NIM : (21150003)
TERNATE 2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sebuah risalah paripurna dan ideologi hidup, islam dituntut untuk
memperhatikan masalah kemiskinan. Bahkan kemiskinan dipandang sebagai salah
satu ancaman bagi keimanan seseorang. Dalam pandangan islam, terdapat
beberapa alasam timbulnya masalah kemiskinan. Pertama, kemiskinan timbul
karena kejahatan perbuatan manusia terhadapa alam sekita. Kedua, kemiskinan
muncul karena ketidak pedulian dan kebakhilan kelompok tertentu. Ketiga,
kemiskinan muncul karena Sebagian manusia kerap bersikap dzalim, eksploitatif
dan menindas kepada Sebagian manusia yang lain. Keempat, kemiskinan muncul
karena konsentrasi kekuatan politik birokrasi dan ekonomi di satu tangan. Kelima,
kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam atau peperangan
sehingga negeri yang semula kaya berubahmenjadi miskin.1
1
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Cet.
Ke-1 (Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 24
2
Ibid., hlm. 26.
3
Umratul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
(Malang: UIN-Malang Press, 2010) , hlm. 2
4
melainkan juga bersifat sosial kemasyarakatan (ijtima’iyah). selain memiliki
ketentuan-ketentuan operasioanal yang lengkap meliputi jenis-jenis harta yang
terkena zakat (mal al-zakah) batas minimal harta (nishab), tarif zakat (miqdar al-
zakah) batas waktu pelaksanaan zakat (haul) hingga sasaran pembelian
pembelanjaan zakat (masharif al-zakah). Adapun alokasi pembelanjaan zakat
secara spesifik telah ditentukan langsung didalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9):
ayat 60, yang menyebutkan bahwa zakat diperuntukan bagi 8 golongan (ashnaf)
saja yaitu: orang-orang fakir (fuqara), miskin ( masakin), amil zakat (amylin
alayha), mualaf (mu’allaf qulubuhum), budak (riqab), orang-orang yang
berhutang (gharimin), pejuang di jalan Allah (fi sabilillah), dan musafir (ibn
sabil).5
4
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN-Malang
Press,2008), hlm. 193
5
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional dari
Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011,. hlm. 2
6
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII
Press, 2005), hlm. 189-190
perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat yang bersifat
produktif.7
12
Pusat Kajian Stategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia. No.
23, 2019
13
Sumiyati Bode ,Peran Amil dalam pengelolaan zakat produktif Studi Pada Badan Amil
Zakat (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020)
B. Rumusan Masalah
C. Telaah Pustaka
Kedua, Tesis Ihwan Wahid Minu dalam penelitiannya yang berjudul: Peranan
Zakat dalam penanggulangan kemiskinan di kota Makassar. Dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa peranan zakat dalam menanggulangi kemiskinan di kota
Makassar, dalam tahapan penyaluran zakat di Kota Makassar melalui pola
14
Ahmad Habibi, “Pemberdayaan Dana Zakat Produktif Sebagai Modal Uasaha dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah (UMKM)Di Badan Amil Zakat Nasional Kota
Yongyakarta” , Tesis Fakultas Syaria’ah Dan Hukum, UIN Sunan kalijaga.
penyaluran dalam bentuk konsumtif dan pola penyaluran produktif,
pelaksanaanya diupayakan sesuai dengan syari’at islam dan Undang-Undang No
32 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Akan tetapi masih terdapat masalah
yakni kurang tepatnya penyaluran zakat pada golongan yang berhak
menerimanya. Selain itu kurang pengawasan juga menjadi masalah terjadinya hal
demikian.15
Ketiga, Tesis Siti Habibah dalam penelitiannya yang berjudul Pengelolaan zakat
untuk penanggulangan kemiskinan studi terhadap Pasal 3 Ayat (2) Undang-
Undang No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat IZI (Inisiatif Zakat
Indonesia). Dalam penelitian ini diuraikan beberapa alasan penting terkait
pengkajian terhadap kemiskinan, konsep kemiskinan yang pertama, karena Faktor
Minimnya pendapatan yaitu kemiskinan hanya dapat dilihat pada pendapatan
seseorang. Kedua, meningkatnya angka kemiskinan di indonesia baik pada
lingkup kota maupun desa yang dipicu karena rendahnya kualitas hidup16.
Persamaan pada penelitian ini adalah sisi objek yang diteliti sementara dari sisi
perbedaan terdapat banyak perbedaan yang dikaji seperti subjek penelitian dalam
tesis ini.
15
Ihwan Wahid Minu, “Peran Zakat Dalam Penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar
(Studi Kasus di BAZNAS Kota Makassar)”,Tesis Fakultas Syaria’ahDan Hukum UIN Alauddin
Makassar (2017).
16
Siti Habibah, “Pengelolaan Zakat Untuk Penanggulangan Kemiskinan (Studi Penerapan
Pasal 3 Ayat (2) UU. No. 23tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat)”, Tesis, Fakultas Syaria’ah
dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017).
17
Miss. Asisah Saesahet, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat
Masyarakat Provinsi Thailand Selatan (Studi Kasus di Daerah Prigi )”, Skripsi ,Fakultas Syari’ah
dan Hukum Sunan Kali Jaga Yogyakarta (2009).
Kelima, Tesis Lailiyatun Nafiah dengan judul penelitianya: Pengaruh
Pendayagunaan zakat produktif terhadap kesejahteraan Mustahik Pada Program
Ternak Peduli BAZNAS Kabupaten Gresik. Dalam penelitian ini diuraikan
beberapa macam cara dalam pengelolaan zakat produktif dengan maksud apabila
dalam pelaksanaanya terjadi penyelewengan atau kendala lain dapat segera
diselesaikan. Adapun beberapa model dalam pengelolaan zakat produktif,
diantaranya adalah: pertama Surplus Zakat Budget, yaitu merupakan
pengumpulan dana zakat yang pendistribusiannya hanya Sebagian dan Sebagian
lainnya di gunakan dalam bentuk pembiayaan usaha-usaha produktif dalam zakat
certificate. Dalam model seperti ini, amil zakat akan membaginya kedalam dua
bentuk,yaitu sertifikat dan uang tunai. Kedua, In Kind, merupakan system
pengelolaan zakat dimana alokasi dana tidak dalam bentuk uang melainkan dalam
bentuk alat-alat produksi seperti mesin atau hewan ternak yang di butuhkan oleh
kaum ekonomi lemah yang memiliki keinginan untuk berusaha atau berproduksi.
Ketiga, Revolving Fund, model seperti ini merupakan alokasi yang diberikan oleh
amil dalam bentuk pembiayaan qardulhasan. Tugas utama mustahik adalah
menggunakan dana pinjaman tersebut kemudian akan dilakukan pengembalian
oleh mustahik Sebagian ataupun seluruhnya dalam kurung waktu tertentu yang
suda di sepakati,sehingga dana tersebut dapat digulirkan pada mustahik yang
lain18.
D. Tujuan Penelitian
1. Berdasarkan Rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
19
Faqih El Wafa, “Pemahaman Zakat Produktif Pada Lembaga Amil Zakat di Kota
Yogyakarta (Studi Pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, Tesis Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2015)
b. Untuk bisa menganalisa faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan zakat
produktif pada Badan Amil Zakat Nasional Halmahera Selatan (BAZNAS)
E. Manfaat Penelitian
F. Definis Operasional
1. Peran Amil
Amil ditugaskan selain mengumpulkan data zakat dari mujaki juga menjemput
secara langsung dari muzaki, sebagaiman penjelasan dalam surat (At-Taubah (9) :
103 yang Artinya: “Ambillah zakat dari Sebagian harta mereka dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
maha mendengar lagi maha mengetaui.”20
2. Zakat Produktif
20
Q.S At-Taubah (9): 103
Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam al-
Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’ para ulama. Ia merupakan salah satu sendi (rukun)
Islam yang selalu disebutkan sejajar dan selaras dengan shalat.21
zakat produktif menurut Sahal Mahfudh, Zakat Produktif ialah suatu zakat yang di
kelola secara lebih produktif sehingga dana zakat dapat membuat mustahiq
mengembangkan sesuatu dengan konsisten lewat zakat yang di dapat nya. Dana
tersebut harus dikembangkan dengan membuka usaha yang layak dan tidak boleh
dihabiskan secara konsumtif saja. Dana zakat ini akan lebih berdaya ketika
sumber dana itu digunakan untuk pelatihan maupun modal usaha serta hal-hal
yang berkaitan dengan membantu seseorang dalam keadaan kemiskinan.22
D. Sistematika Pembahasan
Bab II pembahasan dalam bab ini terdapat 2 sub bab diantaranya yaitu :
Pertama, Tinjauan umum tentang konsep pengelolaan zakat produktif yang terdiri
dari: Pengertian zakat produktif, landasan hukum zakat produktif, Hikmah dan
pensyariatan Zakat, jenis harta yang terkena zakat, mustahik yang menerima zakat
produktif. Kedua, Peneltian terdahulu yang relevan.
Bab III Berisikan Metode Penelitian yang terdiri dari: Jenis Penelitian,
Pendekatan Penelitia, Teknik Pemgumpulan data, Teknik analisis data.
21
John B. Taylor, The Quranic Doctrine of Zakat (MA thesis), (Montreal: Mc. Gill
University, 1964), h. 135
22
Ani Nurul Imtihanah dan Siti Zulaikha, "Distribusi Zakat Produktif Berbasis Model
Cibest" (Yogyakarta: CV Gre Publishing, 2019), 51.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
Zakat dalam perkembangan sejarahnya terdiri dari dua jenis, yaitu zakat
fitrah dan zakat mal. Zakat produktif adalah dana zakat yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja.24
23
Q.S Al-Baqarah (2): 43
24
M Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 1999) Studi Agama dan Fislafat, 1999), hlm, 45.
25
Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespetif Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 63.
26
Tika Widiastuti dkk, ‘Model Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat
Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq’ , JEBIS. Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2015), hlm. 92.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam hal ini berpendpat bahwa, hati dan harta
orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci, bersih dan berkembang secara
maknawi. Menurut terminology berarti sejumlah harta tertentu wajib dikeluarkan
untuk diberikan kepada para mustahiq yang sudah disebutkan dalam Al-Quran
menurut Sulaiman Rasyid zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada
yang berhak menerimanya dengan syarat. Perintah zakat sebagai rukun islam
menandakan pentingnya ibadah, demikian dari segi hukumnya, zakat adalah salah
satu rukun islam yang merupakan ibadah wajib yang perlu ditunaikan oleh orang-
orang yang cukup dan memenuhi syarat.27
27
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Lembaga Keuangan Syria’ah, (Jakarta : Penerbit
Erlangga, 2019), hlm. 216.
28
Ahmad Rofiq, FiqhKontekstual dari Normatif ke Pemakaman Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2012) hlm. 259.
29
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosial kultural Jakarta: Lanatabora
Press, 2005, hlm. 250.
dibentuk oleh pemerintah dengan melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional dengan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut :
30
Pasal 7 ayat (1)
31
Pasal 27
32
Wahbah Al-Zuhayli, Op.Cit, h. 750
4. Memperingatkan manusia untuk berterima kasih pada nikmat harta yang
diterimanya. Orang-orang yang tidak pernah mengeluarkan zakat akan
membuat diri mereka angkuh dan sombong karena menganggap hart aitu
semata-mata data dari usaha dan kerja keras mereka sendiri tanpa ada
bantuan orang lain.
1. Zakat Tanaman
Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa ajib
dikenakan zakat atas hasil tanaman baik dari jenis buah-buahan dan biji-
bijian yang tahan lama disimpan dan bersifat menguatkan
(mengenyangkan), termasuk gandum, barli, beras dan buah-buah kurma.
Manakala Imam Ahmad pula ajib zakat atas harta dari hasil tanaman
yangbis diitmbang dan tahan lama disimpan, sedang Imam Abu Hanifah
pendapatnya lebih terkedepan, yaitu wajib zakat atas apa yangjuga hasil
perusahaan pertanian baik yang bersifat menguatkan (mengeyangkan),
tahan lama disimpan atau bisa ditimbang dan diskuai, kecuali rumput dan
kayu.33
33
Al-Sha’rani al-Mizan, al-Kubra, Bab zakat. Al-tatbiq al-Ma’asir li al-Zakah, h. 138-139
34
Sumber Hukum dari al-Qura’an, 16:5-7, 66dan 80dan 36:71-73. Hadist Riwayat Abu Zar
(Qahirah: Mat-ba’ah al-Nahdah aljadidah ,1970), h. 126.
35
Irfan Mahmud Ra’ana, Economic System Under Umar the Gret, Ed. 2, (Lahore: Ashraf
Press, 1970), h.126.
berfungsi sebagai uang dianggap sebagai harta yang bisa dikenakan zakat,
sebab alat transaksi tersebut adalah berdasarkan nilai emas atau perak yang
mana emas dan perak merupakan harta yang wajib dikenakan zakat
apabila mencapai kadar nisab yang ditentukan yaitu 20 mitsqal.36
4. Zakat Rikaz dan Barang Tambang
Menurut Mahzab Hanafi, rikaz dikategorikan sebagai barang
tambang dan barang terpendam, sebab rikaz berasal dari kata rakz, yakni
markuz (yang ditanam), baik baik yang ditanam oleh sang pencipta
maupun oleh makhluknya. Hal ini diqiyaskan dari wajibnya zakat barang
tambang dan harta terpendam pada masa jahilliyah, yang keduanya
mengandung makna ghanimah. Oleh karena itu seperlima darinya wajib
dikeluarkan zakatnya sementara selebihnya dikembalikan kepada pemilik
atau penemunya.37
2. Asnaf Lainnya
a. ‘Amilin
Menurut Jumhur ulama yaitu Mahzab Sayfi’I, Maliki dan Hanbali,
‘amil adalah petugas yang mengurus segala permasalahan zakat, seperti
memungut dan mengumpulkan zakat, menulis jumlah berapa zakat yang
36
Yusuf Al-Qardhawi, 20 mitsqal adalah sama dengan 85 gram atau 25.2259 mayam emas,
Fiqh al-Zakat, Jil. 1, h. 260.
37
Muzakir Sulaiman, Presepsi Ulama Dayah Salafi Aceh terhadap Pendistibusian Zakat
produktif oleh Baitul Mal Aceh, Cet. 1, (Banda Aceh: NASA/ Lembaga Naskah Aceh, 2013),
h.150
38
Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Tabari Jami’I al-Bayan’an Ta’wil al-Qura’n, (Mesir:
Maktabah al-Bab al-Habab, 1948), h. 158-159.
39
Sarakhsi, op. cit. h.8
masuk dan keluar serta berapa sisa dan pemeliharaan harta zakat serta
menyalurkan kepada mustahiknya.40
b. Mu’allafat Qulubuhum
Pendapat dari mahzab Hanbali, bahwa muallafat qulubuhm terdiri
dari golongan muslim dan kafir. Mereka adalah pemimpin bagi setiap
kaummnya. Untuk orang kafir dialurkan zakat kepadanya karena
diharapkan ke-islamanya dan juga agar menghentikan kejahatannya.
Sedangkan bagi muslim tujuan penyaluran zakat untuk menguatkan
keimanannya, mengharapkan ke-islaman pengikutnya, mengharapkan
keikhlasan mereka dalam berjihad, menghilangkan kejahatan mereka
(seperti kaum khawari) dan mengharapkan kegigihan mereka bagi
mengumpulkan zakat dari orang-orang yang enggan membayar zakat.41
c. Riqad
Riqad menurut al-Tabari adalah membantu hamba mukatabat. Ia
tidak dapat digunakan membeli hamba untuk dimerdekakan. Alasannya
zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya. Zakat yang diambil itu tidak boleh Kembali padanya (orang
kaya). Jika memerdekakan hamba dengan cara membeli dengan harta
zakat, sama saja dengan manfaat zakat itu Kembali pada orang kaya
tersebut.42
d. Gharimin
Makna gharimin diqayyidkan kepada fakir, karena menurut
Mahzab Hanafi dan Maliki, fakir menjadi syarat pada semua asnaf zakat,
kecuali ‘amil dan ibn sabil.
e. Fi sabil Allah
Menurut ulama dari mazhab Hanafi, mengatakan terdapat dua
riwayat mengenai pengertian fi sabil Allah: Pertama, orang-orang faqir
yang melaksanakan haji kemudian terputus belanjanya. Kedua, orang faqir
yang berperang (pejuang). Kedua riwayat ini didiriwayatkan oleh
Muhammad dan Abu Yusuf.43
f. Ibn Sabil
Terdapat berbagai pendapat para ulama dalam memberikan makna
ibn sabil sebagai salah satu asnaf yang berhak menerima penyaluran zakat.
Mazhab Syafi’i mengatakan ibn sabil adalah:
40
Dasuqi, op, cit., h 103
41
Al-Bahuti, kasysyaf al-Qina’’an Matan al-Iqna’,juzuk II, (Beyur: Dar al-Fikr, 1982),
h.278-279.
42
Al-Tabari, op. cit., h. 164
43
Nawawi, op. cit., h. 214. 4
وهو المسافر أومن ينشيء السفر وهو محتاج فى سفره
Artinya: “Ibn sabil adalah musafir atau orang yang memulai safar (perjalanan)
sedang dia memerlukan sesuatu dalam safarnya”. 44
B. Teori dari sumber utama
Secara bahasa zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti suci,
berkah, tumbuh, dan terpuji. Zakat dari istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
(Sudarsono, 2003: 265)
Beberapa syarat wajib dan syarat sah seorang muslim untuk membayarkan
zakatnya diantaranya yakni: seorang muslim yang telah baligh, yang memiliki
akal sehat, merdeka, bebas dari hutang, yang memiliki kekayaan penuh yang telah
mencapai nisab dan haul serta merupakan barang yang berkembang (Triyawan
dkk, 2017: 60).
Zakat produktif adalah harta zakat yang disalurkan kepada orang-orang
yang berhak dan dapat diberdayakan. Karena hakikat zakat bukanlah berapa
rupiah yang diterima oleh para penerima zakat (mustahik), namun bagaimana
zakat tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan umat. Selain itu zakat produktif
merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat yang digunakan sebagai modal
untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuh kembangkan
tingkat ekonomi, dan potensi produktifitas mustahik (Nasrullah, 2015: 6).
Pemberian zakat dalam bentuk produktif lebih efektif dalam membantu
mustahiq keluar dari garis kemiskinan dan ketergantungan dari bantuan orang
lain. Selain itu zakat produktif diharapkan mampu menstimulus mustahiq yang
mendapatkan bantuan zakat untuk bekerja memenuhi kebutuhannya. Pemberian
zakat produktif adalah pemberian zakat berupa modal kerja, barang-barang
produksi, atau bantuan alat kerja yang bisa digunakan mustahiq yang
menerimanya untuk meningkatkan produktifitas mustahiq. Dengan adanya
bantuan modal berupa zakat produktif bagi kegiatan usaha mustahiq juga
diharapkan akan mempunyai motivasi lebih kuat untuk memberikan kinerja yang
baik dan menguntungkan, hal ini dikarenakan kesadaran individu mustahiq yang
menyadari apabila bantuan yang mereka dapatkan dari orang lain yang sedang
melakukan ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu secara tidak langsung
zakat produktif bisa menstimulus mustahiq untuk bekerja lebih giat dikarenakan
adanya motivasi positif dari mustahiq yang memiliki kesadaran membantu sesama
muslim (Herwindo dan Nisful : 2014)
Amil ditugaskan selain mengumpulkan data zakat dari mujaki juga
menjemput secara langsung dari muzaki, sebagaiman penjelasan dalam surat (At-
Taubah (9) : 103 yang Artinya: “Ambillah zakat dari Sebagian harta mereka
44
Lihat Sarakhsi, op. cit., h. 10, Dasuqi, op. cit., h. 108 dan Bahuti, op. cit., h. 284
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetaui.”45
Demikian maksud dari ayat diatas dapat disimpulka bahwa perintah yang
ditujukan kepada Rasulullah Saw pada saat diturunkan ayat tersebut untuk
memungut zakat atau sedekah orang-orang yang ingin bertaubat sehingga dengan
mengeluarkan zakat dapat membersihkan diri dari mereka dari sifat-sifat yang
tidak baik seperti sifat kikir. Tamak dan dosa lainnya. Sehingga dengan
mengeluarkan zakat maka Rasululllah akan mendoakan mereka agar mendapatkan
kebaikan dan senantiasa diberikan hidayah, sebab dengan doa tersebut akan
menggunakan jiwa dan menentramkan hati mereka. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar setiap doa hambanya dan maha mengetauhi setiap hati orang-orang
yang bersungguh-sungguh dalam keiklhasan dalam bertaubat. Secara bahasa amil
berasal dari kata ‘amila ya’malu, yang bermakna mengerjakan atau melakukan
sesuatu. Kata ,,amil adalah ism fail yang bermakna pelaku dari sari suatu
pekerjaan. Maka kata amil bermakna orang yang mengerjakan sesuatu.sedangkan
dalam istilah fiqh para ulama memiliki beragam pendapat, diantaranya sebagai
berikut:
45
Q.S At-Taubah (9): 103
berhak, mencari mereka yang berhak, maupun membagi dan
mengantarkannya kepadamereka.46
BAB III
Metode Penelitian
46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati 2002), hlm. 629.
Metode dalam sebuah penelitian sangat diperlukan untuk memudahkan
peneliti agar bisa mengfokuskan penelitian.47 Demikian dalam penelitian ini
digunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif,
sedangkan landasan teori digunakan sebagai alat pemandu agar focus pada
penelitian. Dalam hal ini, agar dapat mengetahui bagaimana pengelolaan zakat
produktif pada Badan Amil Zakat (BAZNAS) Halmahera Selatan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara
mengadakan penelusuran terhadap peraturan dan literatur yang berkaitan dengan
permasalahn yang diteliti.48 Sedangkan yang dimaksud dengan normatif adalah
semua ajaran yang terkandung dalam nash.49
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor BAZNAS Halmahera Selatan yang
bermarkas di lantai 1, Masjid Raya Al-khairaat Jalan Karet Putih Kampung
Makian. Kecamatan Bacan Selatan.
4. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini Pada bulan Agustus 2024 sampai dengan bulan
Oktober 2024
5. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dilapangan oleh peneliti yang melakukan
penelitian atau yang bersangkutan.
a. Data Primer
Data primer disebut dengan data asli yang diperoleh dari beberapa orang
yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu melalui hasil wawasan yang
dilakukan oleh peneliti dengan pihak BAZNAS Halmahera Selatan, observasi atau
eksperimen.
b. Data Sekunder
47
Arifudin dan Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet ke-1 ( Bandung: Pustaka
Setia, 2009), hlm, 48.
48
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali
Perss, 2001), hlm. 13.
49
Khairudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA, 2009),
hlm. 153.
Data sekunder disebut dengan sumber data pendukung dan yang
melengkapi sumber-sumber data primer agar peneliti mudah dalam memahami
data yang kemudian akan diolah sehingga memperoleh hasil yang baik. Adapun
data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan pokok penelitian, jurnal, artikel, Undan-undang dan buku-bukulain
yang berkaitan dengan penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah, peneliti
menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Wawancara
Metode wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
berhadapan langsung dengan narasumber atau informan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 50
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.51
b. Observasi
Observasi adalah salah satu alat yang digunakan dalam melakukan sebuah
penelitian dengan cara terjun langsung dilapangan untuk mengamati perilaku dan
aktivitas individu di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini seorang peneliti juga
bisa ikut berpartisipasi atau tidak, selain juga dapat mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang sudah dirangkum menjadi instrumen pertanyaan terkait
penelitian dilakukan berdasarkan pengamatan yang diperoleh di lapangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses akhir dalam mencari dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai pelengkap
dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud dapat berupa laporan tertulis maupun
media cetak seperti catatan pelaporan yang berkaitan dengan penelitian. 52 Atau
dengan maksud lain, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Dokumen yang berebentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sektsa dan lain-
lain.53
50
Juliansya Noor, Metode Penelitian (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.
138.
51
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 137.
52
Jhon W. Creswell, Research Design, Pendekatan Metode Kulaitatif, Kuantatif, dan
Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hlm, 254-255.
53
Sugiono, Meotde Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta
2014), hlm. 240.
Daftar Pustaka
John B. Taylor, The Quranic Doctrine of Zakat (MA thesis), (Montreal: Mc. Gill University,
1964), h. 135
Ani Nurul Imtihanah dan Siti Zulaikha, "Distribusi Zakat Produktif Berbasis Model Cibest"
(Yogyakarta: CV Gre Publishing, 2019), 51
M Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 1999) Studi Agama dan Fislafat, 1999), hlm, 45.
Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespetif Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 63.
Tika Widiastuti dkk, ‘Model Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat
Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq’ , JEBIS. Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2015),
hlm. 92.
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosial kultural Jakarta: Lanatabora
Press, 2005, hlm. 250.
Pasal 27
Sumber Hukum dari al-Qura’an, 16:5-7, 66dan 80dan 36:71-73. Hadist Riwayat Abu Zar
(Qahirah: Mat-ba’ah al-Nahdah aljadidah ,1970), h. 126.
Irfan Mahmud Ra’ana, Economic System Under Umar the Gret, Ed. 2, (Lahore: Ashraf
Press, 1970), h.126.
Yusuf Al-Qardhawi, 20 mitsqal adalah sama dengan 85 gram atau 25.2259 mayam emas,
Fiqh al-Zakat, Jil. 1, h. 260.
Muzakir Sulaiman, Presepsi Ulama Dayah Salafi Aceh terhadap Pendistibusian Zakat
produktif oleh Baitul Mal Aceh, Cet. 1, (Banda Aceh: NASA/ Lembaga Naskah
Aceh, 2013), h.150
Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Tabari Jami’I al-Bayan’an Ta’wil al-Qura’n, (Mesir:
Maktabah al-Bab al-Habab, 1948), h. 158-159.
Lihat Sarakhsi, op. cit., h. 10, Dasuqi, op. cit., h. 108 dan Bahuti, op. cit., h. 284
Sugiono, Meotde Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta 2014),
hlm. 240.