Anda di halaman 1dari 12

TEMA : PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT

Disusun Oleh : P. Govinda


NPP : 683

CABANG KARYA TULIS ILMIAH AL-QUR’AN


MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN KE-56
KOTA MEDAN
TAHUN 2023
URGENSI MELAHIRKAN MUSLIM MILENIAL PRODUKTIF SEBAGAI
KATALISATOR PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang miliki ribuan pulau yang
tersebar di seluruh penjuru nusantara dan menjadi negara dengan pulau terbanyak
di Benua Asia. Selain memiliki banyak pulau-pulau dengan tiga wilayah zona
waktu yaitu Indonesia Barat, Indonesia Tenggara dan Indonesia Timur, Indonesia
juga sudah memiliki 38 Provinsi serta terdapat lebih dari 900 Kabupaten/Kota yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Negara Indonesia merupakan negara yang berlandaskan UUD 1945, Pancasila


sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan semboyan
yaitu Bhineka Tunggal Ika yang dimana artinya adalah berbeda-beda tetap satu jua
dan memiliki jumlah penduduk terbanyak nomor 3 di Benua Asia dengan totalnya
yaitu 270.000.000 orang pada tahun 2022. Selain itu, Indonesia juga memiliki
beranekaragam aspek mulai dari etnis, suku, budaya, agama dan bahasa yang
tersebar di seluruh wilayahnya. Dari 270.000.000 orang, dengan persentase sebesar
80%–85% atau sebesar 216.000.000 – 229.500.000 penduduknya beragama Islam.

Islam adalah agama dengan penganut terbanyak di Indonesia atau dengan kata
lain adalah mayoritas. Tidak hanya di Indonesia saja, namun untuk tingkat dunia
jumlah penduduk yang beragama Islam menjadi terbesar atau dengan kata lain
penganut agama Islam terbanyak di Dunia adalah Negara Indonesia.

Muslim milenial adalah masyarakat yang lahir pada tahun 1980 sampai dengan
2000, dengan kisaran umur 15 sampai 34 tahun. Dari total penduduk beragama
muslim Indonesia yaitu 216.000.000 – 229.500.000 orang, dengan 34,95%-45,57%
adalah anak milenial

Dengan jumlah umat Islam yang signifikan mayoritas dan juga dengan penganut
agama lainnya, tentu tidak terlepas dengan permasalahan-permasalahan yang
berbeda-beda terjadi setiap harinya. Permasalahan yang terjadi mulai dari sosial,
politik, spiritual, pendidikan hingga masalah ekonomi yang menjadi pembahasan
yang tidak ada habisnya.

Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya muslim yang


mengalami fenomena kemiskinan yang hampir belum bisa terselesaikan dengan
tingkat kemiskinan menurut BPS (badan pusat stastitika) bulan September tahun
2018 mencapai 9,66% dari jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 25,67 juta
masyarakat termasuk dalam masyarakat miskin.1

Berbagai teori telah menjelaskan hubungan kausalitas (sebab dan akibat) proses
terjadinya kemiskinan dan mengapa pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin
harus dilakukan. Beberapa teori kemiskinan (teori lingkaran kemiskinan, teori
budaya kemiskinan dan beberapa teori kemiskinan lainnya) mengungkap penyebab
kemiskinan baik dari faktor-faktor eksternal (seperti ketidak sempurnaan pasar,
akses modal yang rendah dan lain-lain) maupun faktor-faktor internal (seperti
tingkat Pendidikan yang rendah, nilai-nilai budaya dan lain-lain).2 Di dalam
konteks kesejahteraan masyarakat, beberapa teori seperti teori ekonomi
kesejahteraan, teori ekspektasi, teori motivasi dan teori Y menjelaskan :
1. Secara Substansial
Kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor seperti :
a). Faktor Eksternal :
1). Lingkungan yang ada disekitar masyarakat miskin.
2). Intervensi pemerintah.
b). Faktor Internal (faktor demografis) :
1). Tingkat Pendidikan.
2). Kemampuan kerja.
3). Motivasi kerja.
4). Kinerja.
5). Pengalaman Kerja.

1
Septi Purwanigsih dan Dewi Susilowati, Peran Wakaf Dalam Meningkatkan Pemberdayaan
Ekonomi Umat, JEBA : Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi, Volume 22, No. 2, Tahun 2020,
hlm. 210.
2
Mochamad Ridwan, Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kelompok, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm. 208.
6). Karakteristik individual.
2. Perubahan kesejahteraan masyarakat kea rah lebih baik atau lebih tinggi
merupakan tujuan utama dari implementasi program peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Maka dari itu, tidak ada salahnya muslim milenial membuat perkumpulan dan
diskusi-diskusi agar terciptanya ide-ide kreatif untuk kebermanfatan masyarakat.
Dengan perkumpulan atau organisasi yang dibentuk, tujuannya menuntaskan
permasalahan khususnya dibidang ekonomi. Agar masyarakat faham ada cara-cara
sederhana, namun menghasilkan. Namun perlu diketahui apapun kegiatan
pemberdayaan yang mengeluarkan biaya perlu dicatat, sebagaimana firman Allah
SWT Q.S Al-Baqarah (2) : 282 yaang artinya “Wahai orang-orang yang beriman!
Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar. Jangan penulis menolak untuk menuliskannya
sebagaimana Al-Qur’an telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan”.3

“Many Non-Governmental Organization (NGO) or NGO implementing the


program in rural and urban environments. Their activities are characterized by
uplift and empower the poorest people, to encourage wider participation, not
bureaucratic and in need of a low cost and many do experiment in community.4 The
issue is how Non Governmental Organization (NGO) perform its activities and how
the government response to the role of social transformation. To address this
problem, theoretically use interactive theory, integrative of Gramcian and
Community Development of Jim Ife and Susan Kenny. Discussion focused on the
responses of government, as is often the activity of NGOs opposes to government
policy”. Dikatakan bahwa, banyak organisasi yang bukan pemerintah atau
organisasi non pemerintah melaksanakan program di pedalaman dan sekitar kota.
Aktivitas yang menggambarkan dengan jalan menjulang dan memberdayakan

3
Q.S Al-Baqarah (2) : 282.
4
Sofyan Hadi, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Penguatan Manajemen Organisasi Di
Indonesia, Millah : Jurnal Studi Agama, Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014, hlm. 39.
kekuatan orang, memberikan keberanian partisipasi luas, tidak system birokrasi dan
kebutuhan biaya yang rendah, dan banyak percobaan di masyarakat. Pokok
perosalan bagaimana organisasi non pemerintah menunjukkan aktivitas dan
bagaimana organisasi non pemerintah memberikan jawaban sebagai tugas
perubahan sosial. Masalah yang dialamatkan, teori yang digunakan untuk
mempengaruhi, jujur dan pengembangan organisasi Ife dan Susan Kenny. Fokus
diskusi pada terhadap jawaban pemerintah, aktivitas yang sering dari organisasi non
pemerintah mengekritisi kebijaksanaan pemerintah.

Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam Q.S Nuh (70) : 19-24 yang
artinya “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa
kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,
kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia
melaksanakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian
tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta, dan orang-
orang yang mepercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab
Tuhannya”.5

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebenarnya memiliki


potensi yang strategis dan sangat layak untuk dikembangkan dalam menggerakkan
perekonomian negara. Selain itu, konsep zakat yang ditawarkan Islam menjanjikan
dimensi kemaslahatan dan pengelolaan potensi sumber daya ekonomi dalam
kehidupan masyarakat. Pendekatan transformatif dalam pengembangan ekonomi
Islam melalui gerakan zakat sebagai gerakan ekonomi yang berlandaskan syari’ah
Islam, merupakan aktualisasi operasional ekonomi Islam dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.6 Zakat merupakan wujud pilar perekonomian Islam
dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola dan menyalurkan dana umat kepada
orang-orang yang berhak. Hal yang sering dipertimbangkan di tengah masyarakat
kita adalah kepada siapa zakat harus diberikan. Lebih utama disalurkan langsung
oleh muzakki kepada mustahiq atau sebaliknya melalui amil zakat. Jika disalurkan

5
Q.S Nuh (70) : 19-27.
6
Ahmad Thoharul Anwar, Zakat Produktif Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat, Jurnal Zakat dan
Wakaf, hlm. 43.
kepada mustahiq, memang ada perasaan tenang karena menyaksikan secara
langsung zakatnya tersebut telah disalurkan kepada mereka yang dianggap berhak
menerimanya. Tapi terkadang penyaluran langsung yang dilakukan oleh muzakki
tidak mengenai sasaran yang tepat. Terkadang orang sudah merasa menyalurkan
kepada mustahiq, padalah ternyata yang menerimanya bukan mustahiq yang
sesungguhnya, seperti hanya karena kedekatan emosi maka ia memberikan zakat
kepadanya. Oleh kerena itu, untuk menyalurkan zakat dari muzakki untuk mustahiq
diperlukan lembaga penyaluran zakat yang mempunyai tugas khusus menjadi amil
zakat yakni mengalokasikan, mendayagunakan, mengatur masalah zakat, baik
pengambilan maupun pendistribuannya.

Di tengah problem (masalah) sosial masyarakat dan tuntunan kesejahteraan


ekonomi akhir-akhir ini, eksistensi ZISWAF (zakat, infak, shadaqah dan wakaf)
menjadi sangat strategis. Selain sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang
berdimensi spiritual, zakat, infak, shadaqah dan wakaf juga merupakan ajaran yang
menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi dan dimensi sosial.7 ZISWAF
merupakan pilar penyangga bagi tegaknya institusi-institusi sosial keagamaan
masyarakat muslim selama berabad-abad. Hal itu dilakukan melalui penyediaan
dana dan sarana pendukung bagi kegiatan-kegiatan ritual keagamaan, Pendidikan,
pengembangan ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Apabila dikelola secara
produktif, akan mampu menjalankan fungsi yang lebih lagi, misalnya penyediaan
sarana umum, pemberdayaan ekonomi dan sebagainya. Tujuan-tujuan ini sejalan
dengan paradigma kemaslahatan yang menjadi orientasi di syariat Islam. Lembaga
yang mengelola ZISWAF juga mempunyai peran dan fungsi yang signifikan
sebagai instrument pengembangan ekonomi. Dalam jangkauan yang lebih luas,
kehadiran mereka dapat pula dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di bidang ekonomi, terutama sekali jika wakaf dikelola dengan
manajemen yang rapi, teratur dan profesional.

7
Abdurrohman Kasdi, Filantropi Islam Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat (Model
Pemberdayaan ZISWAF di BMT Se-Kabupaten Demak), Jurnal Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016, hlm.
241-242.
Berbagai solusi yang sudah dilakukan pemerintah seakan belum bisa mengatasi
permasalahan kemiskinan yang ada di masyarakat. Salah satu solusi yang
ditawarkan oleh penulis adalah penggunaan wakaf produktif yang harus digalakan
di Indonesia, sehingga bisa mengurangi kemiskinan. Masalah wakaf merupakan
masalah yang sampai saat ini belum dibahas secara intensif dan serius oleh
pemerintah, padahal jika lebih fokus untuk dibahas dan menjadi program maka ini
dapat membantu pemerintah secara tidak langsung dalam mengurangi kemiskinan.8
Umat Islam di Indonesia juga kurang familiar atau bahkan belum mengetahui istilah
wakaf produktif itu sendiri. Karena banyaknya pemahaman yang berbeda di
kalangan umat Islam itu sendiri. Mayoritas masyarakat di Indonesia masih
memahami wakaf sebatas benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah,
bangunan, yang digunakan unutk masjid, pondok pesantren, panti asuhan dan
kuburan. Sangat dibutuhkan sosialisasi untuk mengubah paradigma ini
dimasyarakat, sehingga wakaf dapat lebih dimaksimalkan kegunaannya.

“The development of Islamic boarding schools in Indonesia have experienced


rapid growth. Today, boarding schools are not only identical to with religious
education institutions, but they are also expected to contribute to the economy of
people’s life. The purpose of this study is to analyze the role of Islamic boarding
schools in the effort of empowering economy of the people/community.9 This
research is a literature study that uses a qualitative descriptive approach. This
study found that Islamic boarding schools have sufficient resources and capital to
become the basis of the people’s economic empowerment. With these resources and
capital, Islamic boarding schools can carry out various activities oriented towards
the economic empowerment of the surrounding community”. Dikatakan bahwa
pengembangan sekolah asrama Islam di Indonesia mengalami kecepatan
perkembangan. Hari ini, sekolah asrama tidak serupa sendiri Bersama edukasi

8
Septi Purwanigsih dan Dewi Susilowati, Peran Wakaf Dalam Meningkatkan Pemberdayaan
Ekonomi Umat, JEBA : Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi, Volume 22, No. 2, Tahun 2020,
hlm. 210.
9
Muhammad Anwar Fathoni dan Ade Nur Rohim, Peran Pesantren Dalam Pemberdayaan Ekonomi
Umat Di Indonesia, Jurnal Conference On Islamic Management Accounting and Economics,
Volume 2, 2019, Page : 133.
keagamaan institusi, tapi juga menantikan kontribusi hidup ekonomi dari orang-
orang.

Sejalan dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Hasyr (59) : 7 yang artinya
“Harta rampasan fai’ dari mereka yang diberikan Allah kepad Rasulnya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul),
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam
perjalanan, agar hart aitu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukumannya”.10 Jadi sudah sangat jelas telah Rasul ajarkan
kepada kita.

Ditambah lagi Indonesia pada tahun 2045 akan memasuki usia 100 tahun atau
yang biasa disebut tahun keemasan. Dimana di tahun tersebut Indonesia mengalami
bonus demografi yang artinya adalah anak-anak dengan usia produktif sekitar 65%
dari jumlah penduduk akan menjadi mayoritas.

10
Q.S Al-Hasyr (59) : 7.
KESIMPULAN

Maka dari itu dengan jumlah muslim milenial yang besar jumlahnya, sudah
sepatutnya menjadi agen-agen penggerak kepada masyarakat, agar menjadi
bermanfaat dikehidupannya dalam berbangsa dan bernegara. Coba bayangkan
muslim milenial Indonesia yang jumlahnya 34,95%-45,57% membuat
perkumpulan atau organisasi produktif. Dimana oragnasinya merencatankan
pelatihan berbagai macam masalah terkait ekonomi, pelatihan membuat usaha dari
yang kecil maupun besar.

Muslim milenial dengan meleknya teknologi akan menciptakan inovasi baru dan
produk-produk unggulan yang baru. Kemudian bergerak kelapangan dengan
system-sistem yang sudah dibuat sesuai kesepakatan diorganisasi tersebut.

Hadirnya muslim milenial ini tentu menjadi trobosan baru, jika seluruh muslim
milenial bergerak sesuai teknolni dan menjawab tantangan zaman, maka tentunya
bisa membawa virus kebaikan di tengah-tengah masyarakat nantinya. Misalkan
50.000.000 saja anak-anak muslim mlenial membuat satu produk, dimana mereka
mengkampanyekan produk tersebut. Lalu membuka reseler kepada masyarakat
yang ingin bergabung. Bayangkan 10 tahun hingga seterusnya, perusahaan-
perusahaan tidak lagi dimiliki oleh kaum tua. Melainkan kaum muda dengan ide-
ide cemerlang mereka.

Sejalan dengan firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah (2) : 275 yang artinya
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan kan. Barangsiapa mendapat peringatan Tuhannya, lalu dia berhenti,
maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”.11

11
Q.S Al-Baqarah (2) : 275.
Bukan tidak mungkin pada tahun 2045 nanti, dimana Indonesi mencapai puncak
keemasannya. Menjadi negara dimana, anak-anak milenial menjadi pemegang
saham di berbagai perusahaan di Indonesia. Bahkan untuk tingkat dunia sekalipun
akan bisa diraih. Namun kembali lagi, jika tidak dilakukan mulai dari sekarang.
Maka cita-cita tersebut hanyalah sebuah mimpi dan harapan.

Seperti contohnya, anak-anak muslim milenial ini membuat produk bakso bakar
keju dengan harga Rp. 1000 dengan modal Rp. 800, dengan jumlah muslim milenial
misalnya 50.000.000 orang, coba bayangkan keuntungan Rp. 200 x 50.000.000
orang = Rp. 1.000.000.000 untuk 1 tusuk saja. Bagaimana lagi jika 100 tusuk yang
dijual setiap harinya. 10 tahun yang akan datang, bukan tidak mungkin, Indonesia
tidak menerima lagi tenaga kerja dari semua negara, sebagai semua anak bangsa
Indonesia telah berhasil atau sukses diberdayakan untuk pertubuhan ekonomi
Indonesia yang gemilang. Dan bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi
negara Adidaya atau penguasa untuk penentu kebijakan ekonomi pada tingkat
Dunia.

Maka dari itu, sebagai anak muslim milenial, sudah patutnya mulai mencari
referensi atau banyak membaca buku dari berbegai sumber, agar semakin besar
wawasan yang diserap, sebagai di dalam Islam sendiri 9 dari 10 pintu rezeki adalah
berdagang. Dengan demikian, tentunya proses ini tidak lah muda diraih tanpa kerja
keras, kerja, cerdas hingga kerja tuntas, sehingga apa yang di harapkan sesuai
dengan rencan-rencana yang sudah di susun.

Dan terlebih lagi dengan kehadiran ide ini, jika sukses dikemudian hari. Dapat
beraikbat semua anak Indonesia yang ingin menempuh Pendidikan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri dapat dibiayani oleh anak-anak Indonesia itu sendir
atau dengan kata lain dari Indonesia balik lagi ke Indonesia.

Semua hal ini tentu tidak bisa bekerja sendiri, haruslah bergandengan tangan
agar dapat terasa perjuangan kebersamaannya. Maka disini, tentu ada peran dari
orang tua yang tidak lagi mendoktrin agar setelah tamat dari pendidikannya
melamar pekerjaan, seharusnya dari dini anak-anak diajarkan bagaimana mereka
bisa berbuat dan menghasilkan walaupun itu kecil nilainya, namun akan timbul rasa
kemandiriannya dan juga dengan kemandiriannya tersebut dapat ditingkat rasa
sosial kebermanfaatannya. Dengan cara salah satunya adalah membuka lapangan
pekerjaan kepada masyarakat sebangsa dan tanah air.

Tidak ada hal yang sia-sia jika kita melakukannya untuk kebaikan dan dengan
cara yang baik pula. Sebagaimana telah Rasulullah Muhammad SAW telah
sampaikan kepada umatnya “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia lainnya”. Maka untuk itu kita sebagai anak muslim milenial ikuti apa
yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dengan beroegang Al-Qur’an dan As-
Sunnah.

Maka akan terbitlah negara Indonesia yang adil, maksur dan sejahtera.
Bermanfaatlah kepada orang lain sesuai kapasitas masing-masing atau sesuai
kesanggupannya, walaupun kitanya tidak diberikan kebaikan. Percayalah setiap
kebaikan yang ditabur, akan muncul benih -benih kebaikan lainnya. Dalam hal ini
mari kita mencoba dari sisi ekonomi mulai dari membuat usaha yang dapat kita
lakukan sesuai kapasitas dan kreativitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ahmad Thoharul. Zakat Produktif Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat,


Jurnal Zakat dan Wakaf.

Fathoni, Muhammad Anwar dan Ade Nur Rohim. Peran Pesantren Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Umat Di Indonesia, Jurnal Conference On
Islamic Management Accounting and Economics, Volume 2, 2019.

Sofyan Hadi, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Penguatan Manajemen


Organisasi Di Indonesia, Millah : Jurnal Studi Agama, Vol. XIV, No. 1,
Agustus 2014.

Kasdi, Abdurrohman. Filantropi Islam Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat


(Model Pemberdayaan ZISWAF di BMT Se-Kabupaten Demak), Jurnal
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016.

Ridwan, Mochamad. Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kelompok, Jurnal


Ekonomi Pembangunan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm. 208.

Purwanigsih, Septi dan Dewi Susilowati. Peran Wakaf Dalam Meningkatkan


Pemberdayaan Ekonomi Umat, JEBA : Jurnal Ekonomi, Bisnis dan
Akuntansi, Volume 22, No. 2, Tahun 2020.

Q.S Al-Baqarah (2) : 275.

Q.S Al-Baqarah (2) : 282.

Q.S Al-Hasyr (59) : 7.

Q.S Nuh (70) : 19-27.

Anda mungkin juga menyukai