – negara anggota ACFTA terutama China.
3
http://www.kemenperin.go.id/artikel/2885/Produk-Lokal-Sulit-Saingi-Impor diakses pada
tanggal 10 September 2018.
4
http://bataviase.co.id/node/424865 diakses pada tanggal 10 September 2018.
4
D. Dampak ACFTA Terhadap Perekonomian dan Industri Usaha Kecil Menengah di
Indonesia
Berlakunya Asean – China Free Trade Agreement benar-benar merubah orientasi pasar
di negara indonesia. Bagaimana tidak, belum separuh kita bekerja memperbaiki kondisi
perekonomian bangsa ini sudah diterjang oleh pasar bebas yang mengakibatkan pasar
industri jatuh bangun. Pemberlakuan perdagangan bebas seiring dengan globalisasi
sebenarnya sudah lama diprediksi. ACFTA memang datang seolah membawa kabar baik
bagi perekonomian Indonesia, namun tidak dapat kita pungkiri bahwa terdapat ancaman
nyata dari berlakunya ACFTA :
1. Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-
sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah
mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri).
2. Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang
sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari
produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
3. Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah.
Segalanya bergantung pada barang asing. Bahkan produk seperti jarum saja harus
diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-
sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing.
4. Jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana mungkin produk-produk
Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar ASEAN dan Cina
5. Peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar
nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan
lapangan kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru
bertambah lebih dari 2juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja
jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,96 juta orang.
5
1. ACFTA lebih mengarah pada implementasi zona baru prinsip liberalisme
perdagangan yang akan menganggu pasar domestik dan mengancam konsumsi
barang-barang produksi dalam negeri.
2. Pengurangan produksi dari produk-produk indonesia dikarenakan membanjirinya
produk-produk Cina di Indonesia.
3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal diakibatkan pengurangan produksi dari
perusahaan tersebut dalam waktu lama.
4. ‘Gulung tikar’ nya para pengusaha Lokal termasuk dari kalangan UMKM (Usaha
Mayarakat kecil dan Menengah) diakibatkan kalah bersaingnnya produk-produk
mereka dengan produk impor dari Cina yang dimana produk dari Cina lebih
mengedepankan harga murah dari pada kualitas dari barang tersebut.
5. Masyarakat Indonesia dipaksa menjadi masyarakat konsumtif, karena dibanjiri
oleh barang-barang dari cina dengan harga yang sangat murah tetapi dengan
kualitas yang kurang baik.5
5
https://www.kompasiana.com/itang/54ffa3d8a33311b14b510a77/aseanchina-free-trade-
agreement-acfta-dan-dampak-terhadap-perindutrian-serta-usaha-kecil-menengah-di-indonesia
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Apabila dilihat dari kenyataan yang terjadi Indonesia belum siap untuk menerima
globalisasi di sektor perdangan bebas yang telah di terapkan 2010 silam oleh pemerintah
Indonesia dalam menyetujui kerjasama negara-negara ASEAN dengan China di bidang
ekonomi (ACFTA). Pemerintah harus memikirkan nasib para produsen UMKM di
Indonesia apakah dapat bersaing dengan produk luar (China) dengan harga yang mampu
bersaing dan kualitas baik yang akan banyak masuk ke dalam pasar Indonesia. Doktrin
terhadap merk luar di masyarakat Indonesia sendiri masih sangat kuat sehingga tidak
adanya kesadaran untuk membeli dan menggunakan hasil produk dalam negeri yang akan
semakin memperburuk nasib para produsen usaha kecil menengah.
7
Daftar Pustaka
Website
http://www.aseansec.org/16646.htm
http://www.kemenperin.go.id/artikel/2885/Produk-Lokal-Sulit-Saingi-Impor
http://bataviase.co.id/node/424865
https://www.kompasiana.com/itang/54ffa3d8a33311b14b510a77/aseanchina-free-
trade-agreement-acfta-dan-dampak-terhadap-perindutrian-serta-usaha-kecil-
menengah-di-indonesia