Anda di halaman 1dari 5

RINGKASAN TOKSIKOLOGI:

Ancaman Bahan Pencemar Plastik Pada Keamanan Bahan


Pangan di Laut
Oleh : Akbar Tahir
Pencemaran laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti partikel
kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak
lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-macam dalam
perairan. Ada yang berdampak langsung, maupun tidak langsung.
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut
maupun melalui tumpahan. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah kapal yang dapat
mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Misalnya melalui tumpahan minyak, air
penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan
lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan organisme perairan, dan
air dari balast tank yang bisa mempengaruhi suhu air sehingga menganggu kenyamanan
organisme yang hidup dalam air.
Bahan pencemar laut lainnya yang juga memberikan dampak yang negatif ke perairan
adalah limbah plastik yang bahkan telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang,
terapung dan terendap di lautan. Akumulasi partikel plastik (plastic debris) pada habitat pelagis
telah menjadi fenomena global dan diketahui memberikan dampak negatif terhadap lingkungan
lautan beserta sumber daya hayati yang dikandungnya. Limbah plastik yang melayang-layang
dalam badan air dan terbawa oleh sistem arus lautan dunia sebagai partikel renik juga diserta
dengan berbagai dampak yang dapat ditimbulkannya, baik pada lingkungan dan biota laut hingga
pada konsekuensi kesehatan bagi pemangsa puncak seperti manusia. Sampah plastik
terakumulasi di laut sebagai sampah padat yang mengganggu eksositem laut. Massa plastik di
lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Kondisi ini sangat
berpengaruh buruk, dan sangat sulit terurai oleh bakteri. Sumber sampah plastik di laut juga
berasal dari Jaring ikan yang sengaja dibuang atau tertinggal di dasar laut.
Dalam laporan Greenpeace tahun 2006 Plastic Debris in the Worlds Oceans dan
Thompson et al. (Phil Trans R. Soc. B 364: 1973-1976, 2009) terkuak fakta bahwa paling sedikit

267 spesies biota laut yang terkena dampak, baik berupa tersangkut/terjerat maupun akibat
menelan plastic debris, termasuk burung laut, penyu, singa laut, lumba-lumba, paus, avertebrata
dan berbagai jenis ikan. Beberapa dampak yang masih sedikit diketahui adalah perubahan habitat
dan transportasi spesies asing ke habitat barunya. Salah satu dampak sangat membahayakan yang
ditemukan dalam beberapa tahun terakhir adalah dampak dari bahan-bahan kimia toksik yang
berasosiasi dengan partikel plastik, misalnya: persistent organics pollutants (POPs) seperti
polychlorinated biphenyls (PCBs) dan DDT yang sudah lama diketahui memiliki kemampuan
dalam mengganggu sistem endokrin dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan biota,
dengan potensi sebagai pemicu utama timbulnya penyakit kanker. Bahan-bahan pencemar ini
tersimpan dalam jaringan lemak dan organ hewan laut yang diteruskan kepada pemangsa yang
memakannya dan secara terus-menerus menjadi lebih terkonsentrasi dalam jaringan tubuh
hewan-hewan pemangsa yang kedudukannya lebih tinggi dalam rantai makanan (food chain).
Sebagai konsekuensinya, predator-predator puncak yang memiliki masa hidup panjang akan
mengakumulasi lebih banyak bahan toksik dalam sistem organnya, sepanjang waktu hidupnya.
Saat plastik menjadi partikel berukuran mikro dan nano, mereka bahkan memiliki potensi
ancaman tambahan pada biota yang hidup di perairan bebas. Microplastics adalah plastik yang
memiliki ukuran partikel 1 - 5 mm, sedangkan Nanoplastics memiliki ukuran yang lebih kecil <
0.330. Jumlah butiran plastik mikro yang ada dalam beberapa laut lebih banyak daripada jumlah
plankton. Butiran-butiran ini terlalu kecil untuk disaring keluar di pabrik pengolahan limbah,
yang akhirnya berakhir di laut, di mana plastik menjadi polutan yang persisten. Karena suhu laut
rendah, plastik tidak terurai dan bahkan juga tertelan oleh satwa liar. Satwa laut tidak bisa
menghindar, karena di beberapa laut fragmen plastik lebih banyak daripada jumlah planktonnya.
Ancaman langsung adalah ingesti seperti yang ditemukan pada ikan dan organisme filter feeder
yang selain mengancam organisme-organisme tersebut juga memberikan gambaran bahwa
sesungguhnya partikel plastik sudah memasuki sistem jejaring makanan/food web.
Yang memberi dampak negative palastik pada kesehatan hewan laut yaitu bahan kimia
yang ada di plastik seperti Bisphenol A (BPA), phthalates, polyaromatic hydrocarbons dan bahan
anti/pemadam api (flame retardants) Beberapa bahan kimia ini berupa monomer-monomer
toksik (misalnya: styrene dan vinyl chloride) yang sangat erat terkait terhadap timbulnya masalah
kanker dan gangguan reproduksi.

Masuknya bahan-bahan toksik ini dapat menimbulkan dampak buruk terhadap hewan laut
dan diduga kuat melalui proses ingesti dari partikel-partikel renik yang diikuti dengan proses
bioakumulasi merunut alur rantai makanan yang lebih tinggi (higher level food chain) yang
berarti bahwa biota yang berada pada posisi yang lebih tinggi dalam rantai makanan ini akan
lebih terpapar pada konsentrasi bahan toksik yang lebih tinggi. Laporan tentang akumulasi
limbah plastik yang melayang-layang di sistem arus lautan (gyres) sangat melimpah. Keberadaan
partikel plastik serta pemahaman tentang dampak toksiknya baik pada lingkungan maupun biota
laut merupakan prasyarat penting sebelum kita mengajukan rekomendasi tentang pengurangan
jumlah produksi dan sifat-sifat bahan penyusun plastik yang relatif aman bagi lingkungan dan
biota laut secara keseluruhan.

TOKSIKOLOGI VETERINER

OLEH :
AMINUL RAHMAN
O 111 11 002

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

Anda mungkin juga menyukai