Anda di halaman 1dari 15

makalah Lembaga pengelolaan zakat di Indonesia

LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT

Makalah disusun guna memenuhi sebagian dari


tugas Mata Kuliah:Hukum Zakat dan Wakaf

Dosen Pengampu: Syaifuddin S.H.I., M.S.I.

Disusun Oleh:
Kelompok I

1. Syahruddin (06360019-98)
2. Aji Mu’arif ( )
3. Cahyo M. Yusuf ( 10360001 )
4. Deni Wahyudin ( 10360006 )
5. Ach. Imam ( 10360005 )
6. Septi Karisyati ( 10360006 )
7. Muhammad Saadullah ( 1036000 )

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2013

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah


Kemiskinan merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh bangsa Indonesia

dan harus segera mencari dan menemukan solusi untuk mengurangi persoalan kemiskinan

tersebut. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen

dari penduduk (lebih dari 110 juta orang) Indonesia hidup hanya sedikit diatas garis

kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$ 2 per hari1[1]. maka jika

dipadankan dengan kurs rupiah saat ini sekitar Rp. 23.000+. Artinya pendapatan per-hari

belum mampu mencukupi kebutuhan (primer) keluarga bahkan sangat kurang bila dalam

satu kepala keluarga terdapat 4 atau 5 kepala.

Sedangkan menurut Data BPS 2011, penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2011

mencapai 30,02 juta orang (12,49 %). Jumlah penduduk miskin ini turun 1,00 juta orang

(0,84 %) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta

orang (13,33 %).

Salah satu cara untuk menekan angka kemiskinan, masyarakat muslim ingin

memanfaatkan dana zakat. Usaha Islam dalam menanggulangi problem kemiskinan ini,

bukanlah suatu hal yang mengada-ada, temporer, setengah hati, atau bahkan hanya sekedar

mencari perhatian. Pengurangan angka kemiskinan, bagi Islam, justru menjadi asas yang khas

dan sendi-sendi yang kokoh. Hal ini dibuktikan dengan zakat yang telah dijadikan oleh Allah

swt. sebagai sumber jaminan hak-hak orang-orang fakir dan miskin itu sebagai bagian dari

salah satu rukun Islam.2[2]

Untuk kasus di Indonesia, yang secara demoggrafi penduduknya mayoritas umat Islam.

Potensi zakat sangat besar harus diimbangi dengan pengelolaan zakat yang professional pula.

Sehingga, zakat tersalurkan kepada mustahik tidak bersifat konsumtif atau sesaat.

1[1] World Bank, policy brief ‚ ‘Poverty Reduction‛, 2005.

2[2]Muhammad Yusuf al-Qaradhowi, Konsesi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, Terj. Umar Fanany,
PT. Bin (Surabaya: a Ilmu), hlm. 105.
Pengelolaan zakat yang profesional, diharapkan pendistribusiannya lebih produktif.

Pemberian pinjaman modal misalnya, dalam rangka peningkatan prekonomian masyrakat.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana harta zakat itu dapat dikumpulkan untuk

kemudian didistribusikan dan didayagunakan untuk kepentingan penerima zakat (mustahik)?

Para pemerhati zakat sepakat bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan

mendayagunakan zakat secara optimal, maka zakat harus dikelola melalui lembaga.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, telihat jelas bahwa peran dan kontribusi lembaga

pengelolaan zakat dalam mengentaskan kemiskinan masih jauh dari harapan.Lalu, bagaimana

mengoptimalkan fungsi dan juga peran lembaga pengelolaanzakat terhadap persoalan

kemiskinan yang ada di Indonesia, sebagai upaya menjadikan dana zakat lebih produktif,

khususnya bagi umat Islam?

Maka untuk tujuan tersebut makalah ini disusun guna menjawab persoalan-persoalan

berkaitan dengan kemiskinan di satu sisi. Peran serta fungsi lembaga pengelolaan zakat di

pihak lain, dan menjadikan dana zakat lebih produktif.

3. Dasar Teori dan Pendekatan

Untuk menjadikan makalah ini lebih terarah dan sistematis, maka diperlukan sebuah

landasan dalam penerapan teori akuntabilitas terhadap sistem pengelolaan lembaga

khususnya dalam pengelolaan dana umat hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan

kepercayaan (trust) masyarakat terhadap lembaga itu sendiri. Secara umum, akuntabilitas

adalah kewajiban untuk memberikan informasi termasukinformasi keuangan sebagai wujud

tanggung jawab organisasi.3[3]Maka, akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban

lembaga pengelolaan zakat atas segalaaktivitas dan kegiatan organisasi yang dituangkan

3[3]Masiyah Kholmi, “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam”. Jurnal Studi
Masyarakat Islam 2012.. Volume 15 Nomor 1: 63-72.
dalam bentuk pelaporan olehpihak yang diberi tanggung jawab kepada pemberi amanah

untuk mencapaitujuan organisasi dalam periode tertentu.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis-yuridis, di mana secara

historis keberadaan lembaga tersebut telah dicontohkan pada masa-masa sebelumnya.

Sedangkan dari aspek yuridis didasarkan pada aturan per-undang-undangan yang berlaku.
B. Pembahasan dan Analisis

1. Sejarah Singkat Lembaga Pengelolaan Zakat

Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah Shallalahu

‘alaihi wassallam dan para khulafa’ ar-Rasyidin. Salah satu contohnya adalah ketika Nabi

Muhammad Shallalahu ‘alaihi wassallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dan pada saat

beliau menjadi Gubernur Yaman, beliau pun memungut zakat dari rakyat dan disini beliau

bertindak sebagai amil zakat sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

“Rasulullah sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman (yang telah

ditaklukkan oleh Islam) bersabda : Engkau datang kepada kaum ahli kitab, ajaklah mereka

kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan

sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah taat untuk itu,

beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka melakukan shalat lima waktu

dalam sehari semalam. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah kepada mereka

bahwa Allah mewajibkan mereka menzakati kekayaan mereka. Zakat itu diambil dari yang

kaya dan dibagi-bagikan kepada yang fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka

hati-hatilah (jangan mengambil) yang baik-baik saja) bila kekayaan itu bernilai tinggi,

sedang dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu. Hindari doanya orang

yang madhlum (teraniaya) karena diantara doa itu dengan Allah tidak terdinding (pasti

dikabulkan). (HR Bukhari).

Melihat pentingnya zakat dan bagaimana Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassallam telah

mencontohkan tata cara mengelolanya, dapat disadari bahwa pengelolaan zakat bukanlah

suatu hal yang mudah dan dapat dilakukan secara individual. Agar maksud dan tujuan zakat,

yakni pemerataan kesejahteraan, dapat terwujud, pengelolaan dan pendistribusian zakat harus

dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Hal inilah yang kemudian menjadi
dasar berdirinya berbagai Lembaga Pengelola Zakat di berbagai negara, termasuk di

Indonesia

2. Tinjauan tentang Lembaga Pengelola Zakat

a. Pengertian Lembaga Pengelola Zakat

Secara defenitif, Lembaga pengelola zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang

bertugas dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang dibentuk oleh

pemerintah seperti BAZ, maupun yang dibentuk oleh masyarakat dan dilindungi oleh

pemerintah seperti LAZ. Bahwa ”Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, dan peng- koordinasian dalam pegumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat.”4[4] Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia

terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan

Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Untuk dapat mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya untuk kepentingan

mustahik, pada tahun 1999, dibentuk Undang-Undang (UU) tentang Pengelolaan Zakat, yaitu

UU No. 38 Tahun 1999. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri

Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan

Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan

Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang

menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk melakukan

pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat, infak dan sedekah (ZIS).

Diberlakukannya beragam peraturan tersebut telah mendorong lahirnya berbagai Lembaga

4[4] Undang-undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1 ayat 1.
Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia. Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu

merealisasikan potensi zakat di Indonesia.5[5]

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) misalnya sebagai salah satu pengelola zakat

yang dibentuk oleh Pemerintah secara perlahan tapi pasti dapat terus meningkatkan

pengumpulan dana zakat yang cukup signifikan. Pada tahun 2007 dana zakat yang

terkumpul di BAZNAS mencapai Rp. 450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp. 920 miliar,

dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dana zakat yang berhasil

dikumpulkan BAZNAS mencapai Rp. 1,5 triliun. Meskipun angka yang berhasil dicapai

oleh BAZNAS belum sebanding dengan potensi zakat yang ada di tengahtengah

masyarakat yang diprediksi bisa mencapai Rp. 19 triliun (PIRAC), atau Rp. 100 triliun

(Asian Development Bank), akan tetapi apa yang telah dicapai oleh BAZNAS

sesungguhnya merupakan prestasi yang luar biasa dalam menghimpun zakat.6[6]

Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk

atas prakarsa masyarakat yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial dan

kemaslahatan umat Islam. Adapun institusi yang mengurusi zakat yang lain adalah Badan

Amil Zakat yaitu organisasi pengelola zakat yang di bentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur

masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan

mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.Asas-asas Lembaga Pengelolaan

Zakat.7[7]

b. Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat

5[5] A. Muchaddam Fahham,“Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial,
Vol.III, No. 19/I/P3DI/Oktober/2011

6[6]Ibid.

7[7] Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan ZakatBab 1
Pasal 1 ayat 1 dan 2.
Sebagai sebuah lembaga, Lembaga Pengelolaan Zakat memiliki asas-asasyang menjadi

pedoman kerjanya. Dalam UU No. 23 Tahun 2011,disebutkan bahwa Asas-asas Lembaga

Pengelola Zakat adalah:8[8]

1) Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, LembagaPengelola Zakat haruslah

berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulaidari tata cara perekrutan pegawai hingga tata

cara pendistribusian zakat.

2) Amanah. Lembaga Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yangdapat dipercaya.

3) Kemanfaatan. Lembaga Pengelola Zakat harus mampu memberikanmanfaat yang sebesar-

besarnya bagi mustahik.

4) Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harusmampu bertindak

adil.

5) Kepastian hukum. Muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dankepastian hukum

dalam proses pengelolaan zakat.

6) Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis sehinggamampu

meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat.

7) Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan

mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.

Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada

secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh

mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga

harus bersikap responsif terhadap kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini

mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga tidak

hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh

organ organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat

8[8]Undang-undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Pasal
12.
sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan

asas-asas pengelolaan zakat.9[9]

c. Karakteristik Lembaga Pengelolaan Zakat

Di Indonesia terdapat dua lembaga yang bersifat yayasan namun karakteristiknya

berbeda, yaitu lembaga nirlaba dan lembaga not for profit. Lembaga nirlaba didirikan

benar- benar bukan untuk mencari laba sedikit pun. Produk lembaga nirlaba adalah nilai

dan moral sedangkan produk perusahaan adalah barang dan jasa. Sumber dana lembaga

nirlaba adalah donasi masyarakat dan digunakan sepenuhnya untuk kegiatan operasional

untuk mencapai visi dan misi lembaga.10[10]

Melihat tugas dan fungsi Lembaga Pengelola Zakat, jelaslah bahwa Lembaga Pengelola

Zakat adalah salah satu dari sekian banyak lembaga nirlaba. Olehnya itu, Lembaga Pengelola

Zakat memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik lembaga nirlaba lainnya, yaitu:

1) Sumber daya, baik berupa dana maupun barang berasal dari para donatur dimana donatur

tersebut mempercayakan donasi mereka kepada LPZ dengan harapan bisa memperoleh

hasil yang mereka harapkan.

2) Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk pelayanan masyarakat dan tidak mencari laba dari

pelayanan tersebut.

3) Kepemilikian LPZ tidak sama dengan lembaga bisnis. LPZ bukanlah milik pribadi atau

kelompok, melainkan milik ummat karena sumber dayanya berasal dari masyarakat. Jika LPZ

dilikuidasi, maka kekayaaan lembaga tidak boleh dibagikan kepada para pendiri.

9[9] Mahmudi, “Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat”. Ekbisi 2009, volume
4 Nomor 1:69-84.

10[10]Umi Mahmudah, Manajemen Dana di Lembaga Zakat (Studi pada Lembaga Zakat Baitul Maal Hidayatullah

Cabang Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang, 2007.
Namun, sebagai lembaga yang bergerak di bidang keagamaan, dalam hal ini sebagai

pengelola zakat, maka LPZ memiliki beberapa karakteristik tersendiri yang membedakannya

dengan lembaga nirlaba lainnya, yaitu:

1) Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip syari’ah Islam

2) Sumber dana utamanya adalahdana zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf

3) Memiliki Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur kelembagaannya.

d. Tujuan Pengelolaan Zakat

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah:

1) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai

tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan

efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana zakat yang ada dengan maksimal.

2) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

dan penanggulangan kemiskinan

Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai

pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif

sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang

produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home

industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.

e. Jenis Dana yang Dikelola Lembaga Pengelola Zakat

LPZ menerima dan mengelola berbagai jenis dana, yaitu:

1) Dana Zakat

Ada dua jenis dana zakat yang dikelola oleh LPZ, yaitu dana zakatumum dan dana zakat

dikhususkan. Dana zakat umum adalah dana zakatyang diberikan oleh muzakki kepada LPZ

tanpa permintaan tertentu.Sedangkan dana zakat dikhususkan adalah dana zakat yang
diberikan olehmuzakki kepada LPZ dengan permintaan dikhususkan, misalnya

untukdisalurkan kepada anak yatim, dan sebagainya.

2) Dana Infaq/Shadaqah

Seperti dana zakat, dana infaq/shadaqah terdiri atas danainfaq/shadaqah umum dan dana

infaq/shadqah khusus. Dana infaq/shadaqahumum adalah dana yang diberikan para donatur

kepada LPZ tanpapersyaratan apapun. Sedangkan dana infaq/shadaqah dikhususkan

adalahdana yang diberikan para donatur kepada LPZ dengan berbagai persyaatantertentu,

seperti untuk disalurkan kepada masyarakat di wilayah tertentu.

3) Dana Waqaf

Waqaf adalah menahan diri dari berbuat sesuatu terhadap hal yangmanfaaatnya diberikan

kepada orang tertentu dengan tujuan yang baik.

4) Dana Pengelola

Dana pengelola adalah hak amil yang digunakan untuk membiayaikegiatan operasional

lembaga yang bersumber dari:

a) Hak amil dari dana zakat

b) Bagian tertentu dari dana infaq/shadaqah

c) Sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah

3. Akuntabilitas Lembaga Pengelolaan Zakat

Dalam perspektif Islam, akuntabilitas artinya pertanggungjawaban seorang manusia

kepada Sang Pencipta. Setiap pribadi manusia harus mempertanggungjawabkan segala

tindakannya kepada Allah swt. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah maha memberi pengajaran yang
sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

(QS. An-Nisa: 30).

Ayat ini mengandung arti bahwa amanah harus diberikan kepada yang berhak dan

dalam melaksanakan amanah tersebut, penerima amanah harus bersikap adil dan

menyampaikan kebenaran.11[11] Ditambahkan pula, bahwa tanggung jawab merupakan

sebuah implikasi dari keimanan seseorang.

Dalam segi akuntansi, akuntabilitas adalah upaya atau aktivitas untuk menghasilkan

pengungkapan yang benar. Pertanggungjawaban, pengungkapan tersebut dilakukan pertama

adalah untuk Allah. Akuntabilitas juga terikat dengan peran sosial dimana muhtasib (akuntan)

yakin bahwa hukum syariah telah dilaksanakan dan kesejahteraan umat menjadi tujuan

utama dari aktivitas perusahaan dan tujuan tersebut telah tercapai.12[12] Maka, konsep

akuntabilitas yang kemudian menjadi indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam perspektif

Islam adalah:

a. Segala aktivitas harus memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan umat sebagai

perwujudan amanah yang diberikan Allah kepada manusia sebagi sorang khalifah.

a. Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.

b. Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan sekitar.

Oleh karenanya, dari sebuah lembaga pengelolaan zakat yang akuntabel dan acceptable

diharapkan muncul kepercayaan (trust) besar masyarakat yang berimplikasi terhadap

meningkatnya penghimpunan dana di Lembaga Pengelolaan Zakat, dan kemudian disalurkan

secara tepat sasaran dan tepat guna.

11[11] Masiyah Kholmi, “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam”. Jurnal Studi
Masyarakat Islam 2012.. Volume 15 Nomor 1: 63-72.

12[12] Abdussalam Mohammed Abu Tapanjeh, Corporate Governance from the Islamic Perspective: A Comparative
Analysis with OECD Principles. Critical Perspectives on Accounting 2009., Volume 20: 556-567.
C. Penutup

1. Kesimpulan

Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw.,

pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan

baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang

tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan

Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya

harus dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga

harus akuntabel, yaitu amanah terhdap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga

amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq,dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.

DAFTAR PUSTAKA
Tapanjeh, Abdussalam Mohammed Abu., Corporate Governance from the Islamic Perspective: A

Comparative Analysis with OECD Principles. Critical Perspectives on Accounting 2009.,

Volume 20: 556-567.

A. Muchaddam Fahham, “Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal

Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No. 19/I/P3DI/Oktober/2011

Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dan 2.

Mahmudi, “Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat”. Ekbisi

2009, volume 4 Nomor 1:69-84.

Muhammad Yusuf al-Qaradhowi, Konsesi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, Terj. Umar Fanany,

(Surabaya: PT. Bina Ilmu).

Umi Mahmudah, Manajemen Dana di Lembaga Zakat (Studi pada Lembaga Zakat Baitul Maal

Hidayatullah Cabang Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, 2007.

Undang-undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

World Bank, policy brief ‚ ‘Poverty Reduction‛, 2005.

Anda mungkin juga menyukai