Anda di halaman 1dari 22

“ASEAN Sebagai Motor Penggerak Kerjasama Ekonomi

Regional di Asia Tenggara”

Leony Gracia Sandova D. (L1A018065)


Istiqomatunnisa (L1A018050)
Lalu Ahmad Hatami (L1A018060)
Muhammad Iwan Purnmahadi (L1A018081)
Muhammad Ridwan Rafsanjani (L1A018082)
Nabila Putri Azahra (L1A018087)

Hubungan Internasional di Asia Tenggara

Program Studi Hubungan Internasional

Universitas Mataram

28 Oktober 2020

1
2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................................1

Lembar Integritas Akademik...................................................................................................2

Daftar Isi..................................................................................................................................3

1.1 Kerjasama Ekonomi ASEAN dengan negara Non-ASEAN.............................................4

1.2 Kerja Sama Ekonomi Bilateral dan Trilateral Antarnegara ASEAN................................6

1.3 Kerjasama Ekonomi Bilateral Antara Negara Anggota ASEAN dengan Non-ASEAN..10

1.4 Kawasan Perdagangan ASEAN (AFTA; ASEAN Free Trade Area) Sebagai Rezim
Kerja Sama Ekonomi Regional di Asia Tenggara..........................................................13

1.5 Perjanjian ASEAN Swap Arrangement sebagai Rezim Kerjasama Keuangan Regional
di Asia Tenggara.............................................................................................................14

1.6 Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC; ASEAN Economic Community) Sebagai Rezim
Kerjasama Ekonomi Regional di Asia Tenggara Untuk Meningkatkan Arus
Perdagangan Barang, Jasa, Investasi Teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM)
antarnegara ASEAN........................................................................................................17

Daftar Pustaka........................................................................................................................20

3
1.1 Kerjasama Ekonomi ASEAN dengan negara Non-ASEAN

ASEAN sebagai satu-satunya organisasi besar yang menaungi negara-negara di


kawasan Asia Tenggara tentunya sangat berperan penting dalam memotori setiap kegiatan-
kegiatan lintas batas negara-negara anggotanya, baik lintas batas dalam kawasan maupun
dengan luar kawasan. Sentralitas ASEAN dapat dipahami melalui bagaimana keberperanan
ASEAN dalam mengatur setiap kerjasama dalam berbagai bidang salah satunya dalam
bidang ekonomi yaitu melalui perdagangan bebas, dimana dalam pengertiannya
perdagangan bebas merupakan perdagangan dimana barang-barang dapat di impor maupun
di ekspor tanpa adanya hambatan apapun baik dalam bentuk tarif, kuota, maupun restriksi
lainnnya.1 Dalam bidang ekonomi, ASEAN sebagai sebuah organisasi regional sejatinya
telah melakukan hubungan ekonomi yang baik dengan China. Hal tersebut dapat dilihat
dengan adanya perkembangan hubungan ekonomi antara ASEAN dengan China yang
didorong oleh liberalisasi perdagangan dan perubahan struktur perdagangan dalam sistem
ekonomi masing-masing negara. ASEAN dengan China dalam sejarahnya telah menjadi
mitra yang baik dalam bidang perdagangan jika dilihat dari peningkatan arus perdagangan
sejak 1994.2

Pada tahap selanjutnya terbentuklah kesepakatan berupa kerjasama kawasan


perdagangan bebas dengan China (ASEAN-China Free Trade Area) sebagai tindak lanjut
dari kerangka kerjasama antara negara-negara ASEAN-China dengan Framework
Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the As.sociation of South
East Asian Nations and the People’s Republic of China sebagai dasar hukumnya.3
Perjanjian yang ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN dengan China pada tanggal 4
November 2002 di Phnom Penh, Kamboja tersebut merupakan langkah awal dari
pembentukan dan sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam
pelaksanaan ACFTA. ASEAN-China Free Trade Area atau ACFTA merupakan suatu
kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan suatu
kawasan perdagangan bebas dengan mengurangi atau menghilangkan atau setiap
hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non-tarif, peningkatan akses
pasar jasa, regulasi dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama
ekonomi guna mendorong hubungan perekonomian antar negara ACFTA dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN dengan China.

Mekanisme penurunan tarif dalam ACFTA pada dasarnya dilaksanakan untuk


mempermudah negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut dalam mempersiapkan
komoditi yang diperdagangkan, sehingga hal ini dilakukan secara bertahap. Bahkan
sebenarnya bagi negara-negara anggota WTO telah memiliki mekanisme pengurangan tarif
tersendiri yang biasa disebut dengan tarif MFN. Namun setelah disepakatinya ACFTA,
maka komoditi yang diperdagangkan harus menggunakan mekanisme pengurangan tarif
1
Michel P. Todaro, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 1994), p. 290.
2
Ratna Shofi Inayati, ASEAN-China: Akselerasi Menuju East Asia Community, (Jakarta: LIPI
Press, 2006), p. 3
3
Amrie Hakim, “Dasar Hukum Pemberlakuan ACFTA”, Hukum Online.com, Februari 3,
2010, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4b04bef2aa8ee/dasar-hukum-
pemberlakuan-acfta/
4
dalam ACFTA dengan tarif yang dikenakan mecapai 0 persen di tahun 2010 dengan syarat
semua produk harus terdaftar terdaftar dalam normal track. Maka dari itu, setiap negara
berusaha mengkategorikan komoditinya masing-masing kedalam skema ACFTA ini
setelah perjanjian ini disepakati.

Selain perdagangan barang, kerangka ACFTA ini juga melakukan penetapan


liberalisasi di bidang jasa dan investasi. 4 Ketetapan mengenai persetujuan di bidang Jasa,
dalam ACFTA telah berlaku sejak Juli 2007, dimana dengan keberadaan persetujuan ini
maka para penyedia jasa di kedua wilayah akan mendapatkan manfaat dari perluasan akses
pasar jasa untuk setiap sektor dan subsektor yang telah disepakati oleh masing-masing
pihak dalam ACFTA. Sedangkan dalam persetujuan di bidang investasi, para pemerintah
dari negara-negara anggota ASEAN dan China sama-sama bersepakat untuk mendorong
peningkatan transparansi, fasilitas, serta iklim investasi yang bersaing dengan membangun
kondisi investasi yang positif, disertai dengan berbagai upaya untuk mendorong
peningkatan arus investasi dan kerjasama di bidang investasi yang telah dikomitmenkan
sejak 2009. Disamping itu, baik dari pihak negara-negara anggota ASEAN dengan China
pun akan memperbaiki regulasi dari investasi agar lebih kondusif dan transparan demi
meningkatkan arus investasi disamping memberikan jaminan perlindungan investasi
melalui tindakan kolektif antar pihak.

Adapun ASEAN melihat beberapa faktor dari kondisi ekonomi China yang menjadi
daya tarik bagi ASEAN sehingga tawaran FTA dari China diterima dengan baik. 5 Faktor
yang pertama yaitu, dengan luas China setara dengan dua kali luas ASEAN dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar dilihat oleh ASEAN sebagai pasar dengan potensi yang
berpotensi tinggi. Ditambah lagi dengan daya beli di China yang semakin meningkat dan
juga pasarnya yang semakin terbuka memberikan peluang bagi ASEAN untuk melakukan
ekspor yang selama ini kurang menguntungkan dengan rendahnya tingkat perdagangan
antar negara dalam kawasan ASEAN. Faktor kedua yaitu, kondisi ekonomi China lebih
bisa melengkapi ekonomi ASEAN jika dibandingkan dengan intra ekonomi ASEAN itu
sendiri. Dimana masuknya China dalam komunitas ekonomi global akan memberikan
ruang ASEAN untuk ikut ambil bagian dalam rantai produksi China dan dan juga
sebaliknya, semakin bertumbuhnya ekonomi China tentunya membutuhkan semakin
banyak energi yang dalam konteks ini negara-negara ASEAN yang kaya akan sumber
energi tersebut dapat menjadi supplier bagi China. Faktor ketiga yaitu, kebangkitan
ekonomi China dapat dimanfaatkan oleh ASEAN dimana kekuatan ekspor yang juga
diimbangi oleh kekuatan pasar domestiknya diharapkan dapat membawa kebangkita
ekonomi pula bagi ASEAN mengingat pada masa sebelumnya kebangkitan ekonomi
Jepang memberikan efek pula bagi kebangkitan ekonomi ASEAN.

Tidak hanya pertimbangan dari segi ekonomi, kebijak negara-negara ASEAN untuk
menerima China juga didasarkan atas pertimbangan politik. Hal tersebut dikarenakan
pentingnya melibatkan China untuk mengatasi berbagai kemungkinan dan potensi konflik
4
HK Leong dan SCY Ku, China and Southeast Asia Global Changes and Regional Challenges
(Singapore: ISEAS, 2005), p. 45.
5
Inayati, ASEAN-China: Akselerasi Menuju East Asia Community, p. 52
5
dalam kawasan. Kehadiran China dapat menjadi penyeimbang kekuatan dalam kawasan
Asia Tenggara yang selama ini didominasi oleh Jepang dan Amerika Serikat. Selain itu
kebutuhan ASEAN atas power untuk bersuara dalam setiap forum internasional pun dapat
terpenuhi apabila hubungan baik dapat terjalin dengan China. Adapun langkah-langkah
yang di tempuh oleh ASEAN-China untuk mewujudkan ACFTA tertuang pada pasal 2
Framework Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China, yaitu6
penghapusan tarif serta hambatan non-tarif terutama seluruh perdagangan jasa, liberalisasi
terhadap perdagangan jasa dalam cakupan sektor utama, pembentukan sebuah rezim
penanaman modal yang terbuka, bersaing dan memfasilitasi dan meningkatkan penaaman
modal, serta ketetapan-ketetapan tentang perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas
bagi negara-negara ASEAN yang baru. Selain itu terdapat ketetapan tentang fleksibilitas
bagi pihak-pihak yang bersangkutan dalam perundingan ASEAN-China FTA untuk
menyampaikan wilayah sensitif mereka dalam sektor perdagangan, penanaman modal
dengan fleksibilitas yang dirundingkan dan disetujui bersama berdasarkan prinsip timbal
balik dan keuntungan bersama.

Langkah lainnya dalam pasal yang sama juga yaitu penetapan langkah perdagangan
efektif dan fasilitas investasi yang tidak terbatas, penyederhanaan prosedur pajak dan
pengembangan pengakuan bersama mengenai pengaturan-pengaturan. Selain itu adanya
ketetapan perluasan kerjasama ekonomi di berbagai wilayah yang mungkin dapat
disepakati oleh semua pihak yang terlibat yang akan melengkapi pendalaman hubungan
perdagangan dan penanaman modal antara pihak-pihak yang bersagkutan serta
memformulasikan rencana aksi dan program untuk melaksanakan kerjasama sektor-sektor
yang telah disepakati. Langkah terakhir yaitu penetapan mekanisme yang tepat untuk
keperluan pelaksanaan kesepakatn ini secara aktif.

1.2 Kerja Sama Ekonomi Bilateral dan Trilateral Antarnegara ASEAN

Kerjasama ekonomi merupakan keniscayaan untuk dilakukan bagi setiap negara


sebab tidak ada satupun negara didunia ini yang mampu menutup diri dari kerjasama antar
negara lain, sehingga ketergantungan antara suatu negara dengan negara yang lain
merupakan suatu hal yang conditiosine a qua non.7Dan hal tersebut juga terjadi diantara
negara-negara anggota ASEAN, setelah ASEAN terbentuk menjadi organisasi regional
ditahun 1967, negara-negara anggota sepakat bahwa salah satu agenda utamanya adalah
melakukan kerjasama ekonomi dan harus dikembangkan, hal ini dikarenakan pertumbuhan
ekonomi suatu negara telah menjadi salah satu fokus utama dalam hubungan kerjasama
dalam beberapa dekade terakhir ini. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di suatu negara
mengindikasikan tingkat kesejahteraan negara tersebut, adapun tingkat pertumbuhan
ekonomi suatu negara akan membawa peningkatan terhadap intensitas perdagangan

6
ASEAN, Framework Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China (Phnom Penh: ASEAN,
2002), p. 3, http://www.worldtradelaw.net/document.php?id=fta/agreements/aseanchinafta.pdf
7
George Mankiw, Pengantar Ekonomi Makro edisi II ( Inggris:Cambridge Publisher,1999),
p. 34.
6
internasional yang mana perdagangan internasional itu sendiri akan kembali
menyumbangkan nilai dalam pertumbuhan ekonomi negara.8 Dengan berjalannya waktu,
keberadaan kerjasama internasional secara bebas bukan berdasar pada regionalisme
semakin tergantikan oleh kerjasama melalui forum regional bilateral, trilateral dan bahkan
multilateral. Hal ini dikarenakan negara-negara di Asia Tenggara memiliki tingkat ketidak
percayaan yang semakin meningkat terhadap forum kerjasama Multilateral seperti World
Trade Organization (WTO) dan Asia Pasific Economic Coorperation (APEC) karena
dinilai tidak efektif dalam peningkatan isu liberalisasi perdagangan global,9 sehingga
membuat negara-negara berkembang di ASEAN lebih senang dan memilih melakukan
kerjasama internasional dalam skala yang lebih kecil.

Kegiatan kerjasama yang dilakukan dalam ruang lingkup lebih kecil yang
dilakukan negara-negara di Asia Tenggara ini karena dinilai lebih efektif dan dilakukan
oleh negara-negara yang memiliki agenda tujuan memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masing-masing. Jika kita bebicara mengenai kerjasama ekonomi maka tidak lepas
kaitannya dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan antar negara, menjadi salah satu
bentuk kerjasama yang sederhana kegiatan ekspor imporpun semakin berkembang, dan
dengan melakukan kegiatan ekspor impor ini akan mendatangkan devisa bagi negara dan
meningkatkan produksi barang, selain ekspor impor kerjasama dibidang jasa juga tidak
kalah pentingnya dalam membangun ekonomi bersama. Organisasi regional ASEAN
belum semaju dan sebaik Uni Eropa karena negara-negara anggota ASEAN yang sebgaian
besar adalah negara berkembang dan juga masih memiliki banyak masalah yang timbul di
antar anggota ASEAN salah satunya masalah perbatasan antar negara. Walaupun memiliki
masalah sesama negara anggota organisasi ASEAN berusaha untuk menjunjung kesatuan
demi menyelesaikan masalah-masalah internal yang ada.

Seperti yang sudah disebutkan tadi bahwa negara-negara anggota ASEAN


melakukan kerjasama demi mencapai beberapa tujuan, contohnya kerjasama bilateral yang
dilakukan oleh Indonesia dan Singapura dalam sektor pariwisata demi meningkatkan
pendapatan ekonomi masing-masing negara. Hubungan diplomatic antara Indonesia dan
Singapura untuk pertama kalinya dimulai pada tahun 1966, setelah merdekanya Singapura
dari Federasi Malaysia. Setelah itu, pada tahun berikutnya di 1967 Indonesia dan
Singapura bersama-sama dengan lima negara lainnya mempelopori ASEAN. Dengan
bertemunya Indonesia dan Singapura ini menimbulkan bentuk kerjasama bilateral baru
yang dilakukan kedua negara tersebut yaitu kerjasama pariwisata, hubungan bilateral
Indonesai dan Singapura telah menunjukkan peningkatan di berbagai bidang kerjasama
terutama hubungan kerjasama ekonomi. Hubungan bilateral kedua negara yang erat dan

8
Aam S Rusydiana, “Hubungan Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi
Dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah Di Indonesia,” Vol. 4 No. 1 (2009), p 48,
https://media.neliti.com/media/publications/271263-hubungan-antara-perdagangan-
internasiona-e277c656.pdf.
9
Vinod K Aggarwal, “Bilateral Trade Agreements in the Asia-Pasific: origins, evolution, and
implications,” Vol. 20 No. 2 (2006), p 1, https://doi.org/10.1111/j.1467-8411.2006.00184_2.x.
7
produktif ini sangat diperlukan dan harus terus diupayakan guna menunjang pembangunan
nasional, khususnya dalam kerangka pemulihan ekonomi Indonesia.10

Pariwisata merupakan salah satu aspek yang dominan bagi kedua negara tersebut
untuk meningkatkan perekonomiannya masing-masing, dari keseluruhan wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia, Singapura merupakan penyumbang jumlah
wisatawan terbesar bagi Indonesia, dengan jumlah 1.519.430 wisatawan Singapura yang
mengunjungi Indonesia sedangkan bagi Singapura yang merupakan destinasi wisata
popular bagi masyarakat Indonesia, sehingga Indonesia menyumbang sebesar 2,7 juta
wisatawan.11 Kerjasama pariwisata Indoensia dan Singapura yang telah ditandatangani
pada November 2016 ini memiliki beberapa poin perjanjian yang berlaku selain kapal
pesiar yaitu, pemasaran dan promosi bersama dan juga pertemuan, insetif, konvensi, dan
pameran. Beberapa usaha yang dilakukan Indonesia dalam kerjasama pariwisata ini yaitu
menrenovasi pelabuhan-pelabuhan yang dijadikan tempat pemberhentian kapal pesiar
Singapura di Indonesia. Lalu dalam kerjasama promosi dan pemasaran bersama Indonesia
dan Singapura akan mempromosikan pariwisata negara rekan kerjasamanya di negaranya
masing-masing. Contohnya dengan membuat paket perjalanan pariwisata dari Singapura
dengan rincian 5 hari pariwisata di Singapura dan 5 hari di destinasi pariwisata Indonesia
dengan melakukan perjalanan kapal pesiar dari Singapura. 12 Dengan begitu Singapura dan
Indonesia memiliki kepentingan nasional yang sama dalam perjanjian bilateral terebut
dengan mengharapkan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
masing-masing negara. Selain itu kerjasama yang disepakati kedua negara ini memberikan
kesempatan yang tidak boleh terlewatkan agar kedua negara ini tidak kalah bersaing
dengan negara-negara lain di Asean Jadi Singapura dan Indonesia sama-sama memiliki
kepentingan yang sama dalam melangsungkan kerjasama bilateral dalam sekotr pariwisata
dalam usaha peningkatan ekonomi tersebut.

Selain melakukan kerjasama bilateral dengan Singapura Indonesia juga melakukan


kerjasama ekonomi trilateral dengan Malaysia dan Thailand atau yang sudah dikenal
dengan sebutan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Kerja sama
Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle diresmikan pada Pertemuan Tingkat
Menteri (PTM) ke-1 di Langkawi, Malaysia, pada 20 Juli 1993. IMT-GT ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan
negara-negara IMT-GT. Melalui kerja sama IMT-GT, sektor swasta terus didorong
menjadi “engine of growth”. Untuk tujuan tersebut telah dibentuk suatu wadah bagi para
pengusaha di kawasan IMT-GT yang disebut Joint Business Council (JBC). Wilayah
10
Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Indonesia-Singapura Tindak Lanjuti
Kerja Sama Ekonomi ( Jakarta Pusat: Setneg, 2018), p. 1.
https://www.setneg.go.id/baca/index/indonesia_singapura_tindak_lanjuti_kerja_sama_ekonomi.
11
Lesthia K, “ Singapura-Indonesia Kembangkan Wisata Kapal Pesiar,” CNN Indonesia, 15
November, 2016, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20161115145456-269-172770/
singapura-indonesia-kembangkan-wisata-kapal-pesiar.
12
Wonderful Indonesia, Press Release “Penandatanganan MoU Kerja Sama Pariwisata
antara Indonesia dan Singapura” (Jakarta: Kemenparekraf, 2016), p. 1,
https://www.kemenparekraf.go.id/post/press-release-penandatanganan-mou-kerja-sama-
pariwisata-antara-indonesia-dan-singapura.
8
Indonesia yang menjadi bagian dari kerja sama IMT-GT adalah provinsi-provinsi: Aceh,
Bangka-Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau,
Sumatera Utara dan Sumatera Barat.13 Kerjasama ketiga negara ini dibentuk tahun 1992
dari Forum Kerjasama ASEAN, dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi
dikawasan tersebut. Beberapa kerjasama yang dilakukan seperti pertanian, perdagangan,
peternakan, perikanan dan kesehatan.

Pembentukan kerjasama trilateral ini dilatar belakangi untuk mempersiapkan


pengesahan AFTA oleh kondisi kesenjangan masyarakat di perbatasan dan memiliki
kedekatan geografis antar negara anggota14 Dengan diadakannya AFTA yang membuat
negara-negara harus mempersiapkan kekuatan dan pemerataan ekonomi agar mampu
bersaing sehingga mengurangi dampak negative seperti bertambahnya pengangguran
karena ketidakmampuan negara untuk menjalani pemenuhan kebutuhan negara membuat
Indonesia, Malaysia dan Thailand melakukan kerjasama ini dan mengharapkan terdapat
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan pada tiga negara tersebut. Terdapat
empat faktor kunci kesuksesan kerjasama segitiga pertumbuhan ini yaitu saling melengkapi
kebutuhan ekonomi yang dapat meningkatkan saling ketergantungan satu sama lain yang
lebih besar, kedekatan geografis sehingga dapat meminimalisir biaya transportasi,
komitmen politik dan koordinasi kebijakan antar pemerintah dan lembaga negara dan
pengembangan infrastruktur agar dapat mengoptimalkan sumber daya sampai tempat
terkecil. Hal ini didukung dengan lahan pertanian yang melimpah, luas dan kaya akan
sumber daya alam yang merupakan sumber potensial pertumbuhan ekonomi yang dapat
membantu mengurangi kemiskinan serta tenaga kerja yang murah.15

Didalam kerjasama Triangle Growth ini terdapat beberapa program kerja dan salah
satu program kerja yang menarik perhatian adalah Working Group Meeting (WGM), yang
mana program kerjasama ini merupakan pertemuan kelompok untuk koordinasi,
melaporkan serta menilai kemampuan wilayah. Program ini ditujukan untuk membantu
percepatan pertumbuhan perekonomian diwilayah perbatasan yang dilakukan dengan
berbagai macam program kerja, dan diharapkan menghasilkan dampak ekonomi yang
signifikan di ketiga negara anggota. Didalam WGM ini program kerja dibagi agi menjadi
beberapa bagian, hal ini dilakukan agar program kerja lebih terperinci dan tidak membias.
Salah satu program kerja dari WGM ini adalah Working Group on Infrastructure and
Transportation (WGTI), program kerja ini berfokus pada meningkatkan infrastruktur
transportasi dan energi antar sub-regional dengan pembuatan koridor-koridor ekonomi
untuk membawa produk maupun masyarakat berpindah dengan mudah ke wilayah sub-
regional kawasan kerjasama IMT-GT. Memberi perencanaan konektivitas infrastruktur
13
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerja Sama Regional Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT) (Jakarta Pusat: Kemlu, 2019), p.1,
https://kemlu.go.id/portal/i/read/162/halaman_list_lainnya/indonesia-malaysia-thailand-growth-
triangle-imt-gt#.
14
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerja Sama Regional Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT), p.1
15
Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand (CIMT) Growth Triangle Subregional
Cooperation “Country Information Introduction” (Malaysia: imtgt, 2020), p.1,
https://imtgt.org/country-information/.
9
dengan fasilitas transportasi, meliputi mempromosikan layanan udara dan fasilitas
hubungan laut melalui pelabuhan dan layanan Roll-on Roll-off. Peningkatan dan perluasan
konektivitas infrastruktur yang serta dapat mendukung pelaksanaan perbatasan kawasan
ekonomi khusus dan fasilitas terkait. 16 Terdapat beberapa koridor ekonomi yang telah
ditentukan untuk mempermudah proses ekonomi seperti yang pertama koridor ekonomi
maritim Melaka- Dumai, yang kedua koridor Selat Malaka, yang ketiga koridor ekonomi
Banda Aceh-Medan-Pekanbaru-Palembang, yang keempat koridor antara Songkhla-
Penang-Medan dan yang terkahir ada koridor ekonomi Aceh-Phuket-Ranong. Dengan
adanya koridor-koridor ini akan memudahkan proses transaksi ekonomi antar negara yang
tentunya dibarengi dengan penguatan maritim, dalam hal keamanan maupun fsilitas
transportasi yang memenuhi standart agar program kerja berjalan dengan lancer.17

1.3 Kerjasama Ekonomi Bilateral Antara Negara Anggota ASEAN dengan Non-
ASEAN

Kerjasama bilateral merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dua negara
(pemerintah) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas beberapa aspek mayor
seperti ekonomi, politik dan pertahanan. Kerja sama dua negara atau kerjasama bilateral
saat ini menjadi sangat penting terutama dalam bidang ekonomi, mengingat masalah-
masalah yang menyangkut ekonomi merupakan masalah yang krusial seperti mengenai
pertumbuhan ekonomi, hutang luar negeri, tata ekonomi dunia, arus modal, pasar ekonomi
dan perdagangan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mengatur pola hubungan
baik state actor maupun non state actor. Sehingga ini menjadi semacam motivasi dan acuan
bagi negara-negara berkembang khususnya juga bagi negara-negara maju untuk melakukan
kerja sama agar menjaga eksistensi masing-masing negara dikancah dunia internasional.

ASEAN (Association of South East Asian Nation) sebagai sebuah organisasi


regional yang eksistensinya cukup diperhitungkan dalam tatanan dunia internasional,
tentunya memiliki agenda-agenda dalam pelaksanaannya. Salah satu agenda utama yang
difokuskan oleh ASEAN saat ini ialah menciptakan integrasi ekonomi antar negara di
kawasan Asia Tenggara yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2015. ASEAN sendiri
mempertegas penerapan perdagangan bebas tersebut dengan salah satunya ialah
menciptakan kesepakatan perdagangan bebas kawasan, yaitu AFTA yang merupakan
kepanjangan dari ASEAN Free Trade Area . AFTA kemudian menjadi salah satu bentuk
kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN yang mana tujuan dari diciptakannya AFTA itu
sendiri ialah terwujudnya suatu kawasan perdagangan bebas yang berisikan program-
program komprehensif untuk mereduski tarif regional. ACFTA ini sendiri dibentuk untuk
mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi
hambatan-hambatan perdagangan baik tarif ataupun non-tarif, peningkatan akses pasar
jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi

16
Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand (CIMT) Growth Triangle Subregional
Cooperation “18TH Advisory Committee Meeting (ACM)” (Malaysia: imtgt, 2020) p. 1,
https://imtgt.org/18th-advisory-committee-meeting-acm/.
17
(CIMT), Growth Triangle Subregional Cooperation “18 TH Advisory Committee Meeting
(ACM)” p.7-8
10
untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka
meningkatkan kesehjateraan masyarakat ASEAN dan China. Kesepakatan ini secara garis
besar mengatur masuknya barang-barang antar negara ASEAN dan China yang akan bebas
masuk dikarenakan adanya pembebasan tarif masuk (penghapusan tarif).

Sebagai negara anggota, Indonesia juga turut serta mengimplementasikan ACFTA


sebagai salah satu kebijakan perdagangan luar negerinya. Indonesia dan China sendiri,
masing-masing bukanlah negara baru bagi keduanya. Keduanya memiliki hubungan yang
cukup baik sebagai sesama negara yang berada di lingkup kawasan Asia. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, China memang secara ekonomi memliki kekuatan tersendiri.
Kekuatan ekonomi China terlihat bahwa ia merupakan salah satu negara yang menguasai
perekonomian dunia. Ekonomi China juga terus mengalami perkembangan dibandingkan
dengan perkembangan ekonomi negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan negara-
negara di kawasan Eropa. Sementara itu, ekonomi Indonesia juga tidak kalah
berkembangnya. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi yang terus mengarah positif. Hal ini dibuktikan Indonesia dengan menempati
posisi ke-2 sebagai negara yang tingkat pertumbuhan ekonominya terbesar di kawasan
Asia setelah China. Belum lagi banyak pengamat ekonomi yang menilai bahwa faktor-
faktor domestik yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama sumber
daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar, semakin menguntungkan
Indonesia dalam bidang perekonomiannya.

Framework ACFTA di Indonesia sendiri diratifikasi pada tahun 2004 yang


didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 48 tahun 2004 18. Sejak tahun 2004 tersebut,
pemerintah Indonesia setiap tahunnya terus mengurangi besaran tarif bea masuk produk
impor dari China. ACFTA ini sendiri secara aktif diimplementasikan di Indonesia pada
tahun 2010. Semenjak ACFTA diratifikasi dan diimplementasikan di Indonesia,
kesepakatan perdagangan bebas kawasan ini dianggap bagai dua sisi mata uang bagi
perekonomian Indonesia sendiri. Di satu sisi, menjalin kesepakatan kerjasama perdagangan
bebas dengan China akan memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Akan tetapi
di sisi yang lain, dengan adanya jalinan kerjasama perdagangan bebas dengan China akan
merugikan Indonesia terutama pada produk lokal yang harus bersaing ketat dengan produk
China.

Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China memang sudah terjalin


cukup lama. Jika melihat kembali pada sejarah hubungan keduanya, ada dinamika
tersendiri dalam bidang kerjasama ekonomi, terutama dalam hal perdagangan dan
investasi. Kerjasama ekonomi kedua negara ini baru mulai kembali stabil dan kemudian
semakin berkembang positif sekitar tahun 90an. Apalagi sejak adanya kesepakatan
perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan China (ACFTA) yang diratifikasi
oleh ASEAN pada 2002 dan di Indonesia pada tahun 2004. ACFTA ini membawa

18
Muslihati dan David, ANALISIS PERDAGANGAN INDONESIAPASCA PEMBERLAKUAN
ACFTA (STUDI KOMPARATIF INDONESIA-CHINA), Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 8, No 2,
(Malang: Universitas Brawijaya, Desember 2010)
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jep/article/view/3614/4120
11
hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China semakin meningkat dan terus
berkembang. Sejak diratifikasi dan diimplementasikannya ACFTA di Indonesia, hubungan
perdagangan antara keduanya terus mengalami peningkatan yang signifikan. Antara tahun
2006 sampai dengan tahun 2010 tercatat bahwa jumlah total perdagangan Indonesia
dengan China meningkat sebesar 10.5 miliar juta dolar. Peningkatan perdagangan antara
keduanya terus terjadi dari tahun 2006 dengan total perdagangan sebesar 14.9 sampai
dengan tahun 2008 sebesar 26.8, lalu mengalami sedikit penurunan di tahun 2009 sebesar
25.5 kemudian kembali meningkat cukup tinggi di tahun 2010 sebesar 36.1. Angka ini
tentunya dipengaruhi oleh kegiatan ekspor dan impor kedua negara selama jangka waktu
tersebut. Jika dilihat berdasarkan tabel, besarnya ekspor Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006 hingga tahun 2009 Indonesia terus
meningkatkan ekspor produknya ke China.19 Akan tetapi, jika dibandingkan dengan
besarnya impor, impor China ke Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor
Indonesia ke China. Namun hal ini secara tidak langsung menandakan adanya hubungan
perdagangan yang positif antara Indonesia dengan China dalam kerangka kerjasama
ACFTA yang berpengaruh bagi perkembangan perdagangan Indonesia itu sendiri

Semakin meningkatnya hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China


terutama sejak adanya ACFTA, menjadikan China sebagai salah satu Indonesia’s key
major trading partners dalam beberapa tahun belakangan ini20. Pasar China yang
merupakan pasar terbesar dan terluas di dunia menjadi keuntungan tersendiri bagi
Indonesia dalam hal ekspor dan impor. Hal ini dapat dilihat dengan didasarkan pada tabel
total perdagangan Indonesia dengan China di tahun 2006 pada ekspor non oil dan gas
dimana China menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar ketiga setelah Jepang dan Amerika
Serikat. Kondisi ini terus berlangsung sampai dengan tahun 2009. Namun di tahun 2010,
hubungan perdagangan Indonesia dengan China yang semakin meningkat merubah posisi
China yang sebelumnya menempati posisi ketiga dalam hal tujuan ekspor utama Indonesia,
di tahun ini China berhasil menggeser posisi Amerika Serikat dengan menempati posisi
kedua.

1.4 Kawasan Perdagangan ASEAN (AFTA; ASEAN Free Trade Area) Sebagai Rezim
Kerja Sama Ekonomi Regional di Asia Tenggara

19
Azza Ayullah Kusuma, “Dampak ASEAN-China free trade agreement (ACFTA) terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 15 (1): 1-14, ( Universitas
Sriwijaya, 2017), p.6-11, https://media.neliti.com/media/publications/284153-dampak-asean-
china-free-trade-agreement-3c355ab1.pdf
20
Kementrian PPN/ Bappenas “Hubungan Bilateral Indonesia-Cina Terus Meningkat”
(Bapenas, 3 desember 2009)
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/features/hubungan-bilateral-indonesia---
china-terus-meningkat/
12
Dalam sejarahnya, untuk pertama kalinya integrasi ekonomi ASEAN dimulai
melalui kerjasama Preferential Trading Arrangements pada tahun 1977 sebagai bentuk
dari koitmen awal dari negara-negara anggota ASEAN untuk mewujudkan perdagangan
bebas, dimana dalam skema PTA ini pengurangan tarif diberlakukan bagi barang-barang
yang diperdagangkan dan berasal dari negara-negar anggota ASEAN. Dalam kerjasama ini
diterapkan preferensi tarif yang disebut dengan Margin of Preference dimana semua
komoditi yang berasal dari ASEAN akan dikenakan tarif preferensi yang lebih rendah dari
tarif MFN dalam GATT.21 Namun kerjasama PTA ini tidak dapat berjalan dengan efektif
dikarenakan banyaknya barang-barang yang dimasukkan ke dalam list pengecualian
(exclusion list) sehingga banyak barang yang tidak memperoleh penurunan tarif.

Oleh karena sistem PTA yang dianggap masih gagal, disepkati pembentukan
ASEAN Free Trade Area atau kawasan perdagangan bebas ASEAN pada ASEAN Summit
ke-4 di Singapura pada Januari 1992.22 Pembentukan dari AFTA ini juga sebagai cermin
dari dinamika situasi ekonomi dan politik yang terjadi di dalam maupun luar kawasan
ASEAN. Adapun faktor dinamika eksternal yang dimaksud yaitu seperti kemajuan yang
pesat atas pembentukan European Common MarketI, lambatnya pencapaian kesepakatan
Putaran Uruguay tentang negosiasi perdagangan multilateral, dan juga munculnya
kerjasama NAFTA (North American Free Trade Area). Dinamika eksternal tesebut
dipandang sebagai tantangan yang serius bagi ASEAN dalam menarik investasi asing ke
dalam kawasan ASEAN, Oleh sehingga pembentukan AFTA untuk meningkatkan daya
tarik ASEAN dalam perdagangan dan investasi internasional ini dinilai sangatlah penting.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan suatu bentuk dari kesepakatan
negara-negara ASEAN guna membentuk suatu lingkungan atau kawasan perdagangan
bebas sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis dari produksi dunia serta megembangkan pasar
regional penduduknya. Kehadiran AFTA diharapkan mebawa perubahan yang baik seperti
perekonomian menjadi lebih efisien, bersaing, dan menarik bagi investor ke kawasan
ASEAN. Kawasan perdagangan bebas ASEAN atau AFTA merupakan suatu kawasan di
mana tidak ada hambatan tarif maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota
ASEAN melalui pemberlakuan Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPT)-
AFTA yaitu program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang
disepakati secara kolektif oleh anggota ASEAN.

AFTA pada awalnya ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun yaitu pada
2008, namun dipercepat menjadi tahun 2002 bagi ASEAN-6 selain Vietnam dimana untuk
Vietnam ditargetkan pada 2006, bagi Myanmar dan Laos pada 2008, serta Kamboja pada
tahun 2010.23 Adapun pengurangan tarif dalam AFTA ini hanya dapat diaplikasikan pada
produk-produk yang memenuhi syarat dan standar kandungan muatan lokal atau rules of

21
D Prabowo dan Wardoyo S, AFTA Suatu Pengantar, ( Yogyakarta: BPFE, 1997), p. 9.
22
D. Singh, ASEAN Economic Co-operation Transition and Transformation, (Singapura:
Institute of Southeast Asian Studies, 1997), p. 47
23
G Wuryandari, Menuju ASEAN Vision 2020: Tantangan dan Inisiatif,(Jakarta: PPW-LIPI,
2000), p. 120.
13
origin sebesar 40 persen dari negara-negara anggota. Perancangan CEPT tentunya
dilakukan untuk mewujudkan AFTA, oleh karena itu CEPT memuat aturan-aturan yang
telah disepakati secara kolektif oleh negara ASEAN dalam pelaksanaaan AFTA. Menurut
Adapun barang atau produk yang diatur dalam CEPT dapat di klasifikasikan enjadi empat
bagian yaitu Inclusion list, Temporary Exclusion List, Sensitive List, dan General
Exception List.

Adapun produk-produk yang termasuk dalam inclusion list ialah produk-produk


yang harus diliberalisasi dengan pengenaan pengurangan tarif secepatnya dan terjadwal di
bawah program CEPT dimana tarif harus turun maksimal 0-5 persen pada 2002 untuk
negara-negara ASEAN-6. Sedangkan kelonggaran waktu diberikan bagi Kamboja,
Myanmar, Laos dan Vietnam untuk menerapkannya yaitu pada tahun 2006 untuk Vietnam,
2008 untuk Laos dan Myanmar, serta 2010 untuk Kamboja. Selain itu dalam inclusion list
terdapat pembagian kelompok barang menjadi dua kelompok fast dan normal track. Dalam
daftar Temporary Exclusion List terdapat produk-produk yang dikecualikan sementara
untuk diberlakukan dalam skema CEPT karena ketidaksiapannya. Untuk Sensitive List,
produk yang termasuk dalam kategori ini terdiri dari Unprocessed Agricultural Products.
Dan yang terakhir yaitu General Exception List yang merupakan daftar produk yang
dikecualikan secara permanen dari program CEPT oleh suatu negara. pengecualian
tersebut dikarenakan alasan perlindungan terhadap keamanan nasional, moral masyarakat,
kehidupan dan kesehatan dari setiap makhluk hidup seperti senjata api, amunisi, narkotika
dan sebagainya, serta barang-barang yang memiliki nilai historis, seni, dan arkeologis.
Dalam perkembangannya AFTA berhasil meningkatkan intensitas dan arus perdagangan
dalam kawasan ASEAN dikarenakan penurunan hambatan tarif maupun non-tarif di antara
anggota ASEAN.

1.5 Perjanjian ASEAN Swap Arrangement sebagai Rezim Kerjasama Keuangan


Regional di Asia Tenggara

Kondisi social ekonomi menjadi hal yang sering muncul di Asia Tenggara, dimana
selalu ada interaksi antar idiologi yang berbeda dari setiap negaranya, baik itu negara kecil
maupun negara besar. Hal inilah yang menjadi ancaman untuk ASEAN Plus Three karena
tidak adanya pemimpin yang dapat menyelesaikan konflik. Asia mengalami kegagalan
dalam integrasi politik, hal itulah yang melatar belakangi aspek politik tidak menjadi focus
utama dalam stratei ASEAN Plus Three. Dan para pemimpin negara anggota ASEAN
memilih ekonomi menjadi prioritas.24

Terdapat tiga bidang kerjasama dalam kerangka ASEAN Plus three (APT) Yang
menjadi prioritas diantaranya adalah. Pertama, kerjasama dibidang teknologi informasi dan
e-commerce, Yang kedua, meningkatkan usaha kecil dan menengah. Salah satu hasil yang
telihat dalam pembentukan ASEAN Plus Three ini yaitu dibentuknya Chiang Mai Intiative
(CMI) yang berisikan persetujuan atas pembentukan ASEAN Swap Arrantement (ASA),

24
Yulius M. Kaka, “Tantangan ASEAN+3”, Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248, (Jakarta:
universitas Indonesia, 2017), p. 193.
https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/download/1897/947
14
Bilateral Swap Arrangement (BSAs), dan perjanjian pembelian kembali (Repo) diantara 13
negara. Chiang Mai menyetujuinya karena mencakup Semua negara ASEAN. Lima
negara ASEAN – Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menyetujui
adanya pertukaran ASEAN Swap Arrangament agar dapat memberikan dukungan
likuiditas bagi negara-negara peserta yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran.
ASA mengalami perkembangan dan mencakup sepuluh negara anggota dibawah CMI dan
total jumlah fasilitas dinaikkan sebesar $ 1 Miliar dari jumlah aal sebesar $ 200 juta.25

Inisiatif Chiang Mai merupakan langkah pelaksanaan kerjasama ASEAN Plus three
yang paling jauh. Mereka menyetujui suatu sistem swaps mata uang yang memperbolehkan
suatu negara meminjam dari negara lain dalam jangka pendek untuk mempertahankan diri
terhadap spekulasi mata uang secara besar besaran dan ketidakstabilan finansial. Hal ini
sangat berkaitan dengan fluktuasi mata uang yang merupakan sebab krisis keuangan Asia
di tahun 1997.

ASA diperluas dengan suatu jejaring pengaturan swap bilateral (Bilateral Swap
Arrangement) antara negara-negara ASEAN dan Jepang, Korea dan Tiongkok. Bilateral
Swap Arrangement merupakan fasilitas yang dirancang untuk memberikan bantuan
likuiditas dalam jangka waktu yang singkat dalam bentuk swap dolar Amerika Serikat dan
mata uang domestic bagi negara yang berpartisipasi. RRC dan Jepang melakukan
negosiasi dan menandatangani berbagai swap arrangement. Sedangkan Jepang telah
merundingkan bilateral swap arrangement dengan Korea Selatan sebesar US$ 2 miliar
dengan Thaliland sebesar US$ 3 miliar dengan Filipina sebesar US$ 3 miliar dengan
Malaysia sebesar US$1 miliar. Bahkan 17 miliar yang dimiliki belum cukup untuk
menghadapi serangan spekulasi pasar uang intenasional. Jepang juga melakukan
perundingan dengan Singapura dan Indonesia dan melakukan negosiasi terhadap negara-
negara di Kawasan Asia Tenggara lainnya. 26 negosiasi teus dilakukan antara Tiongkok-
Korea, Korea-Thailand dan telah mencapai angka yang tinggi. Sedangkan Bilateral Swap
Arrangement antara Korea-Malaysia dan Korea-Filipina telah dicapai. BSA antara Jepang-
Korea dan Jepang Malaysia sudah diperbaruhi dengan besaran US$ 7.5 miliar. 27

Dari awal berdirinya CMI, Malaysia telah menentang gagasan mengenai


membangun hubungan antara IMF dan CMI dan merusaha membangun sebuah organisasi
yang mampu melakukan tijauan ekonomi dan dapat mempromosikan dialog kebijakan di
antar negara peseta. Namun, anggota laiinnya khususya Jepang dan China telah
memperdebatkan hubungan Kerjasama dengan IMF pada tahap awal CMIpengembangan
agar lebih kredibel. Dan akhirnya Malaysia dapat menerima hubungan yang terjalin antara
IMF dan BSA dengan persyaratan mekanisme pengawasan formal ditetapkan. Malaysia
menyetujui dengan syarat bahwa negara-negara tersebut merupakan negara-negara yang
25
Jan J. “Teunissen, A Regional Approach to Financial Crisis Prevention”, (Fondad, 2002),
p. 121 https://moam.info/a-regional-approach-to-financial-crisis-prevention-
fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
26
C.P.F. Luhulima, Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), p. 2.
27
Jiro Okamoto, “Japan and The ASEAN Plus Three Process” (Shanghai, RRC, 2020), p. 3.
www.npf.tw/Symposium /s90/990921-TE-3-2.htm
15
membentuk kelompok belajar untuk menganalisis bagaimana organisasi regional berjalan,
dan memantau CMI mengenai struktur dan fungsinya. Sebab negara-negara lain memiliki
prinsip menyetujui CMI seharusnya didukung oleh organisasi regional yang dapat
meninjau perkembangan ekonomi dikawasan, dapat mendorong pengembangan kebijakan
dan koordinasu diantara anggotanya.28

Selain itu, Chiang Mai Initiative (CMI) merupaka suatu hal yang berhasil dari
ASEAN Swap Arrangement. Tahun 2008 tepatnya di Baijing , diadakannya pertemuan,
ditengah pertemuan ASEM para perwakilan negara-negara ASEAN Plus Three
membicarakan mengenai masalah krisis finansial global. Dan menghasilkan kesepakatan
mengenai mendukung upaya percepatan Chiang Mai Initiative Multilateralisasi (CMIM)
yang merupakan perjanjian pengembangan lebih lanjut dari Chiang Mai Initiative (CMI).
Perjanjian CMIM adalah perjanjian multilateral swap mata uang antar negara anggota
ASEAN Plus Three. Perjanjian ini dapat memfasilitasu transaksi secara baik dimana
pengambilan keputusan berdasarkan kontrak tunggal. Dibentuknya CMIM ini memiliki
tujuan yaitu: a. agar dapat mengatasi masalah neraca pembayaran dan likuiditas jangka
pendek yang terjadi dikawasan. b. mampu melengkasi Kerjasama keuangan Internasional
yang ada.29

Selain Kerjasama dibidang keuangan, Jepang dan China juga mengusulkan untuk
mencapai kesepakatan mengenai pasar bebas. ASEAN Plus Three juga berusaha untuk
bekerjasama dalam perdagangan internasional dan regionalnya, informasi dan komuikasi,
pengembangan SDA, UKM dan juga dibidang politik dan keamanan. Jepang memiliki
gagasan “New Miyazawa Plan” pada oktober 1998 keuangan telah mencapai US$ 30
miliar. Jepang memiliki ide untuk Kerjasama bilateral, bukan untuk pembentukan
meknisme regional. Namun, tampaknya mekanisme keuangan regional kini juga diterima
oleh China.30 Gaasan yang lebih besar yaitu bahwa Amerika Serikat dan Asia harus
mengadakan KTT Asia Timur dan bergerak menuju pembangunan jaringan Asia Timur
dan bahkan aliansi Asia Timur.

Gagasan dan prospek suatu perjanjian perdagangan Asia Timur, Asia free trade
area atau, menghadapi berbagai masalah. Secara ekonomi ialah ketidak sediaan Jepang
untuk membuka pasar pertanian, perikanan dan kehutanan. Negara itu takut bahwa produk
produk ASEAN yang lebih murah akan menekan para petani Jepang yang merupakan
massa pendukung Ldp. Lagi pula, perdana menteri Junichiro kozumi tidak tertarik dengan
perdagangan bebas secara regional. Bagi dia perjanjian perdagangan bebas, atau
pengaturan bagi kerjasama ekonomi yang lebih erat, harus menjamin bahwa Jepang
28
Yung C. Park, Beyond the Chiang Mai Initiative: Rationale and Need for a Regional
Monetary Arrangement in East Asia, (Fondad, 2002), p. 124. https://moam.info/a-regional-
approach-to-financial-crisis-prevention-fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
29
Sut,” Chiang Mai Inisiatif Multilateralisasi Diberlakukan”, (Jakarta Selatan, 2010).
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ba9d3601cab5/chiang-mai-inisiatif-
multilateralisasi-diberlakukan/
30
Jiro Okamoto, “Japan and The ASEAN Plus Three Process”
16
mengambil tempat paling utama di Asia Timur karena Jepang merupakan kekuatan
ekonomi yang terbesar, masih empat kali lebih besar dari ekonomi RRC.31 jadi ASEAN
Plus three merupakan mekanisme yang penting untuk melibatkan RRC sebagai anggota
Asia Timur yang konstruktif dan kok operatif, baik dalam bidang ekonomi dan politik hal
ini membawa kita kepada masalah di bidang politik.

1.6 Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC; ASEAN Economic Community) Sebagai


Rezim Kerjasama Ekonomi Regional di Asia Tenggara Untuk Meningkatkan
Arus Perdagangan Barang, Jasa, Investasi Teknologi, dan Sumber Daya Manusia
(SDM) antarnegara ASEAN

ASEAN Economic Commuty (AEC) merupakan salah satu dari tiga pilar utama
ASEAN Community (terdiri dari ASEAN Security Community, ASEAN Economic
Community, ASEAN Sosio-Cultural Community) Meskipun ketiga pilar ASEAN (APSC,
AEC, dan ASCC) adalah sama kedudukannya dan sama penting bagi perkembangan
ASEAN sebagai masyarakat regional, AEC adalah pilar yang paling signifikan karena
melalui pilar ini suatu masyarakat ekonomi yang benar-benar menyatu akan diwujudkan
dan manfaat kerjasama ekonomi akan dapat dirasakan oleh seluruh negara anggota
ASEAN. Pada saat Bali Concord II dideklarasikan pada KTT ASEAN ke Sembilan pada
2003, para pemimpin ASEAN berkomitmen bahwa ‘ASEAN is committed to deepening
and broadening its internal economic integration and linkages with the world economy to
realise an ASEAN Economic Community through a bold, pragmatic and unified strategy’.32

Pada pertemuan ASEAN di Bali pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN
mendeklarasikan langkah-langkah awal menuju ASEAN Economic Community yang
direncanakan akan tercapai pada tahun 2020. ASEAN Ecomonic Community diharapkan
akan menjadi dasar bagi perdagangan barang, jasa, inverstasi, teknologi, dan sumber daya
manusia antarnegara ASEAN.33 AEC sendiri dibentuk sebagai relasi ASEAN terhadap
agresifitas cina dan india yang sangat efektif dalam menarik investasi asing langsung atau
Foreign Direct Investment (FDI). Sebagai negara raksasa tentunya Cina dan India dengan
mudah dapat menarik investor barat daripada ASEAN. Sehingga AEC diharapkan dapat
membuat ASEAN mampu dan menarik Kembali arus investasi asing langsung yang sudah
mulai mengarah kekedua negara raksasa tersebut.

Sebagai rezim Kerjasama Ekonomi regional di asia tenggara AEC tentunya sangat
di harapkan dalam pembangunan negara-negara di ASEAN. Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community/AEC) merupakan kerjasama yang paling signifikan terkait dengan
dampak yang dihasilkan karena keberhasilan AEC akan dapat langsung menaikkan

31
David Wall, “Joizumi Trade Pitch Misses”, (Japan Times, 2002),
http://www.taiwansecurity.org/News/2002/JT-042102.htm
32
Association of Southeast Asian Nations, Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II)
(Association of Southeast Asian Nations, 7 oktober 2003), https://asean.org/declaration-of-asean-
concord-ii-bali-concord-ii-3/?highlight=concert%20bali
33
Mari Pangestu, “southes Asian Regional and international economic cooperation”, in
Weatherbee, International relations in southeast Asia, ( United state of America: Rowman&
Littlefield Publishers, Inc, 2005) p. 187
17
perekonomian dan kesejahteraan kawasan yang akan dirasakan baik pemerintah maupun
individu dari negara-negara anggota ASEAN. AEC bukan merupakan kombinasi pasar
tunggal dan basis produksi, yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat perekonomian dan
level kompetitive kawasan sebagai akibat yang dibawa oleh banyaknya investor asing di
kawasan. Harap diingat bahwa kawasan ASEAN merupakan kawasan dengan penduduk
sebesar 600 juta jiwa sehingga merupakan sebuah pasar potensial bagi perdagangan dunia.
Pembentukan AEC dilakukan dengan menerapkan sistem scorecard yang telah disepakati
negara-negara ASEAN dalam cetak biru AEC.

Pada tahun 2008 kesepakatan ASEAN mengenai Langkah dari AEC sendiri
dirubah, yang semulanya hingga tahun 2020 menjadi tahun 2015-2025 dan ditandatangani
pada perjanjian piagam ASEAN. Dalam blue print AEC, disebutkan bahwa terdapat empat
karakteristik utama AEC yang salingterkait dan mendukung, yaitu, pertama, pasar dan
basis produksi tunggal, yang terdiri dari lima komponen yaitu pergerakan yang bebas
untuk barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Kedua, wilayah yang
memiliki ekonomi berdaya saing tinggi, termasuk membangun kebijakan persaingan yang
sehat, perlindungan konsumen, perlindungan hak cipta, pembangunan infrastruktur,
penghindaran pajak berganda, dan e-commerce untuk mendukung perdagangan online
antar anggota ASEAN. Ketiga, wilayah yang memiliki pembangunan ekonomiyang
berkeadilan, meliputi pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)dan inisiatif integrasi
ASEAN yang bertujuan untuk mengatasi perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antar
anggota ASEAN. Keempat, wilayah yang terintegrasi dengan ekonomi global sepenuhnya,
yang meliputi pendekatan yang koheren untuk membangun hubungan ekonomi eksternal
seperti negosiasi Free Trade Area (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership (CEP)
dan meningkatkan partisipasi dalam jaringan produksi dan distribusi global.34

Dalam keempat karakteristik utama AEC selama dijalankannya Kerjasama-


kerjasama ekonomi, ASEAN dapat menghasilkan beberapa kemajuan-kemajuan dan
prestasi di berbagai bidangnya seperti arus perdagangan barang, jasa, investasi, teknologi
dan sumber daya manusia.

Arus Perdagangan Barang AEC. di bawah ATIGA, Negara-negara Anggota


ASEAN telah menghapus bea masuk sebesar 96,01% dari tarif. Sehubungan dengan
negosiasi untuk Skema Sertifikasi Mandiri ASEAN-lebar, SGP: ASEAN telah menyetujui
5 dari 7 bidang utama perbedaan, dan upaya sedang dilakukan untuk menyelesaikan 2 area
perbedaan yang tersisa dalam tahun ini, jadi bahwa AWSC dapat diimplementasikan pada
tahun 2018. Secara paralel, para pejabat menyusun amandemen ATIGA dan Prosedur
Sertifikasi Operasionalnya (OCPs), untuk membuka jalan bagi pelaksanaannya pada tahun
2018. Fasilitasi Perdagangan. Rencana Aksi Strategis Fasilitasi Perdagangan AEC 2025
(ATF-SAP), yang menentukan tindakan nyata untuk mewujudkan target yang dimandatkan
AEM atas pengurangan biaya transaksi perdagangan sebesar 10% pada tahun 2020, dan

34
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “masyarakat ekonomi
ASEAN”, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 18 April 2018)
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/meaaec

18
penggabungan perdagangan intra-ASEAN antara tahun 2017 dan 2025, adalah diadopsi
oleh Pertemuan Dewan AFTA ke-31 pada bulan September 2017 dan disahkan secara
intersessionally oleh Dewan AEC. Dalam perjanjian-perjanjian negara-negara anggota
ASEAN tersebut bertujuan sepenuhnya untuk saling meringankan beban Bea-Cukai agar
dapat mempermudah arus perdagangan barang antarnegara.35

Dalam arus Perdagangan Jasa. AMS terus mengintensifkan upaya untuk


menyelesaikan Kesepakatan Paket Kesepuluh yang menonjol berdasarkan Persetujuan
Kerangka Kerja ASEAN mengenai Layanan (AFAS), yang merupakan langkah kunci yang
tidak terimplementasi dari Cetak Biru AEC 2015, yang akan selesai pada tahun 2017.
Dalam arus Lingkungan Investasi. Kemajuan yang signifikan dalam memperbaiki
lingkungan investasi di ASEAN telah dilakukan melalui selesainya penandatanganan
Protokol Kedua untuk Mengubah ACIA dengan seluruh AMS, dan penandatanganan
Protokol Ketiga untuk Mengubah ACIA oleh ASEC. Kemajuan substansial juga telah
dicapai dalam FAST Action Agenda on Investment melalui penyelesaian tiga dari keempat
komponennya, yang kesemuanya sesuai dengan Program Kerja Investasi 2016-2025.

Dalam arus Teknologi Informasi Komunikasi (TIK). Pertemuan Pejabat Tinggi


Telekomunikasi dan Informasi ASEAN (TELSOM), pada Retret Pemimpin TELSOM-
ATRC 1 Maret 2017, menyelesaikan dan menyetujui Cybersecurity ASEAN Strategi
Kerjasama untuk menjadi panduan dalam pengembangan kemampuan respon insiden
ASEAN melalui pendekatan terkoordinasi terhadap kerja sama keamanan cyber di ASEAN
dan dengan Mitra Dialog. Dan dalam arus Kerjasama sumber daya manusia AEC sendiri
bekerjasama untuk Memfasilitasi Gerakan Tenaga Kerja Terampil dan Pengunjung Bisnis.
Dilihat dari Tinjauan Jadwal Komitmen (SOC) berdasarkan pada Perjanjian ASEAN
tentang Gerakan Orang Perseorangan (MNP) dan berhasil dimulai pada bulan Mei 2017
sesuai dengan Pasal 7 dari Persetujuan tersebut dan memberikan peluang-peluang baru
terhadap ketenagakerjaan manusia di ASEAN.36

35
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “perdagangan barang”,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 25 juni 2018),
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/perdagangan-barang
36
AEC Council Minister Indonesia, “pencapaian dan kemajuan menuju AEC 2025”,
(Jakarta: AEC Council Minister Indonesia, 25 september 2018)
https://meaindonesia.ekon.go.id/pencapaian-dan-kemajuan-menuju-aec-2025/
19
Daftar Pustaka

Buku
D. Singh, ASEAN Economic Co-operation Transition and Transformation, Singapura:
Institute of Southeast Asian Studies, 1997
G Wuryandari, Menuju ASEAN Vision 2020: Tantangan dan Inisiatif, Jakarta: PPW-LIPI,
2000
Inayati, Ratna Shofi, ASEAN-China: Akselerasi Menuju East Asia Community, Jakarta:
LIPI Press, 2006
Leong, HK dan SCY Ku, China and Southeast Asia Global Changes and Regional
Challenges Singapore: ISEAS, 2005
Luhulima, C.P.F. Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011
Mankiw, George, Pengantar Ekonomi Makro edisi II Inggris: Cambridge Publisher,1999
Pangestu, Mari, “southes Asian Regional and international economic cooperation”, in
Weatherbee, International relations in southeast Asia, United state of America:
Rowman& Littlefield Publishers, Inc, 2005
Prabowo, D dan Wardoyo S, AFTA Suatu Pengantar, Yogyakarta: BPFE, 1997
Todaro, Michel P., Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Jakarta: Erlangga, 1994

Artikel Jurnal (Daring)


Aggarwal, Vinod K. “Bilateral Trade Agreements in the Asia-Pasific: origins, evolution,
and implications,” Vol. 20 No. 2 (2006), https://doi.org/10.1111/j.1467-
8411.2006.00184_2.x.
Hakim, Amrie, “Dasar Hukum Pemberlakuan ACFTA”, Hukum Online.com, Februari 3,
2010, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4b04bef2aa8ee/dasar-
hukum-pemberlakuan-acfta/
Jan J. “Teunissen, A Regional Approach to Financial Crisis Prevention”, (Fondad, 2002),
p. 121 https://moam.info/a-regional-approach-to-financial-crisis-prevention-
fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
Kusuma, Azza Ayullah. “Dampak ASEAN-China free trade agreement (ACFTA) terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 15 (1): 1-
14, ( Universitas Sriwijaya, 2017),
https://media.neliti.com/media/publications/284153-dampak-asean-china-free-
trade-agreement-3c355ab1.pdf
Lesthia K, “ Singapura-Indonesia Kembangkan Wisata Kapal Pesiar,” CNN Indonesia, 15
November, 2016, https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20161115145456-
269-172770/singapura-indonesia-kembangkan-wisata-kapal-pesiarYulius M. Kaka,
“Tantangan ASEAN+3”, Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248, (Jakarta: universitas
Indonesia, 2017), p. 193.
https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/download/1897/947
Muslihati dan David, Analisis Perdagangan Indonesiapasca Pemberlakuan Acfta (Studi
Komparatif Indonesia-China), Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 8, No 2,
(Malang: Universitas Brawijaya, Desember 2010)
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jep/article/view/3614/4120
Okamoto, Jiro. “Japan and The ASEAN Plus Three Process” (Shanghai, RRC, 2020)
www.npf.tw/Symposium /s90/990921-TE-3-2.htm
Park, Yung C. Beyond the Chiang Mai Initiative: Rationale and Need for a Regional
Monetary Arrangement in East Asia, (Fondad, 2002), https://moam.info/a-

20
regional-approach-to-financial-crisis-prevention-
fondad_5b79b2e3097c4715088b4786.html
Rusydiana, Aam S. “Hubungan Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi
Dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah Di Indonesia,” Vol. 4 No. 1
(2009), , https://media.neliti.com/media/publications/271263-hubungan-antara-
perdagangan-internasiona-e277c656.pdf.
Sut,” Chiang Mai Inisiatif Multilateralisasi Diberlakukan”, (Jakarta Selatan, 2010).
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ba9d3601cab5/chiang-mai-inisiatif-
multilateralisasi-diberlakukan/
Wall, David. “Joizumi Trade Pitch Misses”, (Japan Times, 2002),
http://www.taiwansecurity.org/News/2002/JT-042102.htm

Dokumen Pemerintahan (Daring)


AEC Council Minister Indonesia, “pencapaian dan kemajuan menuju AEC 2025”, (Jakarta:
AEC Council Minister Indonesia, 25 september 2018)
https://meaindonesia.ekon.go.id/pencapaian-dan-kemajuan-menuju-aec-2025/

ASEAN, Framework Agreement on Comperhensive Economics Co-operation Between the


Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China
Phnom Penh: ASEAN, 2002
http://www.worldtradelaw.net/document.php?id=fta/agreements/aseanchinafta.pdf
Association of Southeast Asian Nations, Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord
II) (Association of Southeast Asian Nations, 7 oktober 2003),
https://asean.org/declaration-of-asean-concord-ii-bali-concord-ii-3/?
highlight=concert%20bali
Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand (CIMT) Growth Triangle Subregional
Cooperation “Country Information Introduction” (Malaysia: imtgt, 2020)
https://imtgt.org/country-information/.
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “masyarakat ekonomi
ASEAN”, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 18
April 2018) http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/meaaec
Direktorat jendral perundingan dan perdagangan internasional, “perdagangan barang”,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, 25 juni
2018), http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean/perdagangan-barang
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerja Sama Regional Indonesia-Malaysia-
Thailand Growth Triangle (IMT-GT) (Jakarta Pusat: Kemlu, 2019),
https://kemlu.go.id/portal/i/read/162/halaman_list_lainnya/indonesia-malaysia-
thailand-growth-triangle-imt-gt#.
Kementrian PPN/ Bappenas “Hubungan Bilateral Indonesia-Cina Terus Meningkat”
(Bapenas, 3 desember 2009)
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/features/hubungan-bilateral-
indonesia---china-terus-meningkat/
Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Indonesia-Singapura Tindak Lanjuti
Kerja Sama Ekonomi ( Jakarta Pusat: Setneg, 2018)
https://www.setneg.go.id/baca/index/indonesia_singapura_tindak_lanjuti_kerja_sa
ma_ekonomi. .
Wonderful Indonesia, Press Release “Penandatanganan MoU Kerja Sama Pariwisata antara
Indonesia dan Singapura” (Jakarta: Kemenparekraf, 2016),

21
https://www.kemenparekraf.go.id/post/press-release-penandatanganan-mou-kerja-
sama-pariwisata-antara-indonesia-dan-singapura.

22

Anda mungkin juga menyukai