Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH GEOPOLITIK DAN GEOEKONOMI

“Strategi Geokonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap


Negara Anggota ASEAN melalui Kerjasama
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)”
Dosen Pengampu: Muhammad Ridho Iswardhana, S.I.P., M.A.

Kelompok 2 :
Kimberley Ivanovic 5201611012
Devika Luthfi Putri P. 5201611014
Pandu Dewanata 5201611015
Muh. Ade Safri S. 5201611016

FAKULTAS BISNIS DAN HUMANIORA


PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2022
ABSTRAK
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan sebuah kerjasama pasar
bebas antara Tiongkok dan Negara anggota ASEAN. Kerjasama ini dilakukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi antar para pihak. Yang mana melalui ACFTA
ditujukan untuk eliminasi tarif dalam aktifitas perdagangan keduanya. ACFTA kemudian
berkembang untuk menyederhanakan aturan asal (rules of origin), melakukan fasilitasi
perdagangan, perihal investasi hingga tata aturan kepebeanan. Dalam kacamata
geoekonomi, memandang strategi untuk memperoleh power saat ini adalah melalui
kegiatan perekonomian. Semakin besar peran sebuah negara dalam aktifitas perdagangan
internasional, maka semakin penting keberadaannya dalam politik global. Sehingga
ACFTA adalah bagian dari langkah visioner yang dirancang oleh Tiongkok untuk meraih
posisi strategis dalam politik global. Termasuk Tiongkok yang secara aktif mengikat
bukan hanya negara/bangsa secara nasional melainkan regional dalam keseluruhan.
Penelitian ini kemudian ditujukan untuk melihat urgensi Tiongkok dalam melakukan
kerjasama perdagangan bersama ASEAN, termasuk strategi yang digunakan untuk
diterima oleh negara-negara Asia Tenggara.

Kata Kunci: ASEAN, Tiongkok, ACFTA, Geoekonomi, Perdagangan.

ABSTRACT

The ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) is a free trade cooperation between
China and ASEAN member countries. This agreement is carried out to encourage
economic growth between the parties. Which through ACFTA is aimed at eliminating
tariffs in their trade activities. ACFTA then developed to simplify the rules of origin, to
facilitate trade, regarding investment and customs regulations. From a geoeconomic
point of view, the current strategy to gain power is through economic activities. The
bigger the role of a country in international trade activities, the more important it is in
global politics. So, ACFTA is part of a visionary step designed by China to achieve a
strategic position in global politics. China, which actively binds not only the state but
regionally as a whole. This research is aimed to see the urgency of China in conducting
trade cooperation with ASEAN, including the strategies used to be accepted.

Keywords: ASEAN, China, ACFTA, Geoeconomics, Trade.

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 3
1.4. Kerangka Teori................................................................................................... 3
1.4.1. Geoekonomi................................................................................................ 3
1.4.2. Regionalisme .............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 8
2.1. Sejarah Terbentuknya Kerjasama ACFTA ......................................................... 8
2.2. Misi Pengembangan Ekonomi Tiongkok ........................................................... 9
BAB III ANALISIS ........................................................................................................ 12
3.1. Motif Tiongkok Menyelenggarakan Kerjasama ACFTA dalam Teori
Geoekonomi................................................................................................................ 12
3.1.1. Potensi Indonesia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok ..... 13
3.1.2. Potensi Thailand dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok....... 15
3.1.3. Potensi Malaysia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok ...... 16
3.1.4. Potensi Singapura dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok .... 17
3.1.5. Potensi Filipina dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok ........ 19
3.1.6. Potensi Brunei dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok .......... 20
3.2. Strategi Tiongkok Mendorong ASEAN untuk Terlibat dalam ACFTA menurut
Teori Regionalisme ..................................................................................................... 21
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 24
4.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 24
4.2. Saran ................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tumbuh sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia bukanlah sebuah proses
membalikan telapak tangan. Tiongkok, negara yang berada di wilayah Asia Timur kini
hadir menjadi raksasa ekonomi dunia yang mengancam adikuasa Amerika Serikat sebagai
pemenang perang dingin. Posisi ini diraih tidak dengan mudah, melainkan dengan
kecerdikan Pemimpin Komunis yang tak diragukan lagi. Berbagai kebijakan cerdas dan
taktik luar biasa mengokohkan posisi mereka untuk selalu terlindungi dan tak
tergoyahkan dari negara lain di dunia. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang
meroket, untuk selanjutnya menjadi bargaining power dalam menarik negara hingga
berbagai organisasi regional untuk membentuk sebuah kerjasama ekonomi.

Sebuah revolusi yang dihadirkan oleh Deng Xiaoping telah menjadi catatan
penting sejarah perubahan strategi ekonomi Tiongkok. Menguasa negara Tirai Bambu
ketika dilanda krisis, Deng Xiaoping melalui kebijakan desentralisasi, revormasi agraria,
houshold responsibility system, open door policy, hingga sepesialisasi zona ekonomi,
telah berhasil membentuk pondasi yang kokoh untuk Tiongkok hari ini. Adaptasi strategi
ekonomi liberal dengan membuka diri akan berbagai kerjasama hingga keterlibatan dalam
berbagai organisasi internasional. Terbukti dari perjuangan panjang bergabungnya
Tiongkok dengan WTO, telah memberikan dampak signifikan bagi ekonomi Tiongkok.
Yang mana di awal bergabung tahun 2001, nilai ekspor dan impor Tiongkok hanya di
angka $516,4 M di tahun 2021 angka ekspor berada di US $3,03 T dan impor di US$
2,44T (CNBC Indonesia, 2022; Arun, 2019). Maka pertumbuhan inilah, menjadi bukti
nyata keberhasilan tiongkok dalam berbagai kebijakan ekonomi yang diambil.

Salah satu langkah strategi geoekonomi yang dioptimalkan dan secara aktif
dilakukan oleh Tiongkok adalah dengan membangun kerjasama ekonomi dengan negara
maupun organisasi kawasan. Tiongkok secara cerdik melihat peluang ekspansi pasar
hingga penguasaan atas sumber daya yang dimiliki oleh negara-negara lain. Salah satunya
adalah kerjasama bidang ekonomi bersama Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN). Diawali dengan bergabungnya Tiongkok sebagai mitra dialog ASEAN dalam
ASEAN Ministerial Meeting (AMM) tahun 1991, yang kemudian berlanjut di tahun

1
1996. Hingga di tahun 1997 Tiongkok bersama tiga negara Asia Timur lainnya yatu
Jepang, China dan Korea Selatan aktif terlibat dalam kerjasama bersama ASEAN yang
kemudian diusung sebagai KTT ASEAN+3 (APT) (Pradina, 2017). Kerjasama yang
berfokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pasca krisis tersebut melahirkan
hubungan baik antar para pihak.

Tidak ingin ketinggalan kesempatan, harmonisnya hubungan APT kemudian


dimanfaatkan oleh Tiongkok sebagai langkah ekspansi pasar dan liberalisasi perdagangan
para pihak. Pemerintahan Tiongkok melalui Perdana Menteri Zhu Rongji mengusulkan
sebuah kerjasama yang disebut sebagai ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)
pada KTT ASEAN-China Tahun 2000. Kerjasama yang akan mendorong eliminasi
berbagai hambatan perdagangan hingga transparansi dan pengawasan aktifitas
perdagangan. Meskipun demikian, gagasan ACFTA tidak secara langsung diterima oleh
ASEAN melainkan melalui proses yang panjang hingga akhirnya disepakati menjadi
sebuah kerjasama di tahun 2007 pada KTT ASEAN di Filipina (Kompas, 2020). Yang
mana kerjasama ini dipandang sebagai bentuk dukungan Tiongkok untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN.

Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kerjasama ACFTA adalah


sebuah peluang bagi Tiongkok untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki oleh
negara-negara ASEAN. Pertama, ASEAN memiliki letak geografis yang sangat strategis
bagi jalur perdagangan internasional. Yang mana posisi Asia Tenggara adalah kawasan
persimpangan (crossroads) yang sangat penting di dunia. Sehingga peluang ini
memudahkan aktifitas ekonomi internasional mereka. Kedua, negara-negara ASEAN
memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah. Mencakup kelautan,
pertanian, perkebunan, pertambangan dan unsur lainnya yang tentu akan mendorong
aktifitas produksi dari negara-negara ASEAN. Ketiga, sektor pariwisata maritim dan
budaya. Sebagai negara dengan nilai-nilai budaya yang dalam dan beragam, menjadikan
negara-negara ASEAN memiliki nilai jual di mata internasional. Hingga keindahan
wisata alam khas negara tropis dan potensi maritim juga menjadi panggilan tersendiri
bagi turis dari berbagai wilayah. (Putri, 2022)

Tiongkok yang kemudian menjadi raksasa eksportir di dunia saat ini, tentu butuh
untuk terus berbenah dan meningkatkan strategi mereka dalam perekonomian

2
internasional. Membentuk berbagai kerjasama, hingga memberikan rasa ketergentungan
bagi negara lainnya di dunia. Salah satunya adalah ASEAN, dengan 11 negara anggota
yang telah secara signifikan membangun kerjasama dengan Tiongkok. Sehingga
kemudian menjadi menarik untuk melihat motivasi Tiongkok membentuk kerjasama
dengan ASEAN dan seperti apa langkah yang digunakan untuk mendorong ASEAN
menyetujui kerjasama yang ada.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang diangkat dalam
penulisan ini, yaitu:

1. Mengapa Tiongkok menarik negara-negara ASEAN untuk terlibat dalam


sebuah kerjasama pasar bebas?
2. Bagaimana Tiongkok menarik negara-negara ASEAN untuk terlibat dalam
kerjasama pasar bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)?

1.3. Tujuan Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, kemudian terdapat beberapa tujuan yang
diharapkan oleh tim penulis:

1. Memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca mengenai kerjasama ASEAN-


China Free Trade Agreement (ACFTA);
2. Menganalisis urgensi Tiongkok untuk membentuk kerjasama pasar bebas bersama
negara-negara ASEAN;
3. Meninjau strategi efektif yang digunakan Tiongkok dalam menarik persetujuan
negara-negara ASEAN untuk membentuk sebuah kerjasama pasar bebas.

1.4. Kerangka Teori


1.4.1. Geoekonomi
Geoekonomi merupakan sebuah studi keilmuan yang diprakarsai oleh Edward N.
Luttwak. Geoekonomi menjadi sebuah studi untuk melihat unsur spasial, temporal hingga
politik dalam menganlisis aspek perekonmian dan sumber daya. Luttwak kemudian
memandang geoekonomi sebagai bentuk baru dari persaingan antarnegara yang sedang
berkembang. Geoekonomi sebagai bentuk evolusi dari peperangan yang terjadi dan
merupakan dampak nyata dari perang dingin. Akan tetapi, dalam pandangan Luttwak

3
tidak mengaitkan antara geoekonomi degan kepentingan negara melainkan hanya bersifat
historis, realis dan sepenuhnya berfokus pada negara. (Priyono & Yusgiantoro, 2017)

Dalam sebuah artikel Geo-Economics Injects New Unvertainties into Troubled


Markets oleh Roger M. Kubarych (20014) juga mengungkapkan bahwa geoekonomi
sebagai sebuah gagasan terkait pertemuan antara ekonomi keuangan dengan politik global
untuk tujuan keamanan. Atau secara singkat dipahami sebagai gambaran besar politik
praktis dan pasar. Hal ini, tentu sejalan dengan tulisan Sun Tzu dalam karya The Art of
War yang menyampaikan bahwa keunggulan atau kemenangan tertinggi adalah
mengalahkan musuh tanda adanya pertempuran. Sehingga dalam era globalisasi saat ini,
strategi geoekonomi dianggap lebih tepat dan efektif jika sebuah negara ingin meraih
kekuatan atau power.

Peperangan yang dianggap tidak rasional dan menghabiskan sumbar daya,


kehidupan hingga moral kemudian ditinggalkan. Geoekonomi menghadirkan strategi
baru unruk mengontrol sumber daya pesaing, melalui strategi-stretegi ekonomi.
Mewujudkan sebuah bentuk kekuasangan melalui kebijakan ekonomi. Termasuk,
mencapai hasil yang lebih efektif dengan mengatur negara lain hingga Multinational
Corporation (MNC) untuk bekerja, dalam membangun kekuatan ekonomi, hingga
menerapkan sebuah kontrol atas pereknomian. Sehingga nantinya mamu mendorong
kepentingan-kepentingan nasional sebuah entitas negara. Maka dengan demikian,
geoekonomi adalah hubungan dari unsur geografis, budaya hingga strategi sumberdaya
untuk menghasilkan sebuah keunggulan yang kompetitif dan berkelanjutan (Søilen,
2012).

Geoekonomi sebagai perspekif baru dari negara-negara dalam meraih kekuatan,


kemudian diwujudkan dalam berbagai kebijakan termasuk langkah politik internasional.
Geokonomi pada akhirnya, menunjukan hubungan interdependensi antara peluang
ekonomi dan perdagangan, serta menjadi langkah strategis untuk mencapai sebuah
kepentingan nasional. Termasuk di dalamnya adalah jalan-jalan militer untuk realisasi
tujuan perekonomian. Pendekatan geoekonomi kemudian akan selalu berakar pada
urgensi aspek ekonomi yang saat ini menjadi gagasan utama terbentuknya berbagai
hubungan internasional. (Asher, 2011)

4
Studi geoekonomi, merupakan disiplin yang sangat berbeda dengan geopoloitik.
Terdapat beberapa hal yang menjadi perbedaan mendasar di dalamnya. Pertama,
keduanya memiliki topik yang berbeda, yang mana geoekonomi tidak berkaitan dengan
kegiatan politik dan militer, melainkan ekonomi. Kedua, praktik geoekonomi tidak
terpusat hanya pada negara melainkan terdapat aktor lainnya yaitu penguasa, MNC,
organisasi, dsb. Meskipun demikian, keduanya memiliki kesamaan yaitu dalam
mempelajari keduanya perlu diperhatikan seperti apa kepentingan yang dimiliki oleh
aktor, maupun dari perspektif lebih kecil seperti MNC hingga individu. Termasuk
keduanya memiliki keterkatian sebagai sebuah kajian untuk melihat strategi untuk
mendefinisikan secara maksimal tujuan dari setiap langkah yang diambil organisasi
hingga lembaga. (Søilen, 2012)

Sehingga, dalam pandangan geoekonomi melihat langkah Tiongkok dalam


membangun kerjasama dengan ASEAN adalah strategi untuk meningkatkan kekuatan
yang dimiliki dalam wilayah tersebut. Yang mana Tiongkok secara cerdas mampu
menerapkan strategi-strategi ekonomi sebagai langkah non perang untuk secara tidak
langsung menguasai negara-negara Asia Tenggara. Dalam hal ini, kerjasama perdagangan
akan meningkatkan rasa ketergantungan anatara negara-negara ASEAN untuk kemudian
secara tidak langsung akan mendukung berbagai langkah Tiongkok dalam politik global.
Maka dengan perspektif geoekonomi, ACFTA adalah jalan bagi Tiongkok untuk
meningkatkan perannya dalam politik internasional dan langkah meraih kepentingan
nasionalnya.

1.4.2. Regionalisme
Regionalisme merupakan sebuah konsep dalam studi hubungan internasional
untuk melihat kerjasama antar negara dalam wilayah tertentu. Metzgar dalam The Growth
of Regionalism: Implications for the International System menguraikan definisi
regionalisme yang dikemukakan oleh Muthiah Alagappa bahwasannya regionalisme
merupakan kerjasama antar pemerintah atau organisasi non-pemerintah di tiga atau lebih
negara. Yang mana kerjasama yang ada dilatarbelakangi oleh wilayah yang berdekatan
secara geografis serta saling bergantung untuk mengejar keuntungan bersama dalam satu
atau lebih masalah (Metzgar, 1997). Hopkins dan Mansbach kemudian mendefinisikan
kawasan sebagai pertemuan teritorial yang dibedakan dari premis kedekatan geologis,

5
budaya, pertukaran, dan saling ketergantungan keuangan, komunikasi, dan dukungan
yang berguna dalam organisasi di seluruh dunia (Guna, 2020).

Dari adanya penjelasan mengenai konsep Regionalisme tersebut, dapat dipahami


bahwa definisi dari regionalisme dapat diinterpretasikan sebagai sebuah konsep mengenai
sekumpulan atau serangkaian ide-ide, nilai serta tujuan yang berfokus pada penciptaan,
pemeliharaan, atau pengembangan suatu kawasan atau jenis tatanan tertentu. Yang mana
ide-ide dimaksud dapat ditujukan untuk berbagai bidang atau aspek untuk keutnungan
dan kepentingan negara-negara dalam regional tersebut. Regionalisme juga dapat
dikaitkan dengan kebijakan dan proyek formal, dan sering kali mengarah pada
pembangunan institusi atau organisasi. Regionalisme klasik bermula sejak awal abad 19
silam, ketika beberapa negara kecil di Eropa pertama kali membentuk serikat atau
perkumpulan kemudian membentuk aliansi perdagangan dengan Perancis (Kang, 2016).

Regionalisme diwujudkan dalam Perjanjian Umum tentang Tarif dan


Perdagangan (GATT) ketika sistem perdagangan multilateral didirikan setelah Perang
Dunia II. GATT mengesahkan mengenai pembentukan kawasan perdagangan bebas dan
serikat, namun beberapa perjanjian kawasan yang telah terbentuk tersebut menghilang
sebelum dapat mencapai tujuannya dan tidak berkembang. Adapun dalam
perkembangannya, regionalisme terkait ekonomi muncul kembali pada kisaran
pertengahan tahun 1990. Sejak saat itu Regionalisme kemudian menyebar hampir ke
seluruh negara baik negara maju maupun negara berkembang.

Regionalisme yang berkembang di berbagai kawasan di dunia kemudian


menyebarluas tidak terkecuali di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara. Mendorong
beberapa negara di Asia Tenggara melalui representasinya memprakarsai terbentuknya
ASEAN pada tahun 1967. ASEAN fokus pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi,
kemajuan sosial, dan pengembangan budaya serta untuk mempromosikan perdamaian
dan keamanan di Asia Tenggara. ASEAN bertujuan untuk bekerja sama dalam berbagai
bidang seperti bidang ekonomi, sosial, budaya, teknis, pendidikan dan bidang lainnya,
dan untuk mempromosikan perdamaian serta stabilitas regional (ASEAN, 2022).

Kerjasama regional dalam konsepnya memiliki empat ragam bentuk atau jenis
yang berbeda-beda yaitu, kerja sama politik, kerja sama fungsional, kerja sama ekonomi,
serta kerja sama dalam permasalahan luar negeri serta kebijakan kemananan. Empat

6
bentuk tersebut memiliki tujuan dan fokus yang berbeda-beda dalam pelaksanaan kerja
samanya (Arun, 2019). Sedangkan ASEAN sendiri dapat dikategorikan sebagai
organisasi kawasan yang berfokus menangani persiapan di berbagai bidang dan memiliki
banyak tujuan di setiap bidang atau multipurpose. Dalam konsep Regionalisme, ASEAN
merefleksikan pemahaman mengenai regionalisme, bahwasannya ASEAN sendiri
menyatakan tujuannya dalam berfokus menangani berbagai isu di kawasan dan kontribusi
kawasan dalam ranah global serta perkembangan dan pemeliharaan terkait kawasan Asia
Tenggara.

ASEAN sendiri juga merupakan bentuk dari adanya pembangunan institusi atau
organisasi regional resmi. Sementara itu disisi lain, dalam pembahasan studi kasus terkait
kerja sama dengan Tiongkok yang terwujud dalam bentuk kerja sama ACFTA (ASEAN-
China Free Trade Agreement) merupakan bentuk dari adanya perwujudan perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi kawasan dikarenakan tujuan dari ASEAN terhadap ACFTA
yakni untuk mengurangi berbagai hambatan perdagangan dan memperluas serta
membangun kerjasama ekonomi dengan negara lain sehingga dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat ASEAN (Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional,
2018). Yang mana hal ini merupakan cerminan dari adanya regionalisme, ketika negara-
negara yang membangun kerja sama dalam wadah institusi regional yang kemudian
bertujuan untuk perkembangan kawasan dalam hal ini bidang ekonomi.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Terbentuknya Kerjasama ACFTA


Terbentuknya sebuah perjanjian tentu dilatarbelakangi atas sebuah tujuan untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing pihak. Tidak bisa dipungkiri setiap negara saat ini
berlomba untuk menjadi raksasa ekonomi dunia, hingga berusaha membentuk kerjasama
baik yang bersifat bilateral hingga multilateral. Termasuk untuk menghasilkan
kesepahaman yang mengikat secara regional. Salah satunya yang paling relevan dalam
kontestasi politik global saat ini adalah penguasaan ekonomi. Berusaha untuk menjadi
yang terbaik dan memonopoli segala lini perdagangan. Langkah persaingan nyata terlihat
dari Tiongkok dan Amerika. Tidak bisa dikesampingkan, keduanya saat ini mencoba
menarik perhatian berbagai negara untuk terikat dengan mereka. Salah satunya yang
sangat terlihat adalah Tiongkok, melalui pembentukan kerjasama khususnya di bidang
perdagangan di seluruh wilayah. Salah satunya adalah kerjasama perdagangan bersama
negara ASEAN.

Berawal dari sebuah sesi pembukaan Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-24
yang di Kuala Lumpur, Malaysia turut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Republik
Rakyat Tiongkok yaitu Qian Qichen. Kehadiran perwakilan Tiongkok kemudian
menghadirkan dialog akan ketertarikan Tiongkok bekerjasama dengan ASEAN, sebagai
sebuah organisasi potensial dalam roda perdagangan di wilayah Asia. Pertemuan tersebut
kemudian memberikan Status Dialogue Partner atau Mitra Dialog yang disematkan
kepada Tiongkok melalui AMM (ASEAN Ministerial Meeting) ke-29 yang dilaksanakan
di Jakarta, Indonesia tahun 1996. (Embassy of the People's Republic of China in
Malaysia, 2010)

Kerjasama terus berkembang hingga lahirlah KTT ASEAN-China yang digelar


untuk pertama kali pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan yang
menunjukan harmonisasi dalam hubungan Tiongkok dan ASEAN dihadiri langsung oleh
Presiden China pada masanya yakni Jiang Zemin. Sejak saat itu, Tiongkok kemudian
berperan aktif untuk terlibat dalam hubungan kerjasama dengan ASEAN, termasuk dua
negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan. Yang kemudian dikenal
dengan istilah KTT ASEAN+3. KTT yang diinisasi oleh Presiden Korea Selatan ini sejak

8
awal ditujukan untuk mendorong perbaikan ekonomi ASEAN, yang pada tahun tersebut
(1997) sebagian besar sedang meangalmi krisis. Keterlibatan hubungan antar para pihak,
berhasil memberikan keuntungan dari perkembangan wilayah ekonomi yang ada.
Termasuk Tiongkok yang terus meningkatkan kerjasama komprehensif dengan negara-
negara ASEAN. Hingga pada akhirnya Perdana Menteri China saat itu Zhu Rongji
menggagas pembentukan kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) di
November 2000. (Pradina, 2017)

Ide pembentukan kerjasama tersebut kemudian disambut dengan baik, hingga


pada KTT ASEAN-China 6 November 2001 di Bandar Sri Begawan, ibukota Brunei
Darussalam baik ASEAN maupun China menyepakati serta menandatangani terkait
kerjasama ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation yang membahas
mengenai pembentukan zona perdagangan bebas. Kerjasama inilah yang yang nantinya
berkembang menjadi ACFTA. Sejak 2001 hingga 2010 terdapat berbagai penandatangan
nota kesepahaman Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation
between the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada
tanggal 4 November 2002; Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani
pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia; Protokol perubahan kedua Framework
Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006. Pada akhirnya, kerjasama
yang berisi kesepakatan tarif atas tiga sektor yaitu sektor barang, jasa, dan investasi, ini
secara resmi sepenuhnya efektif pada 1 Januari 2010. Kerjasama inilah kemudian menjadi
payung hukum, dari berbagai kerjasama yang terbentuk di antar negara-negara ASEAN
dengan Tiongkok. (Pradina, 2017)

Melalui kerjasama ACFTA mendorong kawasan perdagangan bebas dengana


danya pengurangan bahkan penghilangan dari berbagai hambatan dalam perdagangan.
Yang mana pengurangan ini baik dari hamabtan tarif maupun non-tarif hingga 0%.
Kerjasama ini membuka akses pasar jasa hingga urusan investasi dalam rangka
menstimulus perekonomian juga kesejahteraan dari negara-negara yang terlibat dalam
ACFTA.

2.2. Misi Pengembangan Ekonomi Tiongkok


Tiongokok setelah revolusi ekonomi besar-besaran oleh Deng Xia Ping,
menghantarkan Beijing terus berbenah untuk menghadirkan kebijakan yang efektif dan

9
tepat sasaran. Tiongkok dinilai selalu ambisisus dan tidak pernah lengah dalam
menghadirkan strategi-strategi yang mampu memberikan keuntungan besar bagi mereka.
Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan yang terus terjadi dari PDB Tiongkok, sejak 2001
ketika bergabung dengan World Trade Organization (WTO) hingga hari ini. Tiongkok
bahkan seketika menjadi kiblat dari politik ekonomi yang ada dunia. Tiongkok bahkan
memiliki misi mengembalikan jalur sutera atau jalur perdagangan melintasi Asia yang
menghubungkan wilayah Timur dan Barat dunia. Jalur sutra adalah simbol kejayaan peran
Tiongkok dalam dinamika perdagangan global. Melihat peran besar dari jalut sutra
mendorong pemerintah Tiongkok untuk mengembalikan strategi sejenis di masa kini.

Di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping dari China (sejak 2013), Xi Jinping


telah menerapkan kebijakan luar negeri One Belt, One Road (OBOR) yang diumumkan
pada akhir tahun 2013. Sesuai dengan visi yang dimiliki oleh Presiden Xi Jinping, Xi
Jinping berencana untuk mengembangkan infrastruktur yang dapat menghubungkan
daerah perbatasan antara RRT dan negara tetangga. Perbatasan antara RRT dan negara
tetangga ini dilaksanakan supaya ekonomi wilayah perbatasan RRT dapat berkembang
dengan menghubungkan wilayah tersebut dengan Eropa melalui Asia Tengah yang
kemudian rute tersebut dijuluki The New Silk Road Economic Belt. Tujuan dari
pembuatan obor itu sendiri adalah untuk mencapai koordinasi kebijakan di negara-negara
OBOR. Selain itu untuk membangun koneksi antara RRT dengan negara-negara OBOR,
RRT akan membangun infrastruktur, meningkatkan arus investasi dan perdagangan,
melaksanakan promosi integrasi keuangan, dan membangun hubungan yang lebih baik
antar satu sama lain dengan negara-negara OBOR. (Ramadhan, 2018)

Tujuan utama RRT dalam kebijakan OBOR adalah untuk membangun jalan raya,
jalur kereta api, telekomunikasi melalui udara, jaringan pelabuhan, cadangan minyak,
serta gas yang berkualitas tinggi di seluruh wilayah OBOR. Dalam kebijakan OBOR,
disebutkan bahwa negara-negara disepanjang jalur OBOR harus meningkatkan
infrastruktur regionalnya, meningkatkan peluang investasi dan perdagangan, membangun
jaringan perdagangan bebas, memperdalam kepercayaan politik, serta mempromosikan
pertukaran budaya. Kebijakan OBOR juga menyatakan bahwa negara-negara OBOR
perlu mendorong satu sama lain untuk saling belajar dengan tujuan pembangunan
masing-masing negara. Selain itu, negara-negara OBOR juga perlu mempromosikan
perdamaian antar satu dengan yang lain. (Policy, 2016)

10
Presiden Xi Jinping melaksanakan pendekatan hubungan antara RRT dengan
Association of South East Asia Nations (ASEAN) melalui jalur Sutra Maritim Abad ke-
21 guna mempromosikan kerjasama maritim RRT-ASEAN. Presiden Xi Jinping juga
mengusulkan pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) guna mendanai
infrastruktur dan mempromosikan integrasi ekonomi dan jaringan regional. Jalur Sutra
Maritim tersebut didirikan dengan tujuan untuk mempererat hubungan di Asia Tenggara
dengan Asia Selatan pada keamanan perdagangan maritim. Rencana tersebut memiliki
tujuan untuk merealisasikan rencana Jalur Sutra Kuno yang sebelumnya tidak dapat
terealisasikan seperti jalur kereta cepat, pelabuhan, dan jalur pipa minya dan gas yang
membentang dikawasan Asia, serta jalur kendaraan darat. (Kartini, 2015)

Di negara Myanmar sendiri kebijakan OBOR diyakini berpotensi pada


pertumbuhan perdagangan RRT dan melindungi sumber daya alam yang strategis. RRT
sendiri telah membangun energy access point untuk dapat mempermudah Myanmar
dalam mengangkut minyak mentah dan gas alam. Myanmar sendiri memiliki sumber daya
energi yang berpotensi untuk mendukung industri RRT dalam rantai produksi dan
distribusi yang kemudian dapat memajukan pendapatan ekonomi RRT (Mustafic, 2016).
Maka kebijakan OBOR dianggap dapat menjadi peluang yang potensial bagi RRT untuk
dapat mencapai kepentingannya dalam mendapatkan tambahan sumber daya energi dalam
hal untuk memenuhi kebutuhan energi minyak dan gas bumi melalui pembangunan pipa
minyak dan gas yang dibangun di Myanmar.

11
BAB III
ANALISIS

3.1. Motif Tiongkok Menyelenggarakan Kerjasama ACFTA dalam Teori


Geoekonomi
Sejatinya dalam menerjemahkan strategi Tiongkok dalam rangka menguasai
panggung politik global sangat relevan dilihat dari kacamata geoekonomi. Sebuah bentuk
strategi yang marak dipraktekan oleh negara bangsa pasca Perang Dunia II. Yang mana
dalam praktiknya, implementasi geoekonomi akan melahiarkan sebuah bentuk hubungan
yang saling berketerkaitan antara kesempatan ekonomi, aktifitas perdagangan, relasi
politik baik domestik dan internasional. Usaha ini kemudian ditujukan dalam rangka
memenuhi kepentingan strategis yang dimiliki oleh sebuah negara, termasuk pada
akhirnya berdampak pada kapasitas militer. (Asher, 2011)

Geoekonomi kemudian menekankan pada bagaimana sebuah negara menjalankan


fungsi ekonomi dalam panggung internasional. Baik dari strategi pergerakan modal
secara global, ekspansi pasar, hingga ketenagakerjaan. Yang mana konsep geoekonomi
akan kemudian memberikan saling mempengaruhi dengan aspek geografis dan
demografis. Sehingga akan berpengaruh terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
negara. Hingga pada akhirnya, akan memberikan kekuatan baru bagi negara yang secara
aktif memainkan peran dalam strategi geoekonomi. Termasuk langkah Tiongkok yang
secara cerdas mempraktikan politik dan ekonomi dalam rangka mencapai kepentingan
nasionalnya. (Goswani, 2020)

Tiongkok saat ini kerap disebut sebagai ‘a rising power’ bukan karena tanpa
alasan, melainkan keberhasilan Tiongkok dalam menguasai pasar global. Pada tahun 2020
Tiongkok bahkan tecatat sebagai eksportir terbesar di Dunia. Angka ekspor Tiongkok
bahkan mencapai US$2.591,12 yang bahkan mengalahkan Amerika Serikat (Statista,
2021). Tiongkok sejak dulu telah terkenal dengan peran pentingnya dalam perdagangan
internasional, baik sejak zaman jalur sutra hingga hari ini yang coba dikembalikan melalui
OBOR. Bukan sebuah jalan pintas, melainkan bentuk strategi yang telah dijalankan dalam
waktu yang lama. Sejak awal Tiongkok membuka pintu gerbang perekonomian pada
masa Deng Xiaping, kemudian bergabung dengan Tiongkok tahun 2001 di bawah
pimpinan Jiang Zemin. Dalam mempersiapkan dirinya bergabung bersama WTO, dan

12
memiliki kesempatan berperan dalam pasar global, Tiongkok telah mempersiapkan awal
keterlibatannya melalui Asia Tenggara. Terlibat bersama Jepang dan Korea Selatan dalam
KTT ASEAN+3 hingga mendirikan sebuah kerjasama pasar bebas sendiri bersama negara
anggota ASEAN.

Tiongkok dalam keterlibatannya dengan negara ASEAN melalui kerjasama


ACFTA tentu memiliki kepentingan nasional yang ingin diraih. Diluar tujuannya ingin
terlibat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN. Sebagaimana
diketahui bahwa negara ASEAN memiliki potensi baik dari sektor Sumber Daya Alam
hingga ketenagakerjaan termasuk letak geografis ASEAN sebagai jalur persimpangan
(crossroads) dalam perdagangan internasional yang tentu sangat benefisial bagi
perekonomian Tiongkok. Dalam hal ini, Beijing tentu secara cerdas melihat potensi yang
dimiliki oleh negara-negara ASEAN yang kemudian akan mendukung pertumbuhan
ekonomi Tiongkok.

3.1.1. Potensi Indonesia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok


Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan potensi sumber daya alam
yang sangat luar biasa. Bersama dengan angka angkatan kerja yang cukup besar dan terus
tumbuh setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara yang memiliki fokus utama ekspor
pada hasil sumber daya alam, baik bahan mentah sebut saja karet, kayu serta hasill
pertanian. Kemudian komoditas minyak dan gas, serta berbagai jenis barang tambang.
Indonesia juga memiliki potensi besar dalam ekspor tekstil dan sektor peternakan.
Indonesia juga memiliki kekayaan sumber daya laut, khususnya industri perikanan yang
terus berkembang. Sehingga melalui keterlibatan dalam ACFTA, Indonesia akan
memberikan banyak keuntungan besar bagi Tiongkok.

Bukan sekedar potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
menguntungkan Indonesia, letak geografis juga memainkan peran yang sangat penting.
Indonesia terletak di antara dua benua Asia dan Australia, serta dua samudera yaitu
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Letak strategis ini kemudian memposisikan
Indonesia pada arah silang dunia yang berperan penting dalam perdagangan internasional.
Dalam hal ini, sebagai persimpangan jalur perdagangan baik laut dan udara, Indonesia
menjadi titik persilangan dalam perdagangan internasional. Berbagai aktifitas
perdagangan baik dari dan ke negara industri hingga negara berkembang akan melalui

13
Indonesia. Sebut saja negara-negara Industri yang terletak di Asia Timur Tiongkok,
Jepang, Korea dengan negara-negara Asia Tengah dan Barat, kemudian Afrika, hingga
Australia dan Eropa akan membutuhkan peran penting Indonesia. Maka untuk itu, setiap
negara perlu untuk membangun hubungan baik dan kerjasama dagang bersama Indonesia.
Termasuk Tiongkok yang secara cerdas melihat peluang yang ada untuk kemudian
membangun hubungan interdependensi dengan Indonesia. (Maghfiroh, 2021)

Tiongkok adalah bangsa yang visioner dan selalu melihat ke depan. Sejatinya,
jalur sutra akan selalu mempengaruhi kebijakan perekonomian Tiongkok. Termasuk
kebijakan OBOR sebagai strategi baru dalam memindahkan poros maritim dunia. Untuk
itu, tidak bisa dilewatkan bahwa negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia
adalah bagian dari the new silk road economic belt yang perlu dipertahankan. Maka dari
itu, melalui rentan hubungan saling ketergantungan antar keduanya tentu Indonesia tidak
bisa meninggalkan kepentingan Tiongkok. Meskipun demikian, kebijakan yang
dijalankan terlihat menguntungkan juga bagi Indonesia. Akan tetapi, strategi geoekonomi
yang dijalankan oleh Tiongkok tentu sepenuhnya adalah untuk mengindahkan
kepentingan domestik. Dalam hal ini, melalui kemudahan dari ACFTA dan perencanaan
kebijakan OBOR oleh Tiongkok sepenuhnya bertujuan untuk mengembangkan sektor dan
pasar ekspor baru melalui investasi luar negeri, serta melepaskan Tiongkok dari
ketergantungan pada investasi asing. (Octorifadli, Puspitasari, & Azzqy, 2022)

Hubungan timbal balik antara Tiongkok Indonesia memberikan hasil dan


pertumbuhan yang sangat signifikan bagi keduanya. Di tahun 2021 angka perdagangan
antar keduanya mencapai $85,3 M. Nilai tersebut kemudian menjadi capaian tertinggi
dalam hubungan bilateral keduanya yang telah berlangsung sepanjang 20 tahun. Posisi
Indonesia kemudian naik, dari urutan ke-14 sebagai negara pengekspor terbesar Tiongkok
menjadi urutan ke-13. Yang mana total capaian ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai
$42,8 M. Sedangkan impor Tiongkok ke Indonesia berada pada angka $42,5 M. Indonesia
memiliki beberapa sektor unggul yang mendorong peningkatan ekspor, antar alain bahan
bakar mineral dan produk sulingan yang naik hingga 86,7%, besi dan baja 68,2%,
kemudian lemak dan minyak hewani/nabati sebesar 118,9%. Produk hasil pertanian
Indonesia seperti kopi, teh dan rempah-rempah juga naik hingga 96,6%. Maka,
berdasarkan berbagai pertumbuhan yang terjadi, baik Tiongkok maupun Indonesia perlu

14
untuk mempertahankan hubungan baik kerjasama perekonomian antar keduanya.
(Nashrullah, 2021)

3.1.2. Potensi Thailand dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok


Negari Gajah Putih merupakan raksasa eksportir bidang pertanian yang ada di
Asia Tenggara. Thailand memiliki potensi yang cukup besar di bidang sumber daya alam
dan mampu memanfaatkannya secara optimal. Thailand selalu unggul di bidang
pertanian, khususnya beras dan karet hingga mampu menduduki posisi tertinggi eksportir
karet dan menguasai pasar beras. Bukan hanya itu, Thailand juga terkenal dengan
komoditas pertanian lainnya seperti jagung, kelapa, tebu, tembakau termasuk kapas, dan
produk sutra. Selain bidang pertanian, Thailand bergerak di bidang ekspor mineral bumi
seperti tembaga, bijih besi, timbal, hingga sektor minyak dan gas bumi. (Larasati, 2022)

Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Thailand merupakan bargaining
power yang membuka jalan bagi Bangkok untuk membangun berbagai diplomasi
ekonomi. Termasuk hubungan Thailand dan Tiongkok yang sejatinya telah terbangun
sejak zaman kerajaan hingga keterbukaan ekonomi yang dilakukan di zaman Deng
Xiaoping, 1978. Thailand merupakan negara pertama yang berinvestasi di Tiongkok sejak
1979 dan sebelum krisis ekonomi Asia 1997. Yang mana, hingga hari ini angka investasi
bagi kedua negara terus tumbuh, khususnya peran Thailand pertumbuhan awal industri
Tiongkok. Sehingga menjadi indikator yang cukup penting bagi Tiongkok untuk
mempertahankan hubungan baik keduanya. Melalui sebuah kerjasama yang terbangun
bukan hanya melibatkan Thailand melainkan mengikat secara regionalisme melalui
ASEAN. (Information Center for Thai Businesses in China, 2022)

Peluang yang ada kemudian mendorong hubungan harmonis Tiongkok-Thailand


untuk selalu terjalin. Hal ini terbukti dari angk perdagangan keduanya. Yang mana pada
2021, nilai perdagangan Tiongkok-Thailand mencapai angka $103,75 M atau naik hingga
30,32% yoy. Nilai ini kemudian memposisikan Tiongkok sebagai negara dengan nilai
perdagangan tertinggi bersama Thailand (Xinhua, 2022). Terkait perdagangan kedua
negara yang terus meningkat, terdapat beberapa sektor unggulan yang menjadi kebutuhan
ekspor dari Thailand untuk Tiongkok. Data di tahun 2020 menunjukan bahwa Thailand
secara aktif mengekspor Karet Sintetis senilai $2,18 M, Suku Cadang Mesin Kantor
$2,09M dan buah $2 M (OEC World, 2020). Maka dengan demikian, angka yang ada

15
memperlihatkan pertumbuhan signifikan dari keduanya, serta bentuk hubungan
interdependensi yang sejatinya baik bagi Thailand bagi Tiongkok. Sehingga Tiongkok
maupun Thailand perlu untuk mempertahankan hubungan harmonis keduanya,
khususnya perdagangan melalui ACFTA.

3.1.3. Potensi Malaysia dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok


Malaysia adalah salah satu negara anggota Koridor Ekonomi Tiongkok-Indo-
Tiongkok. Tiongkok sendiri telah banyak berinvestasi dalam proyek infrastruktur di
Malaysia, dan telah disepakati dalam nota kesepahaman antara Tiongkok dan Malaysia
(Jaya, Pradarsini, & Nugraha, 1962). Proyek infrastruktur yang diinvestasikan di
Malaysia berupa jalur kereta api serta pelabuhan maritim yang disebut sebagai East Coast
Rail Link (ECRL) yang merupakan jalur kereta api yang investasi senilai US$ 13 M yang
menghubungkan Pelabuhan Klang di pantai barat Semenanjung Malaysia dan Pelabuhan
Kuantan di pantai timur Semenanjung Malaysia. Sedangkan pelabuhan yang
diinvestasikan oleh Tiongkok antara lain Pelabuhan Malacca Gate senilai US$ 1,96 M,
Pelabuhan Kuala Linggi senilai US$ 2,8 miliar dan proyek Pelabuhan Penang senilai US$
1,4 M.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menyambut antusias terhadap proyek-


proyek yang diinvestasikan oleh Tiongkok tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan
infrastruktur, pembangunan perlu dipercepat dengan membantu Malaysia dalam
mengekspor produknya ke pasar luar negeri (Jaya, Pradarsini, & Nugraha, 1962).
Tiongkok dan Malaysia sama-sama memusatkan produk impor dan ekspornya pada bahan
baku minyak dan kimia, mesin industri, bahan baku logam dan besi, produk pertanian,
produk elektronik, dan minyak kelapa sawit.

Perkembangan pertama sikap Malaysia terhadap Tiongkok dalam isu Laut


Tiongkok Selatan didasarkan pada pernyataan politik yang disebut Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Seas (DOC). DOC adalah pernyataan politik yang
bertujuan untuk meredakan ketegangan di perairan yang disengketakan. Namun,
Tiongkok mengambil langkah provokatif pada 2014 dengan memperluas kehadiran
militernya di Kepulauan Paracel hingga James Shoal, 80 km dari pantai Malaysia
(Prameswaran, 2015). Najib Razak tidak mengejar kebijakan konflik radikal dengan
Tiongkok dalam konflik Laut Tiongkok Selatan. Investasi Tiongkok berperan penting

16
dalam membantu pertumbuhan ekonomi Malaysia yang melambat akibat jatuhnya harga
minyak dunia dan nilai mata uang ringgit. dolar AS selama 3 tahun terakhir.

Pada tahun 2003, Tiongkok sangat bergantung pada Selat Malaka untuk sumber
energinya, yang oleh Presiden Hu Jintao disebut sebagai Dilema Malaka. Hu Jintao
menawarkan dua alasan untuk memperhatikan kondisi Selat Malaka. Pertama, ketakutan
terhadap aktor non-negara seperti pembajakan dan terorisme yang mempengaruhi
perdagangan maritim Tiongkok. Kedua, kekhawatiran bahwa negara lain dan kekuatan
tertentu akan berusaha menguasai Selat Malaka lebih kuat (Decker, 2017). Ini berubah
dengan Jalur Sutra Maritim yang diperkenalkan oleh Presiden Xi Jinping pada tahun
2013.

Asia Tenggara merupakan jalur utama Jalur Sutra Maritim, karena ASEAN adalah
mitra strategis Tiongkok dan setengah dari jalur perdagangannya dengan negara-negara
yang dipimpin BRI melewati ASEAN. Akibatnya, Tiongkok telah berinvestasi di
beberapa pelabuhan di Malaysia, termasuk Malaka Gateway dan East Coast Rail Link
(ECRL), di mana solusi ketergantungan Tiongkok pada Selat Malaka dapat ditemukan.
ECRL juga memainkan peran penting dalam lokasi geopolitiknya yang menghubungkan
Port Klang di pantai barat, Kuantan di pantai timur Semenanjung Malaysia, dan akhirnya
Laut Tiongok Selatan (Jaya, Pradarsini, & Nugraha, 1962).

3.1.4. Potensi Singapura dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok


Singapura merupakan negara dengan luas 710 km2 dan dihuni oleh lima juta jiwa.
Singapura adalah negara metropolitan yang berkembang pesat dengan berbagai
infrastruktur kelas dunia. Sinagpura memiliki lingkungan bisnis yang dinamis,
kompetitif, dan potensial, termasuk sumber daya manusia yang berkualitas, dan didukung
oleh ruang hidup dan budaya yang kaya serta (Ministry of Foreign Affairs Singapore,
2022). Sebagai sebuah bangsa yang berada di tengah kawasan negara-negara berkembang
dengan berbagai masalah, Singapura memiliki daya tarik tersendiri dengan menawarkan
infrastruktur, fasilitas, gaya hidup mewah kelas dunia.

Secara geografi wilayah Singapura termasuk tidak terlalu luas. Meskipun


demikian Singapura telah membuat langkah-langkah signifikan dan kemajuan yang
berarti selama bertahun-tahun di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi. Singapura
memiliki ekonomi pasar bebas yang begitu maju. Negara ini memiliki lingkungan

17
ekonomi yang terbuka dan bebas korupsi, serta didukung harga yang stabil. Dalam
perekonomiannya, industri manufaktur dan jasa menjadi pilar ekonomi bernilai tinggi
juga menjadi sektor utama yang besar bagi Singapura (World Bank, 2019). Kedua sektor
perekonomian tersebut adalah potensi terbedar yang berperan dalam pertumbuhan
ekonomi negara. Maka dengan demikian, Tiongkok akan sangat diuntungkan apabila
mampu membangun kerjasama pasar bebas bersama Singapura.

Menurut data Bank Dunia, industri manufaktur khususnya elektronik merupakan


sektor proritas di tahun 2018. Kemudian di tahun yang sama untuk sektor jasa pada
industri informasi dan komunikasi, tumbuh 6,0% dan industri keuangan dan asuransi
tumbuh sebesar 5,9%. Kemudian pada tahun 2021, komoditas utama non-migas yang
mencatat nilai perdagangan terbesar yakni mesin dan alat transportasi, kimia dan produk
kimia, barang-barang manufaktur dengan total nilai perdagangan sebesar 87,0% untuk
ekspor dan 83,1% untuk impor. Sedangkan dalam sektor jasa pada 2021 mencatat nilai
ekspor dan impor masing-masing sebesar 55,7% dan 48,1% dengan transportasi,
finansial, dan manajemen bisnis sebagai kategori terbesar. (The Cove, 2022)

Perekonomian Singapura sangat bergantung pada ekspor, sehingga negara ini


memiliki banyak mitra dagang untuk melakukan kegiatan transaksi. Salah satu negara
yang menjadi mitra dagang Singapura yakni Tiongkok. Kegiatan perdegangan mereka
mencatat total nilai aktifitas ekspor impor terbesar di tahun 2021. Total jumlah nilai
perdagangan Singapura dan Tiongkok tercatat sebesar 164,3 dolar Singapura. Selain itu,
Tiongkok juga merupakan mitra dagang utama Singapura selain Amerika Serikat dan
Malaysia, data statistik menyatakan bahwa nilai ekspor Singapura ke Tiongkok lebih
besar daripada nilai impor (The Cove, 2022).

Pada tahun 2020, sejumlah 42,9 miliar dolar tercatat sebagai jumlah ekspor
Singapura ke Tiongkok. Produk utama yang diekspor oleh Singapura yaitu polimer etilen
dan mesin yang memiliki fungsi individual. Selama 25 tahun terakhir, ekspor Singapura
ke China telah meningkat pada tingkat tahunan sebesar 11,1%. Sementara itu Singapura
mengimpor sebesar 54 dolar miliar dari Tiongkok di tahun yang sama (OEC, 2020).
Dengan adanya data dan beberapa pertanyaan yang telah tercantum menunjukkan bahwa
perekonomian Singapura begitu menjamin dan potensial untuk menarik perhatian
Tiongkok sebagai mitra dagang.

18
3.1.5. Potensi Filipina dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Filipina merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 7.640 pulau dan
terletak di selatan Taiwan, antara Laut Cina Selatan dan Samudra Pasifik. Tiga kelompok
pulau utama Filipina antara lain Luzon, Visayas, dan Mindanao. Negara ini memiliki area
gabungan seluas 300.000 km2. Filipina menempati urutan 13 sebagai negara terpadat di
dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 108 juta jiwa (Nations Online, 2022). Filipina
memiliki perpaduan antara budaya barat dan timur. Filipina memiliki kemerdekaan penuh
atas negaranya pada 4 Juli tahun 1946.

Filipina telah menjadi salah satu ekonomi paling dinamis di kawasan Asia
Tenggara. Ekonomi Filipina tumbuh lebih cepat dibanding negara-negara lain di Asia
Tenggara pada 2016. Saat ini Filipina dinilai sangat baik dalam proses pemulihan
ekonomi. Pemulihan yang signifikan terjadi pada tahun 2021 dengan ekspansi pertahun
sebesar 5,6% didorong oleh investasi publik dan pemulihan di lingkungan eksternal
(World Bank, 2022). Dilansir dari CNBC, berdasarkan data yang dirilis oleh Badan
Statistik Filipina pertumbuhan ekonomi nasional Filipina pada periode kuartal ketiga
tahun 2021. Dalam laporannya, ekonomi Filipina disebut naik sebesar 7,1% bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data di atas, Filipina dinilai memiliki fundamental makroekonomi


yang kokoh. Hal ini ditandai dengan utang luar negeri yang terkendali, neraca publik yang
sehat, dan penyangga mata uang asing yang besar, sehingga negara ini dapat cepat pulih
dari tantangan pasar internaional seperti pandemi. Berdasarkan laporan data oleh Badan
Statistik Filipina, pada Januari 2022, total perdagangan barang luar negeri Filipina
sebesar 16,78 miliar dolar. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar
20,1% dengan beberapa kelompok komoditas utama dalam nilai ekspor. Sektor prioritas
dari Filipina sendiri yaitu minyak kelapa sebesar 110,1%. Kemudian diikuti oleh barang-
barang manufaktur lainnya sebesar 53,4%, dan tembaga murni sebesar 46,0% (Philippine
Statistics Authority, 2022).

Dari aktifitas perdagangan dalam hal ini Ekspor Impor, Amerika Serikat
menempati posisi sebagai negara yang menyumbang nilai ekspor tertinggi. Selain AS
sebagai mitra dagang utama Filipina, disusul empat negara lainnya yaitu Tiongkok,
Jepang, Hongkong dan Singapura. Sedangkan pada tahun 2019, Tiongkok merupakan

19
salah satu tujuan pasar ekspor, dan sumber impor utama Filipina. Yang mana sektor
ekspor utama adalah elektronik, mineral, makanan, listrik, bahan kimia, mesin, aksesori,
transportasi serta aneka produk industri. Filipina mejadi negara potensial bagi negara
mitra dagang khususnya Tiongkok karena memiliki strategi reformasi ekonomi yang baik
dan melesat serta potensi sumber daya alam yang mempuni. (Philippine Statistics
Authority, 2022)

3.1.6. Potensi Brunei dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok


Brunei Darussalam merupakan negara kesultanan kecil yang kaya akan sumber
daya alam minyak. Brunei Darussalam berbagi perbatasan laut dengan Cina dan
Malaysia. Brunei Darussalam memiliki luas sebesar 5.765 km2 (Eye on Asia, 2022).
Negara yang juga merupakan anggota ASEAN ini menyatakan kemerdekaannya pada 1
Januari 1984. Dalam hal perekonomian, Brunei hampir sepenuhnya bergantung pada
sumber daya alamnya yakni cadangan minyak dan gas alamnya yang besar dan berlimpah.

Ekspor utama Brunei adalah Petroleum Gas, Refined Petroleum, Crude Petroleum
yang sebagian besar diekspor ke Jepang, Tiongkok, Australia, Singapura dan Malaysia
(OEC, 2020). Sedangkan sumber investasi asing terbesar Brunei yakni Tiongkok dan juga
memainkan peran sebagai mitra dagang terbesar ketiga Brunei. Dalam hal ini ekspor
Brunei ke Tiongkok terus meningkat per tahun dan mengalami peningkatan drastis pada
2020. Barang utama yang banyak diekspor oleh Brunei Darussalam ke Tiongkok yakni
bahan kimia organik bahan bakar mineral, minyak, distilasi produk, kapal, perahu, dan
bangunan terapung lainnya. Termasuk aneka barang dari logam tidak mulia, mesin,
reaktor nuklir, peralatan medis (Ministry of Foreign Affairs Brunei Darussalam, 2018).

Berdasarkan data terkait ekspor dan impor Brunei-Tiongkok, dapat dilihat bahwa
Tiongkok sangat bergantung pada impor minyak dan bahan bakar dari Brunei
Darussalam. Volume perdagangan bilateral Tiongkok dan Brunei meningkat sebesar
72,5% di tahun lalu. Brunei menempati peringkat teratas di antara mitra ASEAN China.
Kebutuhan Tiongkok akan minyak dan bahan bakar yang banyak disediakan oleh Brunei
Darussalam membuat atensi Tiongkok untuk selalu mempertahankan negara-negara
ASEAN bekerja sama dalam kesepakatan ACFTA.

20
Tabel 3.1 Nilai Perdagangan Tiongkok dan Negara Anggota ASEAN Tahun 2020
Negara Tahun Bergabung ACFTA Ekspor (USD) Impor (USD)
Brunei Darussalam 2010 1,23 M 542 J
Filipina 2010 12,9 M 34,5 M
Indonesia 2010 32,6 M 40,8 M
Malaysia 2010 38,7 M 51,5 J
Singapura 2010 42,9 J 54 M
Thailand 2010 30,2 M 51 M
Kamboja 2015 1,46 M 8,07 M
Myanmar 2015 5,37 J 11,4 M
Laos 2015 1,68 M 1,42 M
Vietnam 2015 49,4 M 104 M
Sumber: The Observatory of Economic Complexity (OEC), 2020.

3.2. Strategi Tiongkok Mendorong ASEAN untuk Terlibat dalam ACFTA


menurut Teori Regionalisme

Tiongkok dalam menaikkan kesejahteraan penduduknya, akan tetapi juga menjadi


upaya dalam menyaingi kekuatan ekonomi dan politik Amerika Serikat di kawasan Asia
Tenggara. Terlepas dari motif ekonomi dan politik Tiongkok, usulan Tiongkok untuk
membangun perdagangan bebas antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN disambut
hangat oleh pemerintah negara-negara tersebut. Adapun beberapa alasan mengapa
pemerintah negara-negara ASEAN siap menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan
Tiongkok. Pertama, Tiongkok merupakan negara dengan kekuatan ekonomi besar dan
dinamis, serta meningkatnya permintaan barang dan jasa di Tiongkok, menjadi sebuah
mesin percepatan pertumbuhan ekonomi ASEAN.

Kedua, Tiongkok menawarkan perlakuan dan dukungan khusus kepada kelompok


negara-negara Cambodia, Laos, Myanmar Vietnam (CLMV) dan siap untuk berkembang
atau membagi manfaat keanggotaannya di WTO bagi negara anggota ASEAN non-WTO.
Ketiga, kerjasama ekonomi antara ASEAN dan Tiongkok lebih realistis dalam
menciptakan perdagangan bebas. Terkhususnya untuk produk-produk pertanian
dibandingkan berupaya memasukkan produk-produk pertanian tersebut kedalam daftar

21
produk perdagangan bebas WTO yang pada akhirnya akan ditolak kembali oleh negara-
negara maju.

Meskipun Tiongkok merupakan negara besar dengan kekuatan ekonomi yang


dimiliki sama besarnya, namun Tiongkok tetap membutuhkan strategi yang baik untuk
dapat mengklaim manfaatnya secara nasional melalui kerjasama ekonomi dengan negara-
negara ASEAN. Diplomasi masih menjadi pilihan utama suatu negara dalam
melaksanakan politik internasional. Kemajuan yang dialami oleh Tiongkok terutama
dalam bidang ekonomi serta jumlah penduduk Tiongkok yang besar menjadi suatu modal
bagi Tiongkok dalam meyakinkan negara-negara ASEAN untuk mengadakan kerjasama
ekonomi dengan Tiongkok (Yue, 2004).

Tiongkok berusaha untuk mempromosikan diplomasi yang bersahabat tanpa


memaksa negara-negara ASEAN untuk mendirikan perjanjian perdagangan bebas jangka
pendek. Tiongkok telah setuju untuk menerapkan perdagangan bebas ACFTA, dimulai
dengan penurunan tarif produk dan investasi secara bertahap. Selain itu, Tiongkok setuju
untuk meninjau kembali perjanjian ACFTA jika ASEAN merasa dirugikan dalam
perjanjian tersebut. Tiongkok pun siap untuk memberikan bantuan ekonomi kepada
negara-negara ASEAN dalam mempersiapkan negaranya menghadapi ACFTA. Dalam
menyelesaikan sengketa Kepulauan Laut Tiongkok Selatan di awal perundingan ACFTA,
Tiongkok mengusulkan cara damai dalam menyelesaikan permasalahan tersebut bersama
dengan negara-negara ASEAN yang memiliki konflik dengan Tiongkok (Heydarian,
2014). Di tingkat nasional, Tiongkok memiliki beberapa strategi untuk menghadapi
ACFTA. Secara teknis, Tiongkok unggul dalam beberapa faktor seperti birokrasi,
infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi perusahaan, efisiensi tenaga kerja dan ukuran
pasar, serta telah bersiap untuk menerapkan berbagai reformasi kebijakan untuk mencapai
economies of sale. Tiongkok lebih gesit dibandingkan negara-negara ASEAN dalam
menghadapi ACFTA.

Tiongkok telah menerapkan strategi reverse engineering atau pemalsuan untuk


mengurangi biaya research and development dan menghasilkan berbagai produk dalam
waktu yang singkat. Pemerintah Tiongkok menerapkan tax free policy atau pembebasan
pajak untuk perusahaan yang melakukan joint venture selama tiga tahun pertama.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mendorong perusahaan Tiongkok tumbuh dan

22
berkembang dengan pesat. Dengan subsidi dari pemerintah sebesar 13,5% berupa restitusi
pajak dan pinjaman bank hanya sebesar 3% per tahun, serta banyaknya industri
pendukung yang mengurangi kebutuhan industri nya dalam mengimpor barang ke
Tiongkok dikarenakan beberapa kebutuhan industri nya telah dapat dipenuhi oleh
industri-industri domestik. Selain itu, mata uang yuan ditetapkan oleh dolar AS yang
membuat harga ekspor Tiongkok sangat murah (Saputro, 2010).

23
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis pada penulisan makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam mendorong kerjasama pasar bebas bersama ASEAN, Tiongkok
dilatarbelakangi oleh alasan spesifik kepentingan nasionalnya. Pertama, Negara-negara
ASEAN memiliki kandungan sumber daya alam yang melimpah dan mampu
menguntungkan perekonomian dan kegiatan produksi dari Tiongkok. Kedua, letak
geografis ASEAN berada pada persimpangan jalur perdagangan internasional sehingga
memiliki peran strategis dalam perekonomian global. Ketiga, proyeksi pertumbuhan
ekonomi yang baik dari setiap negara ASEAN bersifat progresif dan akan
menguntungkan Tiongkok. Keempat, wilayah geografis negara-negara ASEAN termasuk
bagian dari rencana strategis kebijakan OBOR Tiongkok. Dengan demikian, langkah
yang diambil melalui ACFTA akan mendorong pertumbuhan dari kegiatan perekonomian
Tiongkok.

Dalam mendorong negara ASEAN untuk terlibat bersama Tiongkok dalam


kerjasama pasar bebas, terdapat beberapa hal yang menjadi daya tarik utama. Pertama,
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang sangat progresif. Kedua, aktifnya Tiongkok dalam
memberikan bantuan perekonomian termasuk pembangunan bagi kepentingan nasional
suatu neagra. Ketiga, mampu menghadirkan kerjasama yang realistis dan memberikan
keuntungan bagi para pihak. Kerjasama pasar bebas yang terbentuk bersama Tiongkok
juga berhasil mendorong angka ekspor dan impor bagi para pihak. Sehingga negara
anggota ASEAN terpuaskan dan memiliki kepercayaan yang baik bagi Tiongkok.

4.2. Saran
1. Setiap negara anggota ASEAN perlu untuk selalu memprioritaskan kepentingan
nasionalnya termasuk keterlibatan dalam kerjasama yang mengikat regional.
2. Setiap negara anggota ASEAN perlu untuk memperhatikan keuntungan optimal
dan merata yang dapat diterima dari setiap kerjasama internasional.
3. Setiap neagra anggtoa ASEAN penting menempatkan batasan-batasan yang jelas
dalam kerjasama internasional agar tidak dimanfaatkan secara sepihak hingga
tidak terdayakan dari pihak lainnya.

24
DAFTAR PUSTAKA
Arun, S. S. (2019). Dinamika Mauknya Timor Leste untuk Mendapatkan Status Keanggotaan
Penuh dalam ASEAN. UKSW.
ASEAN. (2022). About ASEAN. Diambil kembali dari ASEAN: https://asean.org/about-us
Asher, M. G. (2011). Growing Importance of Geo-Economics approach for India. Diambil
kembali dari DNA India: https://www.dnaindia.com/business/comment-growing-
importance-of-geo-economics-approach-for-india-1514295
CNBC Indonesia. (2022). Ekonomi China Tumbuh 8,1%, Indonesia Ketiban Durian Runtuh.
Diambil kembali dari CNBC Indonesia:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220118122012-4-308315/ekonomi-china-
tumbuh-81-indonesia-ketiban-durian-
runtuh#:~:text=Ekspor%20China%20hingga%20November%202021,US%24%202%2
C44%20triliun.
Decker, V. D. (2017). The Geoeconomics Behind The Belt And Road Intiative How the BRI is
Shaping a New Geoeconomis Order.
Embassy of the People's Republic of China in Malaysia. (2010). ASEAN-China Dialogue
Relations. Diambil kembali dari MFA Gov.:
https://www.mfa.gov.cn/ce/cemy//eng/zt/eastasia/jzjk/t771055.htm
Eye on Asia. (2022). Brunei - A Country Profile. Diambil kembali dari Eye on Asia:
https://www.eyeonasia.gov.sg/asean-countries/know/overview-of-asean-
countries/brunei-a-country-profile/
Goswani, N. (2020). What is the Meaning of Geoeconomics and Geostrategy? Diambil kembali
dari Manohar Parrikar Institute for Defence Studies and Analyses:
https://idsa.in/askanexpert/geo-economicsandgeo-strategy
Guna, S. D. (2020). Upaya Mercado Comun Del Sur (Mercosur) dalam Meningkatkan
Perekonomian Negara Anggota Tahun 2000-2018. UNIKOM.
Heydarian, R. J. (2014). ASEAN unity and the threat of Chinese expansion. Retrieved from
http://aljazeera.com/indepth/opinion

Information Center for Thai Businesses in China. (2022). ความสัมพันธ ์ไทย-จีน: Hubungan
Thailand-China. Diambil kembali dari ThaibizChina.Com:
https://thaibizchina.com/figure-publication/thai-chinese/
Jaya, N. M., Pradarsini, N. R., & Nugraha, A. S. (1962). Kepentingan Republik Rakyat Tiongkok
Menerapkan Belt and Road Intiative (BRI) di Malaysia (2013-2017).
Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, D. (2018). ASEAN-China. Diambil kembali
dari Ditjen PPI Kemendag: https://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean-1-
fta/asean-
china#:~:text=ASEAN%2DChina%20Free%20Trade%20Area,jasa%2C%20peraturan%
20dan%20ketentuan%20investasi%2C
Kang, Y.-D. (2016). Development of Regionalism: New Criteria and Typology. Economic
Integration, Vol. 31, No. 2, 235.

25
Kartini, I. (2015). Kebijakan Jalur Sutra Baru Cina dan Implikasinya bagi Amerika Serikat.
Kajian Wilayah, 6(2), 134.
Kompas. (2020). ACFTA: Sejarah, Tujuan dan Program. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/15/090000869/cafta---sejarah-tujuan-dan-
program
Larasati, Z. (2022). Potensi Sumber Daya Alam Negara-Negara ASEAN | Geografi Kelas 8.
Diambil kembali dari Ruang Guru: https://www.ruangguru.com/blog/potensi-sumber-
daya-alam-negara-asean
Maghfiroh, N. L. (2021). Letak Geografis Indonesia: Pengaruh dan Keuntungannya. Diambil
kembali dari Aku Pintar: https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/letak-geografis-
indonesia-pengaruh-dan-keuntungannya-1
Metzgar, E. T. (1997). The Growth of Regioanlism: Implications for the International System.
Public and International Affairs, 63.
Ministry of Foreign Affairs Brunei Darussalam. (2018). The People's Republic of China. Diambil
kembali dari Ministry of Foreign Affairs Brunei Darussalam:
http://www.mfa.gov.bn/Pages/br_China.aspx
Ministry of Foreign Affairs Singapore. (2022). About Singapore. Diambil kembali dari Ministry
of Foreign Affairs Singapore: https://www.mfa.gov.sg/Overseas-Mission/Xiamen/About-
Singapore
Mustafic, A. (2016). China's One Belt, One Road and Energy Security Initiatives: a Plan to
Conquer the World? . Sarajevo Journal of Social Sciences Inquiry, 2(2), 156-157.
Nashrullah, N. (2021). Perdagangan Indonesia-China Tertinggi Tahun Terakhir. Diambil kembali
dari Republika: https://www.republika.co.id/berita/r2tslo320/perdagangan-
indonesiachina-tertinggi-20-tahun-terakhir
Nations Online. (2022). The Philippines in Brief. Diambil kembali dari The Nations Online
Project: https://www.nationsonline.org/oneworld/philippines.htm
Octorifadli, G. P., Puspitasari, A., & Azzqy, A. A. (2022). Kepentingan Tiongkok Terhadap
Indonesia Melalui Belt and Road Initiative dalam Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-
Bandung Periode 2015-2020. Fisip Budi Luhur, 175-186.

Observatory of Economic Complexity (OEC World). (2020). Bilateral Country Singapore-


China. Diambil kembali dari OEC: https://oec.world/en/profile/bilateral-
country/sgp/partner/chn#:~:text=Historical%20Data&text=1995-
,In%202020%2C%20Singapore%20exported%20%2442.9B%20to%20China.,Individu
al%20Functions%20(%241.86B)
OEC World. (2020). Bilateral Country: Brunei - China. Diambil kembali dari OEC World:
https://oec.world/en/profile/bilateral-country/brn/partner/chn#:~:text=1995-
,In%202020,%20Brunei%20exported%20$1.23B%20to%20China.,to%20$1.23B%20in
%202020
OEC World. (2020). Bilateral Country China - Thailand. Diambil kembali dari OEC World:
https://oec.world/en/profile/bilateral-country/chn/partner/tha

26
Philippine Statistics Authority. (2022). Highlights of the Philippine Export and Import Statistics
January 2022 (Preliminary). Diambil kembali dari Republic of The Philippines:
Philippine Statistics Authority: https://psa.gov.ph/content/highlights-philippine-export-
and-import-statistics-january-2022-preliminary
Policy, I. F. (2016). The Belt & Road Initiative. Diambil kembali dari ISDP:
http://isdp.eu/content/uploads/2016/10/2016-The-Belt-and-RoadInitiative.pdf
Pradina, N. (2017). Pengaruh Implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)
Terhadap Nilai Perdagangan ASEAN dengan Amerika Serikat. Diambil kembali dari
Eprints Universitas Muhammadiyah Malang:
https://eprints.umm.ac.id/39778/1/PENDAHULUAN.pdf
Prameswaran, P. (2015). Playing It Safe: Malaysia’s Approach to the South China Sea and
Implications for the United States.
Priyono, J., & Yusgiantoro, P. (2017). Geopolitik, Geostrategi, Geoekonomi. Bogor: Universitas
Pertahanan (Unhan Press).
Putri, V. K. (2022). Keuntungan Letak Geografis ASEAN. Diambil kembali dari Kompas.com:
2022
Ramadhan, I. (2018). China's Belt Road Initiative: Dalam Pandangan Teori Gopolitik Klasik .
Intermestic: Journal of International Studies, 2(2), 140-141.
Saputro, D. H. (2010). Strategi Menghadapu ACFTA. Diambil kembali dari http://swa.co.id/my-
article/strategi-menghadapi-acfta
Søilen, K. S. (2012). Geoeconomics. Ventus Publishing ApS.
Statista. (2021). Tak Terkalahkan, Tiongkok Negara Eksportir Terbesar di Dunia pada 2020.
Retrieved from Databoks: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/02/tak-
terkalahkan-tiongkok-negara-eksportir-terbesar-di-dunia-pada-
2020#:~:text=Tiongkok%20belum%20terkalahkan%20sebagai%20negara,lipat%20nilai
%20ekspor%20Amerika%20Serikat.
The Cove. (2022). #KYR: Singapore - Economy. Diambil kembali dari The Cove:
https://cove.army.gov.au/article/kyr-singapore-economy
World Bank. (2019). The World Bank in Singapore. Diambil kembali dari The World Bank:
https://www.worldbank.org/en/country/singapore/overview#1
World Bank. (2022). The World Bank in the Philippines. Diambil kembali dari The World Bank:
https://www.worldbank.org/en/country/philippines/overview#1
Xinhua. (2022). Thailand's Foreign Trade up 23.1 pct in 2021. Diambil kembali dari
Asia&Pacific Xinhua Net:
https://english.news.cn/asiapacific/20220121/8da85b332d61434583eb9fa70de0634f/c.h
tml#:~:text=In%202021%2C%20China%20remained%20Thailand's,and%20third%20la
rgest%20trading%20partners.
Yue, C. S. (2004). ASEAN-China Free Trade Area, Paper for presentation at the AEP Conference
Hong Kong.

27

Anda mungkin juga menyukai