Universitas Mataram
28 Oktober 2020
1
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................................3
1.3 Kerjasama Ekonomi Bilateral Antara Negara Anggota ASEAN dengan Non-ASEAN..10
1.4 Kawasan Perdagangan ASEAN (AFTA; ASEAN Free Trade Area) Sebagai Rezim
Kerja Sama Ekonomi Regional di Asia Tenggara..........................................................13
1.5 Perjanjian ASEAN Swap Arrangement sebagai Rezim Kerjasama Keuangan Regional
di Asia Tenggara.............................................................................................................14
1.6 Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC; ASEAN Economic Community) Sebagai Rezim
Kerjasama Ekonomi Regional di Asia Tenggara Untuk Meningkatkan Arus
Perdagangan Barang, Jasa, Investasi Teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM)
antarnegara ASEAN........................................................................................................17
Daftar Pustaka........................................................................................................................20
3
1.1 Kerjasama Ekonomi ASEAN dengan negara Non-ASEAN
Adapun ASEAN melihat beberapa faktor dari kondisi ekonomi China yang menjadi
daya tarik bagi ASEAN sehingga tawaran FTA dari China diterima dengan baik. 5 Faktor
yang pertama yaitu, dengan luas China setara dengan dua kali luas ASEAN dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar dilihat oleh ASEAN sebagai pasar dengan potensi yang
berpotensi tinggi. Ditambah lagi dengan daya beli di China yang semakin meningkat dan
juga pasarnya yang semakin terbuka memberikan peluang bagi ASEAN untuk melakukan
ekspor yang selama ini kurang menguntungkan dengan rendahnya tingkat perdagangan
antar negara dalam kawasan ASEAN. Faktor kedua yaitu, kondisi ekonomi China lebih
bisa melengkapi ekonomi ASEAN jika dibandingkan dengan intra ekonomi ASEAN itu
sendiri. Dimana masuknya China dalam komunitas ekonomi global akan memberikan
ruang ASEAN untuk ikut ambil bagian dalam rantai produksi China dan dan juga
sebaliknya, semakin bertumbuhnya ekonomi China tentunya membutuhkan semakin
banyak energi yang dalam konteks ini negara-negara ASEAN yang kaya akan sumber
energi tersebut dapat menjadi supplier bagi China. Faktor ketiga yaitu, kebangkitan
ekonomi China dapat dimanfaatkan oleh ASEAN dimana kekuatan ekspor yang juga
diimbangi oleh kekuatan pasar domestiknya diharapkan dapat membawa kebangkita
ekonomi pula bagi ASEAN mengingat pada masa sebelumnya kebangkitan ekonomi
Jepang memberikan efek pula bagi kebangkitan ekonomi ASEAN.
Tidak hanya pertimbangan dari segi ekonomi, kebijak negara-negara ASEAN untuk
menerima China juga didasarkan atas pertimbangan politik. Hal tersebut dikarenakan
pentingnya melibatkan China untuk mengatasi berbagai kemungkinan dan potensi konflik
4
HK Leong dan SCY Ku, China and Southeast Asia Global Changes and Regional Challenges
(Singapore: ISEAS, 2005), p. 45.
5
Inayati, ASEAN-China: Akselerasi Menuju East Asia Community, p. 52
5
dalam kawasan. Kehadiran China dapat menjadi penyeimbang kekuatan dalam kawasan
Asia Tenggara yang selama ini didominasi oleh Jepang dan Amerika Serikat. Selain itu
kebutuhan ASEAN atas power untuk bersuara dalam setiap forum internasional pun dapat
terpenuhi apabila hubungan baik dapat terjalin dengan China. Adapun langkah-langkah
yang di tempuh oleh ASEAN-China untuk mewujudkan ACFTA tertuang pada pasal 2
Framework Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China, yaitu6
penghapusan tarif serta hambatan non-tarif terutama seluruh perdagangan jasa, liberalisasi
terhadap perdagangan jasa dalam cakupan sektor utama, pembentukan sebuah rezim
penanaman modal yang terbuka, bersaing dan memfasilitasi dan meningkatkan penaaman
modal, serta ketetapan-ketetapan tentang perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas
bagi negara-negara ASEAN yang baru. Selain itu terdapat ketetapan tentang fleksibilitas
bagi pihak-pihak yang bersangkutan dalam perundingan ASEAN-China FTA untuk
menyampaikan wilayah sensitif mereka dalam sektor perdagangan, penanaman modal
dengan fleksibilitas yang dirundingkan dan disetujui bersama berdasarkan prinsip timbal
balik dan keuntungan bersama.
Langkah lainnya dalam pasal yang sama juga yaitu penetapan langkah perdagangan
efektif dan fasilitas investasi yang tidak terbatas, penyederhanaan prosedur pajak dan
pengembangan pengakuan bersama mengenai pengaturan-pengaturan. Selain itu adanya
ketetapan perluasan kerjasama ekonomi di berbagai wilayah yang mungkin dapat
disepakati oleh semua pihak yang terlibat yang akan melengkapi pendalaman hubungan
perdagangan dan penanaman modal antara pihak-pihak yang bersagkutan serta
memformulasikan rencana aksi dan program untuk melaksanakan kerjasama sektor-sektor
yang telah disepakati. Langkah terakhir yaitu penetapan mekanisme yang tepat untuk
keperluan pelaksanaan kesepakatn ini secara aktif.
6
ASEAN, Framework Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China (Phnom Penh: ASEAN,
2002), p. 3, http://www.worldtradelaw.net/document.php?id=fta/agreements/aseanchinafta.pdf
7
George Mankiw, Pengantar Ekonomi Makro edisi II ( Inggris:Cambridge Publisher,1999),
p. 34.
6
internasional yang mana perdagangan internasional itu sendiri akan kembali
menyumbangkan nilai dalam pertumbuhan ekonomi negara.8 Dengan berjalannya waktu,
keberadaan kerjasama internasional secara bebas bukan berdasar pada regionalisme
semakin tergantikan oleh kerjasama melalui forum regional bilateral, trilateral dan bahkan
multilateral. Hal ini dikarenakan negara-negara di Asia Tenggara memiliki tingkat ketidak
percayaan yang semakin meningkat terhadap forum kerjasama Multilateral seperti World
Trade Organization (WTO) dan Asia Pasific Economic Coorperation (APEC) karena
dinilai tidak efektif dalam peningkatan isu liberalisasi perdagangan global,9 sehingga
membuat negara-negara berkembang di ASEAN lebih senang dan memilih melakukan
kerjasama internasional dalam skala yang lebih kecil.
Kegiatan kerjasama yang dilakukan dalam ruang lingkup lebih kecil yang
dilakukan negara-negara di Asia Tenggara ini karena dinilai lebih efektif dan dilakukan
oleh negara-negara yang memiliki agenda tujuan memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masing-masing. Jika kita bebicara mengenai kerjasama ekonomi maka tidak lepas
kaitannya dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan antar negara, menjadi salah satu
bentuk kerjasama yang sederhana kegiatan ekspor imporpun semakin berkembang, dan
dengan melakukan kegiatan ekspor impor ini akan mendatangkan devisa bagi negara dan
meningkatkan produksi barang, selain ekspor impor kerjasama dibidang jasa juga tidak
kalah pentingnya dalam membangun ekonomi bersama. Organisasi regional ASEAN
belum semaju dan sebaik Uni Eropa karena negara-negara anggota ASEAN yang sebgaian
besar adalah negara berkembang dan juga masih memiliki banyak masalah yang timbul di
antar anggota ASEAN salah satunya masalah perbatasan antar negara. Walaupun memiliki
masalah sesama negara anggota organisasi ASEAN berusaha untuk menjunjung kesatuan
demi menyelesaikan masalah-masalah internal yang ada.
8
Aam S Rusydiana, “Hubungan Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi
Dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah Di Indonesia,” Vol. 4 No. 1 (2009), p 48,
https://media.neliti.com/media/publications/271263-hubungan-antara-perdagangan-
internasiona-e277c656.pdf.
9
Vinod K Aggarwal, “Bilateral Trade Agreements in the Asia-Pasific: origins, evolution, and
implications,” Vol. 20 No. 2 (2006), p 1, https://doi.org/10.1111/j.1467-8411.2006.00184_2.x.
7
produktif ini sangat diperlukan dan harus terus diupayakan guna menunjang pembangunan
nasional, khususnya dalam kerangka pemulihan ekonomi Indonesia.10
Pariwisata merupakan salah satu aspek yang dominan bagi kedua negara tersebut
untuk meningkatkan perekonomiannya masing-masing, dari keseluruhan wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia, Singapura merupakan penyumbang jumlah
wisatawan terbesar bagi Indonesia, dengan jumlah 1.519.430 wisatawan Singapura yang
mengunjungi Indonesia sedangkan bagi Singapura yang merupakan destinasi wisata
popular bagi masyarakat Indonesia, sehingga Indonesia menyumbang sebesar 2,7 juta
wisatawan.11 Kerjasama pariwisata Indoensia dan Singapura yang telah ditandatangani
pada November 2016 ini memiliki beberapa poin perjanjian yang berlaku selain kapal
pesiar yaitu, pemasaran dan promosi bersama dan juga pertemuan, insetif, konvensi, dan
pameran. Beberapa usaha yang dilakukan Indonesia dalam kerjasama pariwisata ini yaitu
menrenovasi pelabuhan-pelabuhan yang dijadikan tempat pemberhentian kapal pesiar
Singapura di Indonesia. Lalu dalam kerjasama promosi dan pemasaran bersama Indonesia
dan Singapura akan mempromosikan pariwisata negara rekan kerjasamanya di negaranya
masing-masing. Contohnya dengan membuat paket perjalanan pariwisata dari Singapura
dengan rincian 5 hari pariwisata di Singapura dan 5 hari di destinasi pariwisata Indonesia
dengan melakukan perjalanan kapal pesiar dari Singapura. 12 Dengan begitu Singapura dan
Indonesia memiliki kepentingan nasional yang sama dalam perjanjian bilateral terebut
dengan mengharapkan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
masing-masing negara. Selain itu kerjasama yang disepakati kedua negara ini memberikan
kesempatan yang tidak boleh terlewatkan agar kedua negara ini tidak kalah bersaing
dengan negara-negara lain di Asean Jadi Singapura dan Indonesia sama-sama memiliki
kepentingan yang sama dalam melangsungkan kerjasama bilateral dalam sekotr pariwisata
dalam usaha peningkatan ekonomi tersebut.
Didalam kerjasama Triangle Growth ini terdapat beberapa program kerja dan salah
satu program kerja yang menarik perhatian adalah Working Group Meeting (WGM), yang
mana program kerjasama ini merupakan pertemuan kelompok untuk koordinasi,
melaporkan serta menilai kemampuan wilayah. Program ini ditujukan untuk membantu
percepatan pertumbuhan perekonomian diwilayah perbatasan yang dilakukan dengan
berbagai macam program kerja, dan diharapkan menghasilkan dampak ekonomi yang
signifikan di ketiga negara anggota. Didalam WGM ini program kerja dibagi agi menjadi
beberapa bagian, hal ini dilakukan agar program kerja lebih terperinci dan tidak membias.
Salah satu program kerja dari WGM ini adalah Working Group on Infrastructure and
Transportation (WGTI), program kerja ini berfokus pada meningkatkan infrastruktur
transportasi dan energi antar sub-regional dengan pembuatan koridor-koridor ekonomi
untuk membawa produk maupun masyarakat berpindah dengan mudah ke wilayah sub-
regional kawasan kerjasama IMT-GT. Memberi perencanaan konektivitas infrastruktur
13
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerja Sama Regional Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT) (Jakarta Pusat: Kemlu, 2019), p.1,
https://kemlu.go.id/portal/i/read/162/halaman_list_lainnya/indonesia-malaysia-thailand-growth-
triangle-imt-gt#.
14
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerja Sama Regional Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT), p.1
15
Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand (CIMT) Growth Triangle Subregional
Cooperation “Country Information Introduction” (Malaysia: imtgt, 2020), p.1,
https://imtgt.org/country-information/.
9
dengan fasilitas transportasi, meliputi mempromosikan layanan udara dan fasilitas
hubungan laut melalui pelabuhan dan layanan Roll-on Roll-off. Peningkatan dan perluasan
konektivitas infrastruktur yang serta dapat mendukung pelaksanaan perbatasan kawasan
ekonomi khusus dan fasilitas terkait. 16 Terdapat beberapa koridor ekonomi yang telah
ditentukan untuk mempermudah proses ekonomi seperti yang pertama koridor ekonomi
maritim Melaka- Dumai, yang kedua koridor Selat Malaka, yang ketiga koridor ekonomi
Banda Aceh-Medan-Pekanbaru-Palembang, yang keempat koridor antara Songkhla-
Penang-Medan dan yang terkahir ada koridor ekonomi Aceh-Phuket-Ranong. Dengan
adanya koridor-koridor ini akan memudahkan proses transaksi ekonomi antar negara yang
tentunya dibarengi dengan penguatan maritim, dalam hal keamanan maupun fsilitas
transportasi yang memenuhi standart agar program kerja berjalan dengan lancer.17
1.3 Kerjasama Ekonomi Bilateral Antara Negara Anggota ASEAN dengan Non-
ASEAN
Kerjasama bilateral merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dua negara
(pemerintah) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas beberapa aspek mayor
seperti ekonomi, politik dan pertahanan. Kerja sama dua negara atau kerjasama bilateral
saat ini menjadi sangat penting terutama dalam bidang ekonomi, mengingat masalah-
masalah yang menyangkut ekonomi merupakan masalah yang krusial seperti mengenai
pertumbuhan ekonomi, hutang luar negeri, tata ekonomi dunia, arus modal, pasar ekonomi
dan perdagangan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mengatur pola hubungan
baik state actor maupun non state actor. Sehingga ini menjadi semacam motivasi dan acuan
bagi negara-negara berkembang khususnya juga bagi negara-negara maju untuk melakukan
kerja sama agar menjaga eksistensi masing-masing negara dikancah dunia internasional.
16
Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand (CIMT) Growth Triangle Subregional
Cooperation “18TH Advisory Committee Meeting (ACM)” (Malaysia: imtgt, 2020) p. 1,
https://imtgt.org/18th-advisory-committee-meeting-acm/.
17
(CIMT), Growth Triangle Subregional Cooperation “18 TH Advisory Committee Meeting
(ACM)” p.7-8
10
untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka
meningkatkan kesehjateraan masyarakat ASEAN dan China. Kesepakatan ini secara garis
besar mengatur masuknya barang-barang antar negara ASEAN dan China yang akan bebas
masuk dikarenakan adanya pembebasan tarif masuk (penghapusan tarif).
18
Muslihati dan David, ANALISIS PERDAGANGAN INDONESIAPASCA PEMBERLAKUAN
ACFTA (STUDI KOMPARATIF INDONESIA-CHINA), Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 8, No 2,
(Malang: Universitas Brawijaya, Desember 2010)
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jep/article/view/3614/4120
11
hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China semakin meningkat dan terus
berkembang. Sejak diratifikasi dan diimplementasikannya ACFTA di Indonesia, hubungan
perdagangan antara keduanya terus mengalami peningkatan yang signifikan. Antara tahun
2006 sampai dengan tahun 2010 tercatat bahwa jumlah total perdagangan Indonesia
dengan China meningkat sebesar 10.5 miliar juta dolar. Peningkatan perdagangan antara
keduanya terus terjadi dari tahun 2006 dengan total perdagangan sebesar 14.9 sampai
dengan tahun 2008 sebesar 26.8, lalu mengalami sedikit penurunan di tahun 2009 sebesar
25.5 kemudian kembali meningkat cukup tinggi di tahun 2010 sebesar 36.1. Angka ini
tentunya dipengaruhi oleh kegiatan ekspor dan impor kedua negara selama jangka waktu
tersebut. Jika dilihat berdasarkan tabel, besarnya ekspor Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006 hingga tahun 2009 Indonesia terus
meningkatkan ekspor produknya ke China.19 Akan tetapi, jika dibandingkan dengan
besarnya impor, impor China ke Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor
Indonesia ke China. Namun hal ini secara tidak langsung menandakan adanya hubungan
perdagangan yang positif antara Indonesia dengan China dalam kerangka kerjasama
ACFTA yang berpengaruh bagi perkembangan perdagangan Indonesia itu sendiri
1.4 Kawasan Perdagangan ASEAN (AFTA; ASEAN Free Trade Area) Sebagai Rezim
Kerja Sama Ekonomi Regional di Asia Tenggara
19
Azza Ayullah Kusuma, “Dampak ASEAN-China free trade agreement (ACFTA) terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 15 (1): 1-14, ( Universitas
Sriwijaya, 2017), p.6-11, https://media.neliti.com/media/publications/284153-dampak-asean-
china-free-trade-agreement-3c355ab1.pdf
20
Kementrian PPN/ Bappenas “Hubungan Bilateral Indonesia-Cina Terus Meningkat”
(Bapenas, 3 desember 2009)
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/features/hubungan-bilateral-indonesia---
china-terus-meningkat/
12
Dalam sejarahnya, untuk pertama kalinya integrasi ekonomi ASEAN dimulai
melalui kerjasama Preferential Trading Arrangements pada tahun 1977 sebagai bentuk
dari koitmen awal dari negara-negara anggota ASEAN untuk mewujudkan perdagangan
bebas, dimana dalam skema PTA ini pengurangan tarif diberlakukan bagi barang-barang
yang diperdagangkan dan berasal dari negara-negar anggota ASEAN. Dalam kerjasama ini
diterapkan preferensi tarif yang disebut dengan Margin of Preference dimana semua
komoditi yang berasal dari ASEAN akan dikenakan tarif preferensi yang lebih rendah dari
tarif MFN dalam GATT.21 Namun kerjasama PTA ini tidak dapat berjalan dengan efektif
dikarenakan banyaknya barang-barang yang dimasukkan ke dalam list pengecualian
(exclusion list) sehingga banyak barang yang tidak memperoleh penurunan tarif.
Oleh karena sistem PTA yang dianggap masih gagal, disepkati pembentukan
ASEAN Free Trade Area atau kawasan perdagangan bebas ASEAN pada ASEAN Summit
ke-4 di Singapura pada Januari 1992.22 Pembentukan dari AFTA ini juga sebagai cermin
dari dinamika situasi ekonomi dan politik yang terjadi di dalam maupun luar kawasan
ASEAN. Adapun faktor dinamika eksternal yang dimaksud yaitu seperti kemajuan yang
pesat atas pembentukan European Common MarketI, lambatnya pencapaian kesepakatan
Putaran Uruguay tentang negosiasi perdagangan multilateral, dan juga munculnya
kerjasama NAFTA (North American Free Trade Area). Dinamika eksternal tesebut
dipandang sebagai tantangan yang serius bagi ASEAN dalam menarik investasi asing ke
dalam kawasan ASEAN, Oleh sehingga pembentukan AFTA untuk meningkatkan daya
tarik ASEAN dalam perdagangan dan investasi internasional ini dinilai sangatlah penting.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan suatu bentuk dari kesepakatan
negara-negara ASEAN guna membentuk suatu lingkungan atau kawasan perdagangan
bebas sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis dari produksi dunia serta megembangkan pasar
regional penduduknya. Kehadiran AFTA diharapkan mebawa perubahan yang baik seperti
perekonomian menjadi lebih efisien, bersaing, dan menarik bagi investor ke kawasan
ASEAN. Kawasan perdagangan bebas ASEAN atau AFTA merupakan suatu kawasan di
mana tidak ada hambatan tarif maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota
ASEAN melalui pemberlakuan Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPT)-
AFTA yaitu program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang
disepakati secara kolektif oleh anggota ASEAN.
AFTA pada awalnya ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun yaitu pada
2008, namun dipercepat menjadi tahun 2002 bagi ASEAN-6 selain Vietnam dimana untuk
Vietnam ditargetkan pada 2006, bagi Myanmar dan Laos pada 2008, serta Kamboja pada
tahun 2010.23 Adapun pengurangan tarif dalam AFTA ini hanya dapat diaplikasikan pada
produk-produk yang memenuhi syarat dan standar kandungan muatan lokal atau rules of
21
D Prabowo dan Wardoyo S, AFTA Suatu Pengantar, ( Yogyakarta: BPFE, 1997), p. 9.
22
D. Singh, ASEAN Economic Co-operation Transition and Transformation, (Singapura:
Institute of Southeast Asian Studies, 1997), p. 47
23
G Wuryandari, Menuju ASEAN Vision 2020: Tantangan dan Inisiatif,(Jakarta: PPW-LIPI,
2000), p. 120.
13
origin sebesar 40 persen dari negara-negara anggota. Perancangan CEPT tentunya
dilakukan untuk mewujudkan AFTA, oleh karena itu CEPT memuat aturan-aturan yang
telah disepakati secara kolektif oleh negara ASEAN dalam pelaksanaaan AFTA. Menurut
Adapun barang atau produk yang diatur dalam CEPT dapat di klasifikasikan enjadi empat
bagian yaitu Inclusion list, Temporary Exclusion List, Sensitive List, dan General
Exception List.
Kondisi social ekonomi menjadi hal yang sering muncul di Asia Tenggara, dimana
selalu ada interaksi antar idiologi yang berbeda dari setiap negaranya, baik itu negara kecil
maupun negara besar. Hal inilah yang menjadi ancaman untuk ASEAN Plus Three karena
tidak adanya pemimpin yang dapat menyelesaikan konflik. Asia mengalami kegagalan
dalam integrasi politik, hal itulah yang melatar belakangi aspek politik tidak menjadi focus
utama dalam stratei ASEAN Plus Three. Dan para pemimpin negara anggota ASEAN
memilih ekonomi menjadi prioritas.24
Terdapat tiga bidang kerjasama dalam kerangka ASEAN Plus three (APT) Yang
menjadi prioritas diantaranya adalah. Pertama, kerjasama dibidang teknologi informasi dan
e-commerce, Yang kedua, meningkatkan usaha kecil dan menengah. Salah satu hasil yang
telihat dalam pembentukan ASEAN Plus Three ini yaitu dibentuknya Chiang Mai Intiative
(CMI) yang berisikan persetujuan atas pembentukan ASEAN Swap Arrantement (ASA),
24
Yulius M. Kaka, “Tantangan ASEAN+3”, Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248, (Jakarta:
universitas Indonesia, 2017), p. 193.
https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/download/1897/947
14
Bilateral Swap Arrangement (BSAs), dan perjanjian pembelian kembali (Repo) diantara 13
negara. Chiang Mai menyetujuinya karena mencakup Semua negara ASEAN. Lima
negara ASEAN – Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menyetujui
adanya pertukaran ASEAN Swap Arrangament agar dapat memberikan dukungan
likuiditas bagi negara-negara peserta yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran.
ASA mengalami perkembangan dan mencakup sepuluh negara anggota dibawah CMI dan
total jumlah fasilitas dinaikkan sebesar $ 1 Miliar dari jumlah aal sebesar $ 200 juta.25
Inisiatif Chiang Mai merupakan langkah pelaksanaan kerjasama ASEAN Plus three
yang paling jauh. Mereka menyetujui suatu sistem swaps mata uang yang memperbolehkan
suatu negara meminjam dari negara lain dalam jangka pendek untuk mempertahankan diri
terhadap spekulasi mata uang secara besar besaran dan ketidakstabilan finansial. Hal ini
sangat berkaitan dengan fluktuasi mata uang yang merupakan sebab krisis keuangan Asia
di tahun 1997.
ASA diperluas dengan suatu jejaring pengaturan swap bilateral (Bilateral Swap
Arrangement) antara negara-negara ASEAN dan Jepang, Korea dan Tiongkok. Bilateral
Swap Arrangement merupakan fasilitas yang dirancang untuk memberikan bantuan
likuiditas dalam jangka waktu yang singkat dalam bentuk swap dolar Amerika Serikat dan
mata uang domestic bagi negara yang berpartisipasi. RRC dan Jepang melakukan
negosiasi dan menandatangani berbagai swap arrangement. Sedangkan Jepang telah
merundingkan bilateral swap arrangement dengan Korea Selatan sebesar US$ 2 miliar
dengan Thaliland sebesar US$ 3 miliar dengan Filipina sebesar US$ 3 miliar dengan
Malaysia sebesar US$1 miliar. Bahkan 17 miliar yang dimiliki belum cukup untuk
menghadapi serangan spekulasi pasar uang intenasional. Jepang juga melakukan
perundingan dengan Singapura dan Indonesia dan melakukan negosiasi terhadap negara-
negara di Kawasan Asia Tenggara lainnya. 26 negosiasi teus dilakukan antara Tiongkok-
Korea, Korea-Thailand dan telah mencapai angka yang tinggi. Sedangkan Bilateral Swap
Arrangement antara Korea-Malaysia dan Korea-Filipina telah dicapai. BSA antara Jepang-
Korea dan Jepang Malaysia sudah diperbaruhi dengan besaran US$ 7.5 miliar. 27
Selain itu, Chiang Mai Initiative (CMI) merupaka suatu hal yang berhasil dari
ASEAN Swap Arrangement. Tahun 2008 tepatnya di Baijing , diadakannya pertemuan,
ditengah pertemuan ASEM para perwakilan negara-negara ASEAN Plus Three
membicarakan mengenai masalah krisis finansial global. Dan menghasilkan kesepakatan
mengenai mendukung upaya percepatan Chiang Mai Initiative Multilateralisasi (CMIM)
yang merupakan perjanjian pengembangan lebih lanjut dari Chiang Mai Initiative (CMI).
Perjanjian CMIM adalah perjanjian multilateral swap mata uang antar negara anggota
ASEAN Plus Three. Perjanjian ini dapat memfasilitasu transaksi secara baik dimana
pengambilan keputusan berdasarkan kontrak tunggal. Dibentuknya CMIM ini memiliki
tujuan yaitu: a. agar dapat mengatasi masalah neraca pembayaran dan likuiditas jangka
pendek yang terjadi dikawasan. b. mampu melengkasi Kerjasama keuangan Internasional
yang ada.29
Selain Kerjasama dibidang keuangan, Jepang dan China juga mengusulkan untuk
mencapai kesepakatan mengenai pasar bebas. ASEAN Plus Three juga berusaha untuk
bekerjasama dalam perdagangan internasional dan regionalnya, informasi dan komuikasi,
pengembangan SDA, UKM dan juga dibidang politik dan keamanan. Jepang memiliki
gagasan “New Miyazawa Plan” pada oktober 1998 keuangan telah mencapai US$ 30
miliar. Jepang memiliki ide untuk Kerjasama bilateral, bukan untuk pembentukan
meknisme regional. Namun, tampaknya mekanisme keuangan regional kini juga diterima
oleh China.30 Gaasan yang lebih besar yaitu bahwa Amerika Serikat dan Asia harus
mengadakan KTT Asia Timur dan bergerak menuju pembangunan jaringan Asia Timur
dan bahkan aliansi Asia Timur.
Gagasan dan prospek suatu perjanjian perdagangan Asia Timur, Asia free trade
area atau, menghadapi berbagai masalah. Secara ekonomi ialah ketidak sediaan Jepang
untuk membuka pasar pertanian, perikanan dan kehutanan. Negara itu takut bahwa produk
produk ASEAN yang lebih murah akan menekan para petani Jepang yang merupakan
massa pendukung Ldp. Lagi pula, perdana menteri Junichiro kozumi tidak tertarik dengan
perdagangan bebas secara regional. Bagi dia perjanjian perdagangan bebas, atau
pengaturan bagi kerjasama ekonomi yang lebih erat, harus menjamin bahwa Jepang
28
Yung C. Park, Beyond the Chiang Mai Initiative: Rationale and Need for a Regional
Monetary Arrangement in East Asia, (Fondad, 2002), p. 124. https://moam.info/a-regional-
approach-to-financial-crisis-prevention-fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
29
Sut,” Chiang Mai Inisiatif Multilateralisasi Diberlakukan”, (Jakarta Selatan, 2010).
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ba9d3601cab5/chiang-mai-inisiatif-
multilateralisasi-diberlakukan/
30
Jiro Okamoto, “Japan and The ASEAN Plus Three Process”
16
mengambil tempat paling utama di Asia Timur karena Jepang merupakan kekuatan
ekonomi yang terbesar, masih empat kali lebih besar dari ekonomi RRC.31 jadi ASEAN
Plus three merupakan mekanisme yang penting untuk melibatkan RRC sebagai anggota
Asia Timur yang konstruktif dan kok operatif, baik dalam bidang ekonomi dan politik hal
ini membawa kita kepada masalah di bidang politik.
ASEAN Economic Commuty (AEC) merupakan salah satu dari tiga pilar utama
ASEAN Community (terdiri dari ASEAN Security Community, ASEAN Economic
Community, ASEAN Sosio-Cultural Community) Meskipun ketiga pilar ASEAN (APSC,
AEC, dan ASCC) adalah sama kedudukannya dan sama penting bagi perkembangan
ASEAN sebagai masyarakat regional, AEC adalah pilar yang paling signifikan karena
melalui pilar ini suatu masyarakat ekonomi yang benar-benar menyatu akan diwujudkan
dan manfaat kerjasama ekonomi akan dapat dirasakan oleh seluruh negara anggota
ASEAN. Pada saat Bali Concord II dideklarasikan pada KTT ASEAN ke Sembilan pada
2003, para pemimpin ASEAN berkomitmen bahwa ‘ASEAN is committed to deepening
and broadening its internal economic integration and linkages with the world economy to
realise an ASEAN Economic Community through a bold, pragmatic and unified strategy’.32
Pada pertemuan ASEAN di Bali pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN
mendeklarasikan langkah-langkah awal menuju ASEAN Economic Community yang
direncanakan akan tercapai pada tahun 2020. ASEAN Ecomonic Community diharapkan
akan menjadi dasar bagi perdagangan barang, jasa, inverstasi, teknologi, dan sumber daya
manusia antarnegara ASEAN.33 AEC sendiri dibentuk sebagai relasi ASEAN terhadap
agresifitas cina dan india yang sangat efektif dalam menarik investasi asing langsung atau
Foreign Direct Investment (FDI). Sebagai negara raksasa tentunya Cina dan India dengan
mudah dapat menarik investor barat daripada ASEAN. Sehingga AEC diharapkan dapat
membuat ASEAN mampu dan menarik Kembali arus investasi asing langsung yang sudah
mulai mengarah kekedua negara raksasa tersebut.
Sebagai rezim Kerjasama Ekonomi regional di asia tenggara AEC tentunya sangat
di harapkan dalam pembangunan negara-negara di ASEAN. Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community/AEC) merupakan kerjasama yang paling signifikan terkait dengan
dampak yang dihasilkan karena keberhasilan AEC akan dapat langsung menaikkan
31
David Wall, “Joizumi Trade Pitch Misses”, (Japan Times, 2002),
http://www.taiwansecurity.org/News/2002/JT-042102.htm
32
Association of Southeast Asian Nations, Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II)
(Association of Southeast Asian Nations, 7 oktober 2003), https://asean.org/declaration-of-asean-
concord-ii-bali-concord-ii-3/?highlight=concert%20bali
33
Mari Pangestu, “southes Asian Regional and international economic cooperation”, in
Weatherbee, International relations in southeast Asia, ( United state of America: Rowman&
Littlefield Publishers, Inc, 2005) p. 187
17
perekonomian dan kesejahteraan kawasan yang akan dirasakan baik pemerintah maupun
individu dari negara-negara anggota ASEAN. AEC bukan merupakan kombinasi pasar
tunggal dan basis produksi, yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat perekonomian dan
level kompetitive kawasan sebagai akibat yang dibawa oleh banyaknya investor asing di
kawasan. Harap diingat bahwa kawasan ASEAN merupakan kawasan dengan penduduk
sebesar 600 juta jiwa sehingga merupakan sebuah pasar potensial bagi perdagangan dunia.
Pembentukan AEC dilakukan dengan menerapkan sistem scorecard yang telah disepakati
negara-negara ASEAN dalam cetak biru AEC.
Pada tahun 2008 kesepakatan ASEAN mengenai Langkah dari AEC sendiri
dirubah, yang semulanya hingga tahun 2020 menjadi tahun 2015-2025 dan ditandatangani
pada perjanjian piagam ASEAN. Dalam blue print AEC, disebutkan bahwa terdapat empat
karakteristik utama AEC yang salingterkait dan mendukung, yaitu, pertama, pasar dan
basis produksi tunggal, yang terdiri dari lima komponen yaitu pergerakan yang bebas
untuk barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Kedua, wilayah yang
memiliki ekonomi berdaya saing tinggi, termasuk membangun kebijakan persaingan yang
sehat, perlindungan konsumen, perlindungan hak cipta, pembangunan infrastruktur,
penghindaran pajak berganda, dan e-commerce untuk mendukung perdagangan online
antar anggota ASEAN. Ketiga, wilayah yang memiliki pembangunan ekonomiyang
berkeadilan, meliputi pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)dan inisiatif integrasi
ASEAN yang bertujuan untuk mengatasi perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antar
anggota ASEAN. Keempat, wilayah yang terintegrasi dengan ekonomi global sepenuhnya,
yang meliputi pendekatan yang koheren untuk membangun hubungan ekonomi eksternal
seperti negosiasi Free Trade Area (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership (CEP)
dan meningkatkan partisipasi dalam jaringan produksi dan distribusi global.34
34
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “masyarakat ekonomi
ASEAN”, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 18 April 2018)
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/meaaec
18
penggabungan perdagangan intra-ASEAN antara tahun 2017 dan 2025, adalah diadopsi
oleh Pertemuan Dewan AFTA ke-31 pada bulan September 2017 dan disahkan secara
intersessionally oleh Dewan AEC. Dalam perjanjian-perjanjian negara-negara anggota
ASEAN tersebut bertujuan sepenuhnya untuk saling meringankan beban Bea-Cukai agar
dapat mempermudah arus perdagangan barang antarnegara.35
35
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “perdagangan barang”,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 25 juni 2018),
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/perdagangan-barang
36
AEC Council Minister Indonesia, “pencapaian dan kemajuan menuju AEC 2025”,
(Jakarta: AEC Council Minister Indonesia, 25 september 2018)
https://meaindonesia.ekon.go.id/pencapaian-dan-kemajuan-menuju-aec-2025/
19
Daftar Pustaka
Buku
D. Singh, ASEAN Economic Co-operation Transition and Transformation, Singapura:
Institute of Southeast Asian Studies, 1997
G Wuryandari, Menuju ASEAN Vision 2020: Tantangan dan Inisiatif, Jakarta: PPW-LIPI,
2000
Inayati, Ratna Shofi, ASEAN-China: Akselerasi Menuju East Asia Community, Jakarta:
LIPI Press, 2006
Leong, HK dan SCY Ku, China and Southeast Asia Global Changes and Regional
Challenges Singapore: ISEAS, 2005
Luhulima, C.P.F. Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011
Mankiw, George, Pengantar Ekonomi Makro edisi II Inggris: Cambridge Publisher,1999
Pangestu, Mari, “southes Asian Regional and international economic cooperation”, in
Weatherbee, International relations in southeast Asia, United state of America:
Rowman& Littlefield Publishers, Inc, 2005
Prabowo, D dan Wardoyo S, AFTA Suatu Pengantar, Yogyakarta: BPFE, 1997
Todaro, Michel P., Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Jakarta: Erlangga, 1994
20
regional-approach-to-financial-crisis-prevention-
fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
Rusydiana, Aam S. “Hubungan Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi
Dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah Di Indonesia,” Vol. 4 No. 1
(2009), , https://media.neliti.com/media/publications/271263-hubungan-antara-
perdagangan-internasiona-e277c656.pdf.
Sut,” Chiang Mai Inisiatif Multilateralisasi Diberlakukan”, (Jakarta Selatan, 2010).
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ba9d3601cab5/chiang-mai-inisiatif-
multilateralisasi-diberlakukan/
Wall, David. “Joizumi Trade Pitch Misses”, (Japan Times, 2002),
http://www.taiwansecurity.org/News/2002/JT-042102.htm
21
https://www.kemenparekraf.go.id/post/press-release-penandatanganan-mou-kerja-
sama-pariwisata-antara-indonesia-dan-singapura.
22