Oleh :
Nur Fajar Kurnia Putera
201410050311159
IP-C
1) Pernahkah Anda membayar ongkos bus atau angkot yang lainnya sebesar 3 triliun dollar?
Di Zimbabwe, seorang wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai sekretaris di sebuah
perusahaan di Harare membayar 3 triliun dollar Zimbabwe untuk ongkos bus. Namun, nilai itu
hanya setara dengan 50 sen mata uang AS, atau kalau di Rupiahkan ke dalam Indonesia senilai
5.000 Rupiah.
2) Bagaimana tatanan dalam kota tersebut?
Kemungkinan semua itu bisa jadi, Zimbabwe sudah salah satu negera yang jadi contoh
kebobrokan pemerintah mengatur ketatanan negara dalam bidang mata uang. Sepertinya tidak
seorang pun yang merasa canggung (menggunakan dollar Zimbabwe dalam bertransaksi),
ungkap Abduh Noviko. Ia pun mengaku kerap melihat seorang petugas polisi menggunakan
dollar Zimbabwe untuk membayar ongkos.
3) Bagaimana dengan sepak terjang kondektur supir bus yang ada di Zimbabwe?
Kondektur bus pun tampaknya tidak sungkan memilih berapa tiap triliunan dollar Zimbabwe
yang dibayarkan oleh penumpang bus tersebut. Alhasil yang penting sang supir bisa
menghitung uang tersebut . Uniknya sekaligus sedikit rumit, para sopir dan kondektur bus bisa
memberi kelebihan ongkos yang dibayar oleh penumpang tersebut dalam bentuk dollar
Zimbabwe menjadi dollar AS.
Namun pernah terjadi suatu insiden. Salah satu penumpang menodong senjata apinya ke arah
sopir dan memaksanya mengembalikan uangnya dalam dollar Zimbabwe. Di negara Zimbabwe
dalam bertransaksi menggunakan lebih dari satu mata uang. Selain dollar Zimbabwe, negara
yang terletak di Afrika bagian selatan ini melegalkan dollar AS serta Rand, mata uang resmi
Afrika Selatan. Sebenarnya mata uang Zimbabwe telah menyatakan dollar Zimbabwe dihapus
menjadi nilai tukar resmi pasca kursnya yang kian lama semakin tidak berharga karena tergerus
inflasi yang menjulang.
Bayangkan, inflasi negara pertanian yang kolaps itu mencapai miliaran persen setelah peristiwa
penyitaan ribuan lahan milik petani kulit putih pada 2000 lalu. Kami telah memancangkan batu
nisan atas kematian dollar Zimbabwe. Kami tidak akan mencetaknya lagi, ujar Menteri
Keuangan Zimbabwe Tendai Biti ketika menyampaikan laporan fiskal semester I.
Nah presiden Zimbabwe Robert Mugabe menetapkan dollar Zimbabwe legal seiring masih
mata uang resmi Dollar AS dan Rand belum banyak beredar hal itu menyebabkan masyarakat
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4) Adakah di wilayah negara Zimbabwe yang masih kekurangan uang untuk bertransaksi?
Wilayah negara Zimbabwe masih banyak yang kekurangan uang sebagai mata pencaharian
yang mana sebagai alat transaksi yang sah, dollar Zimbabwe digunakan seperti halnya surat
perjanjian atau promissory notes. Biasanya hal itu dilakukan untuk nilai transaksi yang tidak
begitu besar. Beberapa pertokoan bahkan mengganti uang kembali dengan permen, cokelat,
atau kupon yang ditulis tangan dan berlaku sebagai alat tukar.
Seorang pedagang eceran di pinggiran Zimbabwe atau sebelah barat laut, Irene Gwata,
mengatakan minimnya ketersediaan uang medorong masyarakat kembali menghidupkan
sistem barter beberapa minggu belakangan. Mereka saling menukar kebutuhan yang
diperlukan, seperti daging kambing, ayam dan seember jagung untuk ditukarkan dengan suatu
barang.
Menurut pernyataannya, ia pernah menyaksikan seorang penumpang bus yang membayar
ongkosnya dengan seekor ayam hidup agar bisa sampai ke Ibu Kota Harare yang jaraknya
sekitar 150 km.
Kebijakan kebijakan yang telah dibuatnya malah membuat Zimbabwe semakin terpuruk.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan, masalah masalah sosial dan perebutan kekuasaan yang
tidak kunjung selesai menjadi dinamika konflik yang terjadi Zimbabwe hingga saat ini. Peranan
pemerintah tidak lagi sebagai penengah, namun mereka terlibat dalam konflik multidimensi
yang terjadi.
Zimbabwe dulunya merupakan salah satu negara makmur di kawasan Afrika, terbukti negara
ini pernah menjadi negara pengekspor pangan di regional Afrika. Namun, dalam
perkembangannya negara ini kemudian termasuk dalam kategori 10 negara termiskin di dunia.
Permasalahan dan konflik yang dihadapi Zimbabwe menjadi sangat kompleks dan
berkelanjutan. Mulai dari krisis ekonomi (hyper-inflasi, kemiskinan), kekacauan politik
(pemerintahan yang korup), hingga permasalahan sosial (tingginya tingkat pengangguran,
kesenjangan sosial, buruknya pelayanan public-goods, tingginya tingkat frustasi hingga depresi
warganegaranya).
Krisis ekonomi Zimbabwe menjadi salah permasalahan kronik yang dihadapi negara ini. Tidak
saja menjadi perhatian bagi masyarakat kawasan Afrika, namun juga menarik perhatian negara
negara di dunia. Istilah inflasi menjadi main-keyword jika kita berbicara masalah krisis
ekonomi di Zimbabwe. Dulu saat Robert Mugabe memerdekakan negerinya dari Inggris pada
1980, nilai Z$ 1 setara dengan 1 Poundsterling. Namun sekarang, tingkat inflasi di Zimbabwe
meningkat drastis. Pada tahun 2006 saja, inflasi mencapai 1.200%, 2007 mencapai 66.212%,
dan yang lebih ngeri lagi inflasi di tahun 2008 mencapai 2.200.000%. Suatu tingkat inflasi yang
tidak pernah terbayangkan sekaligus merupakan inflasi tertinggi di dunia. Dan hasilnya, nilai
1$ mencapai Z$
Akibat inflasi yang tinggi tersebut, Bank Sentral Zimbabwe sudah mengeluarkan 4 versi mata
uang. Terakhir kali bank sentral Zimbabwe mengeluarkan pecahan $ 100,000,000,000,000
(100 triliun dolar) yang menjadi uang dengan nominal terbesar di dunia yang kemudian
digantikan dengan dolar versi ke-4 dimana setiap $ 100,000,000,000,000 (100 triliun dolar)
uang lama digantikan menjadi $1 uang baru. Dengan ekonomi yang terus memburuk sekarang
bank sentral Zimbabwe memutuskan untuk membolehkan rakyatnya menggunakan mata uang
dolar Amerika sebagai mata uang mereka untuk menstabilkan kembali ekonomi Zimbabwe.
Tingginya tingkat inflasi (hyperinflation), membuat perekonomian negara tersebut mengalami
kelumpuhan dan nilai mata uang dolar Zimbabwe terus mengalami kemerosotan. Dapat
dikatakan, kondisi perekonomian di Zimbabwe benar-benar memprihatinkan. Uang tunai
seperti tidak ada artinya. Masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kupon untuk bahan
bakar sebagai alat tukar dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan furnitur. Bahkan
para pedagang eceran lebih memilih untuk menerima pembayaran dengan menggunakan kupon
dibanding mata uang lokal karena terjadinya devaluasi yang cepat terhadap dolar Zimbabwe.
Jatuhnya perekonomian negeri ini, dipicu oleh missmanajemen serta perilaku pemerintahan /
rezim yang korup. Negara itu selama 1998-2002 juga terlibat perang dengan Republik Kongo,
hingga menguras biaya ratusan juta dolar Amerika. Situasi kian parah setelah Mugabe
menerapkan program reformasi lahan yang tidak tepat sasaran. Pada tahun 2000, Mugabe
mengambil alih secara paksa lahan pertanian petani kulit putih untuk didistribusikan ke petani
kulit hitam. Kebijakan ini menyebabkan 4.000 petani kulit putih kehilangan lahan. Di lain sisi
warga kulit hitam tidak memiliki persediaan benih, pupuk, dan bahan bakar yang cukup.
Zimbabwe terpaksa mengimpor biji pangan dari Afrika Selatan, Zambia, dan Malawi. Sejak
itu, ekonomi Zimbabwe terjun bebas. Ekspor pertanian, khususnya tembakau, turun drastis
Pengelolaan ekonomi yang buruk oleh Presiden Mugabe serta gejolak politik dan sosial di
negara ini telah mengacaukan Zimbabwe. Hal yang dilakukan oleh pemerintahan Mugabe
untuk mempertahankan kekuasaannya adalah mencetak uang secara besar-besaran. Uang
dipakai untuk membayar gaji pegawai, tentara, dan belanja pemerintah. Uang beredarpun
tumbuh tak terkendali menjadi akar dari hiperinflasi. Menghadapi masalah yang timbul,
Mugabe justru memerintahkan bank sentral Zimbabwe untuk terus mencetak uang. Bank
Sentral Zimbabwe adalah kementrian yang berada di bawah kekuasaannya. Gubernur Bank
Sentral Zimbabwe, Dr. Gideon Gono, dengan sendirinya patuh pada perintah Mugabe. Dengan
uang beredar yang meningkat berkali lipat, inflasi terus menanjak.
Sejauh ini, kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan krisis ekonomi, belum
menghasilkan perubahan yang berarti. Seperti pada Agustus lalu, Bank Sentral Zimbabwe
memutuskan untuk meredenominasi mata uang dengan mengubah uang 10 miliar dolar
Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol. Hal ini dilakukan
untuk membantu masyarakat keluar dari hiperinflasi yang terjadi. Namun kebijakan ini masih
belum mampu menyelesaikan permasalahan inflasi yang ada. Karena masalah lain yang harus
dihadapi Zimbabwe yaitu berkaitan dengan kelangkaan arus dana masuk atau investasi dari
luar.
B. Kehidupan Politik
a. Kebijakan Luar Negeri Mugabe Terhadap Krisis di Zimbabwe
Pasca terpilihnya Robert Mugabe sebagai presiden bertahan pada pemilu 2008 lalu, kecaman
terus muncul dari banyak kalangan. Pemilu tersebut dianggap tidak demokratis, jujur, bebas
dan adil. Terbukti dari banyaknya pelanggaran HAM serta kerusuhan yang terjadi selama masa
kampanye hingga pemilu diadakan. Banyak pihak beranggapan hal ini didalangi oleh
pemimpin Mugabe sendiri. Banyak identifikasi yang membuktikan bahwa pemilu 2008 lalu
memang dibuat sedemikian rupa untuk kemenangan partai Pemerintahan ZANU - PF, seperti
:
1. Mulai dari pelaksanaan kampanye yang tidak adil. Pemerintah Mugabe saat itu sengaja
melarang organisasi internasional seperti CARE International, Save The Children, dan Mercy
Corps untuk membagikan bantuan makanan kepada rakyat Zimbabwe hingga pemilu berakhir.
Sementara pemerintahan saat itu mengimpor 16.000 ton makanan untuk dibagi bagikan
kepada rakyat. Dan bantuan makanan tidak akan diberikan kepada wilayah yang menetang
pemerintah
2. Media, seperti radio dan televisi selama kampanye dan pemilu yang dikuasai pemerintah
sangat condong kepada pemberitaan Partai ZANU-PF.
3. Penelitian dari Kelompok HAM dan peneliti independen menyebutkan bahwa sejumlah
ratusan ribu nama di daftar pemilih adalah nama duplikat / sudah meninggal.
4. Banyaknya tekanan dan kekerasan yang diterima partai oposisi MDC yang dipimpin oleh
Morgan R. Tsvangirai dan pendukungnya selama pemilu berlangsung yang dilakukan aparat
negara. Hal ini menyebabkan Tsvangirai mengundurkan diri di pemilihan putaran ke dua,
sehingga Mugabe kembali memenangkan pemilu.
Hal ini kemudian tentu saja mempengaruhi kebijakan luar negeri Mugabe ke depannya (hingga
saat ini). Secara umum, pasca pemilu 2008, hubungan Zimbabwe (di bawah Mugabe) dengan
negara luar tidak berjalan dengan baik. Kecaman seperti ; tindakan AS yang terus mendesak
PBB agar memberikan sanksi kepada Zimabawe (Mugabe) akibat pemilu yang berjalan tidak
demokratis, tuntutan SADC pada KTT di Johannesburg, Agustus 2008, agar Mugabe
menyerahkan kekuasaannya kepada oposisi, setidaknya sebagian dari kekuasaannya, dan
keputusan Presiden Botswana - Ian Khama yang tidak ikut dalam pertemuan KTT 2008, karena
ia tidak bersedia mengakui Mugabe sebagai presiden terpilih dll.
Peranan SADC masih dianggap sangat membantu dalam proses penyelesaian konflik dan krisis
di Zimbabwe. Seperti pada Agustus 2010 yang lalu, SADC kembali mengadakan KTT yang
memang rutin diadakan setiap tahunnya, bertemu di ibu kota Namibia selama dua hari untuk
membicarakan integrasi kawasan itu dan kemajuan politik dan ekonomi di Zimbabwe. Dan dari
petemuan tersebut, Kementerian luar negeri Afrika Selatan mengatakan bahwa secara
ekonomi, kemajuan sudah mulai terlibat di Zimbabwe dengan kecenderungan pembanguan
positif bangkit dari program rehabilitasi ekonomi. Namun secara umum perkembangan
Zimbabwe masih jauh tertinggal dibandingkan negara negara lain di dunia. Hal ini terkait
dengan sebuah laporan tahunan PBB (4 November 2010), yang menyatakan Zimbabwe dan
beberapa negara sub-Sahara Afrika sebagai negara terburuk, dengan Zimbabwe berada di
peringkat terakhir.
Dalam menanggapi kecaman dunia internasional, terutama Negara Barat, dalam pidatonya (Juli
2010), Presiden Robert Mugabe tetap optimis bahwa Zimbabwe akan pulih dengan kecerdasan
dan sumberdayanya sendiri. Ia menambahkan negaranya tidak membutuhkan bantuan Barat
untuk membangun perekonomian negaranya.
Usaha yang dilakukan Pemerintah dalam Mengahadapi Masalah Kemiskinan di Zimbabwe
Kita ketahui bahwa Zimbabwe adalah negara dengan tingkat hiperinflasi yang sangat tinggi di
dunia yaitu 213 persen. Hal ini diakibatkan oleh defisit Zimbabwe adalah 240% dari GDP
mereka. Sehingga pemerintah Zimbabwe mengatasi krisis tersebut dengan terus menerus
mencetak uang yang tentu saja meningkatkan beban hutang mereka. Pencetakan uang sangat
berlebih ini memicu Dolar Zimbabwe mengalami devaluasi yang besar pula.
Tentunya keadaan ini sudah pasti akan memicu keadaan hiperinflasi yang luar biasa pada
Zimbabwe. Sehingga Zimbabwe terpaksa menghilangkan 12 digit angka dari nilai uangnya
untuk mengurangi cost of printing.
Kondisi hiperinflasi ini mengakibatkan nilai mata uang Zimbabwe yaitu dollar zimbabwe tidak
laku di pasar karena jumlahnya sangat berlebihan. Karena kondisi inflasi setinggi itu membuat
harga barang di pasar akan berkali lipat dua kali setidaknya dalam sehari. Karena kondisi
hiperinflasi akan membuat nilai uang sebagai penyimpan nilai dan alat tukar akan sama sekali
jatuh sehingga tidak laku sama sekali.
Untuk hal ini, maka pemerintah Zimbabwe perlu mengganti mata uangnya dengan mata uang
yang relatif stabil. Dan badan dunia perlu membuat suatu lembaga sejenis African
Development Bank, yang gunanya akan memerikan pinjaman pembangunan berbunga rendah
bagi sektor pendidikan, pertanian, dan kesehaan. Dan juga perlu dibentuk fasilitator
penyuluhan bagi pertanian di Zimbabwe untuk dapat menggunakan teknologi pertanian dan
irigasi supaya dapat menekan inflasi dari sisi supply.
Kesimpulan
Zimbabwe tengah menghadapi krisis multidimensi. Walaupun dinyatakan sudah
merdeka dari Britania Raya 30 tahun lebih lamanya, faktanya masyarakat Zimbabwe masih
belum dapat menikmati berkah kemerdekaan tersebut. Presiden Robert Gabriel Mugabe yang
awalnya diharapkan menjadi tokoh yang akan membawa perubahan Zimbabwe ke arah yang
lebih baik, tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Mugabe kemudian malah
berbalik menjadi pemimpin diktator yang menindas rakyatnya sendiri, dengan kebijakan
kebijakan serta perilaku korupnya. Pemimpin yang juga telah menjabat selama lebih 3 dekade
ini, dipercaya sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas kondisi Zimbabwe saat ini.
Kecaman terhadap pemerintah Zimbabwe yang datang dari kalangan internasional
sepertinya belum mampu merubah keadaan yang ada. Zimbabwe menjadi negara yang semakin
terpuruk. Terbukti dengan semakin jatuhya perekonomian Zimbabwe, bahkan negara ini
disebut sebagai negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia (bahkan mencapai 2,2 juta %).
Tidak hanya kemiskinan dan kelaparan, pemerintah Zimbabwe juga dianggap gagal dalam
menyediakan public goods bagi masyarakatnya. Pemerintah tidak lagi sebagai penengah
konflik yang ada, namun mereka terlibat dalam konflik tersebut. Kondisi seperti ini tentu saja
mempengaruhi kebijakan luar negeri Zimbabwe. Secara umum, pasca pemilu 2008 yang
memunculkan Mugabe keluar sebagai presiden Zimbabwe, hubungan negara ini dengan negara
luar terbilang buruk, akibat kecaman atas pemilu yang dianggap tidak jujur dan demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.amazine.co/21996/11-fakta-informasi-penting-tentang-zimbabwe/
http://jurnalskripsi.com/evaluasi-upaya-mengurangi-kemiskinan-melalui-program-kemitraan-
dengan-memanfaatkan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-studi-kasus-di-desa-kertosari-
kecamatan-pasrujambe-kabupaten-lumajang-propinsi-ja-pdf.htm
http://harysudarmanto.blogspot.com/2010/02/melihat-situs-sejarah-zimbabwe.html
http://putrikarinasciencethreeduablas.blogspot.com/2011/08/tujuh-tempat-wisata-menarik-di-
afrika.html