Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan yang amat cepat di bidang komunikasi dan teknologi,

menyebabkan bangsa-bangsa dapat saling berhubungan dan saling melihat dalam

hitungan detik. Dalam hal ini perlindungan konsumen harus mendapat perhatian

yang lebih karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi

Indonesia, yang juga telah berkaitan dengan ekonomi. Persaingan perdagangan

internasional dapat membawa implikasi negatif bagi perlindungan konsumen.

Globalisasi ekonomi sebenarnya telah terjadi sejak lama yaitu sejak zaman

kolonial Belanda. Pada masa tersebut hasil bumi Indonesia dengan perdagangan

rempah-rempahnya telah mencapai Eropa dan Amerika juga sebaliknya, impor

tekstil dan barang-barang berupa mesin alat pabrik betapapun sederhananya, telah

berlangsung lama.

Perdagangan bebas dikatakan membawa keuntungan ekonomi bagi para

pesertanya dan akan mengurangi kesenjangan antar negara. “Free trade” akan

meningkatkan “Economic Growth” yang selanjutnya akan membawa perbaikan

standar kehidupan. Hal tersebut ditandai dengan kenaikan rata-rata pendapatan

penduduk tiap tahunnya, Dalam kenyataannya hal itu adalah sebagian dari

skenario. Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang

berdasarkan persaingan, selalu ada yang “menang” dan ada yang “kalah”.

Perdagangan bebas juga menambah kebebasan antara negara-negara maju dan

1
2

negara-negara pinggiran, yang akan membawa akibat kepada komposisi

masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Ini adalah kecenderungan sejak

berakhirnya Perang Dunia II. Bertambahnya uang negara-negara dunia ketiga,

tidak seimbangnya neraca perdagangan, buruknya kehidupan kondisi buruh dan

lingkungan hidup dan tiadanya perlindungan konsumen adalah sebagian dari

gejala-gejala negara-negara yang kalah dalam perdagangan bebas.

Manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat akan saling berhubungan

satu sama lainnya dan hubungan itu tidak saja dibidang sosial, budaya, politik dan

ekonomi akan tetapi mencakup bidang hukum.

Sebagaimana yang kita ketahui dewasa ini perkembangan masyarakat/

bangsa Indonesia telah sedemikian pesatnya sehingga hal in jelas memberikan

pengaruh di seluruh sektor kehidupan, berhubungan juga pesatnya perkembangan/

kemajuan tersebut, setiap perbuatan juga menghendaki keselarasan dengan tingkat

kemajuan yang dijalani itu.

Dalam masalah ini di jumpai titik temu diantara sektor perekonomian

dengan bidang hukum, yang saling mengisi satu sama lainnya. Pesatnya

perkembangan dunia di era perdagangan bebas ini, terutama di bidang

perdagangan, menyebabkan bertambah majunya cara-cara dan usaha kaum

produsen untuk mengembangkan bidang usahanya, baik produsen barang maupun

jasa.

Kemajuan dan kepesatan di era perdagangan bebas tadi sedemikian rupa

sehingga para konsumen sering dirugikan, karena faktor-faktor tertentu. Faktor-

faktor tersebut antara lain kepentingan ekonomi produsen, pemanfaatan


3

kelemahan pengawasan kualitas makanan di negara dunia ketiga oleh negara maju

untuk memasarkan produknya di negara-negara tersebut, padahal yang dipasarkan

tersebut oleh negara-negara maju.

Demikian juga di Era Perdagangan Bebas ASEAN. Sejarah MEA diawali

dari perjanjian bersama pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang digelar di

Kuala Lumpur, Malaysia yang menghasilkan satu visi bersama negara-negara

Asia Tenggara (ASEAN Vision 2020). Tujuannya menjadikan kawasan Asia

Tenggara sebagai kawasan yang makmur dengan pembangunan serta

pengembangan ekonomi yang merata di tiap-tiap negara yang menjadi

anggotanya.

KTT di Bali, Indonesia pada Oktober 2003  menelurkan hasil yang hampir

sama dengan KTT 1997. Pada KTT di Bali tersebut, para pemimpin negara-

negara ASEAN menyatakan pentingnya mengintegrasikan Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) sebagai satu tujuan utama dalam integrasi perilaku ekonomi di

kawasan regional yang akan diterapkan tahun 2020.

KTT selanjutnya pada 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia melahirkan

konsensus baru. Isinya menyatakan bahwa tahun diberlakukannya MEA

dimajukan. Yang awalnya tahun 2020 menjadi tahun 2015. Konsensus tersebut

melahirkan deklarasi yang disebut dengan Deklarasi Cebu. Dengan

ditandatanganinya Deklarasi Cebu maka keputusan konsensus dari tahun ke tahun

menjadi satu langkah nyata untuk menjadikan ASEAN sebagai daerah


4

perdagangan bebas yang meliputi seluruh komponen aktivitas ekonomi. Mulai

dari barang, tenaga kerja (terampil), investasi, modal, sampai jasa.1

Walaupun berbasis ekonomi, namun MEA memiliki tujuan lain yang

secara garis besar adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di kawasan Asia Tenggara. Beberapa tujuan pembentukan MEA tersebut adalah:

1. Menjadikan negara-negara anggota ASEAN mendapatkan kesempatan untuk

mengembangkan ekonominya secara merata,

2. Menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dengan produksi berbasis

Internasional,

3. Menjadikan ASEAN sebagai daerah dengan daya saing ekonomi yang tinggi,

4. Menjadikan ASEAN sebagai daerah yang terintegrasi dengan perekonomian

global.

Secara umum, dampak pasar bebas Asean bagi Indonesia terdiri dari dua

jenis. dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pasar bebas Asean

bagi Indonesia adalah:

1. Meningkatkan Produksi Dalam Negeri

Karena jangkauan pasarnya yang semakin luas, permintaan terhadap

produk akan terus meningkat sehingga produksi produk semakin ditambah. Hal

ini merupakan dampak pasar bebas ASEAN yang sangat menguntungkan karena

akan menambah penghasilan negara karena penjualan.

1
https://www.cermati.com/artikel/masyarakat-ekonomi-asean-mea-inilah-yang-perlu-
diketahui, diakses tanggal 18 Agustus 2018
5

2. Menghilangkan Hambatan Dalam Perdagangan

Salah satu hambatan yang dimiliki dalam berdagang adalah jangkauan

pasar yang sempit dan terbatas. Namun dengan pasar bebas ASEAN hambatan

tersebut dapat teratasi karena jangkauan pasar yang sangat luas dan tidak terbatas.

Inilah kenapa menjadi anggota dari MEA merupakan sikap Indonesia terhadap

kawasan perdagangan di Asia Tenggara yang sangat tepat karena mampu

meningkatkan nilai ekonomi masyarakat lokal.

3. Meningkatkan Jumlah Pendapatan Anggaran Melalui Ekspor

Semakin bertambahnya kuantitas produksi barang yang mengimbangi

permintaan pasar bebas Asean menjadikan Indonesia menambah jumlah ekspor

barang keluar negeri. Semakin besar jumlahnya akan semakin besar pula

pendapatan yang didapatkan.

4. Menambah Devisa Negara Melalui Impor

Dampak pasar bebas Asean tidak hanya membuat Indonesia menambah

jumlah ekspor melainkan juga bertambahnya jumlah impor barang yang masuk

dari negara lain untuk dipasarkan di pasar lokal. Semakin banyak barang impor

yang masuk akan semakin bertambah pula penghasilan negara melalui biaya bea

cukai.

5. Meningkatkan Lapangan Pekerjaan

Meningkatnya permintaan produk membuat banyak produsen harus

mengejar target untuk menutupi pesanan. Untuk mencukupinya, biasanya

produsen akan menambah jumlah tenaga kerja sehingga jumlah lowongan

pekerjaan akan semakin bertambah dan jumlah pengangguran akan berkurang.


6

6. Meningkatkan Kemajuan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Dampak pasar bebas Asean selanjutnya adalah tingginya persaingan

sehingga kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan agar

produsen selalu bisa melakukan inovasi sehingga produknya tidak kehilangan

konsumen. Itulah kenapa masyarakat yang ikut terlibat dalam pasar bebas selalu

lebih pintar dan up date terhadap informasi terbaru.

Dampak negatif dari pasar bebas Asean bagi Indonesia adalah:

1. Produk Dalam Negeri Kalah Saing

Dampak pasar bebas Asean ternyata ada yang negatif bagi negara yang

mengikutinya seperti produk lokal yang kurang peminatnya karena semakin

bertambahnya produk impor yang masuk.

2. Meningkatnya Eksploitasi SDA Untuk Produksi

Bertambahnya permintaan merupakan sesuatu yang baik bagi seorang

produsen. Hanya saja ada satu permasalahan yang harus mereka pikirkan:

bagaimana mereka mendapatkan bahan baku. Dan salah satu cara pemenuhan

bahan baku ini adalah dengan melakukan eksploitasi sumber daya alam seperti

penggundulan hutan untuk mendapatkan kayu sebagai bahan baku pembuatan

kertas.

Pemenuhan bahan baku termasuk salah satu hambatan perdagangan

Internasional yang banyak dihadapi negara-negara berkembang. Sulitnya mencari

bahan baku inilah yang menjadikan banyak produk-produk yang ada dipasaran

tiba-tiba hilang begitu aja.


7

3. Menimbulkan Ketergantungan Dengan Negara Maju

Dengan banyaknya produk impor yang masuk menjadikan masyarakat

merasa familiar terhadap mereka sehingga menimbulkan ketergantungan. Tidak

hanya ketergantungan kepada produk namun juga ketergantungan kepada

produsen dan negara yang memproduksinya. Ketergantungan inilah yang dapat

berdampak buruk bagi sebuah negara. Dan inilah salah satu faktor pendorong

terbentuknya ASEAN untuk menjadikan negara-negara di Asia Tenggara menjadi

negara yang kuat dan mandiri.

4. Jika Kalah Saing, Akan Meningkatkan Jumlah Pengangguran

Selain kehilangan peminatnya, produk lokal yang kalah saing secara

produksi produk tersebut pasti akan mengurangi jumlah pekerjanya untuk

mengurangi biaya produksinya sehingga jumlah pengangguran bertambah.

Masalah pengangguran inilah yang sering kali menjadi agenda dalam rapat kerja

sebagai bentuk kerjasama Internasional karena perdagangan bebas.2

Dalam kaitannya dengan Indonesia, sangat diperlukan peranan Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia untuk mengantisipasi dan melindungi kepentingan

konsumen di Indonesia.

Atas dasar uraian latar belakang dan kenyataan diatas, maka disusunlah

tesis yang brjudul “PERANAN PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT

DISTRIBUSI BARANG DAN JASA ERA PASAR BEBAS ASEAN”

2
https://materiips.com/dampak-pasar-bebas-asean , diakses tanggal 18 Agustus 2018
8

B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam tesis ini adalah :

1. Bagaimanakah hak konsumen dakam perundang-undangan Indonesia ?

2. Bagaimanakah peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam

perlindungan konsumen Indonesia ?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen Indonesia pada era pasar

bebas ASEAN ?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis hak konsumen Indonesia.

2. Untuk menganalisis peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam

perlindungan konsumen pada era pasar bebas ASEAN.

3. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap konsumen Indonesia pada

era pasar bebas ASEAN.

D. Manfaat Penelitian.

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi kepentingan yang

bersifat teoritis dan praktis.

a. Bersifat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pikiran dibidang

ilmu hukum dan terutama bagi perlindungan konsumen Indonesia Pada Era

Perdagangan Bebas ASEAN, juga dari penelitian ini diharapkan dapat


9

menambah khasanah pengetahuan yang bermanfaat serta dapat menjadi

rujukan bagi penelitian selanjutnya yang membahas masalah perlindungan

konsumen.

b. Bersifat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengetahui

dan memahami secara mendalam tentang Perlindungan Konsumen Indonesia

dalam kaitannya dengan perdagangan bebas khususnya ASEAN..

E. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut Sajipto Raharjo kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis sipenulis mengenai suatu

permasalahan, yang menjadi bahan perimbangan, pegangan yang mungkin

disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan ekternal dalam penelitian

ini.3

Kegunaan kerangka teori menurut Soerjono Soekanto adalah :

1. Berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang


hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2. Berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-defenisi.
3. Biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal-halk yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.
4. Memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut akan timbul lagi pada
masa-masa mendatang.4

3
Soecipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 254
4
Sorjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 121.
10

Oleh karena objek penelitian penulis adalah mengenai perlindungan

konsumen, maka teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan

perlindungan hukum. Teori ini didasarkan kepada tujuan diadakannya UU No 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan tujuan

diadakannya undang-undang perlidungan konsumen adalah :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

Dari keenam tujuan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan perlindungan

konsumen adalah untuk memberikan kepastian hukum baik kepada pelaku usaha

maupun kepada konsumen itu sendiri.

Lili Rasyidi dan LB Wysa Putra menyebutkan bahwa hukum dapat

difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif

dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.5

Istilah “perlindungan konsumen”, berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun

materi yang mendapat perlindungan itu bukan sekedar fisik melainkan terlebih-

5
Lili Rasyidi dan LB Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya,
Bandung, 1993, hal. 118.
11

lebih haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen

sebenarnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak

konsumen.

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

3. Hak untuk memilih (the right to choose)

4. Hak untuk di dengar (the right to be hear)

Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,

organisasi-organisasi konsumen yang bergabung dalam The International

Organization Of Consumers Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak,

seperti hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik serta sehat. Namun tidak

semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Mereka

bebas menerima semua atau sebagian YLKI misalnya, memutuskan untuk

menambah satu hak lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen, yaitu hak

untuk mendapatkan lingkungan yang baik Sehat sehingga kesemuanya dikenal

sebagai panca hak konsumen.

Dalam rancangan akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen

yang disusun oleh Tim Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen

Perdagangan (1992), hak-hak dasar ditambahkan lagi dengan hak untuk

mendapatkan “barang” sesuai dengan nilai tukar yang diberikan dan hak untuk

mendapatkan upaya penyelesaian hukum. Hak konsumen untuk mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dimasukan ke dalam Undang-
12

Undang Perlindungan Konsumen ini karena Undang-Undang Perlindungan

Konsumen secara khusus pengecualian hak-hak yang diatur dalam undang-

undang di bidang Hak-Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan dibidang

pengelolaan lingkungan.

Ada sembilan hak yang secara eksplisit dituangkan dalam Pasal 4 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen itu sebagai berikut :6

1. Hak atas kekayaan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/ atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/ atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya mengenai barang dan/ atau jasa

yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur, serta tidak

diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, jika

barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

6
Ibid, hal. 12
13

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan dan perundangan-undangan

yang lain

Disamping hak-hak yang diatur dalam Pasal 4, juga terdapat hak-hak

konsumen yang dirumuskan dalam Pasal-Pasal berikutnya khususnya dalam Pasal

7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang kewajiban

pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan sesuatu yang bertimbal balik diam

hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen.

Selain hak-hak yang disebutkan itu ada juga hak untuk dilindungi dari

perbuatan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan, kegiatan bisnis yang

dilakukan pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum

dikenal dengan terminology “ persaingan curang” (unfair competition) Akhirnya.

Jika semua hak-hak yang disebutkan itu disusun kembali secara sistematis (mulai

yang diasumsikan paling mendasar), akan diperoleh urutan sebagai berikut :

1. Hak Konsumen Mendapat Keamanan

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang

ditawarkan kepadanya. Produk barang atau jasa tidak boleh membahayakan jika

dikonsumsi sehingga tidak dirugikan baik secara jasmani maupun rohani. Dalam

barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko

sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, maka pemerintah selayaknya

mengadakan pengawasan secara ketat. Misalnya zat atau obat yang tergolong

dalam narkotika dan psikotropika.

Satu hal yang juga sering dilupakan dalam kaitan dengan hak untuk

mendapatkan keamanan adalah penyediaan fasilitas umum, seperti pusat


14

perbelanjaan, hiburan, rumah sakit, dan perpustakaan belum cukup akomodatif

untuk menopang keselamatan pengunjungnya. Hal ini tidak saja bagi pengguna

produk barang atau jasa (konsumen) yang berfisik normal pada umumnya, tetapi

terlebih-lebih juga mereka yang cacat berjalan dan lanjut usia. Akibatnya besar

kemungkinan mereka ini tidak dapat leluasa berjalan dan naik tangga di tempat-

tempat umum karena tingkat resiko yang sangat tinggi.

2. Hak Untuk Mendapatkan Informasi Yang Benar

Setiap produk yang dikenalkan kepada konsumen harus disertai informasi

yang benar. Informasi ini disampaikan agar konsumen tidak sampai mempunyai

gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi itu dapat

disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen melalui iklan di

berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Informasi

ini harus diberikan secara sama bagi semua konsumen (tidak diskriminatif)

Dengan menggunakan teknologi tinggi dalam mekanisme produk barang

dan/ atau jasa akan menyebabkan makin banyaknya informasi yang harus dikuasai

oleh masyarakat konsumen. Adalah mustahil mengharapkan sebahagian besar

konsumen. Memiliki kemampuan dan kesepakatan akses informasi secara sama

besarnya. Apa yang dikenal dengan ignorance, yaitu ketidakmampuan konsumen

menerima informasi akibat kemajuan teknologi dan keragaman produk yang

dipasarkan dapat saja dimanfaatkan secara tidak wajar oleh pelaku usaha. Itulah

sebabnya, hukum perlindungan konsumen memberikan hak konsumen atas

informasi yang benar, yang didalamnya tercakup juga hak atas informasi yang
15

benar dan hak atas informasi yang proposional dan diberikan secara tidak

diskriminatif.

3. Hak Untuk Didengar

Hak yang erat dengan kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi

adalah hak untuk di dengar. Hal ini disebabkan informasi yang diberikan oleh

pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak memuaskan konsumen.

Untuk itu, konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.

Dalam tata karma dan tata cara periklanan Indonesia disebutkan, bila

diminta oleh konsumen, maka baik perusahaan periklanan, media pengiklanan,

harus bersedia memberikan penjelasan mengenai suatu iklan tertentu. Pengaturan

demikian, sekalipun masih berbentuk kode etik akan mengarah kepada langkah

positif menuju penghormatan hak konsumen untuk didengar.

Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang penyiaran

dinyatakan, lembaga penyiaran wajib meralat isi siaran dan/ atau berita jika

terdapat kekeliruan atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/ atau berita.

Penyanggahan berita itu mungkin adalah konsumen dari produk tertentu.

Ralat atau pembetulan wajib dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya satu kali

24 jam berikutnya atau pada kesempatan pertama ruang mata acara yang sama,

dalam bentuk serta cara yang sama dengan penyampaian isi siaran dan/ atau berita

yang disanggah. Ketentuan dalam Undang-Undang Penyiaran jelas menunjukkan

hak untuk didengar yang dalam doktrin hukum dapat diidentikkan dengan hak

untuk membela diri.


16

4. Hak Untuk Memilih

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan

pilihannya. la tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi

bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia jadi membeli, ia bebas

menentukan produk mana yang akan dibeli. Hak untuk memilih ini erat kaitannya

dengan situasi pasar. Jika seseorang atau suatu golongan diberi hak monopoli

untuk memproduksi dan memasarkan suatu barang atau jasa, maka kemungkinan

besar konsumen kehilangan hak untuk memilih produk yang satu dengan produk

yang lain.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Larangan

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengartikan bahwa monopoli

sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau

penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok pelaku

usaha. Dampak dari praktek monopoli ini adalah persaingan usaha tidak Sehat

yang merugikan kepentingan umum (konsumen). Jika monopoli itu diberikan

kepada perusahaan yang tidak berorientasi pada kepentingan konsumen, akhirnya

konsumen pasti dipaksa untuk mengkonsumsi barang atau jasa tanpa dapat

berbuat lain. Dalam keadaan seperti itu pelaku usaha dapat secara sepihak

mempermainkan mutu barang dan harga yang dijual.

5. Hak Untuk Mendapatkan Produksi Barang dan/ atau Jasa Sesuai Dengan

Nilai Tukar Yang Diberikan.

Dengan hak ini konsumen harus dilindungi dari permainan tidak wajar.

Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas suatu barang dan/ atau jasa yang
17

dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang harus dibayar sebagai

penggantinya. Namun, pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikkan

harga, dan konsumen menjadi korban dari ketiadaan pilihan. Dalam situasi

demikian, biasanya konsumen terpaksa mencari produk alternatif, yang boleh jadi

kualitasnya malah lebih buruk.

Akibat tidak berimbangnya posisi tawar antar pelaku usaha dan konsumen,

maka pihak pertama dapat saja membebankan biaya tertentu yang sewajarnya

tidak ditanggung konsumen. Praktek ini tidak terpuji dan lazim dikenal dengan

istilah externalities.

6. Hak Untuk Mendapat Ganti Rugi

Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas suatu barang dan/ atau

jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia

berhak mendapat ganti rugi yang pantas. Jenis dan jumlah ganti rugi tentu saja

harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesempatan masing-masing

pihak.

Dalam uraian tentang hak untuk didengarkan dikatakan, Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran mewajibkan lembaga penyiaran

mencantumkan ralat ini siaran dan/ atau berita yang disanggah pihak lain, hak

konsumen tidak berarti dengan sendirinya hilang. Lembaga penyiaran tidak

terbebas dari tanggung jawab atas tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang

dirugikan.
18

7. Hak Untuk Mendapatkan Penyelesaian Hukum

Hak untuk mendapatkan ganti rugi harus ditempatkan lebih tinggi dari

pada hak pelaku usaha untuk membuat klausula eksonerasi7 secara sepihak dengan

kata lain, konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak

yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi produk itu.

Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya juga meliputi

hak untuk mendapatkan kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik.

Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya

hukum terlebih dahulu. Sebaliknya setiap upaya hukum pada hakikatnya berisikan

tuntutan mengganti kerugian oleh salah satu pihak.

8. Hak Untuk Mendapatkan Lingkungan Hidup Yang Baik Dan Sehat

Hak konsumen atas lingkungan yang baik serta Sehat merupakan hak yang

diterima sebagai salah satu pihak dasar konsumen oleh berbagai organisasi

konsumen di seluruh dunia. Lingkungan hidup yang baik dan Sehat berarti sangat

luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Pasal

5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan

Lingkungan Hidup, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan Sehat itu

dinyatakan secara tegas.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

menyatakan “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang

7
Munir Fuady, SH, MH, LLM, dalam bukunya Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang
Hukum Bisnis, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 55 dan 79, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan klausula eksonerasi eseuppaloty adalah suatu klausula dalam bentuk
kontrak yang membebaskan salah satu pihak dan kewajibannya untuk mengganti kerugian yang
disebabkan oleh perbuatannya sendiri oleh karena itu klausula itu disebut juga klausula
pembebasan adalah jika seorang pasien dirawat sakit dan padahal pasien baru menandatangani
formulir rumah sakit dan kerugian yang diderita oleh pasien malpraktek dokter.
19

baik dan sehat”. Dalam ketentuan itu jelas lingkungan hidup, selain Sehat juga

baik. Rumusan itu tidak berbeda dengan undang-undang yang lama yakni

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengertian “setiap orang” selalu mengacu kepada

manusia individu, juga kepada kelompok orang atau badan.

Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan

Sehat makin terkemuka akhir-akhir ini.

9. Hak Untuk Dilindungi Dari Akibat Negatif Persaingan Curang.

Persaingan usaha tidak Sehat dapat terjadi jika seseorang pengusaha

berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan

usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan

alat atau saran yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam

pergaulan perekonomian.

Walaupun persaingan terjadi antara pelaku usaha, dampak dari persaingan

itu selalu dirasakan oleh konsumen. Jika persaingan sehat, konsumen memperoleh

keuntungan. Sebaliknya, jika persaingan curang konsumen pula yang dirugikan.

Kerugian itu boleh jadi tidak dirasakan dalam jangka pendek, tetapi cepat atau

lambat, pasti terjadi. Contoh bentuk yang kerap terjadi dalam persaingan curang

adalah permainan harga (dumping). Satu produsen yang kuat mencoba mendesak

pelaku usaha lain yang mempunyai kekuatan lebih lemah dengan cara

membanting harga produk. Tujuannya untuk merebut pasar, an akhirnya produsen

saingannya akan berhenti memproduksi.


20

10. Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan Konsumen

Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang

baru. Oleh karena itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari

hak haknya. Kesadaran akan hak sejalan dengan kesadaran hukum. Makin tinggi

tingkat kesadaran hukum masyarakat, makin tinggi penghormatannya pada hak-

hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus

melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melalui media massa dan

kegiatan lembaga swadaya masyarakat.

Dalam banyak hal, pelaku konsumen terikat untuk memperhatikan hak

konsumen untuk mendapatkan “pendidikan konsumen” ini. Pengertian

“pendidikan” tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan.

Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan

suatu produk maka makin banyak menuntut informasi yang lebih komperehensif

dengan tidak semata-mata menonjolkan unsur komersialisasi. Produsen mobil

misalnya, dalam memasarkan produk dapat menyisipkan program-program

pendidikan yang memiliki kegunaan praktis, seperti tata cara perawatan mesin,

pemeliharaan ban, atau penggunaan sabuk pengaman.

2. Kerangka Konsep

Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai


21

dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga

memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.8

Pasal 1 Angka 1 UU No 8 Tahun 1988 Tentang Perlindungan Konsumen

menyebutkan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah bentuk integrasi masyarakat

ASEAN dimana adanya perdaganan bebas di antara anggota-anggota negara

ASEAN yang telah di sepakati bersama negara-negara ASEAN, dan Untuk

menggubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan sangat kompetitif.

Para pemimpin negara-negara ASEAN telah sepakat untuk mentransformasi

wilayah ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi,

permodalan, dan tenaga kerja. MEA menggambarkan adanya perekonomian yang

mengglobal di antara negara-negara ASEAN dan MEA dimaksudkan untuk

meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan regional ASEAN.

F. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusursan pustaka yang penulis lakukan di perpustakaan

UPMI Medan, penelitian tentang PERANAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

AKIBAT DISTRIBUSI BARANG DAN JASA ERA PASAR BEBAS ASEAN,

belum pernah diangkat oleh mahasiswa – mahasiswa sebelumnya, oleh karena itu

penelitian ini dapat dikatakan asli dana dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.
8
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3
22

G. Metoda Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono

Soekanto, penelitian hukum adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metoda, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisisnya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam

terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan

atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.9

Soetandyo Wignyosoebrota sebagaimana dikutip oleh Zainuddin Ali

menyebutkan bahwa penelitian hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan

menemukan jawaban yang benar (right answer) dan atau jawaban yanag tidak

sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab

segala permasalahan hukum yang diperlukan hasil penelitian yang cermat,

berketendalan dan sahih untuk menjelasakan dan menjawab permasalahan yang

ada.10

Zainuddin Ali menyebutkan penelitian hukum adalah segala aktivitas

seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifdat akademik dan

praktisi, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan kenyataan

hukum dalam masyarakat.11

9
Soekanto Soerjono, Op-cit, , hal. 43.
10
Ali Zainuddin, Metoda Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 18.
11
Ibid, hal. 19
23

Dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji persoalan hukum yang

berkaitan dengan perlindungan konsumen pada era perdagangan bebas ASEAN.

Metoda poendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan yuridis

normatif, yaitu melihat landasan-landasan hukum tentang perlindungan

konsumen.

2. Sumber Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dar

perpustakaan. Data pustaka tersebut akan penulis telusuri dengan menggunakan

teknik penelitian kepustakaan (Library Research.)

3. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mendapatkan data di atas adalah studi

dokumen Dengan penggunaan alat tersebut penulis akan mencari data-data

sekunder yang mendukung penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini

adalah berupa bahan-bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat seperti

undang-undang perlindungan konsumen dan tentang Yayasan Lembaga

Perlindungan Konsumen Indonesia.:

b. Bahan hukum sekunder.

Bahan hukum sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bahan-

bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer. Dalam
24

hal ini adalah hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari para sarjana atau

ahli.

c. Bahan hukum tertier.

Bahan hukum tertier dalam penelitian ini adalah kamus hukum dan kamus

bahasa Indonesia, terasuk jurnal dan surat kabar yang relevan dengan

penelitian ini.

Peter Mahmud Marzuki menyebutkan bahan hukum primer yang terutama

dalam penelitian hukum adalah perundang-undangan dan putusan pengadilan

yang merupakan law in action.12

Bahan hukum sekunder yang utama adalah buku teks, karena buku teks

berisi mengenai prinsif-prinsif dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan

klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi. 13 Di samping buku teks

yang merupakan bahan hukum sekunder juga adalah tulisan-tulisan

tentanghukum baik dalam bentuk buku maupun jurnal-jurnal.14

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yang diuraikan dalam bentuk

pernyataan atau kalimat, dengan menggunakan pola berpikir induktif dan

deduktif. Pola berpikir induktif adalah pola berpikir dengan menggunakan

pernyataan yang sifatnya khusus, kemudian ditarik kesimpulan secara umum.

Sedang pola berpikir deduktif adalah pola berpikir dengan menggunakan

pernyataan yang sifatnya umum, kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.


12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
2009, hal. 142
13
Ibid.
14
Ibid, hal 143
25

H Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari 5 bab, yang masing –masing bab akan dirinci dalam

beberapa sub bab. Sistematika dari tesis ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, yang dirinci dalam beberapa sub bab yaitu Latar

Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori

dan Konsep, Keaslian Penelitian, Metoda Penelitian dan sistematika Penulisan.

Bab II Tentang Hak Konsumen Dalam Perundang-Undangan Indonesia.

Bab ini dirinci dalam beberapa sub bab yaitu Pengertian Konsumen, Hak

Konsumen, Batasan Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen,

Hukum Perlindungan Konsumen

Bab III Tentang Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Dalam

Melindungi Konsumen Indonesia. Bab ini dirinci dalam beberapa sub bab yaitu

Sejarah Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) dan Peran

YLKI Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Konsumen Indonesia.

Bab IV Tentang Perlindungan Konsumen Pada Era Pergadangan Bebas

ASEAN.. Bab ini dirinci dalam beberapa sub bab yaitu Sejarah Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA), Tujuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN),

Dampak Positif dan Dampak Negatif MEA terhadap Indonesia, Perlindungan

Konsumen Pada MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).

Bab V tentang kesimpulan dan saran. Bab ini dirinci dalam dua sub bab

yaitu kesimpulan dan saran-saran.


26

Anda mungkin juga menyukai