Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Globalisasi merupakan proses dimana hubungan sosial dan saling ketergantungan antarnegara dan antarmanusia menjadi semakin tidak berbatas. Sedangkan menurut Selo Soemardjan, Globalisasi adalah terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah - kaidah yang sama. Globalisasi terjadi pada bidang informasi, ekonomi, serta budaya. Sudah sejak lama pemerintah Indonesia menggembar - gemborkan tentang globalisasi itu sendiri. Dengan harapan masyarakat dan pelaku industri siap menghadapi segala dampak dari globalisasi terutama pengaruh globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pasar bebas merupakan salah satu bentuk nyata dari globalisasi ekonomi. Pengaruh dari globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia diantaranya adalah tumbuhnya kreativitas para pelaku ekonomi Indonesia serta semakin mendunia produk - produk buatan Indonesia. Dengan adanya globalisasi, para pelaku ekonomi, memang dituntut untuk semakin kreatif menciptakan produk - produk yang tidak hanya mampu bersaing dengan sesama produk buatan dalam negeri, namun juga harus mampu bersaing dengan produk - produk dari negara lain. Tanpa adanya pengembangan produk, sudah pasti produk mereka tidak akan bisa laku di pasaran. Terlebih sejak CAFTA (China Asia Free Trade Assosiation) diberlakukan, barang - barang dari China mulai membanjiri pasar Indonesia. Tidak hanya bentuk serta tampilan produk yang menarik, namun juga harga yang ditawarkan sangat murah bila dibandingkan dengan produk - produk buatan Indonesia. Sebenarnya banyak pihak yang menyayangkan mengapa Indonesia ikut menandatangani CAFTA. Tidak hanya karena dunia industri Indonesia dianggap belum siap menghadapi pengaruh globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia, namun juga karena kondisi internal ekonomi Indonesia yang masih belum stabil. Namun dengan alasan bahwa Indonesia akan menjadi negara yang jauh tertinggal dalam bidang ekonomi bila tidak turut serta dalam perjanjian CAFTA tersebut, maka siap atau tidak, akhirnya Indonesia terlibat dalam pasar bebas Asia. Bagi beberapa pelaku industri, terutama yang selama ini mengandalkan bahan baku import dari China, malah menjadi pihak yang diuntungkan atas masuknya Indonesia ke dalam pasar bebas Asia. Mereka bisa mendapatkan bahan baku dengan harga yang jauh lebih murah karena dilakukannya perjanjian penghapusan tarif import sehingga bisa menekan banyak biaya yang harus mereka keluarkan. Dengan mendapatkan bahan baku yang murah, maka secara otomatis kegiatan industri bisa semakin berkembang. Itu merupakan contoh positif dari pengaruh globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia. Sumber: http://randikaandika.blogspot.com

PENGARUH CAFTA (CHINA-ASEAN FREE TRADE AREA) DALAM PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DAN SOSIAL DI INDONESIA

Oleh: Hikmah Suci Unjila 1513100059

CAFTA (CHINAASEAN FREE TRADE AGREEMENT) TERHADAP PERTANIAN INDONESIA: PELUANG e Komentar: ATAU ANCAMAN Setiap kebijakan politik selalu mempunyai sisi positif dan sisi negative. Begitu pula dengan CAFTA. Hadirnya (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai suatu bentuk Kerjasama antaraCAFTA Cina dengan ASEAN khususnya Indonesia membawa keuntungan bagi perjanjian perdagangan bebas antara China serta dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia didalamnya, perekonomian dan juga kerugian resiko yang cukup tinggi. Keuntungannya dari segi ekonomi tentunya membuat Indonesia semakin bersemangat untuk berkembang dan semakin memperbaiki haruslah benar-benar dicermati dengan teliti. Pasalnya dengan diberlakukannya model perjanjian kualitas barang yang diproduksi. Namun sayangnya kerugialah yanf akan di dapatapabila Indosesia semacam ini, tentu saja menimbulkan dampak positif dan negatif. Sebagai suatu perjanjian yang kurang siap menerima globalisasi tersebut, yakni kalah dengan persaingan dan pada akhirnya harus muncul pada saat KTT ASEAN ke-7 yang berlangsung di Bangladesh pada November 2001, CAFTA kalah di negeri sendiri. menjadi perhatian banyak pakar untuk melihat bagaimana perkembangannya. Setiap pakar di masing-masing ASEAN berusaha melakukan forcasting untukkarena melihat kesiapan Sementara darinegara segi social,Indonesia akan semakin maju dalam(peramalan) persaingan global dianggap telah berpartisipasi dalam globalisasi. Dan pada kenyataannya Indonesia berpegang pada alas negaranya dalam melakukan perdagangan bebas, khususnya denganhanya China. Hadirnya CAFTA an tersebut. Sehingga kurang mempersiapkan diri. menyebabkan diberlakukannya tarif bea masuk sebesar 0%. Di Indonesia sendiri, isu ini sejak tahun 2004 sudah sering dibahas. CAFTA di Indonesia ditandatangani pada awal tahun 2004 dan akan diberlakukan pada awal tahun 2010. Dengan demikian, mulai 1 Januari 2010 kemarin, perjanjian Solusi:secara legal telah berlaku. Yang menjadi masalah sekarang, apakah Indonesia siap atau tidak CAFTA dalam menghadapai CAFTA ini, dan apakah CAFTA ini menjadi atau ancaman bagi sektor Lebih mempersiapkan diri dengan cara mengatur strategi dalam peluang persaingan global dengan Cina. Kita pertanian secara khusus? dapat menambah ilmu mengenai menghadapi strategi ekonomi cina yang ingin menguasai perkonomian Indonesia. Serta mengatur perjanjian agar CIna tidak secara terlalu leluasa Banyak pakar mengatakan bahwa selama 6 tahun disetujuinya Indonesia tergabung melebarkan sayapnya, karena dikhawatirkan kita akan kalahsejak membendung kekuatan ekonomi cina. dalam CAFTA, belum ada persiapan yang maksimal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perdagangan bebas berarti perdagangan yang terjadi secara langsung, antara pedagang Indonesia dengan pedagang China, dan juga dengan pedagang dari negara ASEAN lainnya. Kita telah melihat sendiri, bagaimana sejarah pedagang China yang mampu menguasai pasar karena berbagai kelebihan yang dimiliki. Produk-produk China yang dijual di negara-negara ASEAN sangatlah murah harganya dibandingkan dengan produk dalam negeri. Selain itu, pengemasan produk yang cukup baik dan rapi, mulus serta bersih tentu saja menjadi daya tarik sendiri bagi pedagang dalam negeri untuk memilih produk tersebut dibandingkan dengan produk dalam negeri yang notabenenya masih jauh dari kualitas yang baik. Belum lagi selera konsumen yang umumnya lebih memilih produkproduk China dengan alasan kualitas produk yang lebih bagus. Produk-produk ini mampu menerobos supermarket dan kios-kios yang umumnya sering dikunjungi oleh konsumen, sedangkan produk lokal masih banyak yang dijual di pasar-pasar tradisional yang tentu saja masih sedikit konsumen. Alhasil dapat dikatakan produk pertanian lokal tidak mampu menandingi produk luar. Dalam CAFTA, dari sekian banyak produk yang diperdagangkan, ada sekitar 50 produk yang termasuk kedalam highly sevsitive, artinya tidak dimasukkan dalam skema perdagangan CAFTA, termasuk di dalamnya beras, jagung, kedelai dll. Namun demikian, masih cukup banyak produk pertanian yang masuk dalam skema perdagangan CAFTA, seperti buah-buahan, produk-produk bioteknologi, sayur-sayuran, dan berbagai macam makanan. Tetapi menurut hemat saya, tidak menutup kemungkinan suatu saat produk-produk highly sensitive tadi akan masuk dalam skema perdagangan CAFTA.

Yang menjadi pertanyaan mengapa pada tahun 2004 Indonesia memberanikan diri untuk tergabung dalam CAFTA? Beberapa pakar mengatakan bahwa pada saat itu tingkat/rate penjualan produk-produk pertanian Indonesia masih sangat tinggi sehingga Indonesia merasa yakin bahwa Indonesia akan mampu bersaing. Namun mulai tahun 2008, banyak sekali produk yang ternyata secara rate penjualan mengalami penurunan dan semakin lama semakin menurun. Produk-produk China yang pada tahun 2004 jika di rate memang masih rendah dalam skema perdagangan dunia. Namun China dalam beberapa tahun telah mampu bangkit dan memajukan produknya, baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas, serta mampu menembus pasar dunia. Semakin lama produk-produk China ini semakin menguasai pasar dunia dan semakin menggeser produk-produk lokal.

Jika memang Indonesia siap untuk bersaing dengan negara-negara lain, khususnya China, persiapan yang dilakukan sejak tahun 2004 kemarin haruslah serius. Dalam peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk-produk pertanian misalnya, haruslah mendapat perhatian yang khusus. Untuk dapat menghasilkan produk yang baik, semua persyaratan haruslah dipenuhi, seperti saprotan (sarana produksi pertanian), misalnya benih, pupuk, irigasi dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat petani (SDM Petani) haruslah dibina dengan sebaik-baiknya, apalagi jika ingin bersiang dengan pihak luar. Modal bagi petani haruslah ditingkatkan. Kelembagaan petani haruslah dikuatkan agar dapat bekerjasama dengan solid sehingga mampu bersaing dengan mantap. Namun kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Saprotan yang diidam-idamkan petani tidak kunjung datang. Pemberdayaan petani jarang dilakukan. Modal bagi petani juga masih sangat kurang. Kelembagaan petani semakin melemah, bahkan tidak jarang terjadi perang, baik antar petani maupun antara petani dengan aparat. Jika kenyataannya memang seperti ini, apakah Indonesia mampu bersaing dengan luar negeri yang nota benenya sudah sangat siap untuk bersaing dengan kita?

Sumber: www.syaifulamri-pemimpinmasadepan.blogspot.com

Sebenarnya tidak ada masalah dengan perdangangan bebas. Bahkan tentu saja perdagangan merupakan aktivitas yang secara alami terjadi dalam kehidupan, karena jika ada yang membutuhkan barang, tentu saja ada yang memproduksinya. Namun akan menjadi masalah jika perdagangan bebas terjadi pada dua kekuatan yang tidak seimbang, atau dikatakan juga perdagangan yang tidak adil. Memang dengan adanya perdagangan bebas ini ada beberapa peluang yang bisa diambil. Misalnya dengan diberlakukannya tarif bea masuk 0%, harapannya pedagang dan pebisnis dari dalam negeri mampu meningkatkan penjualan (ekspor) ke luar negeri. Selain itu, ada beberapa produk yang tentu saja masih dapat dijadikan produk unggulan ekspor, karena tidak semua tumbuhan pertanian tumbuh dan berkembang di China. Namun malangnya, banyak pengusaha yang malah mengembangkan produk yang kurang berkembang dalam pasar. Disamping itu, kehadiran CAFTA ini seharusnya bisa membangkitkan kreatifitas masyarakat, khususnya masyarakat petani, jika dikaitkan dengan dunia pertanian. Dalam berbagai diskusi yang menghadirkan berbagai elemen atau stake holder di bidang pertanian, mereka pada dasarnya mengalami keresahan dan tentu saja kekurangsiapan dalam menghadapi CAFTA, seperti badan karantina pertanian, dinas pertanian, penyuluh pertanian, sampai kepada petani. Namun karena perjanjian perdagangan bebas CAFTA ini sudah berlaku, berbagai stake holder ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali menghadapi dengan segala kemampuan yang ada. Berbagai statement yang muncul dari berbagai pihak yang terkena dampak CAFTA ini pada intinya mengemukakan kesiapannya dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat bersaing dengan pihak luar. Dari pihak petani sendiri, mereka mengatakan hanya akan mampu menghadapi CAFTA ini jika berbagai stake holder, termasuk didalamnya pemerintah, akademisi, dan juga swasta, mampu merangkul petani, dan saling bekerjasama. Jika hal ini tidak terjadi, mustahil bagi petani untuk dapat bersaing. Ada tidaknya CAFTA, perdagangan secara alami sebenarnya akan terus berlangsung. Sebelum CAFTA diberlakukan secara legal saja, dapat kita lihat bagaimana produk-produk luar sudah membanjiri pasar dalam negeri dengan cukup intensif. Apalagi jika diberlakukan CAFTA yang tentu saja akan semakin membuka peluang masuk dan berkembangnya produk luar ke dalam negeri. Kehadiran CAFTA memang bukanlah peluang ataupun ancaman, namun kehadirannya adalah peluang sekaligus ancaman, khususnya bagi dunia pertanian. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah bagaimana agar kita dapat memaksimalkan peluang dan meminimalkan ancaman. Tetapi merupakan sebuah berita buruk jika ancaman ini ternyata menimpa petani yang jumlahnya sangat banyak di negeri ini. Apa yang bisa kita lakukan untuk petani merupakan suatu kontribusi yang tentunya sangat berguna agar mereka mampu bersaing. Pada akhirnya, yang bisa kita lakukan sekarang adalah memantau terus bagaimana perkembangan CAFTA, khususnya di negeri kita ini, sembari melakukan apapun yang kita bisa sebagai bentuk kontribusi nyata bagi kemajuan dunia pertanian di Indonesia. Semua pihak harus berbuat, semua pihak harus siap.

Namun masalah yang tidak kalah pentingnya adalah : - Menghadapi perdagangan bebas seperti AFTA/CAFTA juga dipengaruhi oleh kebijakan eksekutif dan legislatif. - Penegakan hukum termasuk sektor yang sangat buruk di Indonesia, hal ini menyebabkan iklim usaha semakin tidak membaik akibatnya. - Biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk rendah dalam pasar internasional. - Faktor lain yang amat penting adalah lembagalembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN, akibatnya banyak pungutan yang mengakibatkan biaya produksi tinggi. - Faktor penting lainnya yang merupakan kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik dikalangan PNS, politisi, pengusaha, dan tenaga kerja. Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki pasar bebas AFTA/CAFTA. Isu lainnya dalam pelaksanaan pasar bebas AFTA/CAFTA, seperti : - Kemampuan dan ancaman negara-negara ASEAN dan China dalam melakukan penetrasi ke pasar Indonesia, karena adanya peningkatan ekspor terutama China ke Indonesia, tahun 2010 Indonesia sudah defisit 118,18 % atau sebesar US$ 5.6 triliun. - Dengan adanya pasar bebas AFTA/CAFTA membuat pasar negara-negara ASEAN dan China menjadi satu, akibatnya produsenprodusen internasional dapat memilih salah satu negara dikawasan ini untuk mendirikan pabriknya. - Semakin banyak negara-negara ASEAN/China yang mendirikan pabrik di Indonesia semakin banyak membuka lapangan pekerjaan, hal ini tantangan bagi Indonesia untuk berbenah diri. - Sepertinya hal ini mendapat saingan dari

negara lain, seperti Thailand, Vietnam berhasil menarik produsen-produsen elektronik dan mobil dunia untuk memilih negara tersebut menjadi basis produksi utama mereka dan menyuplai pasar Indonesia dan negara ASEAN lainnya.

a. Efisien dan kompetitif Tujuan dibentuknya AFTA/CAFTA adalah untuk menciptakan pasar yang terintegrasi antar anggota ASEAN dan China, dengan harapan akan terbentuknya iklim perekonomian yang lebih efisien, kompetitif dan dapat menarik investor kedalam negeri. Dan yang terpenting adalah terciptanya era kompetitif untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Kesepakatan ini secara menyeluruh akan berlaku pada tahun 2015. b. Proteksi (titik kritis) Titik kritis dari konsep pasar bebas diatas adalah kebebasan untuk melakukan aktifitas perdagangan tanpa adanya tarif intra-regional dan halanganhalangan yang bersifat non-tarif. Kemudian anggota-anggota AFTA/CAFTA mengeluarkan regulasi sebagai proteksi atas konsekwensi logis dari munculnya konsep Perdagangan Bebas, contohnya adalah bagaimana oposisi di Malaysia menuntut penghapusan Proteksi terhadap produk mobil nasionalnya bernama Proton, Indonesia juga pernah membuat Proteksi terhadap industri otomotif Indonesia dengan membuat aneka mobil nasional namun kenyataannya lebih banyak kritikan yang diterima ketimbang pujian. Ini membuktikan bahwa di internal negara-negara anggota ASEAN pun sulit untuk menyatukan gerak dan langkah untuk kemajuan perekonomian negaranya. c. Yang diuntungkan dan dirugikan Menerapkan sistem baru, apalagi yang revolusif, memang membutuhkan waktu dan pemikiran ekstra. Pihak yang terancam akan regulasi ini, tentu saja akan menolak atau menunda waktu pengimplementasiannya, contohnya adalah perusahaan yang memonopoli sebuah produk di suatu negara, maka mereka meminta penundaan waktu dalam penerapan AFTA/CAFTA

untuk mempersiapkan perusahaan agar dapat berkompetisi dengan perusahaan luar yang akan masuk ke negaranya. Beda halnya sdengan negara-negara yang merupakan corong propaganda yang melahirkan globalisasi, mereka akan mendesak agar secepatnya diterapkan era globalisasi ini. Diperparah lagi dengan budaya kita yang masih saja menjadi pengikut trend ketimbang membuat trend. Beda kondisinya dengan negara-negara yang percaya diri, jika diberlakukannya pasar bebas, tidak hanya kesiapan perangkat negaranya, mental masyarakatnya pun sudah siap. d. Pro-globalisasi. Pendukung globalisasi menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efisien dan bermutu tinggi), sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kain. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan

Anda mungkin juga menyukai