Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN

BLOK PERDAGANGAN INDONESIA

Pada era yang semakin pesat dengan kemajuan integritas pertumbuhan


ekonomi, menjadikan setiap negara bersaing secara kompeten dan terlibat ke dalam
perdagangan internasional. Perdagangan internasional membawa pengaruh besar
yang saling berkaitan bagi setiap negara di dunia, terlebih dalam konteks kawasan.
Pengaruh tersebut misalnya pemberlakuan batasan-batasan tentang aturan
perdagangan bebas yang mengakibatkan sejumlah aliran aktivitas kegiatan keluar
masuk barang antarkawasan menjadi terhambat. Maka diperlukan sebuah kebijakan
mengenai aturan main dalam perdagangan internasional sekawasan. Adanya
kebijakan dari perjanjian bertujuan untuk mengurangi hambatan-hambatan berupa
tarif maupun penghapusan non-tarif, serta berbagai bentuk proteksi ekonomi lainnya
ketika melewati batas negara sesuai dengan kesepakatan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan terlebih dahulu. Apabila dilihat dari kacamata internasional,
terbentuknya kebijakan perjanjian ini juga dimaksudkan agar terjalinnya sebuah
hubungan serta dapat mempererat adanya jalinan kerja sama yang dibina antara
negara bersangkutan.
Seiring berjalannya waktu, perdagangan internasional kini telah
mengalami perubahan yang pesat, begitu juga dengan sistem perekonomian negara
dalam upaya penerapannya yang diciptakan dengan formulasi yang sesuai dengan
landasan perdagangan internasional. Apabila dalam pelaksanaannya berjalan
dengan mulus tanpa adanya suatu hambatan, maka akan membawa hasil yang
bermanfaat bagi setiap negara yang sedang melakukan pengembangan
perekonomiannya, dan hal itu demikian juga bisa dirasakan oleh warga negara
sekawasan. Mengingat kembali perkembangan arus perdagangan bebas yang
semakin membawa perubahan, hal itu menimbulkan kegelisahan sejumlah negara-
negara berkembang tidak memungkinkan untuk bersaing dengan negara maju yang
mana negara maju dapat secara terus-menerus mengeksploitasi industri negara
berkembang, serta menimbulkan perasaan insecure karena telah membatasi
standar kualitas dari yang lainnya. Akan tetapi, asumsi lain yang timbul terkait
perdagangan bebas juga memunculkan upaya pencapaian positif bagi keunggulan
ekonomi berskala besar bagi setiap negara, selain itu dapat juga bertujuan untuk
mempererat hubungan liberalisasi antar beberapa negara, serta mampu mendorong
pencapaian sebuah negara atas persaingan pasar yang kompetitif.
Mengingat kembali adanya rasa gelisah yang mengarah sikap
diskriminatif terhadap negara-negara berkembang membuat semakin tak
terherankan bila banyak yang mencerminkan mereka selalu bergantung kepada
negara-negara maju dalam hal perdagangan internasionalnya. Seperti yang kita
ketahui bahwa hampir keseluruhan yang terlibat dalam perdagangan dunia
dilaksanakan oleh negara-negara maju itu sendiri. ASEAN merupakan salah satu
organisasi internasional yang berbasis kawasan di Asia Tenggara. Salah satu
tujuannya dilandaskan oleh pilar ASEAN, yakni meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, pengembangan sosial dan budaya, serta menjaga perdamaian dan
stabilitas regionalnya. ASEAN menyadari pentingnya sebuah integrasi ekonomi
dalam melakukan perdagangan di pasar global maupun internasional. Hal itu
diharapkan mampu memberi peluang atau manfaat dalam memajukan
perekonomian bagi setiap negara anggotanya atau bahkan dalam kawasannya
sendiri.

Perkembangan Perdagangan Bebas ASEAN


Segala aktivitas penerapan kerja sama yang berfokus pada peningkatan
ekonomi ASEAN sejatinya sudah pernah dilakukan setelah KTT Pertama ASEAN di
Bali pada 1976. Namun disayangkan, beberapa tahap-tahap upaya yang telah
dilakukan tampaknya tidak dapat bertahan hingga tidak membawa keuntungan bagi
setiap negara anggota ASEAN itu sendiri. Selaras dengan tumbuhnya proses
liberalisasi perdagangan yang dimulai dengan General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) sejak 1947, sistem perdagangan yang bersifat liberal ini menjadi titik
acuan bagi setiap negara di dunia dengan harapan mampu meningkatkan angka
kenaikan kebutuhan dan pertumbuhan ekonominya. Akhirnya hal itu memicu
perubahan bagi dunia yang ditandai dengan penurunan atau bahkan penghapusan
tarif maupun non-tarif sebagai salah satu hambatan perdagangan internasional.
Begitu halnya yang terjadi di ASEAN untuk berinisiatif membentuk ASEAN Free
Trade Area (AFTA) sebagai kesepakatan di antara negara-negara anggotanya agar
menjadikan kawasan yang bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan regionalnya, serta pada perkembangan selanjutnya,
pelaksanaan liberalisasi terhadap aliran bebas barang merupakan salah satu
elemen utama dalam mewujudkan ASEAN sebagai pasar bersama berdasarkan
produksi.
Lambat laun, masuk pada pertemuan KTT ASEAN keempat di Singapura
tahun 1992, AFTA hadir memberikan peluang bagi sejumlah aktivitas kerjasama
perdagangan ASEAN dengan menyepakati bersama untuk diberlakukannya sistem
liberalisasi perdagangan bebas yang mana sistem GATT tersebut dilakukan di
kawasan ASEAN. AFTA sendiri dibentuk dengan tujuan sebagai langkah dari
kemajuan cita-cita pembangunan ASEAN untuk mengejar ketertinggalan daya saing
produksi basis dunia, seperti bisa dibandingkan dengan kerjasama regional kawasan
maju Eropa maupun Amerika. Tentunya hal ini memberikan kesan terhadap usaha
yang telah dijalankannya secara efektif menyatakan bahwa tiap negara anggota
ASEAN dapat mampu melaksanakan berbagai kesepakatan AFTA secara bertahap
dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas perdagangan (ASEAN Secretariat,
2020).

Jalur Kemudahan Investasi


Pelaksanaan salah satu pilar ASEAN, meningkatkan integrasi
kepentingan ekonomi dengan cara menurunkan tarif kegiatan keluar masuknya
barang, merupakan sebuah hasil usaha guna menciptakan integrasi sekawasan
yang lebih kuat. Tujuan tersebut saling berkaitan antara satu dengan tujuan pilar
lainnya. Pelaksanaannya telah diwujudkan dengan sejumlah penghapusan kendala
tarif maupun non-tarif yang dijalankan oleh AFTA melalui Common Effective
Preferential Tariff (CEPT), yang sesuai dengan konsep teoritis kebijakan liberalisasi
ekonomi yang mencakup 12 hasil produksi di sektor pertanian, otomotif, elektronik,
e-ASEAN, angkatan udara, perikanan, kesehatan, produksi karet, tekstil dan
pakaian, pariwisata, produksi kayu, serta pelayanan logistik (ASEAN Secretariat,
2020).
Pelaksanaan skim CEPT yang diterapkan membawa sejumlah
peningkatan terhadap pergerakan aliran barang-barang produksi yang bersaing.
Terlebih lagi sejatinya ASEAN telah dinilai oleh United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report 2014, menyebutkan
bahwa kawasan ASEAN merupakan kawasan yang dapat meningkatkan dan
memberikan peluang terhadap aliran investasi asing langsung (FDI) (Kemenkeu,
2020). Contohnya pada Singapura yang menempatkan posisinya pertama dan posisi
kedua diraih oleh Indonesia. Hal ini tercatat dalam catatan rentang tahun 2009
hingga 2012, bahwa FDI yang masuk ke ASEAN meningkat secara signifikan dari
US$47 miliar menjadi US$118 miliar. Hingga 2013 silam, FDI ke ASEAN meningkat
lagi menjadi US$125 miliar (Kemenkeu, 2020).

Pelayanan Bebas Administratif


Perwujudan yang telah dilakukan oleh AFTA sendiri berkaitan dengan
fasilitas sebagai akses kemudahan dalam aktivitas perdagangan melalui penilaian
kerjasama bea cukai, yang didasarkan atas dasar penilaian ataupun standar-standar
ketentuan yang sudah terverifikasi sebagai pemenuh syarat produk unggul, yang
mana nantinya barang atau produksi yang dihasilkan oleh ASEAN dapat mampu
bersaing di pasar domestik maupun internasional. Seiring dalam pelaksanaannya
bea cukai menerapkan kegiatan perdagangannya yakni memberikan fasilitas di
bidang kepabeanan dan cukai. Fasilitas yang dimaksud di bidang tersebut justru
lebih mengarah kepada penghapusan kendala non-tarif yang selama ini diupayakan
dengan penegasan kembali kesepahaman terhadap penyesuaian kebijakan, serta
ketentuan non-tarif yang selama ini menjadi kendala perdagangan melalui
peningkatan transparansi. Demikian tujuan untuk memfasilitasi tersebut
dimaksudkan agar lebih jelas terarah, sehingga selama proses perizinannya tidak
akan menyita waktu, lebih praktis dan dapat meminimalisir biaya, serta
meningkatkan perdagangan sekawasan intra ASEAN maupun global.

Terancam Proteksi Nasional


Banyak asumsi yang muncul terhadap kehadiran AFTA sebagai arus
perdagangan ASEAN yang membawa perubahan cukup pesat. Karena dengan
kemunculan AFTA sendiri khususnya dalam pelaksanaan arus perdagangan
produksi negara-negara anggotanya, menjadikan lebih bebas diperjual belikan, lebih
memberikan kemudahan tanpa adanya suatu hambatan berupa pembatasan tarif.
Banyak kajian yang menyajikan hal-hal pemberitaan mengenai kinerja integrasi yang
dilakukan oleh AFTA kiranya merupakan sebuah hal yang wajar diperbincangkan
sebagai masyarakat internasional. Akan tetapi ada satu hal yang mana bisa
diasumsikan bahwa hal ini membawa pengaruh sebagai ancaman bahkan suatu hal
yang harus dikhawatirkan bagi pemerintah setiap negara untuk kedepannya. Selain
dari mitra integrasi yang dirasakan oleh negara sekawasan, bisa dibayangkan jika
pasar ASEAN semakin berkembang besar maka sebagai masyarakat ASEAN kita
juga menjadi lebih konsumtif memanfaatkan produk yang beredar di negara kita
dengan didapatkan cara yang mudah. Namun demikian, di sisi lain hal itu tentunya
membawa pengaruh terhadap masyarakat lokal menjadi semakin konsumtif akan
berlebihnya produk asing yang masuk secara terus menerus, sehingga hal itu
tentunya membuat barang asing pun bisa menjadi lebih murah dengan jumlah uang
yang setara dibandingkan sebelum jauh kehadiran AFTA.
Jika hal ini terus terjadi untuk kedepannya jauh dimana sebelum AFTA
dibentuk, maka perkembangan ekonomi nasional akan terganggu. Contohnya dapat
kita lihat bahwa produsen barang lokal yang tidak kuat bersaing dengan produsen
dari negara maju lainnya, ataupun sesama dengan negara anggota ASEAN lainnya,
bisa saja terancam akan mengurangi angka para produsen barang lokal. Akibatnya
hal ini mengakibatkan masalah-masalah atau persoalan sosial yang mana
menambahkan angka pengangguran semakin bermunculan pada setiap negara.
Mengingat kembali perkembangan dari perjalanan AFTA sudah melaksanakan
secara bertahap terlebih lagi melalui kerangka penetapan tarif bea masuk atas
importasi barang (common effective preferential tarif /CEPT). Sepertinya harus
terdapat nilai-nilai kritik dan saran dari tindakan kajian yang berkaitan dengan
liberalisasi ekonomi. Sebab, nampaknya perlu dikembangkan oleh sejumlah
kelompok-kelompok aktivitas penggerak sesuai bidangnya, sehingga bisa
melahirkan lagi daya saing yang memiliki keunggulan pada negara sekawasan yang
merasakan.
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau ASEAN Free Trade
Area (AFTA) merupakan sebuah kesepakatan yang telah dibentuk oleh ASEAN
dalam peningkatan daya saing ASEAN sebagai pusat pasaran dunia melalui
penghapusan halangan tarif maupun non-tarif ASEAN. Berdasarkan pelaksanaan
kebijakan liberalisasi ekonominya, hal ini membawa pengaruh terhadap kepentingan
politik dan sosial lainnya. Sebab sejauh perjalanan ASEAN dalam penerapan
pilarnya juga diuntungkan oleh kondisi politik yang cenderung stabil dibanding
dengan kawasan negara lain. Pernyataan ini membawa perubahan rezim yang
dapat meningkatkan daya saing ASEAN ke arah yang lebih bebas dan terbuka.
Serta memberikan ruang untuk berintegrasi dengan metode memperkuat dan
meningkatkan aktivitas jaringan industri di antara negara ASEAN yang saling
berkaitan. Sehingga, dengan dikemukakannya pernyataan perubahan rezim ke arah
lebih bebas dan terbuka ini dapat membawakan hasil kemajuan rezim ASEAN ke
arah perdagangan bebas ASEAN sekawasan basis internasional.
Berbagai penerapan yang dijalankan telah dilaksanakan oleh ASEAN
untuk mencapai sebuah goals dari ASEAN dan bagi ASEAN itu sendiri. Dalam
konteks ekonomi, menjalankan sebuah integrasi ekonomi memang merujuk kepada
sebuah perwujudan kerjasama dalam bentuk pasar bersama, kawasan perdagangan
bebas, serta norma-norma integrasi ekonomi. Dengan dilaksanakannya sejumlah
penerapan dari integrasi ekonomi, maka demikian terlihat jelas berhubungan dari
berbagai jenis integrasi ekonomi dan karakter yang menyertainya. Hal itu karena
dengan adanya kemajuan akan perkembangan integrasi ekonomi dapat menyertai
terwujudnya keamanan, kedamaian, serta stabilitas tahapan untuk menempuh
integrasi yang harmonis dalam kesatu paduan bersama terhadap kerjasama
sekawasan ASEAN.
Demikian pula halnya, sepertinya dalam penggerak mutu bukan hanya
saja dilakukan oleh AFTA sendiri melainkan AFTA juga membutuhkan dukungan
penuh oleh penggerak anggota negaranya yang mana dapat memproses kualitas
kebutuhan pasar global maupun internasional dengan daya saing yang tidak kalah
dengan negara kawasan maju lainnya. Sebab kembali lagi terhadap penerapan yang
sudah dilakukan sejauh mana AFTA telah menerapkan hasil yang efisien sehingga
menjadikan kawasan yang lebih unggul dalam penggerak bidang ekonomi kegiatan
sekawasan. Terlebih lagi dalam penggalian potensi investasi yang cukup besar di
ASEAN yang mana merupakan sebuah peluang yang harus dikelola dengan baik
oleh ASEAN sendiri. Setidaknya hal seperti itu yang dapat dijadikan sebagai patokan
atas keberhasilan upaya penerapan AFTA dalam mewujudkan cita-citanya.

Blok Perdagangan RCEP


Blok perjanjian dagang paling fenomenal di dunia pada tahun 2019
terbentuknya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang terdiri
dari 10 negara ASEAN dengan China, Jepang, Korea Selatan, Australia dan
Selqandia Baru. Perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia ini terbentuk di
tengah ancaman deglobalisasi dan trade protectionism sebagai konsekuensi dari
pandemi Covid-19 dan meningkatnya tensi geopolitik Washington dan
Beijing. Perjanjian dagang ini bakal menjangkau pasar senilai US$ 25,84 triliun atau
29,5% dari total output global dengan populasi konsumen mencapai 2,3 miliar.
Kerjasama dagang dan ekonomi yang baru terbentuk ini bahkan lebih besar dari Uni
Eropa maupun perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA).
RCEP punya cita-cita yang ambisius meski banyak juga pihak yang
memandang blok dagang ini hanya bersifat simbolik saja. Dalam sebuah press
release, tujuan dibentuknya kerja sama regional Asia-Pasifik ini adalah untuk
mewujudkan kemitraan ekonomi yang modern, komprehensif, berkualitas tinggi, dan
saling menguntungkan. Kerja sama regional negara Asia Pasifik ini juga dibentuk
guna memfasilitasi perluasan perdagangan regional dan investasi dan berkontribusi
pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global, dengan mempertimbangkan
tahap perkembangan dan kebutuhan ekonomi para anggota terutama bagi yang
kurang berkembang. RCEP memang melibatkan negara-negara kaya seperti Jepang
dan Singapura sampai negara yang cenderung miskin seperti Laos dan
Myanmar. Model kooperasi perdagangan plurilateral ini bakal menerapkan
pemangkasan tarif hingga 90% dalam kurun waktu 20 tahun, tentunya setelah setiap
negara meratifikasinya.
RCEP akhirnya sah setelah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald
Trump menarik diri dari kerja sama yang diberi nama Trans-Pasific Partnership
(TPP) dua tahun silam. Beberapa negara anggota RCEP juga adalah negara yang
tergabung dalam TPP sebelumnya.Bagi pihak yang skeptis, RCEP dinilai hanya
akan menguntungkan segelintir negara saja seperti China, Jepang dan Korea
Selatan yang memang menjadi pusat industri manufaktur serta mengusai
perdagangan. Itulah kenapa India memilih untuk menarik diri dari RCEP karena
khawatir bahwa industri domestiknya bakal digempur habis-habisan oleh impor
produk dengan harga miring dari China. Apalagi hubungan India dan China juga
belakangan ini memanas seiring dengan konfrontasi militer yang terjadi di daerah
perbatasan beberapa waktu lalu. Dominansi China dalam perdagangan memang tak
bisa dipungkiri. Di antara negara-negara anggota RCEP, China menjadi satu-
satunya negara dengan nilai perdagangan paling besar.
Di dalam RCEP juga tidak ada satu negara pun yang dianggap sebagai
natural leader layaknya Amerika, meski secara de facto China menjadi negara
dengan perekonomian terbesar dalam blok dagang tersebut. Dengan skenario
RCEP total ekspor pada 2030 bakal terdongkrak.Namun dampak bagi masing-
masing negara akan berbeda. Bagi negara anggota RCEP dampaknya positif
sementara bagi India dan AS yang tidak terlibat dampaknya bersifat negatif. Bagi
China, Jepang dan Korea Selatan dampak RCEP terhadap ekspor dan real
income ketiga negara tersebut tergolong besar ketimbang dengan negara-negara
anggota lainnya. Bagi RI, dampaknya positif tetapi size-nya terbilang masih minim.
Namun sekali lagi aspek kualitas dari perjanjian dagang tersebut hingga daya saing
suatu negara juga akan sangat menentukan apakah anggota dari blok dagang bisa
memaksimalkan dampak positif dari kerja sama yang disepakati. Bagi Indonesia
yang menderita penyakit kronis yaitu defisit neraca dagang artinya harus bersiap diri
membangun daya saing dari sisi kualitas produk, inovasi, produktivitas hingga
keterjangkauan harga, karena tanpa semua aspek tadi mustahil dampak
perdagangan bebas yang besar akan dirasakan oleh suatu negara. Menariknya lagi,
struktur ekonomi negara-negara anggota RCEP juga cenderung kompetitif
ketimbang komparatif.
Referensi

ASEAN Investment Report 2012. The Changing FDI Landscape. Jakarta: ASEAN
Secretariat,2020.(https://www.asean.org/storage/images/2013/other_documents/AIR%202012%20Fin
al%20(July%202013).pdf Diakses pada tanggal 30 Juli 2020).

Yunia, Elfira. 2020. Peluang Integrasi Perdagangan Bebas ASEAN melalui AFTA. Jakarta : P2W-LIPI.
http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/peluang-integrasi-perdagangan-bebas-asean-melalui-
afta.html. Diakses pada tanggal 11 November 2021

Tim Riset CNBC Indonesia. Blok Dagang Terbesar Dunia Lahir, Siapa Untung & Buntung?
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201117123956-4-202432/blok-dagang-terbesar-
dunia-lahir-siapa-untung-buntung/2. Diakses pada tanggal 11 November 2021

Anda mungkin juga menyukai