Anda di halaman 1dari 21

POSISI INDONESIA DI DALAM KERJASAMA INTERNASIONAL

(AFTA & APEC)


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6

Aprilia Reski A11114512


Wulan Tenri Zanna Malik A21115051
Muhlis A21115301
Hesti Linggalo A11116023
Siti Muliah A11116024
Andi Sophia Naida A21116303

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
DAFTAR ISI

Sampul .......................................................................................................

Daftar Isi ....................................................................................................

BAGIAN I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................

1.4 Sistematika Penulisan ..........................................................................

BAGIAN II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis .................................................................................

2.1.1 Teori Kerjasama Internasional .....................................................

2.1.2 AFTA (Asean Free Trade Area) ..................................................

2.1.3 APEC (Asia-Pacific Economic Cooporation ................................

2.2 Studi Empiris ....................................................................................... 3

2.3 Kerangka Pikir ..................................................................................... 4

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis dan pembahasan .....................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ..........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdagangan internasional yang dulunya dilakukan secara tradisional dan
terbatas, sekarang telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Aliran barang semakin
tidak bisa dibendung dengan dilakukannya perjanjian perdagangan bebas. Perjanjian
tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam
perdagangan berupa tarif, quota, larangan impor, damping dan berbagai bentuk
kebijakan proteksi ekonomi. Tidak hanya itu, perjanjian ini juga dimaksudkan untuk
mempererat hubungan kerjasama diantara kedua pihak yang terlibat di dalamnya yang
turut menentukan hubungan kedua pihak di masa depan. Akibatnya aliran barang
semakin tidak bisa dibendung dengan dilakukannya perjanjian perdagangan bebas.
Sampai saat ini, perdagangan bebas merupakan issue yang kontroversial
khususnya di negara-negara berkembang. Perdagangan bebas dianggap akan mampu
meningkatkan standar hidup melalui keuntungan komparatif dan ekonomi skala besar,
perdagangan perdagangan bebas juga dianggap mendorong negara-negara untuk
bergantung satu sama lain yang berarti memperkecil kemungkinan perang,
perdagangan bebas dianggap mampu menciptakan pasar persaingan yang sempurna.
Sedangkan di sisi lain, perdagangan bebas dianggap merugikan negara berkembang
karena memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan
merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial.
Liberalisasi perdagangan yang ditujukan bagi semua negara di dunia, telah lama
diperbincangkan oleh para ahli perekonomian dan juga para pemimpin negara-negara
di dunia. Tiap negara berusaha mencari sistem perdagangan internasional, bagaimana
formulasi landasan dasar perdagangan antar negara dilakukan dalam penerapannya
yang pada akhirnya dapat membawa manfaat yang signifikan dan adil kepada seluruh
negara yang melakukan pengembangan perekonomiannya keluar dari negaranya
masing-masing. Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan yang
ditandai dengan mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
pada tahun 1947 yang kini peranannya telah digantikan oleh World Trade Organization
(WTO). Perdagangan yang lebih liberal tampaknya menjadi tujuan hampir sebagian
besar negara di dunia, dengan harapan liberalisasi dapat meningkatkan volume dan nilai
perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Liberalisasi perdagangan salah satunya ditandai dengan
penurunan atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun
non tarif. Hambatan perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan
dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa (flow of goods and services).
Mengingat perkembangan ekonomi dunia yang semakin interdependent dan
global memberikan konsekuensi meningkatkan arus perdagangan barang dan uang
antar negara. Terlebih lagi jika negara ingin memperluas pangsa pasarnya. Hal tersebut
terbukti bahwa semakin banyak perjanjian perdagangan bebas yang telah dilakukan
baik secara bilateral maupun regional. Tercatat sebanyak 221 perjanjian perdagangan
bebas telah disepakati sejak tahun 1991 sampai 2010. Jumlah ini mengalami
peningkatan sebanyak 152 perjanjian dari tahun 2002 yang hanya berjumlah 69
perjanjian. Peningkatan jumlah perjanjian bilateral dan regional ini mengalami
peningkatan disebabkan karena keduanya merupakan opsi terbaik kedua bagi free trade
area (FTA) setelah perjanjian multilateral, karena implementasi perjanjian multilateral
sulit untuk sepenuhnya diterapkan demi memperkuat ekonomi dengan negara lain.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah menjalin kerjasama
internasional dengan menjadi salah satu anggota dalam AFTA (ASEAN FREE TRADE
AREA) dan APEC (ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION). Banyaknya
dampak positif menjadi salah satu anggota dalam AFTA dan APEC menjadi alasan
Indonesia untuk bergabung dalam AFTA dan APEC.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif dalam
pengembangan kerjasama APEC. Kontribusi terbesar Indonesia dalam APEC adalah
turut merumuskan visi uatama APEC yang juga disebut „Tujuan Bogor‟ (Bogor Goals).
Komitmen ini menjadi dasar dalam berbagai inisiatif untuk mendorong percepatan
penghapusan tarif perdagangan maupun investasi antar anggota APEC.6 Keikutsertaan
Indonesia dalam APEC menimbulkan berbagai macam pendapat dari para pengamat
maupun penulis yang melakukan penelitian tentang dampak APEC bagi Indonesia.
berbagai pendapat ini tentu saja berbeda-beda, ada yang bersifat optimis maupun
pesimis. Kelompok pesimis merasa bahwa APEC tidak memberikan dampak secara
ekonomi bagi Indonesia bahkan cenderung sebagai sarana negara-negara industri
melancarkan kepentingan ekonomi mereka dan merugikan negara-negara berkembang
yang tergabung, khususnya Indonesia. Bahkan ada yang berpendapat bahwa APEC
seperti sudah mati suri sebagai organisasi internasional. Tetapi ada juga kelompok yang
sangat optimis bahwa Indonesia mendapatkan keuntungan ketika bergabung dengan
APEC. Kerjasama multilateral memberi kesempatan kepada negara berkembang di
lingkungannya untuk mempercepat pembangunannya yaitu lewat peningkatan arus
sumbersumber keuangan dan teknologi dari negara-negara yang sudah maju ke negara-
negara ini, serta lewat pemanfaatan berbagai sumber ekonomi lainnya yang ada di
kawasan. Di dalam gerak langkahnya, APEC sebagai suatu wahana kerjasama ekonomi
regional, melalui berbagai programnya telah melakukan upaya-upaya dan terobosan
untuk mencapai tujuan kesejahteraan perekonomian bagi para anggotanya. Salah satu
usaha mendasar yang mulai dirintis dan kini tengah pula dikembangkan adalah usaha
mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh, trampil dalam penguasaan teknologi
dan manajemen. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi negara berkembang seperti
Indonesia (Poli Restilia, 2014)
Seperti halnya APEC, AFTA yang merupakan salah satu organisasi
internasional memberikan manfaat bagi Indonesia. Seperti : (i) Meminimalisir biaya
ekonomi, (ii) Meniadakan hambatan non tarif dunia, (iii) Memasukkan produk-produk
tertentu dari negara anggota, dan yang lainnya.
Hingga saat ini kerjasama regional dalam bentuk organisasi regional masih
menjadi pilihan. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan negara-negara berkembang
untuk menghadapi perkembangan hubungan internasional yang kompleks dan adanya
anggapan bahwa regionalisme dapat meningkatkan tingkat perekonomian (Crude, Oil
and Riafebriantiyahoocoid, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana posisi Indonesia dalam AFTA ?
2. Bagaimana posisi Indonesia dalam APEC ?
3. Bagaimana implikasi AFTA dan APEC dalam perekonomian Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui posisi Indonesa dalam AFTA.
2. Mengetahui posisi Indonesia dalam APEC
3. Mengetahui implikasi AFTA dan APEC dalam perekonomian Indonesia
1.4 Sistematika Penulisan
BAGIAN I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
BAGIAN II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan teori-teori dasar kerjasama internasional, manfaat AFTA dan APEC dalam
perekonomian Indonesia serta di bagian ini juga menjelaskan studi empiris dan
kerangka pikir.
BAGIAN III ANALISIS & PEMBAHASAN
Memaparkan hasil analisa empiris berdasarkan pada model dan metode serta
menjelaskan rumusan masalah yang ada.
BAGIAN IV PENUTUP
Merupakan bagian yang berisikan kesimpulan dari pembahasan-pembahasan yang telah
dijelaskan di bagian sebelumnya.
BAGIAN II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Landasan Teoritis
3.1.1 Teori Kerjasama Internasional
Hubungan kerjasama antar negara dapat mempercepat proses
perkembangan ekonomi. Hal ini sangat dirasakan sekali pentingnya bagi
negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Saat ini, memang
banyak negara yang memilih untuk mengikuti badan-badan atau lembaga
internasional yang sekiranya mampun membantu mengembangkan
perekonomian di negara tersebut. Badan-badan kerjasama ekonomi
internasional yang ada di dunia ini dibagi dalam bermacam-macam bentuk
kerjasama.

2.1.1.1 Bentuk-Bentuk Kerjasama Internasional:


1. Kerjasama Bilateral
Kerjasama ekonomi bilateral ini merupakan bentuk kerjasama ekonomi
yang dilakukan oleh dua negara. Dua negara ini saling membantu terutama
dalam bidang ekonomi antara negara yang satu dengan negara yang lain.
2. Kerjasama Multilateral
Kerjasama multilateral adalah bentuk kerjasama ekonomi antara beberapa
negara, dimana yang tergabung dalam kerjasama itu saling membantu di
bidang ekonomi. Bentuk kerjasama ini tidak dibatasi atas wilayah tertentu
jadi negara yang berada di luar kawasan pun dapat bergabung dalam badan
yang berbentuk kerjasama multilateral ini. Dengan kata lain, bentuk
kerjasama ekonomi ini tidak terikat oleh wilayah yang ada.
3. Kerjasama Regional
Kerjasama regional adalah bentuk kerjasama ekonomi dari negara-negara
kawasan/daerah tertentu, yang bertujuan menjamin kepentingan ekonomi
negara-negara satu kawasan. Tentunya beberapa negara yang berada di
kawasan atau wilayah tertentu ini memiliki tujuan yang sama dalam bidang
ekonomi sehingga mereka saling membantu antarnegara.
4. Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional adalah bentuk kerjasama ekonomi yang mencakup
banyak negara dan bernaung di bawah satu bendera PBB. Kerjasama ini
bertujuan saling membantu di bidang ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama.
2.1.1.2 Integrasi Ekonomi Regional
Integrasi ekonomi regional terjadi apabila beberapa negara yang
berada dalam satu wilayah memutuskan untuk menciptakan
perdagangan bebas di antara sesama negara anggota dan menetapkan
tarif yang sama terhadap impor barang-barang produksi negara-negara
lain yang bukan merupakan anggota. Beberapa jenis integrasi ekonomi
yang terdapat saat ini diantaranya adalah daerah perdagangan bebas
(free trade area), perserikatan pabean (customs union), pasar bersama
(common market), dan kesatuan ekonomi (economic union). Berbagai
jenis integrasi ekonomi tersebut akan dibahas dibawah ini:
a) Daerah Perdagangan Bebas (free trade area)
Daerah atau kawasan perdagangan bebas terjadi jika sekelompok
negara sepakat untuk menghapuskan berbagai hambatan
perdagangan, seperti tarif dan kuota, antar sesama negara anggota.
Meskipun demikian, masing-masing negara tetap memiliki dan
memberlakukan berbagai hambatan terhadap negara-negara bukan
anggota kawasan tersebut.
b) Perserikatan pabean (custom unions)
Pada perserikatan pabean, antar sesama negara anggota
memberlakukan ketentuan perdagangan bebas dan tarif bea masuk
serta kuota yang seragam terhadap impor dari negara-negara bukan
anggota.
c) Pasar bersama (common market)
Dalam integrasi ekonomi berbentuk pasar bersama, sesama
negara anggota mempunyai kebebasan secara penuh untuk
memindahkan faktor-faktor produksi, khususnya modal dan tenaga
kerja, serta membentuk kawasan perdagangan bebas dan
menyeragamkan peraturan tarif bea masuk.
d) Kesatuan ekonomi (economic union)
Negara-negara yang membentuk kerjasama kesatuan ekonomi
(economic union) memiliki kebijakan ekonomi tunggal atau serupa,
termasuk kebijakan moneter, pajak, maupun perdagangan. Sampai
saat ini hanya European Union yang mengarah pada bentuk kerjasama
ini. Hal ini, misalnya, ditandai dengan diberlakukannya mata uang
tunggal untuk kawasan tersebut yang dinamakan European Currency
Unit (ECU) atau Euro (Ardiprawiro, 2013)
3.1.2 AFTA (Asian Free Trade Area)
AFTA (Asean Free Trade Area) adalah sebuah persetujuan
oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara
ASEAN.
Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN
memiliki enam anggota, yaitu : Brunei, Indonesia, Malaysia,
Filiphina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995,
Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA
sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang
baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA
untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran
waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA
(Wikipedia).
Adapun tujuan dari AFTA adalah :
- Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam
pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam
ASEAN.
- Menarik investasi asing langsung ke ASEAN

2.1.3 APEC (ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION)


Pada 1989 beberapa pemimpin negara Asia Pasifik
melakukan pertemuan multilateral yang terjalin dalam satu
lingkaran organisasi yang bernama Asia Pacific Economic
Cooperation (APEC). Organisasi ini bergerak pada bidang
kerjasama ekonomi yang dilatar belakangi saling ketergantungan
negara-negara di kawasan asia pasifik. Kerja sama APEC dibentuk
dengan pemikiran bahwa dinamika perkembangan Asia Pasifik
yang semakin kompleks dengan di warnai oleh perubahan besar
pada pola perdagangan dan investasi, arus keuangan dan teknologi,
serta perbedaan keunggulan komparatif, sehingga diperlukan
konsultasi dan kerja sama intra regional.
Anggota ekonomi APEC memiliki keragaman wilayah,
kekayaan alam serta tingkat pembangunan ekonomi, sehingga pada
tahun tahun pertama, kegiatan APEC difokuskan secara luas pada
pertukaran pandangan (exchange of views) dan pelaksanaan
proyek-proyek yang didasarkan pada inisiatif-inisiatif dan
kesepakatan para anggotanya. Semua ini didasari dengan kemajuan
tranportasi dan teknoloogi yang terus berkembang pesat. Sehingga
sangat berpotensial untuk melakukan kerjasama untuk
mengembangkan perdagangan ekonomi. Adapun anggota - anggota
APEC adalah Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, China,
Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko,
Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura,
China, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Berbicara masalah APEC kita tidak terlepas dari negara
Indonesia. Pada tanggal 19 november 1994. Pada pertemuan di
Bogor disepakati bahwa negara yang sudah pada tingkat industriali
sasi (negara-negara maju) akan mencapai sasaran perdagangan dan
investasi yang bebas dan terbuka (liberalisasi) paling lambat tahun
2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang berkembang
paling lambat tahun 2020. Sehubungan dengan ini, para pemimpin
ekonomi APEC sepakat untuk memperluas dan mempercepat
program pemudahan perdagangan dan investasi di kalangan APEC.
Selain itu, disepakati peningkatan kerja sama pembangunan di
antara anggota melalui program pengembangan sumber daya
manusia, pengembangan pusat-pusat pengkajian APEC dan kerja
sama dibidang IPTEK (termasuk alih teknologi). Deklarasi Bogor
dikenal sebagai Deklarasi Tekad Bersama (Declaration of Common
Resolve). Untuk sebuah kemajuan bersama, namun melihat
kekondisian ekonomi saat ini menjadi pertanyaan besar bagi bangsa
Indonesia, mampukah negara berkembang Indonesia untuk
bersaing di dunia perdagangan bebas internasional. Kemudian
Indonesia kembali menjadi menjadi tuan rumah untuk
menyelenggrakan KTT APEC pada tanggal 5-7 Oktober 2013 yang
berlangsung di Bali.
Bagi pemerintah APEC saat ini dianggap sebagai salah satu
forum ekonomi regional terpenting di Asia Pasifik, karena
melibatkan partisipasi para pemimpin ekonomi negara-negara
kunci di kawasan, seperti Amerika Serikat, China, Jepang,
Australia, dan tujuh anggota ASEAN. Selain itu, setiap tahun
menteri luar negeri, menteri perdagangan, menteri keuangan dan
menteri-menteri lain hadir dalam pertemuan-pertemuan APEC.
Kehadiran para pemimpin dan menteri APEC tersebut selama ini
juga dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk melakukan
pembahasan masalah-masalah bilateral dan regional. Hal ini
didukung oleh komitmen menteri-menteri perdagangan APEC
yang melakukan pertemuan setiap tahun guna mencari solusi
kongkret sistem perdagangan multilateral di bawah semangat
Bogor Goals. APEC turut memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik dan
kemajuan perekonomian global.

3.2 Studi Empiris


Menurut (Indonesia et al., 2012) Pemanfaatan kerjasama
internasional pada hakikatnya tidak bermaksud untuk
mengenyampingkan kemampuan dan potensi nasional yang ada,
namun lebih pada upaya percepatan dengan optimalisasi semua potensi
secara menyeluruh dan zberkesinambungan agar memperoleh hasil
yang maksimal.
Menurut (Asean and Community, 2017) Kerjasama sangat berperan
di dalam hubungan internasional. Kerjasama Ekonomi dilakukan dan
diperlukan oleh Negara sebagai sarana untuk mencapai kepentingan
nasional dalam menjalin hubungan antar bangsa.
Menurut (Avesina, 2015) Kerjasama regional dalam bentuk
organisasi regional masih menjadi pilihan Hal ini dikarenakan
ketidakmampuan negara-negara berkembang untuk menghadapi
perkembangan hubungan internasional yang kompleks dan adanya
anggapan bahwa regionalisme dapat meningkatkan tingkat
perekonomian.
Menurut (Kong and Selatan, 1989) Ketika suatu negara bergabung
dalam sebuah organisasi internasional, tentu saja negara tersebut
memiliki kepentingan didalamnya, organisasi internasional seperti
APEC dapat menjadi sarana suatu negara untuk mencapai kepentingan
nasionalnya baik yang bersifat ekonomi maupun politik. begitu halnya
juga mengapa Indonesia mau bergabung dalam APEC.

3.3 Kerangka Pikir


BAGIAN III
ANALISIS & PEMBAHASAN
3.1 Posisi Indonesia dalam AFTA
Bagi Indonesia kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup
terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan
dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang
kompetitif di pasar regional AFTA.
Diharapkan dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada
sektor agribisnis dapat menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas
produk pertanian sehingga lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun
pasar global, dan sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian
nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan pembangunan daerah.
Secara umum, situasi ekonomi Indonesia sangat sulit. Perdagangan
Indonesia dalam kurun 2000-2002 melemah, baik dalam kegiatan ekspor
maupun impor. Kondisi ekonomi makro ditambah stabilitas politik serta
penegakan hukum dan keamanan yang buruk ikut mempengaruhi daya saing
Indonesia dalam perdagangan dunia. Memang, secara umum, beberapa produk
siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas
alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak pula yang akan tertekan berat
memasuki AFTA. Di antaranya, produk otomotif, teknologi informasi, dan
produk pertanian.
Dalam AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan
direduksi secara signifikan. Sebab mekanisme tarif yang merupakan
wewenang negara dipangkas. Karena itu, diperlukan perubahan paradigma
yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan
proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing. Tidak saja
secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global. Karena
itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan
produk menjadi salah satu kunci keberhasilan (Adriaditya, 2007).
Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia :
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota
ASEANmasih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan
kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum,
sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada
kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana
hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh
terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya
ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering
diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan
yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga produk yang
dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan
meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal
ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia
usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan sisi
buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar
dunia.
AFTA jelas membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang
yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen
dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara
bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi.
Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai
keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.
Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau
Thailand. Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak
asing dimungkinkan untuk mempunyai saham hampir 99 persen. Jadi jika
ingin menambah sahamnya, sedangkan partner lokalnya tidak mampu, maka
saham partner lokal menjadi terdivestasi.
3.2 Posisi Indonesia dalam APEC
Indonesia berperan dalam pendirian APEC dan hadir pada konferensi
tingkat menteri di Canberra 1989. Setelah pertemuan APEC di Blake Island
Seattle (AS) pada 1993,Indonesia menjadi tuan rumah KTT APEC 1994 yang
bertempat di Bogor. Selanjutnya, perjuangan kepentingan nasional di sejumlah
forum APEC terus dilakukan, baik pada tataran konsultasi, penyusunan
maupun implementasi kesepakatan.
Pada KTT APEC ke-24 di Vladivostok Rusia, 7-9 September 2012,
terjadi perpindahan keketuaan APEC dari Rusia ke Indonesia sehingga peran
Indonesia dalam mewarnai kerja sama di tingkat regional semakin meningkat
dengan puncaknya pada KTT APEC 2013 yang akan diselenggarakan di Bali.
Tema besar yang akan diusung Indonesia pada KTT APEC tahun depan adalah
Resilient Asia Pacific: The Global Engine Growth.

Melalui keketuaan Indonesia pada APEC 2013, posisi Indonesia dalam


kancah internasional akan semakin strategis. Hal ini tentunya tetap didasarkan
pada perjuangan kepentingan nasional dalam forum tersebut. Posisi Indonesia
sebagai salah satu di antara sembilan negara APEC yang masuk G-20
sangatlah strategis dalam menjaga stabilitas kawasan sekaligus sebagai motor
penggerak ekonomi kawasan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011
merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Pasifik.

Pada 2012 tren ini juga masih menempatkan Indonesia sebagai salah
satu negara sentral dalam menjaga pertumbuhan kawasan. Dengan produk
domestik bruto (PDB) berdasarkan purchasing power parity (PPP) lebih dari
USD1 triliun dan meningkatnya kelas menengah, Indonesia menjadi salah satu
tujuan investasi di Asia Pasifik.

Tentunya besaran (size) ekonomi nasional bukan hanya menjadikan


Indonesia sebagai pasar bagi produk impor bagi negara-negara yang tergabung
dalam APEC. Terbukanya pasar kawasan merupakan peluang bagi ekspor
produk nasional.

Pada 2011 aktivitas perdagangan Indonesia-APEC mencapai 76 persen


dari total perdagangan Indonesia-dunia. Terlebih masuknya sejumlah negara
Amerika Latin seperti Meksiko, Cile, dan Peru memberikan alternatif ekspor
produk nasional di tengah pelemahan ekonomi sejumlah negara yang menjadi
pasar tradisional Indonesia.

Tantangan ke Depan

Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 hampir dapat dipastikan berada


dalam situasi penyelesaian krisis keuangan dan ekonomi global. Efek
pelemahan global akibat krisis berkepanjangan di Zona Eropa berdampak pada
pelemahan kawasan Asia Pasifik, khususnya bagi mereka yang mengandalkan
ekspor ke Eropa dan Amerika. Sepanjang 2010-2011, negara-negara yang
tergabung dalam APEC mengalami tekanan pelemahan global akibat krisis
utang Eropa. Hal ini ditambah dengan pelemahan ekonomi yang juga terjadi
di Amerika Serikat turut menambah penurunan kinerja ekonomi sejumlah
negara APEC. Imbas dari hal ini telah terasa. China, Jepang, dan sejumlah
negara lainnya mengalami perlambatan ekonomi. Tekanan ini akan semakin
kuat jika konsolidasi ekonomi kawasan Asia Pasifik berjalan lamban atau
stagnan.

Oleh karena itu, tema yang diusung selama keketuaan Indonesia pada
APEC 2013 adalah untuk membangun daya tahan terhadap krisis, baik yang
terjadi di kawasan Asia Pasifik ataupun krisis yang diakibatkan kawasan lain.

Asia Pasifik terintegrasi dengan kawasan lain sehingga perlu adanya


kemampuan adaptasi (adaptive capacity) untuk merespons setiap sentimen
negatif. Ketidakpastian pasokan pangan dan minyak dunia membutuhkan
koordinasi dan kerja sama kawasan untuk terhindar dari persaingan yang
berpotensi menciptakan destabilitas kawasan. Kepemimpinan Indonesia juga
akan sangat menentukan bagi tidak hanya terciptanya ketahanan ekonomi,
tetapi juga pengondisian bagi terciptanya kawasan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi di Asia Pasifik.

Pada KTT APEC di Vladivostok diangkat empat tema sentral, yaitu


integrasi regional melalui perdagangan dan investasi, ketahanan pangan,
sistem rantai nilai (supply-chains), dan intensifikasi kerja sama untuk
pertumbuhan yang inovatif. Keempat tema sentral ini merupakan pijakan bagi
Indonesia dalam merumuskan agenda pertemuan tahun depan di Bali.
Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 juga diharapkan mampu meningkatkan
pencapaian kerja sama ekonomi APEC selama ini.

Hal ini terlihat pada semakin menurunnya biaya transaksi perdagangan


periode 2007–2010 sebesar lima persen dengan nilai penghematan mencapai
USD58,7 juta. Penurunan tarif pada 2010 dapat ditekan menjadi 5,8 persen
dari 17 persen pada 1989. Kerja sama ekonomi APEC juga berhasil
meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 10,8 persen dalam kurun waktu
satu dekade (1999-2009) sehingga tingkat kemiskinan di kawasan APEC dapat
ditekan dan berkurang 35 persen dalam kurun 1999-2009.

Ketika Indonesia memimpin APEC 2013, berarti juga Indonesia


menjaga perekonomian dunia mengingat APEC menguasai 56 persen PDB
dunia, 39,8 persen penduduk dunia, dan total PDB 2011 USD38,9 triliun. Di
saat kawasan ini berhasil meningkatkan daya tahan dengan tetap menjaga
pertumbuhan, hal itu akan berdampak positif terhadap perekonomian global.

Oleh karena itu, tantangan keketuaan Indonesia pada APEC 2013


menjadi sangat strategis dalam meningkatkan posisi tawarmenawar Indonesia
di tingkat global. Keberhasilan Indonesia keluar dari krisis ekonomi 1998 dan
menjaga daya tahan perekonomian nasional pada sejumlah krisis seperti
subprime mortgage dan krisis keuangan di Zona Eropa dapat menjadi inspirasi
bagi APEC.

Kemampuan nasional untuk tetap menjaga defisit fiskal pada posisi


yang aman, pembangunan inklusi, proteksi sosial, terkendalinya inflasi, dan
terjaganya stabilitas sosial-politik merupakan kunci melewati kondisi krisis.
Pembangunan nasional yang tidak hanya bertumpu atas keberpihakan industri
besar tetapi juga industri mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi model
pembangunan di Asia Pasifik.

Pengurangan disparitas infrastruktur dan pembangunan antarnegara


APEC menjadi tantangan selama keketuaan Indonesia. Perlu disadari, di dalam
APEC tidak semua negara memiliki kemampuan ekonomi yang setara.
Dinamika antara kepentingan negara berkembang dan maju dalam APEC terus
mewarnai kesepakatan perdagangan dan investasi. Indonesia sebagai bagian
dari negara berkembang dapat berperan untuk lebih menyeimbangkan
kepentingan antara negara maju dan berkembang.

Dengan demikian sebagian besar manfaat kerja sama perdagangan dan


investasi APEC tidak hanya dinikmati oleh negara maju, tetapi negara
berkembang juga dapat mengambil manfaat secara signifikan.
3.3 Implikasi AFTA dan APEC dalam Perekonomian Indonesia
Implikasi AFTA dan APEC dalam perekonomian Indonesia memberi
dampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia yakni :

1. Dampak AFTA bagi perekonomian Indonesia


 Dampak Positif
1. Terbukanya pasar internasional dapat memperluas jangkauan
pemasaran pelaku industry di Indonesia. Jika mampu menguasai
pasar internasional, maka hal itu akan meningkatkan kesempatan
kerja dalam negeri maupun meningkatkan devisa negara.
2. Semakin mudah mengakses modal investasi dari luar negeri.
Apabila investasinya bersifat langsung, misalnya dengan pendirian
pabrik di Indonesia maka akan membuka lapangan kerja. Hal ini
bisa mengatasi kelangkaan modal di Indonesia.
3. Semakin mudah memperoleh barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia
 Dampak Negatif
1. Kemungkinan hilangnya pasar produk ekspor Indonesia karena
kalah bersaing dengan produksi negara lain yang lebih murah dan
berkualitas. Misalnya produk pertanian kita kalah jauh dari
Thailand.
2. Membanjirnya produk impor di pasaran Indonesia sehingga
mematikan usaha-usaha di Indonesia. Misalnya, ancaman produk
mainan Cina yang lebih murah bagi industri mainan di tanah air.
3. Ancaman dari sektor keuangan dunia yang semakin bebas dan
menjadi ajang spekulasi. Investasi yang sudah ditanam di Indonesia
bisa dengan mudah ditarik atau dicabut jika dirasa tidak lagi
menguntungkan. Hal ini bisa memengaruhi kestabilan ekonomi.
4. Ancaman masuknya tenaga kerja asing (ekspatriat) di Indonesia
yang lebih profesional SDMnya. Lapangan kerja di Indonesia yang
sudah sempit jadi semakin sempit.
2. Dampak APEC bagi perekonomian Indonesia
 Dampak Positif
1. Membahas isu-isu ekonomi internasional.
2. Menuju gerbang masyarakat Indonesia yang menganut Liberalisasi
Perdagangan.
3. Peningkatan Human and Capacity Building.
4. Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi
Indonesia.
 Dampak Negatif
1. Banyaknya produk impor di Indonesia.
2. Banyak pengusaha local yang gulung tikar karena tidak mampu
bersaing dengan produk impor.
3. Sifat masyarakat Indonesia yang konsumerisme.
4. Kesenjangan sosial yang semakin nampak karena menganut paham
liberalisasi perdagangan.
BAGIAN IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Jurnal :
Asean, D. and Community, E. (2017) ‘No Title’.
Avesina, H. (2015) ‘BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah AFTA
(ASEAN’, pp. 1–17.
Crude, E., Oil, P. and Riafebriantiyahoocoid, E. (2015) ‘No Title’, pp. 1–15.
Indonesia, U. et al. (2012) ‘Universitas indonesia’.
Kong, H. and Selatan, K. (1989) ‘Bab 1 pendahuluan 1.1’, pp. 1–23.

Sumber Internet :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Perdagangan_Bebas_Perbara

https://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/

http://storymakerindonesia1.blogspot.com/2015/12/dampak-positif-dan-negative-afta-
nafta.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai