Disusun Oleh:
Kelompok I
1. Syahruddin (06360019-98)
2. Aji Mu’arif ( )
3. Cahyo M. Yusuf ( 10360001 )
4. Deni Wahyudin ( 10360006 )
5. Ach. Imam ( 10360005 )
6. Septi Karisyati ( 10360006 )
7. Muhammad Saadullah ( 1036000 )
2013
A. Pendahuluan
dan harus segera mencari dan menemukan solusi untuk mengurangi persoalan kemiskinan
dari penduduk (lebih dari 110 juta orang) Indonesia hidup hanya sedikit diatas garis
kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$ 2 per hari1[1]. maka jika
dipadankan dengan kurs rupiah saat ini sekitar Rp. 23.000+. Artinya pendapatan per-hari
belum mampu mencukupi kebutuhan (primer) keluarga bahkan sangat kurang bila dalam
Sedangkan menurut Data BPS 2011, penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2011
mencapai 30,02 juta orang (12,49 %). Jumlah penduduk miskin ini turun 1,00 juta orang
(0,84 %) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta
Salah satu cara untuk menekan angka kemiskinan, masyarakat muslim ingin
memanfaatkan dana zakat. Usaha Islam dalam menanggulangi problem kemiskinan ini,
bukanlah suatu hal yang mengada-ada, temporer, setengah hati, atau bahkan hanya sekedar
mencari perhatian. Pengurangan angka kemiskinan, bagi Islam, justru menjadi asas yang khas
dan sendi-sendi yang kokoh. Hal ini dibuktikan dengan zakat yang telah dijadikan oleh Allah
swt. sebagai sumber jaminan hak-hak orang-orang fakir dan miskin itu sebagai bagian dari
Untuk kasus di Indonesia, yang secara demoggrafi penduduknya mayoritas umat Islam.
Potensi zakat sangat besar harus diimbangi dengan pengelolaan zakat yang professional pula.
Sehingga, zakat tersalurkan kepada mustahik tidak bersifat konsumtif atau sesaat.
2[2]Muhammad Yusuf al-Qaradhowi, Konsesi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, Terj. Umar Fanany,
PT. Bin (Surabaya: a Ilmu), hlm. 105.
Pengelolaan zakat yang profesional, diharapkan pendistribusiannya lebih produktif.
Persoalannya kemudian adalah bagaimana harta zakat itu dapat dikumpulkan untuk
Para pemerhati zakat sepakat bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat secara optimal, maka zakat harus dikelola melalui lembaga.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, telihat jelas bahwa peran dan kontribusi lembaga
pengelolaan zakat dalam mengentaskan kemiskinan masih jauh dari harapan.Lalu, bagaimana
kemiskinan yang ada di Indonesia, sebagai upaya menjadikan dana zakat lebih produktif,
Maka untuk tujuan tersebut makalah ini disusun guna menjawab persoalan-persoalan
berkaitan dengan kemiskinan di satu sisi. Peran serta fungsi lembaga pengelolaan zakat di
Untuk menjadikan makalah ini lebih terarah dan sistematis, maka diperlukan sebuah
khususnya dalam pengelolaan dana umat hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kepercayaan (trust) masyarakat terhadap lembaga itu sendiri. Secara umum, akuntabilitas
lembaga pengelolaan zakat atas segalaaktivitas dan kegiatan organisasi yang dituangkan
3[3]Masiyah Kholmi, “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam”. Jurnal Studi
Masyarakat Islam 2012.. Volume 15 Nomor 1: 63-72.
dalam bentuk pelaporan olehpihak yang diberi tanggung jawab kepada pemberi amanah
Sedangkan dari aspek yuridis didasarkan pada aturan per-undang-undangan yang berlaku.
B. Pembahasan dan Analisis
Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah Shallalahu
‘alaihi wassallam dan para khulafa’ ar-Rasyidin. Salah satu contohnya adalah ketika Nabi
Muhammad Shallalahu ‘alaihi wassallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dan pada saat
beliau menjadi Gubernur Yaman, beliau pun memungut zakat dari rakyat dan disini beliau
“Rasulullah sewaktu mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman (yang telah
ditaklukkan oleh Islam) bersabda : Engkau datang kepada kaum ahli kitab, ajaklah mereka
kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah taat untuk itu,
beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka melakukan shalat lima waktu
dalam sehari semalam. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan mereka menzakati kekayaan mereka. Zakat itu diambil dari yang
kaya dan dibagi-bagikan kepada yang fakir-fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka
hati-hatilah (jangan mengambil) yang baik-baik saja) bila kekayaan itu bernilai tinggi,
sedang dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu. Hindari doanya orang
yang madhlum (teraniaya) karena diantara doa itu dengan Allah tidak terdinding (pasti
Melihat pentingnya zakat dan bagaimana Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassallam telah
mencontohkan tata cara mengelolanya, dapat disadari bahwa pengelolaan zakat bukanlah
suatu hal yang mudah dan dapat dilakukan secara individual. Agar maksud dan tujuan zakat,
yakni pemerataan kesejahteraan, dapat terwujud, pengelolaan dan pendistribusian zakat harus
dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Hal inilah yang kemudian menjadi
dasar berdirinya berbagai Lembaga Pengelola Zakat di berbagai negara, termasuk di
Indonesia
Secara defenitif, Lembaga pengelola zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang
bertugas dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang dibentuk oleh
pemerintah seperti BAZ, maupun yang dibentuk oleh masyarakat dan dilindungi oleh
terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
mustahik, pada tahun 1999, dibentuk Undang-Undang (UU) tentang Pengelolaan Zakat, yaitu
Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan
Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan
Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang
pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat, infak dan sedekah (ZIS).
4[4] Undang-undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1 ayat 1.
Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia. Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) misalnya sebagai salah satu pengelola zakat
yang dibentuk oleh Pemerintah secara perlahan tapi pasti dapat terus meningkatkan
pengumpulan dana zakat yang cukup signifikan. Pada tahun 2007 dana zakat yang
terkumpul di BAZNAS mencapai Rp. 450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp. 920 miliar,
dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dana zakat yang berhasil
dikumpulkan BAZNAS mencapai Rp. 1,5 triliun. Meskipun angka yang berhasil dicapai
oleh BAZNAS belum sebanding dengan potensi zakat yang ada di tengahtengah
masyarakat yang diprediksi bisa mencapai Rp. 19 triliun (PIRAC), atau Rp. 100 triliun
(Asian Development Bank), akan tetapi apa yang telah dicapai oleh BAZNAS
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk
atas prakarsa masyarakat yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial dan
kemaslahatan umat Islam. Adapun institusi yang mengurusi zakat yang lain adalah Badan
Amil Zakat yaitu organisasi pengelola zakat yang di bentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur
Zakat.7[7]
5[5] A. Muchaddam Fahham,“Padadigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia”, dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial,
Vol.III, No. 19/I/P3DI/Oktober/2011
6[6]Ibid.
7[7] Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan ZakatBab 1
Pasal 1 ayat 1 dan 2.
Sebagai sebuah lembaga, Lembaga Pengelolaan Zakat memiliki asas-asasyang menjadi
1) Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, LembagaPengelola Zakat haruslah
berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulaidari tata cara perekrutan pegawai hingga tata
adil.
5) Kepastian hukum. Muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dankepastian hukum
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada
secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh
mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Lembaga pengelola zakat juga
harus bersikap responsif terhadap kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini
mendorong amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga tidak
hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang terjadi, Selain itu, seluruh
organ organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk beluk zakat
8[8]Undang-undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Pasal
12.
sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan
berbeda, yaitu lembaga nirlaba dan lembaga not for profit. Lembaga nirlaba didirikan
benar- benar bukan untuk mencari laba sedikit pun. Produk lembaga nirlaba adalah nilai
dan moral sedangkan produk perusahaan adalah barang dan jasa. Sumber dana lembaga
nirlaba adalah donasi masyarakat dan digunakan sepenuhnya untuk kegiatan operasional
Melihat tugas dan fungsi Lembaga Pengelola Zakat, jelaslah bahwa Lembaga Pengelola
Zakat adalah salah satu dari sekian banyak lembaga nirlaba. Olehnya itu, Lembaga Pengelola
Zakat memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik lembaga nirlaba lainnya, yaitu:
1) Sumber daya, baik berupa dana maupun barang berasal dari para donatur dimana donatur
tersebut mempercayakan donasi mereka kepada LPZ dengan harapan bisa memperoleh
2) Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk pelayanan masyarakat dan tidak mencari laba dari
pelayanan tersebut.
3) Kepemilikian LPZ tidak sama dengan lembaga bisnis. LPZ bukanlah milik pribadi atau
kelompok, melainkan milik ummat karena sumber dayanya berasal dari masyarakat. Jika LPZ
dilikuidasi, maka kekayaaan lembaga tidak boleh dibagikan kepada para pendiri.
9[9] Mahmudi, “Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat”. Ekbisi 2009, volume
4 Nomor 1:69-84.
10[10]Umi Mahmudah, Manajemen Dana di Lembaga Zakat (Studi pada Lembaga Zakat Baitul Maal Hidayatullah
Cabang Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang, 2007.
Namun, sebagai lembaga yang bergerak di bidang keagamaan, dalam hal ini sebagai
pengelola zakat, maka LPZ memiliki beberapa karakteristik tersendiri yang membedakannya
Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai
tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan
efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana zakat yang ada dengan maksimal.
Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai
pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang
produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home
1) Dana Zakat
Ada dua jenis dana zakat yang dikelola oleh LPZ, yaitu dana zakatumum dan dana zakat
dikhususkan. Dana zakat umum adalah dana zakatyang diberikan oleh muzakki kepada LPZ
tanpa permintaan tertentu.Sedangkan dana zakat dikhususkan adalah dana zakat yang
diberikan olehmuzakki kepada LPZ dengan permintaan dikhususkan, misalnya
2) Dana Infaq/Shadaqah
Seperti dana zakat, dana infaq/shadaqah terdiri atas danainfaq/shadaqah umum dan dana
infaq/shadqah khusus. Dana infaq/shadaqahumum adalah dana yang diberikan para donatur
adalahdana yang diberikan para donatur kepada LPZ dengan berbagai persyaatantertentu,
3) Dana Waqaf
Waqaf adalah menahan diri dari berbuat sesuatu terhadap hal yangmanfaaatnya diberikan
4) Dana Pengelola
Dana pengelola adalah hak amil yang digunakan untuk membiayaikegiatan operasional
menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah maha memberi pengajaran yang
sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat ini mengandung arti bahwa amanah harus diberikan kepada yang berhak dan
dalam melaksanakan amanah tersebut, penerima amanah harus bersikap adil dan
Dalam segi akuntansi, akuntabilitas adalah upaya atau aktivitas untuk menghasilkan
adalah untuk Allah. Akuntabilitas juga terikat dengan peran sosial dimana muhtasib (akuntan)
yakin bahwa hukum syariah telah dilaksanakan dan kesejahteraan umat menjadi tujuan
utama dari aktivitas perusahaan dan tujuan tersebut telah tercapai.12[12] Maka, konsep
Islam adalah:
perwujudan amanah yang diberikan Allah kepada manusia sebagi sorang khalifah.
Oleh karenanya, dari sebuah lembaga pengelolaan zakat yang akuntabel dan acceptable
11[11] Masiyah Kholmi, “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam”. Jurnal Studi
Masyarakat Islam 2012.. Volume 15 Nomor 1: 63-72.
12[12] Abdussalam Mohammed Abu Tapanjeh, Corporate Governance from the Islamic Perspective: A Comparative
Analysis with OECD Principles. Critical Perspectives on Accounting 2009., Volume 20: 556-567.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw.,
pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan
baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang
tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan
Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya
harus dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga
harus akuntabel, yaitu amanah terhdap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga
amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq,dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
Tapanjeh, Abdussalam Mohammed Abu., Corporate Governance from the Islamic Perspective: A
Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Mahmudi, “Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat”. Ekbisi
Muhammad Yusuf al-Qaradhowi, Konsesi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, Terj. Umar Fanany,
Umi Mahmudah, Manajemen Dana di Lembaga Zakat (Studi pada Lembaga Zakat Baitul Maal