Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL

PERAN AMIL DALAM PENGELOLAAN ZAKAT PRODUKTIF STUDI


PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) (Studi Kasus :
HALMAHERA SELATAN)

Oleh : Astuti Husen

NIM : (21150003)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

TERNATE 2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai sebuah risalah paripurna dan ideologi hidup, islam dituntut untuk
memperhatikan masalah kemiskinan. Bahkan kemiskinan dipandang sebagai salah
satu ancaman bagi keimanan seseorang. Dalam pandangan islam, terdapat
beberapa alasam timbulnya masalah kemiskinan. Pertama, kemiskinan timbul
karena kejahatan perbuatan manusia terhadapa alam sekita. Kedua, kemiskinan
muncul karena ketidak pedulian dan kebakhilan kelompok tertentu. Ketiga,
kemiskinan muncul karena Sebagian manusia kerap bersikap dzalim, eksploitatif
dan menindas kepada Sebagian manusia yang lain. Keempat, kemiskinan muncul
karena konsentrasi kekuatan politik birokrasi dan ekonomi di satu tangan. Kelima,
kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam atau peperangan
sehingga negeri yang semula kaya berubahmenjadi miskin.1

Zakat sebagai instrument yang ditawarkan dalam system perekonomian


islam merupakan salah satu konsep yang diyakini dapat membantu meperbaiki
kuwalitas hidup seseorang agar terhindar dari perangkap kemiskinan yang
berkepanjangan. Sedangkan peran penting zakat dalam dalam menanggulangi
kemiskinan yaitu melalui jalur penciptaan lapangan pekerjaan, seperti dalam
kerangka institusional sosial ekonomi islam mendorong penciptaan lapangan kerja
melalui du acara , yaitu: penciptaan lapangan pekerjaan dengan upah tetap (fixed
wage job) dan pencipta peluang wirausaha (entrepreuneurial opportunities).2

Melalui ajaran-ajarannya islam memberikan acuan, keyakinan, dan jalan


hidup agar umat manusia senantiasa mampu mengatasi persoalan-persoalan di
dunia, serta mencapai kebahagiaan yang kekal diakhirat. 3 Mengingat ajaran islam
tidak hanya mengatur hubungan seorang hamba dengan tuhannya (ta’abduhi),

1
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Cet.
Ke-1 (Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 24
2
Ibid., hlm. 26.
3
Umratul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
(Malang: UIN-Malang Press, 2010) , hlm. 2
4
melainkan juga bersifat sosial kemasyarakatan (ijtima’iyah). selain memiliki
ketentuan-ketentuan operasioanal yang lengkap meliputi jenis-jenis harta yang
terkena zakat (mal al-zakah) batas minimal harta (nishab), tarif zakat (miqdar al-
zakah) batas waktu pelaksanaan zakat (haul) hingga sasaran pembelian
pembelanjaan zakat (masharif al-zakah). Adapun alokasi pembelanjaan zakat
secara spesifik telah ditentukan langsung didalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9):
ayat 60, yang menyebutkan bahwa zakat diperuntukan bagi 8 golongan (ashnaf)
saja yaitu: orang-orang fakir (fuqara), miskin ( masakin), amil zakat (amylin
alayha), mualaf (mu’allaf qulubuhum), budak (riqab), orang-orang yang
berhutang (gharimin), pejuang di jalan Allah (fi sabilillah), dan musafir (ibn
sabil).5

Peranan zakat sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau


pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan
yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap
pahala dari Allah semata. Namun dengan demikian, bukan berarti mekanisme
zakat tidak ada system kontrolnya. Nilai strategi zakat dapat dilihat melalui:
Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari
keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti.
Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah
membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar.
Ketiga, zakat secara empiric dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya
dapat emnciptakan redistribusi asset dan pemerataan pembangunan.6

Zakat yang diberikan kepada mustahik akan berperan sebagai pendukung


peningkatan ekonomi mereka apabila disalurkan pada kegiatan produktif.
Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencenaan
dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, kurangnya
modal usaha dan minimnya lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka

4
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN-Malang
Press,2008), hlm. 193
5
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional dari
Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011,. hlm. 2
6
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII
Press, 2005), hlm. 189-190
perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat yang bersifat
produktif.7

Demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku diindonesia


mendukung penuh terhadap pengelolaan zakat untuk kesejahteraan masyarakat
Indonesia, hal ini terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
tentangpengelolaan zakat dalam pasal 3 disebutkan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan untuk : Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.8

Pengelolaan zakat sebelumnya telah di atur dalam Undang-Undang No. 38


Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, namun dengan demikian dinilai sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu diperbaharui. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-
Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan. Untuk itu, Kembali disahkannya Undang-Undang tersebut
sebagai perubahan atas Undang-Undang no. 38 Tahun 1999, juga terdapat
beberapa aspek yang dianggap penting dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 yaitu:

1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAZ) meupakan satu-satunya badan


yang memiliki kewenangan atas pengelolaan zakat secara nasional. Badan
Amil Zakat Nasional merupakan badan atau Lembaga pemerintah
nonstruktual yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada presiden
melalui Menteri.9
2. Masuknya unsur pidana dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011
tentang pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini berbagai bentuk
tindakan terkait zakat dapat dikenai sanski pidana seperti melakukan
tindakan pengelolaan dengan tanpa izin penyalahgunaan dalam
pengelolaan asset zakat juga dapat dikenai sanksi pidana, baik denda
maupun kurungan (penjara).10
7
Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
2008, hlm. 88
8
Pasal 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
9
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
10
Pasal 37-42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011,
meliputi pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Zakat yang
dikumpulkan berasal dari muzaki yang terdiridari perseorang atau badan usaha
yang dimiliki oleh orang muslim pendistribusian zakat terdapat beberapa kategori
pendistribusian diantaranya adalah:

1. Distribusi konsumtif tradisional, yaitu pendistribusia yang disalurkan


kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah
dan zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
2. Distribusi komsumtif kreatif, yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk
lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat
sekolah atau beasiswa.
3. Distribusi komsumtif tradisional yaitu zakat diberikan dalam bentuk
barang-barang yang produktif seperti hean ternak berupa kambing, sapi,
dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini dapat menciptakan
usaha yang membuka lapangan kerja bagi dakir miskin.
4. Distribusi produktif kreatif yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk modal
usaha bagi mustahik.11

Secara umum, penyaluran zakat baik di bidang konsumtif maupun


produktif akan lebih terarah, maka BAZNAS membagi 5 bidang untuk
penyaluran zakat. Pembagian ini akan memudahkan Lembaga zakat dalam
merancang program yang sesuai dengan kebutuhan mustahik. Kelima bidang
tersebut diantaranya yakni: ekonomi, Pendidikan, dakwah, Kesehatan dan sosial
kemanusiaan. Bidang dakwah dan sosial kemanusiaan adalah penyaluran yang
dilakukan murni secara konsumtif. Sedangkan untuk bidang ekonomi murni
disalurkan secara produktif. Dua bidang lainnya, yaitu Pendidikan dan Kesehatan
dapat dilihat sebagai penyaluran dibidang konsumtif maupun produktif. Hal
tersebut disebabkan karena dua bidang tersebut jika dilihat efeknya secara jangka
Panjang dapat membuat mustahik mengalami peningkatan taraf hidup menjadi
lebih baik. Tidak seperti pemberian zakat secara komsumtif, zakat produktif
11
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan
Membangun Jaringan, cet. Ke-1 (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), hlm. 147
memerlukan waktu yang cukup Panjang hingga tujuannya tercapai. Proses
pendampingan, pemantauan dan evaluasi diperluka untuk memastikan kalancaran
program produktif dapat berjalan dengan baik.12

Pembetukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan salah


satu perhatian pemerintah terhadap pengelolaan zakat di Indonseia, sehingga
dibentuklah suatu lembaga atau badan khusus mengelola sumber kekayaan, baik
zakat, infak dan sedekah. Keberadaan badan amil zakat terdapat pada masing-
masing provinsi dan daerah Indonesia, salah satunya Badan Amil Zakat Nasional
Di Halmahera Selatan merupakan badan amil zakat yang menyalurkan dana zakat
dalam bentuk produktif. Pengumpulan dan pendistribusian zakat secara konsumtif
oleh Badan Amil Zakat dinilai baik berdasarkan system manajemen Baznas
(SIMBA), sedangkan pendistribusian zakat secara produktif dinilai belum
maksimal. Dengan kurangnya peran serta fungsi amil dalam menjalankan tugas
seperti minimnya pembinaan, pelatihan dan pengawasan atau pengontrolan
anggota amil terhadap usaha mustahik dapat mengakibatkan kesalapahaman
dalam memaknai konsep zakat produktif secara keseluruhan. Selain itu, minimnya
pengontrolan antar amil dan kurangnya komunikasi antar lembaga zakat juga
dapat mempengaruhi konsep zakat produktif oleh badan. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan hasil pendistribusian zakat secara produktif oleh badan amil zakat
Kota Ternate yang sempat ditiadakan oleh amil zakat kota ternate. 13 Penyaluran
dilakukan melalui program yang ditentukan oleh badan amil zakat, seperti
pendayagunaan zakat dalam bentuk modal usaha mustahik. Penyaluran zakat
produktif dengan maksud agar membantu sebagian masyarakat yang
membutuhkan dana sebagai modal awal atau menambah modal mustahik untuk
menopang usaha yang dijalankan agar tetap stabil. Berkaitan dengan uraian diatas,
mengingat bahwa peranan serta fungsi badan amil zakat sangat penting sebagai
wujud kesuksesan tujuan pengelolaan zakat produktif, maka dengan ini penulis
tertarik untuk mengkaji tentang bagaimana pengelolaan zakat produktif studi pada
badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Halmahera Selatan.

12
Pusat Kajian Stategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia. No.
23, 2019
13
Sumiyati Bode ,Peran Amil dalam pengelolaan zakat produktif Studi Pada Badan Amil
Zakat (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020)
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengelolaan zakat produktif oleh Badan Amil Zakat Nasional


(BAZNAS) Halmahera Selatan?
2. Factor apa yang mempengaruhi pengelolaan Zakat produktif pada Badan
Amil zakat Nasional (BAZNAS) Halmahera Selatan ?

C. Telaah Pustaka

Pada dasarnya pembahasan mengenai zakat sudah banyak diteliti


sebelumnya, akan tetapi dalam penelitian ini saya ingin melakukan penelitian
yang berfokus pada bagaimana pengelolaan zakat produktif di badan amil zakat
yang sesuai dengan perundang-undangan dan dilandasi dengan ketentuan Al-
quran dan hadits. Dengan demikian, saya menemukan beberapa penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan pengelolaan zakat produktif, diantaranya sebagai
berikut:

Pertama, Tesis Ahmad Habibi dalam penelitiannya yang berjudul: Pemberdayaan


Dana Zakat Produktif Sebagai Modal Usaha dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja
Usaha Kecil Menengah (UMKM) Di kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini
diuraikan bahwa sasaran pemerintah dalam mengalokasikan dana zakat sebagai
pengembangan usaha produktif mustahik sudah tepat pada sasarannya. Sementara
dalam tahapan pendampingan para pengurus sudah mengupayakan semaksimal
mungkin dengan cara mendirikan unit-unit kecil sebagai penyalur zakat. Adapun
persamaan pada penelitian ini adalah pada objek yang diteliti, dengan
menggunakan penelitian kualitatif dengan melihat tiga faktor penting yaitu,
ketepatan sasaran pemberdayaan zakat produktif, kemudahan proses
pendistribusian zakat produktif dan pendampingan usaha. 14

Kedua, Tesis Ihwan Wahid Minu dalam penelitiannya yang berjudul: Peranan
Zakat dalam penanggulangan kemiskinan di kota Makassar. Dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa peranan zakat dalam menanggulangi kemiskinan di kota
Makassar, dalam tahapan penyaluran zakat di Kota Makassar melalui pola

14
Ahmad Habibi, “Pemberdayaan Dana Zakat Produktif Sebagai Modal Uasaha dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah (UMKM)Di Badan Amil Zakat Nasional Kota
Yongyakarta” , Tesis Fakultas Syaria’ah Dan Hukum, UIN Sunan kalijaga.
penyaluran dalam bentuk konsumtif dan pola penyaluran produktif,
pelaksanaanya diupayakan sesuai dengan syari’at islam dan Undang-Undang No
32 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Akan tetapi masih terdapat masalah
yakni kurang tepatnya penyaluran zakat pada golongan yang berhak
menerimanya. Selain itu kurang pengawasan juga menjadi masalah terjadinya hal
demikian.15

Ketiga, Tesis Siti Habibah dalam penelitiannya yang berjudul Pengelolaan zakat
untuk penanggulangan kemiskinan studi terhadap Pasal 3 Ayat (2) Undang-
Undang No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat IZI (Inisiatif Zakat
Indonesia). Dalam penelitian ini diuraikan beberapa alasan penting terkait
pengkajian terhadap kemiskinan, konsep kemiskinan yang pertama, karena Faktor
Minimnya pendapatan yaitu kemiskinan hanya dapat dilihat pada pendapatan
seseorang. Kedua, meningkatnya angka kemiskinan di indonesia baik pada
lingkup kota maupun desa yang dipicu karena rendahnya kualitas hidup16.
Persamaan pada penelitian ini adalah sisi objek yang diteliti sementara dari sisi
perbedaan terdapat banyak perbedaan yang dikaji seperti subjek penelitian dalam
tesis ini.

Keempat, Skripsi Miss. Asisah Saesahat dengan judul penelitiannya : analisis


factor-faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat Masyarakat Provinsi
Thailand Selatan. Dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menyimpulkan bahwa pembayaran zakat oleh msyarakat didaerah prigi Pattani
Thailand tidak dipengaruhi oleh pendapatan individu, meskipun secara teoritis
semakin tinggi pendapatan masyarakat makan akan semakin besar kemungkinan
untuk membayar zakat, akan tetapi ada factor lain yan dapat mempengaruhi
masyarakat untuk membayar zakat adalah pemahaman agama mereka17.

15
Ihwan Wahid Minu, “Peran Zakat Dalam Penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar
(Studi Kasus di BAZNAS Kota Makassar)”,Tesis Fakultas Syaria’ahDan Hukum UIN Alauddin
Makassar (2017).
16
Siti Habibah, “Pengelolaan Zakat Untuk Penanggulangan Kemiskinan (Studi Penerapan
Pasal 3 Ayat (2) UU. No. 23tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat)”, Tesis, Fakultas Syaria’ah
dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017).

17
Miss. Asisah Saesahet, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat
Masyarakat Provinsi Thailand Selatan (Studi Kasus di Daerah Prigi )”, Skripsi ,Fakultas Syari’ah
dan Hukum Sunan Kali Jaga Yogyakarta (2009).
Kelima, Tesis Lailiyatun Nafiah dengan judul penelitianya: Pengaruh
Pendayagunaan zakat produktif terhadap kesejahteraan Mustahik Pada Program
Ternak Peduli BAZNAS Kabupaten Gresik. Dalam penelitian ini diuraikan
beberapa macam cara dalam pengelolaan zakat produktif dengan maksud apabila
dalam pelaksanaanya terjadi penyelewengan atau kendala lain dapat segera
diselesaikan. Adapun beberapa model dalam pengelolaan zakat produktif,
diantaranya adalah: pertama Surplus Zakat Budget, yaitu merupakan
pengumpulan dana zakat yang pendistribusiannya hanya Sebagian dan Sebagian
lainnya di gunakan dalam bentuk pembiayaan usaha-usaha produktif dalam zakat
certificate. Dalam model seperti ini, amil zakat akan membaginya kedalam dua
bentuk,yaitu sertifikat dan uang tunai. Kedua, In Kind, merupakan system
pengelolaan zakat dimana alokasi dana tidak dalam bentuk uang melainkan dalam
bentuk alat-alat produksi seperti mesin atau hewan ternak yang di butuhkan oleh
kaum ekonomi lemah yang memiliki keinginan untuk berusaha atau berproduksi.
Ketiga, Revolving Fund, model seperti ini merupakan alokasi yang diberikan oleh
amil dalam bentuk pembiayaan qardulhasan. Tugas utama mustahik adalah
menggunakan dana pinjaman tersebut kemudian akan dilakukan pengembalian
oleh mustahik Sebagian ataupun seluruhnya dalam kurung waktu tertentu yang
suda di sepakati,sehingga dana tersebut dapat digulirkan pada mustahik yang
lain18.

Keenam, Tesis Faqih El Wafa dengan judul penelitianya : pemahaman


zakat produktif pada Lembaga Amil zakat Di Kota Yogyakarta (Studi pada pasal
27 Ayat (2) Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat).
Dalam penelitian dijelaskan terkait upaya mengentaskan kemiskinan melalui
pendayagunaan zakat produktif. Mengingat bahwa diterbitkannya pasal 27
Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa
pendayagunaan zakat untuk kegiatan produktif dilakukan apabila telah terpenuhi
kebutuhan dasar mustahik yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan
kebutuhan dasar lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peran
Lembaga amil zakat di kota Yogyakarta terkait zakat produktif. Jenis penelitian
18
Lailiyatun Nafiah, “Pengaruh Pendayagunan Zakat Produktif terhadap kesejahteraan
Mustahiq Pada program Ternak Bergulirbdi BAZNAS kabupaten Gresik”, Tesis, Fakultas
Syaria’ah dan Hukum Ampel Surabaya (2015)
yang digunakan ialah peenelitian lapangan (field research) dengan menggunakan
pendekatan normative dengan menggunakan analisis deskriptif analisis kualitatif.
Persamaan dalam penelitian ini adalah terletak pada objek penelitian yang
digunakan oleh penulis, sedangkan perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini
adalah meliputi subjek penelitian yaitu dalam penelitian ini yang menjadi sasaran
penelitian adalah Lembaga Amil Zakat dengan menjadikan beberapa Lembaga
Amil Zakat sebagai sasaran penelitian dan sumber informasi, diantaranya adalah:
PKPU cabang Yogyakarta, Dompet Dhuafa cabang Yogyakarta dan Dompet
peduli ummat Darurat Tauhid cabang Yogyakarta. Adapun dalam penelitian
memiliki persamaan tujuan yakni untuk memberikan modal usaha produktif
sebagai tujuan memperbaiki pendapatan mustahik untuk memenuhi kebutuhannya
dan pendayagunaan zakat produktif juga menjadikan mustahik lebih partisipatif
dalam proses usaha sehingga dapat merubah kondisi mereka menjadi taraf hidup
yang lebih baik kedepannya. Adapun pemahaman amil berkaitan dengan bantuan
usaha produktif dalam penelitian ini yaitu mustahik atau orang yang mempunyai
pendapatan namun belum mampu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 19
Namun dengan demikian, setelah penulis melihat beberapa kajian terhadap
pengelolaan zakat terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut
belum begitu menyentuh apa yang menjadi keinginan dalam penelitian dengan
focus yang diangkat dalam penelitian ini belum dibahas sebelumnya, hal ini dapat
dilihat dari focus pembahasannya, lokasi penelitiannya dan subjek dalam
penelitian tersebut. Meskipun dengan demikian pembahasan tentang zakat
produktif sudah banyak dibatas, namun pembahasan mengenai zakat produktif
sudah banyak dibahas namun pembahasan mengenai zakat produktif akan terus
berlanjut dan berkembang.

D. Tujuan Penelitian

1. Berdasarkan Rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk bisa menganalisa bagaimana pengelolaan zakat produktif oleh


Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Halmahera Selatan

19
Faqih El Wafa, “Pemahaman Zakat Produktif Pada Lembaga Amil Zakat di Kota
Yogyakarta (Studi Pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, Tesis Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2015)
b. Untuk bisa menganalisa faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan zakat
produktif pada Badan Amil Zakat Nasional Halmahera Selatan (BAZNAS)

E. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan


kontribusi pemikiran dan khanzah keilmuan yang berkaitan dengan
keberadaan dana zakat produktif sebagai bantuan modal usaha yang
dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
b. Secara Praktis Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kontribusi pemikiran, baik untuk penulis dan untuk Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Halmahera Selatan, yaitu berupa
informasi terkait penguatan anggota amil sehingga dapat dijadikan
pijakan untuk meningkatkan kualitas amil dalam meraih kesejahteraan
masyarakat melalui pengelolaan zakat produktif sebagai sarana
pembinaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat secara umum, dan
khususnya mustahik.

F. Definis Operasional

Definisi operasional diperlukan untuk menghindari salah pengertian dan


penafsiran antara peneliti dengan pembaca, khususnya istilah yang digunakan
dalam penelitian yang berjudul: Peran Amil Dalam Pengelolaan Zakat Produktif
Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

1. Peran Amil

Amil ditugaskan selain mengumpulkan data zakat dari mujaki juga menjemput
secara langsung dari muzaki, sebagaiman penjelasan dalam surat (At-Taubah (9) :
103 yang Artinya: “Ambillah zakat dari Sebagian harta mereka dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
maha mendengar lagi maha mengetaui.”20

2. Zakat Produktif

20
Q.S At-Taubah (9): 103
Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam al-
Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’ para ulama. Ia merupakan salah satu sendi (rukun)
Islam yang selalu disebutkan sejajar dan selaras dengan shalat.21

zakat produktif menurut Sahal Mahfudh, Zakat Produktif ialah suatu zakat yang di
kelola secara lebih produktif sehingga dana zakat dapat membuat mustahiq
mengembangkan sesuatu dengan konsisten lewat zakat yang di dapat nya. Dana
tersebut harus dikembangkan dengan membuka usaha yang layak dan tidak boleh
dihabiskan secara konsumtif saja. Dana zakat ini akan lebih berdaya ketika
sumber dana itu digunakan untuk pelatihan maupun modal usaha serta hal-hal
yang berkaitan dengan membantu seseorang dalam keadaan kemiskinan.22

D. Sistematika Pembahasan

Untuk menghindari pembahasan yang tidak terarah memperoleh gambaran


dan hasil penelitian yang baik serta sistematis, maka dalam penelitian ini disusun
dalam 3 sub bab, diantaranya sebagai berikut:

Bab I berisikan pendahuluan meliputi: Latar belakang, Rumusan Masalah,


Kajian/ Telaah Pustaka, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika
Pembahasan.

Bab II pembahasan dalam bab ini terdapat 2 sub bab diantaranya yaitu :
Pertama, Tinjauan umum tentang konsep pengelolaan zakat produktif yang terdiri
dari: Pengertian zakat produktif, landasan hukum zakat produktif, Hikmah dan
pensyariatan Zakat, jenis harta yang terkena zakat, mustahik yang menerima zakat
produktif. Kedua, Peneltian terdahulu yang relevan.

Bab III Berisikan Metode Penelitian yang terdiri dari: Jenis Penelitian,
Pendekatan Penelitia, Teknik Pemgumpulan data, Teknik analisis data.

21
John B. Taylor, The Quranic Doctrine of Zakat (MA thesis), (Montreal: Mc. Gill
University, 1964), h. 135
22
Ani Nurul Imtihanah dan Siti Zulaikha, "Distribusi Zakat Produktif Berbasis Model
Cibest" (Yogyakarta: CV Gre Publishing, 2019), 51.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Definisi Zakat produktif


Kata zakat dalam Al-Quran banyak disebutkan, salah satunya perintah
menuanikan zakat yang disandingkan dengan printah sholat. Terdapat dalam surat
Al-Baqarah (2) : 3 yang artinya: “dan dirikanlah sholat, tunikanlah zakat dan
rukuklah beserta oranng-orang yang rukuk.”23

Zakat dalam perkembangan sejarahnya terdiri dari dua jenis, yaitu zakat
fitrah dan zakat mal. Zakat produktif adalah dana zakat yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja.24

Kata “produktif” secara bahasa berasala dari bahasa inggris productive


yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak
menghasilkan barang-barang berharga yang menghasilkan hasil yang baik.
Pengertian produktif lebih berkonotasi kepada kata sifat. Kata sifat akan jelas
maknanya apabila digabungkan dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini, yang
disifati adalah kata zakat, sehingga menjadi zakat produktif yang artinya zakat
dalam pendistribusiannya bersifat produktif, lawan dari konsumtif. Zakat
produktif adalah pemberin zakat yang dapat membuat para penerimanya
menghasilkan sesuatu secara terus-menerus, dengan harta zakat yang telah
diterimanya. Dengan demikian, zakat produktif merupakan zakat harta atau dana
zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan, akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan
usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus.25

Zakat mengandung makna tumbuh, bersih, suci, berkembang dan


bertambah. Sedangkan dari segi istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah Swt untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, demiian dengan arti suci dan bertambah tidak hanya digunakan
pada kekayaan akan tetapi untuk orang yang mengzakatkan kekayaannya.26

23
Q.S Al-Baqarah (2): 43
24
M Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 1999) Studi Agama dan Fislafat, 1999), hlm, 45.
25
Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespetif Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 63.
26
Tika Widiastuti dkk, ‘Model Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat
Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq’ , JEBIS. Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2015), hlm. 92.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam hal ini berpendpat bahwa, hati dan harta
orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci, bersih dan berkembang secara
maknawi. Menurut terminology berarti sejumlah harta tertentu wajib dikeluarkan
untuk diberikan kepada para mustahiq yang sudah disebutkan dalam Al-Quran
menurut Sulaiman Rasyid zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada
yang berhak menerimanya dengan syarat. Perintah zakat sebagai rukun islam
menandakan pentingnya ibadah, demikian dari segi hukumnya, zakat adalah salah
satu rukun islam yang merupakan ibadah wajib yang perlu ditunaikan oleh orang-
orang yang cukup dan memenuhi syarat.27

Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan


kemasyarakatan. Zakat itu juga merupakan salah satu dari lima rukun islam yang
mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syariat islam. Salah satu fungsi
zakat yaitu mewujudkan pemerataan keadilan dalam bidang ekonomi, zakat
merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaaya membangun
kesejahteraan umat.28

Secara substantif zakat merupakan bagian dari mekanisme keagamaan


yang berintikan pada semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari
mereka yang kelebihan harta kemudian disalurkan kepada mereka yang
kekurangan, namun aktifitas tersebut tidak mengandung makna kemiskinan yang
kaya karena dalam zakat ada batas maksimal atau hanya sebagian kecil harta yang
diambil dari orang kaya. Dalam zakat ada kriteria dan syarat tertentu. Oleh karena
itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan sembarangan, hanya kelompok-
kelompok tertentu yang mendapatkan bagian dana zakat. Dari situlah akan terjadi
pemerataan perekonomian, yang kaya tidak semakian kaya dan yang miskin tidak
semakin miskin.29

Selanjutanya berkaitan dengan pengelolaan zakat, maka yang diberi


kewenangan dalam mengelola zakat adalah Lembaga atau badan amil zakat yang

27
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Lembaga Keuangan Syria’ah, (Jakarta : Penerbit
Erlangga, 2019), hlm. 216.
28
Ahmad Rofiq, FiqhKontekstual dari Normatif ke Pemakaman Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2012) hlm. 259.
29
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosial kultural Jakarta: Lanatabora
Press, 2005, hlm. 250.
dibentuk oleh pemerintah dengan melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional dengan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut :

1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.


2. Pelaksanaan pengumpulan, penditribusian, dan pendayagunaan zakat
3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
dan
4. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelola zakat.30

2. Landasan Hukum Zakat Produktif

Pendayagunaan zakat dalam bentuk usaha produktif juga diatur dalam


Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 adalah:

1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangkai penangan


fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaiman dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.31

3. Hikmah dan Pensyariatan Zakat

Menurut Wahbah al-Zuhaily,32 ada empat perkara penting dari hikmah


pensyariatan zakat yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Zakat dapat menjaga harta dari pandangan dan serobotan orang-orang


jahat.
2. Zakat merupakan bantuan untuk orang-orang fakir dan orang-orang yang
memerulkan bantuan. Pemberian zakat kepada mustahik mendorong
mereka untuk bekerja jika mereka kuat dan mempertingkatakan taraf hidup
yang layak
3. Zakat dapat membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat kikir dan tamak
dan melatih serta mendidik mukmin menjadi dermawan dan murah hati.
Dengan demikian mereka rela berderma pada klebihan dan kemakmuran
bersama serta suka beramal sosial.

30
Pasal 7 ayat (1)
31
Pasal 27
32
Wahbah Al-Zuhayli, Op.Cit, h. 750
4. Memperingatkan manusia untuk berterima kasih pada nikmat harta yang
diterimanya. Orang-orang yang tidak pernah mengeluarkan zakat akan
membuat diri mereka angkuh dan sombong karena menganggap hart aitu
semata-mata data dari usaha dan kerja keras mereka sendiri tanpa ada
bantuan orang lain.

4. Jenis Harta Yang Terkena Zakat

1. Zakat Tanaman
Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa ajib
dikenakan zakat atas hasil tanaman baik dari jenis buah-buahan dan biji-
bijian yang tahan lama disimpan dan bersifat menguatkan
(mengenyangkan), termasuk gandum, barli, beras dan buah-buah kurma.
Manakala Imam Ahmad pula ajib zakat atas harta dari hasil tanaman
yangbis diitmbang dan tahan lama disimpan, sedang Imam Abu Hanifah
pendapatnya lebih terkedepan, yaitu wajib zakat atas apa yangjuga hasil
perusahaan pertanian baik yang bersifat menguatkan (mengeyangkan),
tahan lama disimpan atau bisa ditimbang dan diskuai, kecuali rumput dan
kayu.33

2. Zakat Binatang Ternak

Dimasa Rasulullah S.A.W., binatang-binatang termak seperti unta,


kerbau, lembudan kambing dikenakan zakat, kecuali kuda 34. Akan tetapi
pada masa Umar Ibn al-Khattab menjadi khalifah, binatang kuda adalah
termasuk dlaam kelompok binatang ternak yang bisa dikenakan zakat,
alasanya karena ia merupakan binatang ternak yang bersifat produktif dan
diperdagangkan35.

3. Zakat Emas dan Perak


Para fuqaha berpendapat tentang wajib zakat uang dan emas,
baikmata uang kertas atau coin dan alat-alat ransaksi lain yang digunakan

33
Al-Sha’rani al-Mizan, al-Kubra, Bab zakat. Al-tatbiq al-Ma’asir li al-Zakah, h. 138-139
34
Sumber Hukum dari al-Qura’an, 16:5-7, 66dan 80dan 36:71-73. Hadist Riwayat Abu Zar
(Qahirah: Mat-ba’ah al-Nahdah aljadidah ,1970), h. 126.
35
Irfan Mahmud Ra’ana, Economic System Under Umar the Gret, Ed. 2, (Lahore: Ashraf
Press, 1970), h.126.
berfungsi sebagai uang dianggap sebagai harta yang bisa dikenakan zakat,
sebab alat transaksi tersebut adalah berdasarkan nilai emas atau perak yang
mana emas dan perak merupakan harta yang wajib dikenakan zakat
apabila mencapai kadar nisab yang ditentukan yaitu 20 mitsqal.36
4. Zakat Rikaz dan Barang Tambang
Menurut Mahzab Hanafi, rikaz dikategorikan sebagai barang
tambang dan barang terpendam, sebab rikaz berasal dari kata rakz, yakni
markuz (yang ditanam), baik baik yang ditanam oleh sang pencipta
maupun oleh makhluknya. Hal ini diqiyaskan dari wajibnya zakat barang
tambang dan harta terpendam pada masa jahilliyah, yang keduanya
mengandung makna ghanimah. Oleh karena itu seperlima darinya wajib
dikeluarkan zakatnya sementara selebihnya dikembalikan kepada pemilik
atau penemunya.37

5. Mustahik Yang Menerima Zakat


1. Golongan Prioritas
a. Fakir
Menurut Al-Tabari fakir yaitu orang yang berada dalam kekurangan atau
keperluan dan memelihara dri meminta-minta. Dan orang fakir yang
berikan zakat kepadanya dinamakan dengan fakir secara mutlak (al-fakir
al-mutlaq), yaitu yang tidak memiliki maskanat (kehinaan dan
kelemahan).38
b. Miskin
Al-Sarakhasi mengatakan bahwa miskin lebih sengsara keadan hidupnya
dibandingkan dengan fakir.39

2. Asnaf Lainnya
a. ‘Amilin
Menurut Jumhur ulama yaitu Mahzab Sayfi’I, Maliki dan Hanbali,
‘amil adalah petugas yang mengurus segala permasalahan zakat, seperti
memungut dan mengumpulkan zakat, menulis jumlah berapa zakat yang
36
Yusuf Al-Qardhawi, 20 mitsqal adalah sama dengan 85 gram atau 25.2259 mayam emas,
Fiqh al-Zakat, Jil. 1, h. 260.
37
Muzakir Sulaiman, Presepsi Ulama Dayah Salafi Aceh terhadap Pendistibusian Zakat
produktif oleh Baitul Mal Aceh, Cet. 1, (Banda Aceh: NASA/ Lembaga Naskah Aceh, 2013),
h.150
38
Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Tabari Jami’I al-Bayan’an Ta’wil al-Qura’n, (Mesir:
Maktabah al-Bab al-Habab, 1948), h. 158-159.
39
Sarakhsi, op. cit. h.8
masuk dan keluar serta berapa sisa dan pemeliharaan harta zakat serta
menyalurkan kepada mustahiknya.40
b. Mu’allafat Qulubuhum
Pendapat dari mahzab Hanbali, bahwa muallafat qulubuhm terdiri
dari golongan muslim dan kafir. Mereka adalah pemimpin bagi setiap
kaummnya. Untuk orang kafir dialurkan zakat kepadanya karena
diharapkan ke-islamanya dan juga agar menghentikan kejahatannya.
Sedangkan bagi muslim tujuan penyaluran zakat untuk menguatkan
keimanannya, mengharapkan ke-islaman pengikutnya, mengharapkan
keikhlasan mereka dalam berjihad, menghilangkan kejahatan mereka
(seperti kaum khawari) dan mengharapkan kegigihan mereka bagi
mengumpulkan zakat dari orang-orang yang enggan membayar zakat.41
c. Riqad
Riqad menurut al-Tabari adalah membantu hamba mukatabat. Ia
tidak dapat digunakan membeli hamba untuk dimerdekakan. Alasannya
zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya. Zakat yang diambil itu tidak boleh Kembali padanya (orang
kaya). Jika memerdekakan hamba dengan cara membeli dengan harta
zakat, sama saja dengan manfaat zakat itu Kembali pada orang kaya
tersebut.42
d. Gharimin
Makna gharimin diqayyidkan kepada fakir, karena menurut
Mahzab Hanafi dan Maliki, fakir menjadi syarat pada semua asnaf zakat,
kecuali ‘amil dan ibn sabil.
e. Fi sabil Allah
Menurut ulama dari mazhab Hanafi, mengatakan terdapat dua
riwayat mengenai pengertian fi sabil Allah: Pertama, orang-orang faqir
yang melaksanakan haji kemudian terputus belanjanya. Kedua, orang faqir
yang berperang (pejuang). Kedua riwayat ini didiriwayatkan oleh
Muhammad dan Abu Yusuf.43
f. Ibn Sabil
Terdapat berbagai pendapat para ulama dalam memberikan makna
ibn sabil sebagai salah satu asnaf yang berhak menerima penyaluran zakat.
Mazhab Syafi’i mengatakan ibn sabil adalah:

40
Dasuqi, op, cit., h 103
41
Al-Bahuti, kasysyaf al-Qina’’an Matan al-Iqna’,juzuk II, (Beyur: Dar al-Fikr, 1982),
h.278-279.
42
Al-Tabari, op. cit., h. 164
43
Nawawi, op. cit., h. 214. 4
‫وهو المسافر أومن ينشيء السفر وهو محتاج فى سفره‬
Artinya: “Ibn sabil adalah musafir atau orang yang memulai safar (perjalanan)
sedang dia memerlukan sesuatu dalam safarnya”. 44
B. Teori dari sumber utama
Secara bahasa zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti suci,
berkah, tumbuh, dan terpuji. Zakat dari istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
(Sudarsono, 2003: 265)
Beberapa syarat wajib dan syarat sah seorang muslim untuk membayarkan
zakatnya diantaranya yakni: seorang muslim yang telah baligh, yang memiliki
akal sehat, merdeka, bebas dari hutang, yang memiliki kekayaan penuh yang telah
mencapai nisab dan haul serta merupakan barang yang berkembang (Triyawan
dkk, 2017: 60).
Zakat produktif adalah harta zakat yang disalurkan kepada orang-orang
yang berhak dan dapat diberdayakan. Karena hakikat zakat bukanlah berapa
rupiah yang diterima oleh para penerima zakat (mustahik), namun bagaimana
zakat tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan umat. Selain itu zakat produktif
merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat yang digunakan sebagai modal
untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuh kembangkan
tingkat ekonomi, dan potensi produktifitas mustahik (Nasrullah, 2015: 6).
Pemberian zakat dalam bentuk produktif lebih efektif dalam membantu
mustahiq keluar dari garis kemiskinan dan ketergantungan dari bantuan orang
lain. Selain itu zakat produktif diharapkan mampu menstimulus mustahiq yang
mendapatkan bantuan zakat untuk bekerja memenuhi kebutuhannya. Pemberian
zakat produktif adalah pemberian zakat berupa modal kerja, barang-barang
produksi, atau bantuan alat kerja yang bisa digunakan mustahiq yang
menerimanya untuk meningkatkan produktifitas mustahiq. Dengan adanya
bantuan modal berupa zakat produktif bagi kegiatan usaha mustahiq juga
diharapkan akan mempunyai motivasi lebih kuat untuk memberikan kinerja yang
baik dan menguntungkan, hal ini dikarenakan kesadaran individu mustahiq yang
menyadari apabila bantuan yang mereka dapatkan dari orang lain yang sedang
melakukan ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu secara tidak langsung
zakat produktif bisa menstimulus mustahiq untuk bekerja lebih giat dikarenakan
adanya motivasi positif dari mustahiq yang memiliki kesadaran membantu sesama
muslim (Herwindo dan Nisful : 2014)
Amil ditugaskan selain mengumpulkan data zakat dari mujaki juga
menjemput secara langsung dari muzaki, sebagaiman penjelasan dalam surat (At-
Taubah (9) : 103 yang Artinya: “Ambillah zakat dari Sebagian harta mereka
44
Lihat Sarakhsi, op. cit., h. 10, Dasuqi, op. cit., h. 108 dan Bahuti, op. cit., h. 284
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetaui.”45
Demikian maksud dari ayat diatas dapat disimpulka bahwa perintah yang
ditujukan kepada Rasulullah Saw pada saat diturunkan ayat tersebut untuk
memungut zakat atau sedekah orang-orang yang ingin bertaubat sehingga dengan
mengeluarkan zakat dapat membersihkan diri dari mereka dari sifat-sifat yang
tidak baik seperti sifat kikir. Tamak dan dosa lainnya. Sehingga dengan
mengeluarkan zakat maka Rasululllah akan mendoakan mereka agar mendapatkan
kebaikan dan senantiasa diberikan hidayah, sebab dengan doa tersebut akan
menggunakan jiwa dan menentramkan hati mereka. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar setiap doa hambanya dan maha mengetauhi setiap hati orang-orang
yang bersungguh-sungguh dalam keiklhasan dalam bertaubat. Secara bahasa amil
berasal dari kata ‘amila ya’malu, yang bermakna mengerjakan atau melakukan
sesuatu. Kata ,,amil adalah ism fail yang bermakna pelaku dari sari suatu
pekerjaan. Maka kata amil bermakna orang yang mengerjakan sesuatu.sedangkan
dalam istilah fiqh para ulama memiliki beragam pendapat, diantaranya sebagai
berikut:

1. Imam Syaf’I dalam pengertiannya, menyebutkan bahwa: Amil zakat


adalah orang yang diangkat oleh wali/penguasa untuk mengumpulkan
zakat.
2. Menurut Yusuf AlQaradhawi dalam bukunya fiqh Az-zakat, menyebutkan
bahwa amil adalah bagian dari pada perangkat administrasi dan finansial
atas harta zakat. Disebutkan demikian, karena peral amil zakat pada
hakikatnya adalah mendata secara administrasi yang baku tentang siapa
saja yang menjadi wajib zakat serta yang berhak atas zakat.
3. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menerangkan bahwa amil
zakat adalah pengelola-pengelolanya yakni yang mengumpulkan zakat,
mencari dan menetapkan siapa yang wajar menerima lalu
mengabaikannya. Jadi yang jelas amil zakat adalah yang melakukan
pengelolaan terhadap zakat, baik mengumpul, menetukan siapa yang

45
Q.S At-Taubah (9): 103
berhak, mencari mereka yang berhak, maupun membagi dan
mengantarkannya kepadamereka.46

BAB III
Metode Penelitian

46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati 2002), hlm. 629.
Metode dalam sebuah penelitian sangat diperlukan untuk memudahkan
peneliti agar bisa mengfokuskan penelitian.47 Demikian dalam penelitian ini
digunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif,
sedangkan landasan teori digunakan sebagai alat pemandu agar focus pada
penelitian. Dalam hal ini, agar dapat mengetahui bagaimana pengelolaan zakat
produktif pada Badan Amil Zakat (BAZNAS) Halmahera Selatan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara
mengadakan penelusuran terhadap peraturan dan literatur yang berkaitan dengan
permasalahn yang diteliti.48 Sedangkan yang dimaksud dengan normatif adalah
semua ajaran yang terkandung dalam nash.49
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor BAZNAS Halmahera Selatan yang
bermarkas di lantai 1, Masjid Raya Al-khairaat Jalan Karet Putih Kampung
Makian. Kecamatan Bacan Selatan.
4. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini Pada bulan Agustus 2024 sampai dengan bulan
Oktober 2024
5. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dilapangan oleh peneliti yang melakukan
penelitian atau yang bersangkutan.
a. Data Primer
Data primer disebut dengan data asli yang diperoleh dari beberapa orang
yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu melalui hasil wawasan yang
dilakukan oleh peneliti dengan pihak BAZNAS Halmahera Selatan, observasi atau
eksperimen.
b. Data Sekunder

47
Arifudin dan Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet ke-1 ( Bandung: Pustaka
Setia, 2009), hlm, 48.
48
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali
Perss, 2001), hlm. 13.
49
Khairudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA, 2009),
hlm. 153.
Data sekunder disebut dengan sumber data pendukung dan yang
melengkapi sumber-sumber data primer agar peneliti mudah dalam memahami
data yang kemudian akan diolah sehingga memperoleh hasil yang baik. Adapun
data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan pokok penelitian, jurnal, artikel, Undan-undang dan buku-bukulain
yang berkaitan dengan penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah, peneliti
menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Wawancara
Metode wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
berhadapan langsung dengan narasumber atau informan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 50
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.51
b. Observasi
Observasi adalah salah satu alat yang digunakan dalam melakukan sebuah
penelitian dengan cara terjun langsung dilapangan untuk mengamati perilaku dan
aktivitas individu di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini seorang peneliti juga
bisa ikut berpartisipasi atau tidak, selain juga dapat mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang sudah dirangkum menjadi instrumen pertanyaan terkait
penelitian dilakukan berdasarkan pengamatan yang diperoleh di lapangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses akhir dalam mencari dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai pelengkap
dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud dapat berupa laporan tertulis maupun
media cetak seperti catatan pelaporan yang berkaitan dengan penelitian. 52 Atau
dengan maksud lain, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Dokumen yang berebentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sektsa dan lain-
lain.53

50
Juliansya Noor, Metode Penelitian (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.
138.
51
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 137.
52
Jhon W. Creswell, Research Design, Pendekatan Metode Kulaitatif, Kuantatif, dan
Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hlm, 254-255.
53
Sugiono, Meotde Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta
2014), hlm. 240.
Daftar Pustaka

Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional


Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011, Cet. Ke-1 (Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 24
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat
Nasional Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011, Cet. Ke-1 (Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 24

Umratul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat


(Malang: UIN-Malang Press, 2010) , hlm. 2

Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN-Malang Press,2008),


hlm. 193
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional dari
Rezim Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ke Rezim Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011,. hlm. 2
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII
Press, 2005), hlm. 189-190
Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
2008, hlm. 88
Pasal 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 37-42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan
Membangun Jaringan, cet. Ke-1 (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), hlm. 147
Pusat Kajian Stategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia. No.
23, 2019
Sumiyati Bode ,Peran Amil dalam pengelolaan zakat produktif Studi Pada Badan Amil
Zakat (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020)
Ahmad Habibi, “Pemberdayaan Dana Zakat Produktif Sebagai Modal Uasaha dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah (UMKM)Di Badan Amil
Zakat Nasional Kota Yongyakarta” , Tesis Fakultas Syaria’ah Dan Hukum, UIN
Sunan kalijaga.
Ihwan Wahid Minu, “Peran Zakat Dalam Penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar
(Studi Kasus di BAZNAS Kota Makassar)”,Tesis Fakultas Syaria’ahDan Hukum
UIN Alauddin Makassar (2017).

Siti Habibah, “Pengelolaan Zakat Untuk Penanggulangan Kemiskinan (Studi Penerapan


Pasal 3 Ayat (2) UU. No. 23tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat)”, Tesis,
Fakultas Syaria’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017).

Miss. Asisah Saesahet, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat


Masyarakat Provinsi Thailand Selatan (Studi Kasus di Daerah Prigi )”, Skripsi
,Fakultas Syari’ah dan Hukum Sunan Kali Jaga Yogyakarta (2009).

Lailiyatun Nafiah, “Pengaruh Pendayagunan Zakat Produktif terhadap kesejahteraan


Mustahiq Pada program Ternak Bergulirbdi BAZNAS kabupaten Gresik”, Tesis,
Fakultas Syaria’ah dan Hukum Ampel Surabaya (2015)
Faqih El Wafa, “Pemahaman Zakat Produktif Pada Lembaga Amil Zakat di Kota
Yogyakarta (Studi Pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang No 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, Tesis Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (2015)
Q.S At-Taubah (9): 103

John B. Taylor, The Quranic Doctrine of Zakat (MA thesis), (Montreal: Mc. Gill University,
1964), h. 135
Ani Nurul Imtihanah dan Siti Zulaikha, "Distribusi Zakat Produktif Berbasis Model Cibest"
(Yogyakarta: CV Gre Publishing, 2019), 51

Q.S Al-Baqarah (2): 43

M Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 1999) Studi Agama dan Fislafat, 1999), hlm, 45.

Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespetif Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 63.

Tika Widiastuti dkk, ‘Model Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat
Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq’ , JEBIS. Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2015),
hlm. 92.

Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Lembaga Keuangan Syria’ah, (Jakarta : Penerbit


Erlangga, 2019), hlm. 216.

Ahmad Rofiq, FiqhKontekstual dari Normatif ke Pemakaman Sosial, (Yogyakarta:


Pustaka pelajar, 2012) hlm. 259.

Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosial kultural Jakarta: Lanatabora
Press, 2005, hlm. 250.

Pasal 7 ayat (1)

Pasal 27

Wahbah Al-Zuhayli, Op.Cit, h. 750

Al-Sha’rani al-Mizan, al-Kubra, Bab zakat. Al-tatbiq al-Ma’asir li al-Zakah, h. 138-139

Sumber Hukum dari al-Qura’an, 16:5-7, 66dan 80dan 36:71-73. Hadist Riwayat Abu Zar
(Qahirah: Mat-ba’ah al-Nahdah aljadidah ,1970), h. 126.

Irfan Mahmud Ra’ana, Economic System Under Umar the Gret, Ed. 2, (Lahore: Ashraf
Press, 1970), h.126.

Yusuf Al-Qardhawi, 20 mitsqal adalah sama dengan 85 gram atau 25.2259 mayam emas,
Fiqh al-Zakat, Jil. 1, h. 260.

Muzakir Sulaiman, Presepsi Ulama Dayah Salafi Aceh terhadap Pendistibusian Zakat
produktif oleh Baitul Mal Aceh, Cet. 1, (Banda Aceh: NASA/ Lembaga Naskah
Aceh, 2013), h.150

Ja’far Muhammad Ibn Jarir al-Tabari Jami’I al-Bayan’an Ta’wil al-Qura’n, (Mesir:
Maktabah al-Bab al-Habab, 1948), h. 158-159.

Sarakhsi, op. cit. h.8

Dasuqi, op, cit., h 103


Al-Bahuti, kasysyaf al-Qina’’an Matan al-Iqna’,juzuk II, (Beyur: Dar al-Fikr, 1982),
h.278- 279.

Al-Tabari, op. cit., h. 164

Nawawi, op. cit., h. 214. 4

Lihat Sarakhsi, op. cit., h. 10, Dasuqi, op. cit., h. 108 dan Bahuti, op. cit., h. 284

Q.S At-Taubah (9): 103

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an


(Jakarta: Lentera Hati 2002), hlm. 629.
Arifudin dan Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet ke-1 ( Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm, 48.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:


Rajawali Perss, 2001), hlm. 13.

Khairudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA,


2009), hlm. 153.

Juliansya Noor, Metode Penelitian (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,


2013), hlm. 138.

Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 137.

Jhon W. Creswell, Research Design, Pendekatan Metode Kulaitatif, Kuantatif, dan


Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hlm, 254-255.

Sugiono, Meotde Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta 2014),
hlm. 240.

Anda mungkin juga menyukai