Anda di halaman 1dari 28

MODUL DAN PANDUAN PERKULIAHAN

MANAJEMEN ZIS & WAKAF


(FILANTROPI ISLAM)

Hilman Latief, Ph.D.

2013-2014
Penjelasan Umum
Program/Program studi :S1/Ekonomi dan Perbankan Islam
Mata kuliah : Manajemen ZIS & Wakaf
Kode MK : EPI-8362
SKS/Semester : 5/V
Tahun Akademik : Smst Genap 2013/2014
Dosen : Hilman Latief, Ph.D.
Email : hilman.latief@gmail.com
Phone : 0821 26 010203

Mata kuliah ini memotret dasar-dasar tata kelola ZIS &


Wakaf/Filantropi Islam (zakat, infak, sadaqah dan wakaf) di
Indonesia, Asia Tenggara serta lembaga filantropi Islam Internasional.
Memotret peran dan pengalaman lembaga-lembaga filantropi Islam
dalam mengelola dana-dana masyarakat. Pembahasan akan
difokuskan pada manjemen pengelolaan zakat di dalam masyarakat
secara luas, mencakup aspek-aspek legal dalam pengelolaan lembaga
filantropi Islam (perundang-undangan), perkembangan dan inovasi
konsep-konsep baru dalam filantropi Islam (misalnya zakat profesi,
wakaf uang, dll), hubungan lembaga filantropi Islam dan negara,
dengan perkembangan lembaga keuangan Islam, serta hubungan
antara media sosial dengan institusi ZIS & Wakaf. Secara spesifik juga
mata kuliuah ini membahasan manejemen sumber daya manusia,
organisasi, fundraising, dan manajemen distribusi serta pembuatan
jenis-jenis program dan kegiatan.

Tim Pengajar

Hilman Latief, Ph.D.


Drs. Moh. Masudi, M.Ag.
Persyaratan Perkuliahan

1. Kehadiran (attendance), tugas membaca (reading


assignment), dan partisipasi aktif di dalam diskusi kelas (active
section participation) (20%)
2. Ujian Tengah Semester/Midterm (20%)
3. Presentasi. Mahasiswa diharuskan memilih salah satu topik
untuk dipresentasikan dalam diskusi kelas. Presentasi
dilakukan secara berkelompok, dan mahasiswa disarankan
menggunakan Power Point saat presentasi (10 %).
4. Tugas Review/Makalah/studi kasus bersifat kelompok.
Mahasiswa diwajibkan menulis satu profile lemabag ZISWAF
di Indonesia dengan kasus yang spesifik dan akan ditentukan
kemudian. Panjangnya makalah/review sekitar 10 halaman
(20%).
5. Ujian Akhir/ Final Exam (30 %)
Sistem Penilaian
Skala penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut:
80-100 (A); 66-79 (B), 56-65 (C); 65-69 (DC); 60-64 (D); 10-60 (E)
Pertemuan ke-1
Ruang Lingkup Makna Zis dan wakaf

Tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


makna dasar dan perkembangan sejarah pengelolaan ZIS & wakaf,
baik secara konseptual maupum historis.

Di dalam Q.S Al Ma’idah ayat 3, umat manusia diwajibkan


untuk saling tolong menolong dalam hal ini antara si kaya dan si
miskin agar tercipta keadilan sosial dan keseimbangan ekonomi, serta
mampu menciptakan kesejahteraan, keamanan dan ketenteraman
dalam kehidupan bermasyarakat (Djatnika, 2003). Beberapa
instrumen yang dapat digunakan untuk merealisasikan hal tersebut
sebagaimana tertera di dalam Al Qur’an, diantaranya adalah melalui
Zakat, Infak, Sadaqah dan Wakaf. Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf
sendiri oleh beberapa ahli disebut sebagai bagian dari filantropi
Islam. Meskipun pada dasarnya praktik filantropi Islam lebih bersifat
teologis, namun dalam pelaksanaannya diharapkan mampu memberi
dampak sosiologis.
Praktik Filantropi Islam lahir bersamaan dengan sejarah Islam
itu sendiri. Tentu saja pada masa-masa yang lalu pelaksanaan ZIS &
Wakaf masih menggunakan cara-cara tradisional, namun seiring
dengan perkembangan zaman praktik ZIS & Wakaf dikalangan
masyarakat juga mengalami pergeseran. Meski demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa cara-cara tradisional-pun hingga saat ini masih
sering kita jumpai. Cara-cara tradisional yang dimaksud adalah lebih
bersifat karikatif (santunan) dan konsumtif.
Menguatnya wacana filantropi Islam khususnya di Indonesia
tidak terlepas dari kondisi masyarakat yang masih saja berjibaku
dengan kemiskinan. Pemerintah dalam hal ini masih dianggap
“gagal”, sehingga masyarakat sipil merasa perlu untuk ambil bagian.
Melalui zakat misalnya – seperti yang diuraikan oleh Akram Khan -
bahwa seharusnya digunakan sebagai instrumen utama untuk
menjadi pengaman sosial, pengentasan kemiskinan, pengekang
disparitas ekonomi yang berlebihan, serta perangsang kegiatan
ekonomi (Hilman Latief, 2010: 123).
Studi Kasus 1
Manula dan Balita Terjepit di Pembagian Zakat di Bangkalan

Metrotvnews.com, Bangkalan: Pembagian zakat yang dilakukan pengusaha


kaya kembali hampir menelan korban. Kali ini terjadi di rumah Rohli,
pengusaha asal Madura yang sukses di Jakarta.

Rohli berniat membagikan zakat bagi ribuan warga di sekitar rumahnya, di


Desa Lajing, Arosbaya, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Karena tak
terkendali, warga berdesak-desakan untuk bisa lebih dulu mendapatkan
zakat.

Tangis balita yang ikut orang tuanya mengantre dan erangan para manula tak
dapat dihindarkan. "Pak tolong angkatkan anak saya," teriak seorang ibu
sambil menggendong anak balitanya yang menangis keras, kepada wartawan
yang melakukan peliputan kegiatan ini, Selasa (14/7/2015).

Sejak pukul 14.00 WIB, ribuan warga sudah berkumpul di sekitar rumah Rohli.
Tepat pukul 15.30 WIB, pembagian sedekah dilakukan. Di sini warga langsung
berdesak-desakan. Sejumlah manula terimpit ke tembok, ketika ribuan warga
lainnya berebut lebih dulu mendapatkan sedekah senilai 100 ribu rupiah itu.

"Alhamdulillah pak dapat bantuan, tapi tadi sempat desak-desakan, sampai


anak saya menangis," ujar Siti Romlah, warga Desa Arosbaya, Bangkalan, usai
menerima sedekah berupa paket sembako dan uang tunai.

Haji Rohli selaku pihak yang memberi sedekah mengatakan bahwa apa yang
dilakukannya rutin dilaksanakan setiap tahun bersama keluarga besarnya.
Rohli mengatakan dirinya tak bermaksud pamer atas apa yang dilakukan.

Rohli mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak TNI dan Polri untuk
mengamankan pembagian ini. Namun demikian kejadian tersebut tak dapat
dihindari karena warga saling berebut untuk mendapatkan lebih dulu.
"Beruntung tidak ada korban dan semua bantuan dapat diserahkan pada
penerimanya," terang pria 55 tahun ini.

http://jatim.metrotvnews.com/read/2015/07/14/147453/manula-dan-balita-
terjepit-di-pembagian-zakat-di-bangkalan

Beberapa pertanyaan yang perlu dieksplorasi dalam pembahasan ini,


diantaranya adalah:
1. Apa pengertian atau definisi dari zakat, infaq, sadaqah dan
wakaf?
2. Seperti apa perbedaan dan persamaan dari masing-masing?
3. Bagaimana masyarakat mempraktikkan ZIS & Wakaf?
4. Apa yang bisa diharapkan dari ZIS & Wakaf? Dan seperti apa
kondisi terkini dari cita-cita sosial yang diharapkan tersebut?
5. Apa makna memberi (giving) bagi manusia (bagi Muslim)?

Literatur
1. Berderma Untuk Semua bab 2, halaman 111-151
2. Hilman Latief, Politik Filantropi Islam di Indonesia bab 1,
halaman 1-29.
3. Hilman Latief, Melayani Umat bab 2, halaman 33-65.
Pertemuan ke-2
Institutionalisasi pengelolaan ZIS & Wakaf

Tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


aspek-aspek legal pengelolaandana ZIS & Wakaf, serta bentuk-bentuk
institusi pengelolaannya.

Proses Institusional pengelolaan ZIS & Wakaf di Indonesia


cukup panjang, bermula dari masuknya Islam ke Nusantara hingga
kini. Proses tersebut setidaknya telah melalui beberapa periode,
diantaranya zaman kerajaan Islam, periode kolonialisme, orde lama,
orde baru, serta pasca reformasi. Tentu saja pada setiap zaman
memiliki cara pandang yang berbeda terhadap persoalan dan
bagaimana penyelesaiannya. Sebuah artikel yang ditulis oleh Amelia
Fauzia dan Ary Hermawan (2003) setidaknya dapat memberikan
gambaran, bagaimana proses institusional pengelolaan Ziswaf dari
zaman kesultanan hingga era tahun 1980-an. Sementara itu, untuk
periode-periode berikutnya hingga kekinian, buku Politik Filantropi
Islam di Indonesia dapat dijadikan referensi bacaan.
Di dalam buku Politik Filantropi telah diuraikan bahwa saat ini
masyarakat sipil, swasta dan negara, telah mewarnai aktifitas
Filantopi di negeri ini. Masyarakat sipil melalui panitia Zakat di
Masjid-masjid telah lebih dulu terjun ke pengelolaan Ziswaf,
meskipun hingga saat ini apa yang mereka lakukan masih
menggunakan cara-cara tradisional. Disisi lain Lembaga Amil Zakat
non pemerintah menawarkan program-program yang lebih inovatif,
berkelanjutan dan modern. Pemerintah dalam hal ini melalui Badan
Amil Zakat juga turut ambil bagian dalam aktifitas filantropi.
Sementara itu ormas Islam yang lebih tua juga turut mengadopsi
model-model pengelolaan Filantropi Islam modern. Selain itu,
perusahaan swasta yang lebih berorientasi pada laba juga tidak mau
ketinggalan, mereka mengemas kegiatan filantropi dalam agenda
Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemerintah merupakan institusi yang paling berwenang untuk
mengeluarkan regulasi di dalam suatu negara, tidak terkecuali dalam
pengelolaan ZIS dan Wakaf ini. Pada tahun 1999, pemerintah telah
menerbitkan Undang-undang yang mengatur tentang Zakat, yaitu UU
No. 38 Tahun 1999. Kemudian pada tahun 2011 pun, pemerintah
menerbitkan undang-undang baru, yaitu UU No. 23 Tahun 2011 yang
dimaksudkan untuk mengganti undang-undang yang telah ada
sebelumnya. Namun, pengesahan undang-undang tersebut menuai
protes dari beberapa kalangan, khususnya para pengelola ZIS dari
lembaga non pemerintah. Hal ini karena UU yang baru tersebut
dinilai membatasi ruang gerak lembaga amil zakat.

IKA PASAL 38 UU 23/2011 DITERAPKAN

Himpun Zakat, Takmir Bisa Masuk Bui

SLEMAN (KRjogja.com) - Jika pasal 38 UU No 23 Tahun 2011 tentang


Pengelolaan Zakat pada tahun 2016 mendatang benar-benar diterapkan,
maka takmir masjid yang selama ini menerima dan menyalurkan zakat bisa
dipenjara. Sebab, hal itu dilarang menurut pasal tersebut.

"Bisa kita bayangkan, penjara pasti akan penuh sesak," kata praktisi nasional
Drs Harry Rachmad pada Focus Group Discussion (FGD) "UU Zakat dan
Pemberdayaan Lembaga Zakat serta Umat" di Kelapa Gadin Resto Jalan
Magelang Sinduadi Mlati Sleman, Sabtu (22/08/2015).

FGD yang diinisiasi anggota DPD RI Drs HA Hafidh Asrom MM ini juga
menghadirkan pembicara Drs HM Yazid Afandi MAg (dosen UIN Sunan
Kalijaga) dan Andika Bayu S SKom MKom (Direktur Kanalink).

Dalam pasal 38 UU 23/2011 disebutkan: setiap orang dilarang dengan


sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan,
pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang
berwenang. Kemudian dalam pasal 41 disebutkan: setiap orang yang dengan
sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
"Maksud pasal tersebut memang baik, yaitu tidak setiap orang bisa
mengelola zakat kemudian bubar alias menghindari amil zakat bodong. Tapi
kan ada aspek lain yang perlu jadi perhatian, yaitu terhalangnya hak warga
untuk membayarkan/menyalurkan zakat," kata Harry Rachmad.

Sedang HM Yazid Afandi menjelaskan, sisi positifnya pasal tersebut menjadi


'jaring pengaman bagi kemungkinan terselewengkannya dana zakat. "Jadi
tidak ada lembaga zakat liar. Tiap orang Islam tidak bisa seenaknya sendiri
pengelola zakat. Toh kalau terjadi penyelewengan yang kena juga Islam?"
katanya.

Sementara itu anggota DPD RI Drs HA Hafidh Asrom MM mengungkapkan,


UU No 23/2011 menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi, akademisi,
masyarakat Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pihak lain terkait. "Mulai ada
kekhawatiran akan dibekukannya LAZ, sehingga UU tersebut mengerdilkan
peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat," katanya.

Selain itu, lanjutnya, UU tersebut telah menghambat kinerja serta peran


lembaga-lembaga zakat yang telah ada. "Di sini jelas bahwa pemerintah ingin
menyaring lembaga zakat yang telah ada dengan persyaratan keanggotaan
"ormas Islam". Padahal bagi lembaga zakat persyaratan seperti itu agak
berat, karena harus merevisi ulang struktur dasar dan mengubah statusnya
selama ini sebagai yayasan," jelasnya. (Fie)
http://krjogja.com/read/271899/himpun-zakat-takmir-bisa-masuk-bui.kr

Dalam pembahasan ini, diharapkan mahasiswa dapat


mendiskusikan beberapa poin pertanyaan berikut:
1. Bagaimana proses institusional ZIS & Wakaf terjadi, dan
seperti apa dinamika yang menyertainya?
2. Bagaimana kontribusi pemerintah dalam perkembangan
institusi ZIS & Wakaf?
3. Bagaimana peran UU no. 38 Tahun 1999 dan UU No. 23
Tahun 2011 terhadap perkembangan institusional Ziswaf di
Indonesia?
4. Bagaimana karekteristik dan model pengelolaan yang
dilakukan oleh setiap sektor (masyarakat sipil, pemerintah,
dan swasta)?dan manakah yang lebih efektif?
5. Bagaimana dampak program kegiatan lembaga ZIS & Wakaf
terhadap masalah kemiskinan?

Literatur
1. Berderma untuk Semua, bab 3, halaman 157-263.
2. Politik Filantropi Islam di Indonesia, bab 2, halaman 30-57.
3. LSM vs LAZ Bermitra atau Berkompetisi, Adi Candra Utama,
2006, Piramedia, halaman 24-43
4. Southeast Asia Zakat Movement, bab 2 halaman 35-39 dan
bab 7 halaman 153-202.
5. Development Report 2012, Indonesia Zakat, bab 5, halaman
205-233
6. Qanun Zakat Aceh
7. Undang-undang Pengelolaan Zakat 1999 dan 2011
Pertemuan ke-3
Manejemen ZIS & Wakaf di Asia Tenggara

Tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa mengetahui


model-model kebijakan, pengelolaan dan tradisi filantropi Islam di
negara-negara Asia Tenggara, baik yang berpenduduk mayoritas
maupun minoritas muslim.

Singapura merupakan negara dengan penduduk muslim


minoritas, yaitu hanya sekitar 15 persen dari total pendukuk negara
tersebut. Meski demikian pengelolaan wakaf di negara tersebut
tergolong cukup baik. Masyarakat muslim singapura memiliki wakaf
produktif, yang berupa 114 ruko, 30 perumahan serta 12 gedung
apartemen dan perkantoran. Dari hasil pengelolaan wakaf produktif
tersebut digunakan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan, seperti
beasiswa, operasional masjid, dan lain sebagainnya. Sementara itu
dalam hal pengelolaan zakat, pada tahun 2003 lembaga pengelola ZIS
di Singapura berhasil mengumpulkan dana sekitar 13 juta dolar
Singapura. Pada tahun 2004 pengumpulan ZIS di negara tersebut
mengalami peningkatan sebesar 11,5 persen menjadi 14,5 juta dolar
Singapuran.

Demikian halnya dengan Malaysia, masyarakat muslim disana


memiliki wakaf produktif dalam bentuk beberapa klinik dan Rumah
sakit. Hasil keuntungan dari pengelolaan wakaf produktif tersebut
digunakan untuk kepentingan anak yatim dan kaum dhuafa.
Sementara itu untuk pengelolaan zakat, pada tahun 2010 Pusat
Pengumpulan Zakat (ZCC) berhasil menghimpun dana sebesar RM
216,4 juta, jumlah ini meningkat sebesar 18 persen dibanding tahun
2009.

Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam terkait


pembahasan ini adalah:

1. Bagaimana masyarakat di Malaysia dan Singapura


mempraktikkan ZIS & Wakaf?
2. Bagaimana pengelolaannya dan lembaga apa saja yang
terlibat di dalamnya (masyarakat sipil, negara,
perusahaan)?
3. Bagaimana peran negara/pemerintah dalam pengelolaan
ZIS & Wakaf di kedua negara tersebut?

Literatur

1. Southeast Asia Zakat Movement, bagian ke 3, halaman 69-


79. Bagian ke 5, halaman 105-118.

2. Jurnal Pemikiran dan Gagasan Volume 1 Sya’ban


1429/Agustus 2008, Zakat & Empowering, halaman 25-36

3. Development Report 2012, IMZ, Bab 4, halaman 197-204.


Pertemuan ke-4

Lembaga-lembaga Filantropi Islam Internasional

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


karakteristik dan perkembangan filantropi Islam di dunia
Internasional, serta mampu memetakan peran lembaga-lembaga
tersebut di Indonesia, maupun di belahan dunia lainnya.

Mulai pada tahun 2004, Indonesia menjadi salah satu negara


yang aktif dikunjungi oleh lembaga-lembaga filantropi internasional,
yang beberapa diantaranya merupakan lembaga filantropi yang
berbasis keagamaan. Lembaga-lembaga filantropi berbasis
keagamaan tersebut diantaranya adalah Islamic Relief Worldwide
(IR), Muslim Aid (AA), Asian Muslim Charity Foundation (AMCF), serta
Qatar Charity. Islamci Relief merupakan salah satu lembaga filantropi
Islam terbesar di dunia yang dibentuk pada tahun 1984. Kemanusiaan
dan pembangunan menjadi fokus utama dari lembaga ini. Sementara
itu Muslim Aid merupakan lembaga filantropi yang fokus pada
penanganan bencana dan program pembangunan. Lembaga ini
didirikan pada tahun 1985 yang berbasis di London. Di Indonesia
sendiri, pada tahun 2005 telah didirikan Muslim Aid Indonesia.
Sedangkan AMCF merupakan lembaga yang bergerak pada bidang
dakwah, kesejahteraan dan kemanusiaan yang berasal dari Uni
Emirat Arab. Terakhir, Qatar Charity adalah lembaga filantropi yang
fokus pada program pembangunan berkelanjutan, program siaga dan
tanggap bencana, serta program reguler lainnya.
Contoh lain dari lembaga filantropi Islam yang bergerak dalam
skala internasional adalah Mer-C. Mer-C merupakan lembaga
filantropi yang bergerak pada urusan kemanusiaan, khususnya dalam
hal medis. Mer-C bertujuan untuk memberikan pelayanan medis
kepada korban perang, konflik, kerusuhan, kejadian luar biasa,
maupun bencana alam. Dalam beberapa kesempatan Mer-C telah
memberikan pelayan medis kepada korban perang/konflik yang
terjadi di Timur Tengah, seperti di Afghanistan, Iraq, Palestina, dan
lainnya. Selain itu, Mer C juga memberikan pelayanan medis kepada
korban bencana alam, baik yang terjadi di Indonesia maupun negara
lain, seperti misalnya di Pakistan saat terjadi gempa bumi pada tahun
2005. Korban-korban konflik sosial-pun tidak luput dari perhatian
Mer C, seperti misalnya konflik di Rakhine dan Rohingnya.

Asian Muslim Charity Foundation Beri Beasiswa Mahasiswa Unismuh


TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
memberikan beasiswa penuh kepada calon mahasiswa baru Tahun Akademik
2015/2016 untuk dua program studi di Fakultas Agama Islam, yaitu program
studi Al Ahwal Al Syakhsyiah dan Komunikasi Penyiaran Islam.

"Beasiswa ini diberikan kepada seluruh mahasiswa di program studi tersebut


karena Unismuh Makassar telah bekerja sama dengan Asian Muslim Charity
Foundation,"kata Wakil Rektor I Unismuh Makassar, Dr Abd Rahman Rahim
MM, Minggu (12/7/2015).

Dekan Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar, Drs Mawardi Pewangi M.PdI
menjelaskan, proses seleksi mahasiswanya dilakukan oleh Asian Muslim
Charity Foundation. Namun, tetap berkoordinasi dengan Panitia Penerimaan
Mahasiswa Baru (PPMB) Unismuh Makassar.

"Ada kuota sekitar 100 orang untuk masing-masing program studi. Dalam
proses seleksi yang paling diutamakan adalah kemampuan Bahasa Arab dan
pemahaman keagamaan Islamnya,"jelasnya. (*)

Penulis: Anita Kusuma Wardana


Editor: Muh. Taufik
http://makassar.tribunnews.com/2015/07/12/asian-muslim-charity-
foundation-beri-beasiswa-mahasiswa-unismuh

Dalam pembahasan ini diharapkan mahasiswa dapat


mengeksplorasi lebih jauh tentang lembaga-lembaga filantropi Islam
internasional. Adapun beberapa pertanyaan yang harus dijawab
didalam diskusi, diantaranya adalah:
1. Bagaimana lembaga filantropi Islam internasional
menjalankan program dan kegiatan di suatu negara?
2. Bagaimana lembaga filantropi Islam internasional (dari
Timur Tengah maupun Negara Barat) menentukan wilayah
kerjanya di luar negeri, khususnya Indonesia?
3. Bagaimana lembaga tersebut melakukan fundraising?
4. Bagiamana lembaga filantropi islam internasional
menjalankan kegiatan dakwah dan sosial kemanusiaan?

Literatur
1. Hilman Latief, “Islamic Charities and Dakwah Movements in
a Muslim Minority Island: The Experience of Niasan
Muslims.” Journal of Indonesia Islam Volume 06, No. 02,
Desember 2012.
Pertemuan ke-5
Inovasi Ziswaf, Zakat Profesi

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


perkembangan konsep-konsep dasar ZIS dan Wakaf dalam
masyarakat Muslim kontemporer dan memahami dinamika
hubungan antara Masyarakat, Negara dan Pasar dalam pengelolaan
ZIS dan Wakaf.

Kemiskinan dan keadilan sosial selalu menjadi issu yang hangat


disetiap negara dan setiap zaman. Kemajuan zaman yang sangat
pesat ini-pun masih tetap menyisakan permasalahan kemiskinan,
tidak terkecuali di Indonesia. Realitasnya jarak antara yang kaya dan
miskin tetap lebar, atau bahkan semakin lebar. Disisi lain, Islam
sebagai agama Rahmatan lil’alamin, diyakini memiliki ajaran yang
selalu dinamis terhadap tuntutan zaman. Dalam kondisi yang
demikian, beberapa cendikiawan muslim mencoba untuk
menafsirkan kembali ajaran-ajaran Islam yang sejalan dengan
kebutuhan zaman. Diantara gagasan tersebut adalah Zakat Profesi.

Dari 3500 Guru 50 Guru Menolak Bayar Zakat Profesi Guru


PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Kota pekanbaru sejak Juli 2013
lalu sudah menggulirkan program guru berzakat. Namun dari sampai saat
ini masih ada penolakan terhadap zakat profesi ini. Tercatat dari 3500
guru sekitar 50 guru menolak membayar zakat profesi guru ini.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Prof Dr Zulfadil kepada


Riaupos.co, Sabtu (20/6/2015) mengatakan ada beberapa alasan yang
diungkapkan guru-guru tersebut sehingga enggan membayar zakat dari
profesi guru.

"Mereka menyebutkan zakat itu ibadah orang perorang mengapa dipaksa


untuk melakukannya dan zakat itu dilakukan orang perorangan bukan
dipotong lansung dari gajinya,"kata Zulfadil menerangkan alasan guru
yang melakukan penolakan bayar zakat profesi.
Zulfadil berharap seiring berjalannya waktu guru-guru yang tidak mau
berzakat itu sadar dan mau membayar zakat yang diperuntukkan
membantu orang-orang kurang mampu

Ya, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Sabtu (20/6/2015) di Aula Kantor


Disdik Kota Pekanbaru, telah menyalurkan zakat profesi guru sebesar
Rp210,7 juta kepada 243 siswa SD, SMP, SMA/SMK swasta se Pekanbaru.

"Pemberian zakat kali ini khusus untuk siswa sekolah swasta saja
sementara pembagian bagi siswa sekolah negeri akan dilakukan awal Juli
mendatang," paparnya.

Laporan: Riri R Kurnia


Editor: Yudi Waldi
http://www.riaupos.co/75705-berita-dari-3500-guru-50-guru-menolak-
bayar-zakat-profesi-guru.html#.VfV7aX1dJ0s

Dalam pembahasan ini, diharapkan mahasiswa mengeksplorasi


beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa pengertian atau definisi dari zakat profesi?
2. Kapan gagasan tentang zakat profesi tersebut muncul, dan
apa yang melatarbelakanginya?
3. Bagaimana pendapat para ulama serta ormas Islam terhadap
zakat profesi?
4. Apakah zakat profesi sesuai dengan fikih Islam?
5. Apakah zakat profesi memang harus ada?
6. Bagaimana lembaga Ziswaf menerapkan zakat profesi ini?

Literarur
1. Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, Bab 2.
2. Politik Filantropi Islam di Indonesia Bab 3.
Pertemuan ke-6
Wakaf Tunai dan Wakaf Produktif

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


perkembangan konsep-konsep dasar ZIS dan Wakaf dalam
masyarakat Muslim kontemporer dan memahami dinamika
hubungan antara Masyarakat, Negara dan Pasar dalam pengelolaan
ZIS dan Wakaf.

Tidak diragukan lagi, bahwa pada masa awal Islam wakaf


memiliki peran penting bagi penyebaran agama Islam. wakaf pada
saat itu digunakan untuk menyediakan fasilitas-fasilitas keagamaan
dan peralatan militer, meskipun juga digunakan untuk kegiatan yang
bersifat karikatif. Pada periode berikutnya peran wakaf mengalami
perkembangan, sehingga sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan dan
kebudayaan tersentuh oleh aktifitas ini. Di Indonesia sendiri,
perkembangan wakaf tidak bisa dilepaskan dari masuknya Islam ke
Nusantara. Dengan kata lain, perkembangan Islam di Nusantara juga
tidak terlepas dari peran aktifitas perwakafan.
Secara umum, model pengelolaan wakaf di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga periode: Pertama periode tradisional, yaitu
pengelolaan wakaf yang digunakan untuk pembangunan fisik yang
berkaitan dengan aktifitas peribadatan, sepeti pembangunan
Musholla, Majid, Panti Asuhan, dll.
Kedua periode semi-profesional, yaitu model pengelolaan yang
tidak jauh berbeda dengan periode tradisional, namun pembangunan
gedung-gedung peribadatan tersebut juga dilengkapi dengan gedung
yang dapat digunakan untuk pertemuan, pernikahan, rapat, dll.
Ketiga periode profesional, berbeda dengan kedua periode
sebelumnya yang lebih berbentuk harta tidak bergerak, pada periode
ini jenis harta bergerak juga digunakan untuk wakaf, seperti misalnya
uang, saham, dan surat berharga lainnya. Wakaf yang berbentuk
harta bergerak diyakini akan lebih luas jangkauannya sehingga
berpotensi untuk mengingkatkan kesejahteraan masyarakat. Wakaf
harta bergerak ini kemudian lebih dikenal dengan wakaf uang atau
tunai, yang mana perkembangannya di Indonesia juga tidak terlepas
dari peran pemerintah yang dalam hal ini telah mengeluarkan UU No.
41 Tahun 2004.
Dalam pembahasan ini, diharapkan mahasiswa mengeksplorasi
beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa pengertian atau definisi dari wakaf uang dan wakaf
produktif, serta apa saja syaratnya?
2. Bagaimana pelaksanaan wakaf uang di Indonesia?
3. Bolehkah wakaf tunai ini dilaksanakan, seperti apa pendapat
para ulama dalam hal ini?
4. Apakah terdapat perbedaan antara wakaf uang dengan
sedekah biasa?
5. Bagaimana cara mengelola wakaf produktif?
6. Apa tujuan dari wakaf produktif?

Literatur:
1. Tuti Alawiyah A Najib dan Ridwan al-Makassary, Wakaf,
Tuhan dan Agenda Kemanusiaan (Jakarta: CSRC, 2006)
2. Kemenag, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia
(Jakarta: Kemenag, 2013)
Pertemuan ke-7
Corporate Social Responsibility dalam lembaga Ziswaf

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami


perkembangan konsep-konsep dasar ZIS dan Wakaf dalam
masyarakat Muslim kontemporer dan memahami dinamika
hubungan antara Masyarakat, Negara dan Pasar dalam pengelolaan
ZIS dan Wakaf.

Corporate Social Responsibility merupakan komitmen


perusahaan untuk ikut berkontribusi pada kondisi sosial lingkungan
sekitar dan masyarakat luas. Konsep CRS ini mulai dikenalkan oleh
Bowen pada tahun 1953. Dalam perkembangannya di Indonesia,
konsep CSR ini secara legal ditetapkan pemerintah melalui UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 20 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. CSR merupakan bentuk filantropi yang
dijalankan oleh perusahaan. Konsep ini tentu saja semakin
menyemarakkan praktik filantropi di Indonesia. Sebelum berkembang
konsep CSR, dibeberapa perusahaan di Indonesia sudah lebih dulu
membentuk pengelola zakat. Pembentukan pengelola zakat di
perusahaan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi karyawan yang ingin
menyalurkan dana sosialnya untuk masyarakat luas, maupun untuk
sesama karyawan di perusahaan tersebut. Selain itu, Di sektor
swasta, selain CSR juga berkembang wacana tentang zakat
perusahaan.
Dalam pembahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu
mengeksplorasi lebih jauh beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa pengertian Corporate Social Responsibility?
2. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan dari CSR?
3. Bagaimana hubungan antara CSR, zakat perusahaan dan
pajak?
4. Seperti apa bentuk kerjasama antara perusahaan dengan
lembaga ZISWAF?
5. Berikan beberapa contoh kerjasama antara lembaga
ZISWAF dengan perusahaan dalam proses pengentasan
kemiskinan?
Literatur
1. Politik Filantropi Islam, bab 4, halaman 106-142.
2. Melayani Umat, bab. 2, halaman 47-52.
Pertemuan ke-8
Sentralisasi dan Desentralisasi Pengelolaan Ziswaf

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa mampu memahami


model pendekatan pengelolaan lembaga ZIS dan Wakaf yang
memiliki lingkup kerja secara nasional.

Di dalam pengelolaan suatu organisasi, lembaga atau bahkan


pemerintahan dapat menggunakan dua model pendekatan, yaitu
sentralisasi dan desentralisasi. Kedua bentuk pendekatan ini khusus
dilakukan bagi organisasi atau lembaga yang memiliki wilayah kerja
yang luas, dengan kata lain terdapat lembaga pusat yang menaungi
beberapa lembaga dibawahnya. Secara sederhana sentralisasi dapat
dipahami sebagai sistem pengelolaan yang terpusat, artinya lembaga
yang berada ditingkat bawah menjalankan sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pusat. Sementara itu desentralisasi adalah
pengelolaan yang memberikan kebebasan kepada lembaga tingkat
bawah untuk menjalankan programnya sesuai dengan kehendak
mereka.

Dalam pembahasan ini diharapkan mahasiswa mengeksplorasi


beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimana pengelolaan Zis dan Wakaf dalam wilayah yang
luas, apakah sentralisasi atau desentralisasi?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dua pendekatan system
pengelolaan tersebut (sentralisasi dan desentralisasi),
3. Bagaimana dengan Muhammadiyah sebagai organisasi
masyarakat sipil, baghaimana pula dengan klemabag ZISWAF
yang lain? Mereka mereka memilih sentralisasi atau
desentralisasi?

Literatur
1. Melayani Ummat, bab 5, halaman 153-188.
Pertemuan ke-9
Ziswaf dan Perkembangan Lembaga Keuangan Islam
(BMT,Bank Syariah)

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiswa mampu memahami


hubungan antara lembaga ZIS dan Wakaf dengan lembaga keuangan
Islam.

Sejak tahun 1990-an di Indonesia mulai marak dengan


berkembangnya lembaga keuangan Islam. Lembaga keuangan Islam
ini diharapkan mampu memperbaiki kualitas ekonomi masyarakat
Indonesia, yang pada saat itu terjebak pada praktik rentenir. Melalui
BMT diharapkan kualitas perekonomian masyarakat kelas bawah
dapat diperbaiki, sementara itu untuk lingkup yang lebih luas
diharapkan peran dari perbankan syariah.
Lembaga keuangan syariah dan Ziswaf merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari ekonomi Islam. Lembaga keuangan Islam
diharapkan mampu menyediakan modal yang dibutuhkan oleh sektor
riil, sehingga aktifitas ekonomi tetap tumbuh dan berkembang.
Sementara itu, ZISWAF diharapkan mampu mendorong aktifitas
perekonomian masyarakat miskin (mustadh’afin). Meskipun pada
saat tertentu ZISWAF juga berperan dalam mendorong
perekonomian secara lebih luas (non konsumtif), misalnya melalui
program-program yang lebih inovatif dan berkelanjutan.
Dalam pembahhasan ini, beberapa pertanyaan yang harus
dijawab oleh mahasiswa adalah:
1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya lembaga
keuangan Islam (BMT, Bank Syariah)?
2. Bagaimana mengelola dan ZISWAF jika dikaitkan
dengan penguatan penguatan perekonomian ummat
Islam?
3. Apakah lembaga keuangan Islam mengelola ZIS?
4. Bagaimana ZISWAF mendirikan lembaga keuangan
Islam?

Literatur
Politik Filantropi Islam, bab 4, halaman 106-142.
Pertemuan ke-10
Filantropi Islam dan Media Sosial

Tujuan pembahasan ini adalah agar mahasiwa memahami bagaimana


peran media sosia terhadap pengelolaan ZIS dan Wakaf.

Kesuksesan Barack Obama menjadi presiden Amerika Serikat


tahun 2008 tidak terlepas dari peran media sosial, khususnya media
online yang meraka gunakan. Obama merupakan orang kulit hitam
pertama yang mampu menarik dan meyakinkan masyarakat Amerika
sehingga memperoleh suara terbanyak dalam pilpres tersebut. Pada
saat itu Obama memilih dunia maya sebagai media kampanye, yang
dalam hal ini kurang diperhitungkan oleh rivalnya. Demikian halnya
dengan kemenangan Jokowi-Ahok pada Pilgub di DKI Jakarta juga
tidak terlepas dari peran media sosial. Dengan demikian, penggunaan
media sosial bagi sebuah “kompetisi” merupakan suatu keharusan,
mengingat saat ini dunia tengah memasuki era teknologi informasi
dan komunikasi.
Berdasarkan data dari APJII – Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia-, hingga akhir tahun 2014 pengguna internet di
Indonesia mencapai 88,1 juta jiwa atau sekitar 36,7 persen dari
penduduk Indonesia, mengalami peningkatan sebesar 6 persen dari
tahun sebelumnya. Yang lebih spesifik, pengguna facebook di
Indonesia menurut The Wall Street Journal mencapai 69 juta jiwa,
Sedangkan pengguna twitter sejumlah 50 juta jiwa.
Mengingat peran pentingnya media sosial pada era teknologi
informasi komunikasi saat ini, dalam pembahasan kali ini diharapkan
mahasiswa mampu mengeksplorasi lebih jauh, bagaimana institusi
Ziswaf mampu menangkap peluang penggunaan medsos untuk
berkomunikasi dengan masyarakat umum, baik dalam aktifitas
fundrising maupun lainnya. Beberapa pertanyaan yang wajib
dieksplorasi oleh mahasiswa, diantaranya bagaimana penggunaan
media sosial di dalam institusi ZISWAF, media apa saja yang
digunakan, dan bagaimana dampaknya terhadap perkembangan
institusi tersebut. Mahasiswa dapat melakukan analisis perbandingan
dari beberapa institusi ZISWAF yang ada di Indonesia.
Dalam pembahasan ini, beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan
diskusi adalah:
1. Bagaimana penggunaan media sosia di dalam institusi
ZISWAF?
2. Media apa saja yang digunakan?
3. Bagaiman dampak penggunaan media sosial tersebut
terhadap perkembangan institusi ZISWAF tersebut?

Literatur:
Dibagikan kemudian
Pertemuan ke-11-14
Workshop Perencanaan Pembuatan Lembaga Filantropi Islam

Tujuan dari pembahasan ini adalah agar mahasiswa memahami dan


memiliki keterampilan untuk mengelola lembaga ZIS dan Wakaf, baik
dalam hal manajemen SDM, Fundraising, pembuatan program, serta
pendistribusian dana sosial dari ZIS dan Wakaf.

Tahapan pembuatan lembaga ZIS dan Wakaf :

1. Pembuatan Nama
Nama merupakan sebuah identitas bagi suatu lembaga. Oleh
karena itu nama hendaknya unik dan menarik, mudah diingat
serta mencerminkan dari visi dan misi.
2. Visi dan Misi
Visi adalah pandangan jauh kedepan tentang lembaga, atau
dapat disebut juga sebagai tujuan dari lembaga tersebut
dimasa yang akan datang. Dengan demikian visi lebih bersifat
ke dalam (internal), dan berorientasi ke depan. Sedangkan
Misi adalah pernyataan tentang apa yang akan dilakukan oleh
lembaga tersebut untuk mewujudkan misi yang dibuat.
Contoh: Visi dan Misi Rumah Zakat

Visi
Lembaga Filantropi Internasional Berbasis Pemberdayaan
yang Profesional

Misi
1. Berperan aktif dalam membangun jaringan filantropi
internasional
2. Memfasilitasi kemandirian masyarakat
3. Mengoptimalkan seluruh aspek sumber daya melalui
keunggulan insani.

Dari visi misi diatas terlihat bahwa, untuk dapat mewujudkan


lembaga filantropi internasional, maka Rumah Zakat akan
berperan aktif dalam membangun jaringan filantropi ditingkat
internasional. Sementara itu, agar berbasis pemberdayaan
dapat terwujud maka Rumah Zakat akan melakukan program
kegiatan yang mengarah pada kemandirian masyarakat,
dalam hal ini tentu Rumah Zakat tidak akan memprioritaskan
program kegiatan yang bersifat konsumtif. Sedangkan untuk
mewujudkan lembaga yang profesional, Rumah Zakat akan
berusaha untuk mengoptimalkan seluruh aspek sumber daya
melalui keunggulan insani, dengan mengoptimalkan sumber
daya insani yang dimiliki tentu akan terwujud profesionalitas
dalam pengelolaannya.

3. Penyusunan Program & Kegiatan


Program merupakan kumpulan dari kegiatan-kegiatan yang
tersusun secara sistematis, terpadu dan terarah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setidaknya terdapat
tiga jenis program, yaitu:
a. Program yang disusun berdasarkan waktu perencanaan.
- Berdasarkan periode kepengurusan
- Berdasarkan jangka waktu tertentu
Misalnya program selama bulan Ramadhan.

b. Program berdasarkan sifat lembaga


- Bersifat berkelanjutan
Misalnya program pemberdayaan yang berorientasi
pada kewirausahaan, tentu tidak akan cukup apabila
hanya dilakukan sekali, tetapi harus berkelanjutan.
- Bersifat insidental
Misalnya program karena adanya bencana alam.
- Bersifat tentatif
Program ini biasanya menyesuaikan dengan keadaan
tertentu

c. Program berdasarkan target


- Program jangka pendek
Misalnya program kerja untuk 1 tahun kedepan.
- Program jangka panjang
Misalnya program yang dirancang untuk lebih dari 3
tahun.

Sedangkan kegiatan adalah adalah penjabaran dari


program yang telah disusun. Kegiatan merupakan
bentuk aksi dari program yang ada.
Dalam menyusun program dan kegiatan hendaknya
merupakan sesuatu yang perlu untuk diprioritaskan dan
merupakan sesuatu yang unik dan menarik. Hal ini akan
berkaitan dengan proses fundraising, program yang
unik, menarik dan sesuatu yang penting tentu akan lebih
memudahkan dalam menyerap donatur.
Contoh: Program dan Kegiatan Lazismu
Program Senyum Sehat
Adapun kegiatan yang dilakukan diantaranya:
- Operasi Katarak Gratis
- Bantuan kesehatan (uang tunai)
- Penyuluhan kesehatan

4. Kebutuhan SDM
Untuk menjalankan program dan kegiatan tentu memerlukan
sumber daya manusia. Kebutuhan SDM ini disesuaikan
dengan program dan kegiatan, sehingga apa yang
direncanakan dapat berjalan efektif dan efisien.

5. Kerjasama
Untuk menjalankan program kegiatan, suatu lembaga dapat
menjalin kerjasama dengan pihak lain. Hal ini dilakukan
apabila lembaga tersebut tidak memungkinkan untuk
mengadakan kegiatan sendiri. Kerja sama ini juga dapat
dilakukan guna mencapai hasil yang lebih optimal.

6. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan ini setidaknya memuat kapan program
kegiatan tersebut akan mulai dilaksanakan, berapa lama
waktu yang dibutuhkan, serta kapan program kegiatan
tersebut akan berakhir.

7. Penyusunan Target Penerima Manfaat


Penyusunan target penerima manfaat ini disesuaikan dengan
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Dari program
tersebut kira-kira seberapa banyak jumlah warga/orang yang
dapat merasakan manfaat disertai dengan syarat-syarat
tertentu.
8. Perencanaan Fundraising
Fundraising adalah proses dimana suatu lembaga berusaha
untuk mempengaruhi masyarakat umum, baik secara individu
maupun instansi agar bersedia menyalurkan dananya kepada
lembaga tersebut.

Dalam suatu pelaksanaan program dan kegiatan, dana


merupakan salah satu hal sangat penting. Tanpa adanya dana,
maka belum tentu program dan kegiatan dapat terlaksana
dengan baik. Agar lembaga mampu menarik banyak donatur
yang pada akhirnya kebutuhan dana dapat terpenuhi, tentu
memerlukan strategi-strategi khusus, mulai dari menyusun
program kegiatan yang menarik dan merupakan sesuatu yang
perlu diprioritaskan, hingga pada proses komunikasi
(pemasaran) yang dilakukan oleh para pengelolanya. Program
yang unik, menarik dan urgent yang kemudian dikemas dalam
proses marketing yang baik tentu akan mampu menarik lebih
banyak donatur, sebaliknya jika program merupakan sesuatu
yang biasa dan kurang urgent serta dikemas dalam proses
marketing yang kurang menarik tentu minat donatur untuk
berdonasi tidak akan tergugah.

Anda mungkin juga menyukai