Anda di halaman 1dari 15

BPJS : Badan Privatisasi Jaminan Sosial dan Komersialisasi

Layanan Kesehatan.
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal ( UU 23 tahun 1992 tetang Kesehatan, Bab III, pasal 4).
Bunyi UU ini telah menyiratkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat
layanan kesehatan yang paling baik secara menyeluruh.
Kesehatan mempunyai aspek dan ruang lingkup yang luas, karena menyangkut soal
kesejateraan jasmani, rohani dan sosial
Dalam UU 23 tahun 1992 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis
Sedangkan menurut menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan
bahwa pengertian Kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan
Dari pengertian ini sangat jelas bahwa terpenuhinya hak kesehatan ditandai apabila rakyat
sudah sejahtera baik secara ekonomi maupun sosial. Lalu bagaimana mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal?
Dalam UU No.23 tahun 1992 bab V pasal 10, ditegaskan:
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Penegasan ini berdampak luas, tidak hanya sebatas penyembuhan (kuratif) yang cenderung
dilakukan oleh asuransi-asuransi kesehatan di Indonesia saat ini. Tapi juga menyoal
pemeliharaan dan pencegahan penyakit (preventif) yang tidak terlepas dari kesehatan
lingkungan (bebas dari pencemaran), sterilisasi bahan makanan, standar Gizi, air bersih dll.
Jadi, semua Asuransi Kesehatan ataupun badan-badan penyelenggara jaminan kesehatan
seharusnya memberi layanan secara comprehensive (menyeluruh) dan optimal.
Bagaimana dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS)

A. Awal pengagasan BPJS.


UU BPJS adalah turunan dari UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Konsep SJSN di Indonesia merupakan bagian dari Konsesus Whasington yang
dibuat negara-negara Kapitalis dalam menghadapi ancaman krisis dalam bentuk Program
1

Penyesuaian Struktural atau Structural Adjustment Program (SAP) yang dimplementasikan IMF
dan Pemerintahan Indonesia dalam bentuk Letter Of Intent (LoI) untuk mengatasi krisis .
Melaui lembaga keuangan Intensional IMF, negara-negara penerima bantuan harus
mengimplementasikan Isi dari Konsensus Washington yang mengatur 10 hal. Secara singkat
isinya sebagai berikut: (1) disiplin fiskal; (2) prioritas pengeluaran publik; (3) reformasi
pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5) kebijakan luar negeri yang mendorong
persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7) mendorong kompetisi antara perusahaan asing
dan domestik untuk menciptakan efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim
deregulasi; (10) pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual.
Secara garis besar isi Konsensus Washington ini mengatur 3 hal yaitu: liberalisasi, deregulasi,
dan privatisasi untuk memastikan kelanggengan negara-negara kapitalis itu sendiri. Maka
dapat dipastikan bahwa seluruh program turunan dari Konsensus Washington akan
menyengsarakan rakyat, seperti swastanisasi dan komersialisasi layanan pendidikan, UU
Penanaman Modal Asing (PMA), UU Migas, UU Minerba, UU SDA yang semuanya

menjarah seluruh milik rakyat.


Pada tahun 2002, IMF lewat program Asian Development Bank (ADB) memberikan pinjaman
pada Indonesia sebesar US $ 250 juta, untuk program Financial Governance and social
security program (FGSSR) atau program Tata Kelola Keuangan dan Reformasi Jaminan
Sosial. ADB menggagasi dan mendorong pemerintah Indonesia membuat UU tentang jaminan
sosial yang merupakan bagian dari paket reformasi jaminan sosial dan keuangan pemerintah.
Ini terlihat dalam dokument Asian Development Bank (ADB) yang bertajuk
Financial
Governance and social security program (FGSSR)sbb:

Dalam dokument ini juga disebutkan ADB Technical Assistance was


provided to help develop the SJSN in line with key policies and
priorities established by the drafting team and other agencies atau
Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu
mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan
2

kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga
lain. Dalam Dokumen Tahap I FGSSR disebutkan : Untuk mengembangkan
sistem jaminan sosial , Phase I akan (i) mengalihkan institusi terkait dengan
pelaksanaan asuransi sosial wajib dan program sosial dibawah pengawasan
otoritas jasa keuangan (ii) menigkatkatkan tata kelola dan pengawasan
system asuransi sosial yang wajib dan system jaminan sosial yang ada.
Untuk mengawasi penggunaan uang pinjaman, IMF juga mendorong terbentuknya Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yaitu badan yang memegang otoritas bidang pengawasan jasa
keuangan. OJK bersifat independent (selft regulation) yang mengambil alih tugas Bank
Indonesia (BI). OJK memiliki otoritas memeriksa dan menjatuhkan sanksi terhadap lembaga
keuangan bank maupun bukan bank termasuk lembaga asuransi:

Akhirnya pada tahun 2004 ditetapkan UU SJSN dan tahun 2011 dibentuklah
BPJS sebagai badan penyelenggara. Jadi munculnya UU SJSN dan BPJS adalah
kepentingan Kapitalis Internasioan lewat ADB sebagai pengagas. Dan ini salah satu
persyaratan untuk memberi pinjaman untuk privatisasi Jaminan Sosial dan

Komersialisasi Layanan Kesehatan dan layanan sosial lainnya dengan


dalih Keadilan Sosial. Padahal ini hanya memperpanjang nafas dari sistem
kapitalis itu sendiri dan menutupi penjarahan rakyat yang dilakukan.

B. Bagaimana implementasi UU BPJS???


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah diberlakukan sejak 1 Januari 2014 untuk
tahap pertama dan tahap berikutnya paling lambat 1 Januari 2019, semua rakyat Indonesia
ditargetkan sudah terdaftar sebagai peserta BPJS sesuai dengan aturan dalam Perpres No.12 /
2013 tanggal 1 Januari 2013, tentang pelaksanaan jaminan kesehatan secara bertahap.
Sedangkan peserta Penerima Bantuan Iuran diatur PP No.101/2012. Kedua peraturan ini
merupakan implementasi dari pelaksanaan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan sebagai penyelenggara dibentuklah Badan Penyelengara Jaminan Sosial
(BPJS) dengan legalitas UU Nomer 24 Tahun 2011. Hal ini merupakan pengalihan tanggung
jawab negara dalam masalah jaminan sosial dan layanan kesehatan. BPJS ini memiliki 5
Program yaitu:
Jaminan Kesehatan
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan hari Tua
Jaminan Pensiun
3

Jaminan Kematian
Penyelenggaraanya jaminan sosial dan layanan kesehatan oleh BPJS sangat jauh dari
pelayanan Kesehatan yang sesungguhnya yang sudah diatur dalam UU ( UU 23 tahun 1992
tetang Kesehatan. Ini bisa dilihat dari beberapa hal diantaranya :
I.Pada tahap : Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Promotif)
Dalam UU BPJS tidak ada mengatur program-program pemberdayaan masyarakat agar
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya seperti pendidikan atau penyuluhan ke
masyarakat.
II. Tahap Pencegahan (Preventif).
Tidak ada mengatur program-program tentang bagaimana agar masyarakat tidak

mengalami sakit. Misalnya Peninjauan seluruh kebijakan negara yang berdampak buruk
bagi kesehatan masyarakat misalnya Izin-izin perusahaan yang merusak lingkungan baik
fisik maupun non fisik yang mendukung suasana yang kondusif bagi masyarakat, Izin
Industri makanan di luar standard Kesehatan, tidak mengatur bagaimana tanggung jawab
BPJS jika terjadi perampasan perusahaan atas milik rakyat ( contoh penggusuran dan
perampasan lahan masyarakat) yang memiskinkan masyarakat baik secara ekonomi dan
sosial yang pasti berujung pada gangguan kesehatan jiwa maupun fisik.
Tidak memberikan jaminan dalam pemenuhan semua kebutuhan pokok individu baik berupa

barang (papan, sandang dan pangan) maupun berupa jasa (kesehatan, pendidikan dan
keamanan.
Tidak ada mengatur program antisipasi terjadinya bencana penyakit (wabah). BPJS diberi
wewenang mengembangkan aset BPJS (Uang iuran peserta) Pasal 41. Namuan BPJS tidak
ada menegaskan kriteria bentuk dan sifat usaha yang akan dikembangkan. Kemungkinan
yang terjadi akan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan perusak lingkungan,
penggusur rumah rakyat dll yang berakhir dengan pemiskinan dan menimbulkan penyakit
bagi masyarakat.

III. Tahap Pengobatan (Kuratif)


Jaminan Kesehatan cenderung hanya diberikan kepada orang-orang tertentu, misalnya

pensiunan pegawai negara, karyawan swasta yang mengikuti iuran jaminan sosial atau
asuransi dan orang miskin yang teregistrasi untuk mendapat bantuan dari negara. Bagi
mereka yang tidak terdaftar, jaminan tersebut tidak akan mereka dapatkan. Sementara
indikator kemiskinan sering tidak tepat sasaran pada objek penerima bantuan.
Jamianan Kesehatann yang diberikan bersifat parsial hanya pada kebutuhan tertentu, yaitu

tahap tindakan kuratif.


BPJS tidak manusiawi, cenderung berperan ketika kondisi normal. Ini bisa dilihat dari pointpoint yang tidak ditanggung BPJS diantaranya : korban bencana alam dan bencana
penyakit (wabah). Bencana adalah sebuah peristiwa yang terjadi dimana manusia tidak
4

mampu mengatasinya dan bisa terjadi korban materi, jiwa maupun fisik. Untuk hal inilah
sebenarmya orang rela masuk peserta BPJS. Disaat manusia tidak mampu mengatasi
persoalan yang terjadi sesungguhnya di saat inilah manusia butuh bantuan. Tapi
justeru disaat bencana terjadi, BPJS berperan jadi penonton sambil meminta iuran
pada korban-korban bencana, baik karena bencana alam maupun penyakit.
Negara dan Menteri Kesehatan melegalkan mal praktek yang bisa mengancam nyawa
orang lain : karena BPJS tidak menggung korban mal praktek. Isi salah satu point yang
tidak ditanggulangi menyakiti diri sendiri, pengobatan komplementer, alternatif, chiropractic
yang belum terbukti efektif, pengobatan dan tindakan medis yang bersifat
eksperimental.

Padahal seluruh tenaga kesehatan, lembaga penyelenggara layanan kesehatan, dan juga
institusi penyelenggara pendidikan di bidang kesehatan dibawah pengawasan Menteri
Kesehatan tapi Meneteri Kesehatan justeru tidak mau bertanggungjawab atas kesalahan
mal praktek oleh tenaga medis.
Prinsip gotong royong yang dianut BPJS adalah bentuk pelepasan tanggungjawab negara
terhadap hak kesehatan bagi warganegara (Peserta yang mampu (membantu)

kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib


bagi seluruh).

Pelayanan BPJS juga tidak berbeda dengan asuransi-asuransi dan secara teknis pelayanan

Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang


berbunyi: Jaminan
kesehatan
diselenggarakan
secara
nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Kemudian Pasal
29, 35, 39, dan 43 menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosisal itu
diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial. .

BPJS memberi sanksi pada peserta yang tidak membayar iyuran tapi UU BPJS tidak

mengatur sanksi bagi BPJS sebagai penyelenggara jika pelayanan kesehatan tidak
maksimal atau melanggar ketentuan yang diatur dalam UU BPJS.
Berikut ini penjelasan tentang pasal-pasal yang ada dalam UU SJSN dan BPJS yang patut
harus diperhatikan dan diwaspadai rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

PASAL PASAL yang patut harus dicermati dan diwaspadai dari UU SJSN
No.

Uraian isi Pasal

Interprestasi dan Dampaknya

Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam UU BPJS sebagai implementasi SJSN
bertujuan untuk memberikan jaminan tidak ada mengatur soal pemenuhan kebutuhan
terpenuhinya
dasar yang layak. Justeru BPJS mengatur
kebutuhan dasar hidup yang layak bagaimana menagih iuran kepada peserta yang
bagi setiap peserta dan/atau anggota sebenarnya belum mampu memenuhi kebutuhan
keluarganya.
hidup layak. Contoh: BPJS memaksa perusahaan
memotong iuran gaji pekerja walapun gajinya
5

belum memenuhi UMP sebagai standarisasi upah


layak hidup, belum hidup layak. Jika tidak, akan
didenda atau dipenjara.
3

Pasal 4
Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan pada
prinsip
a. kegotong-royongan;
Pasal 17
(1) Setiap peserta wajib membayar
iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah
atau suatu jumlah nominal tertentu.

Gotong Royong dalam hal ini, hakekatnya


Negara lepas tangan atau tidak bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat.

Jadi sangat jelas bahwa SJSN bentuk asuransi


yang memaksa setiap warga negara jadi peserta,
jadi bukan jaminan sosial sebagai tanggungjawab
negara. Dan setiap orang bahkan bayi yang baru
lahir wajib bayar. Ini pemerasan rakyat bertopeng
jaminan sosial.

Pasal 19
Mempertegas bahwa SJSN adalah bersifat
Jaminan kesehatan diselenggarakan Asuransi yang diwajibkan.
secara nasional berdasarkan prinsip
Prinsip Asuransi adalah bisnis, yaitu menarik uang
asuransi sosial dan prinsip ekuitas
iuran sebagai jaminan sebagai peserta bisnis
pasif, dan peserta hanya dapat manfaat uangnya
ketika dia sakit, tua, atau meninggal.
Jadi UU SJSN tidak akan mungkin ada jaminan
sosial, ini adalah langkah reformasi pajak turunan
dari Konsensus Washington

Pasal 22 ayat 1
Tidak benar.buktinya dalam UU ini tidak
Manfaat jaminan kesehatan bersifat mengatur garis-garis besar Program yang bersifat
pelayanan perseorangan berupa promotif dan preventif yang meningkatkan
pelayanan
kesehatan
yang kesehatan. Lebih banyak mengatur soal teknis di
mencakup
pelayanan
promotif, tahapan kuratif, teknis penarikan iuran dan sanksi
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bagi peserta
termasuk obat dan bahan medis
habis pakai yang diperlukan.
Pasal 22
Penyalahgunaan pelayanan (berarti pihak BPJS
( (2) Untuk jenis pelayanan yang sebagai penyelenggara/pelayan dan seluruh
dapat menimbulkan penyalahgunaan institusi yang bekejasama dengan BPJS).
pelayanan, peserta dikenakan urun 1. Mereka yang melakukan penyalahgunaan, tapi
biaya.
peserta ikut menanggungnya, Ini jelas tidak adil
2. Sudah bayar Premi, masih ada kemungkinan
diminta bayar lagi.
Pasal 24
(1) Besarnya pembayaran kepada Jadi jenis fasilitas dan jumlah pembayaran yang
fasilitas kesehatan untuk setiap
ditanggung tergantung selera BPJS, bukan
wilayah ditetapkan berdasarkan
berdasarkan kebutuhan pengobatan pasien.
6

kesepakatan antara Badan


Ini juga masih ada kemungkinan pasien
Penyelenggara Jaminan Sosial dan
nombok walupun sudah membayar premi !!!
asosiasi fasilitas kesehatan di
wilayah tersebut.
Pasal 26
Jenis-jenis pelayanan yang tidak
Indikator : BPJS ingin memperkuat tindakan
dijamin Badan Penyelenggara
pelepasan tanggungjawabnya terhadap beberapa
Jaminan Sosial akan diatur lebih
jenis layanan sosial dengan Perpres
lanjut dalam Peraturan Presiden.

Pasal 47
1. Investasikan tidak selalu untung, juga
(1)
Dana Jaminan Sosial wajib
berpeluang mengalami kerugian, jika rugi pasti
dikelola dan dikembangkan oleh
nasabah (rakyat) yang dirugikan.
Badan
Penyelenggara
jaminan 2. Dalam UU SJSN tidak mengatur bentuk
Sosial secara optimal dengan
pertanggungjawabannya/sansksi jika Investasi
mempertimbangkan aspek likuiditas,
mengalami kerugian.
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan
dana, dan hasil yang memadai.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan
UU Nomer 24 Tahun 2011, yang merupakan amanat dari UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki
kewenangan luar biasa di negara ini untuk menjarah uang rakyat.

Tabel 2
PASAL PASAL yang patut harus dicermati dan diwaspadai dari UU BPJS
No.
1.

Uraian isi Pasal


Pasal 1 ayat 4
Peserta adalah setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran.

Interprestasi dan Dampaknya


Tidak membayar Iuran sudah pasti tidak akan
mendapatkan pelayanan jaminan sosial.
Bagimana jika tidak mampu bayar iyuran tapi
tidak terdaftar sebagai orang miskin atau
bantuan atau data yang tidak objektif?
BPJS cenderung berperan ketika kondisi
normal. Ini bisa dilihat dari point-point yang
tidak ditanggung diantaranya : korban
bencana alam dan bencana penyakit
(wabah), disaat masyarakat tidak mampu
mengatasi kejadian atau situasi

Pasal 2
BPJS
menyelenggarakan
sistem
jaminan sosial nasional
berdasarkan asas:
a.kemanusiaan;
b.manfaat; dan
c.keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 3
Jaminan Sosial hanya topeng, yang pasti
BPJS bertujuan untuk mewujudkan
tujuannya mencari keuntungan dengan
terselenggaranya pemberian jaminan
memeras rakyat lewat iuran wajib.
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
Dalam UU BPJS
sebagai implementasi
yang layak bagi setiap Peserta dan/atau
SJSN tidak ada mengatur soal pemenuhan
7

anggota keluarganya.

kebutuhan dasar yang layak. Justeru BPJS


mengatur bagaimana menagih iuran
kepada peserta yang sebenarnya belum
mampu memenuhi kebutuhan hidup layak.
Contoh: BPJS memaksa perusahaan
memotong iuran gaji pekerja walaupun
gajinya belum memenuhi UMP sebagai
standarisasi upah layak hidup, belum hidup
layak. Jika tidak, akan didenda atau
dipenjara.
Bersifat Nirlaba tapi kenapa diatur soal
investasi?
Dalam UU SJSN sudah ditegaskan bahwa
SJSN bersifat asuransi tapi kenapa dalam
implementasi (UU BPJS) ada pemaksaan?

Pasal 4 point
-Bersifat nirlaba
-Kepesertaan bersifat wajib

Pasal 7
(1)
BPJS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 adalah badan hukum
publik berdasarkan Undang-Undang ini.

Badan Hukum Publik adalah bahasa lain


dari Legalitas Privatisasi Pengelolaan
Jaminan Sosial atau asuransi yang selama
ini di kelola BUMN.

Pasal 10
Dana yang cukup besar, dengan penduduk
Dalam melaksanakan fungsi
240 jutaan akan terkumpul dana sekitar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
4,8 trilyun/bulan, ini alasan menjadi ADB
BPJS bertugas untuk:
kenapa berani membiayai proses
a. melakukan dan/atau menerima
pembuatan dan pengesahan UU BPJS
pendaftaran Peserta;
dengan dana Rp. 2,25 Trilyun.
b. memungut dan mengumpulkan Iuran Dengan ketersediaan dana 4,8 trilyun/bulan,
dari Peserta dan Pemberi Kerja;
maka ada jaminan pengembalian utang
c. menerima Bantuan Iuran dari
Indonesia pada pihak asing.
Pemerintah;
Menguras rakyat untuk Memastikan
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk
ketersediaan dana dan kekayaan yang
kepentingan Peserta;
harus diserap oleh Kapitalis di Indonesia
lewat liberalisasi perdagaangan.
Pasal 11
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial Penempatan Investasi dalam bentuk suratuntuk investasi jangka pendek dan
surat berharga sangat rentan terkena krisis
jangka panjang dengan
atau resiko kerugian akhirnya rakyat
mempertimbangkan aspek likuiditas,
menjadi korban.
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan
dana, dan hasil yang memadai;
Pasal 13 point b
Tidak mengatur kriteria umum jenis usaha
Mengembangkan aset Dana Jaminan
pengembangan aset. Misalanya
Sosial dan aset BPJS untuk sebesarusaha/perusahaan yang tidak
besarnya kepentingan Peserta;
mencemari/merusak lingkungan karena ini
akan berdampak pada kesehatan
masyarakat. Ini harus diatur sebagai
tidakan preventif menjaga kesehatan.
Tidak diatur dengan jelas sanksi atas
8

kesalahan jika usaha pengembangan


merugi.
Pasal 14
Pemaksaan atas penggunaan BPJS sebagai
Setiap orang, termasuk orang asing
layanan kesehatan
yang bekerja paling singkat 6 (enam) Ini bentuk pemaksaan pajak sesuai perintah
bulan di Indonesia, wajib menjadi
Konsensus Washington yaitu : reformasi
Peserta program Jaminan Sosial.
pemungutan pajak. Hanya saja lebih kejam
dari pajak karena anak bayi juga sudah
ditagih pajak.
Bedanya BPJS lebih buruk dari pembayaran
pajak dan asuransi, karena anak bayi juga
wajib membayar premi asuransi.
Pasal 17 point 2
(1)Pemberi Kerja selain penyelenggara Sanksi administratif : Tidak mendapat
negara yang tidak melaksanakan
pelayanan publik, cakupannya luas. Ada
ketentuan sebagaimana dimaksud
kemungkinan terkait dengan kebutuhandalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
kebutuhan dasar seperti penerangan, air
dan setiap orang yang tidak
bahkan pembuatan surat-surat penting dll.
melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik.
Pasal 24
(3) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Direksi berwenang untuk:
f. melakukan pemindahtanganan aset
tetap BPJS paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah) dengan persetujuan Dewan
Pengawas;
g. melakukan pemindahtanganan aset
tetap BPJS lebih dari
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) dengan persetujuan Presiden;
dan
h. melakukan pemindahtanganan aset
tetap BPJS lebih dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar
rupiah) dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 41
(1) Aset BPJS bersumber dari:

Berpeluang terjadinya korupsi dana untuk


tujuan dan kepentingan bisnis direksi, Dewan
Pengawas, Presiden dan DPR

BPJS dimodali negara tapi negara tidak

a. modal awal dari Pemerintah, yang


memiliki saham, jadi keuntungan
merupakan kekayaan negara yang
sepenuhnya di BPJS. Sementara layanan
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
yang didapat peserta (rakyat) tidak bisa
b. hasil pengalihan aset Badan Usaha
optimal.
Milik Negara yang menyelenggarakan
BPJS dengan mudah telah mendapatkan
program jaminan sosial;
dana ratusan trilyun dari BUMN yg selama
c. hasil pengembangan aset BPJS;
ini mengurusi masalah asuransi seperti
d. dana operasional yang diambil dari
Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri yang
Dana Jaminan Sosial; dan/atau
jauh pelayanannya lebih baik..
e. sumber lain yang sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 41 ayat 2.b
Aset BPJS dapat digunakan:
b.biaya pengadaan barang dan jasa
yang digunakan untuk mendukung
operasional penyelenggaraan Jaminan
Sosial;
Pasal 47
BPJS tidak dapat dipailitkan
berdasarkan ketentuan perundanganundangan mengenai kepailitan.

Dengan dan 4 trilyun/bulan, harusnya BPJS


sudah memiliki program pembagunan RS
Pemerintah tambahan secara bertahap di
setiap propinsi bahkan kabupaten di
Indonesia.

Menciptakan peluang bagi penyelenggara


BPJS bisa menghindar atas kewajibannya
membayar utang-utangnya baik kepada
nasabah atau pihak ke 3 atas kesalahan
pengelolaan dana/aset.

Sangat jelas bahwa BPJS adalah suatu Badan Privatisasi Jaminan Sosial,
melakukan komersialisasi layanan kesehatan, bersifat asuransi yang memaksa
kepesertaan dan akhirnya hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat, maka
sangat layak BPJS harus dibubarkan..!!!!!
Daftar Pustaka :
UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
www.rockinews.com/2012/05/adb-di-balik-uu-sjsn-dan-uu-bpjs.html

10

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha
Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untukPegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan
program pemerintah dalam kesatuanJaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada
tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014,
sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.

Logo Jaminan Kesehatan Nasional

BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes
Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia
berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.

Sejarah singkat BPJS Kesehatan[sunting | sunting sumber]

1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur


pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta
anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri
Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI
pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan
Nasional.

1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta
dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima
Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan

11

Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan
Umum Husada Bhakti.

1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program


jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran
dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan
memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta
sukarela.

1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah
menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan
kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI,
sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Miskin (PJKMM/ASKESKIN).

Dasar Penyelenggaraan :

UUD 1945

UU No. 23/1992 tentang Kesehatan

UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan


Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,

Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :

Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong


royong sehingga terjadi subsidi silang.

Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara


terstruktur dan berjenjang.

12

Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan


prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi
BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.

Kepesertaan wajib[sunting | sunting sumber]


Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal
enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. [1]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau
keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya
pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian.
Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal.
Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan
dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada
2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri
Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala
jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.[2]

Dasar hukum[sunting | sunting sumber]


1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 52

13

IURAN
1.

Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5%
(empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
4.

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
III.
b. Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
II.
c. Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
I.
6.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa
kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

14

7.

Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

DENDA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN IURAN


1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3
(tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2.

Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total
iuran yang tertunggak.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Bejuluk Beadek
    Bejuluk Beadek
    Dokumen4 halaman
    Bejuluk Beadek
    Izzy Minak Permato Mego
    0% (1)
  • GASTRITIS
    GASTRITIS
    Dokumen16 halaman
    GASTRITIS
    vifitriyani
    75% (4)
  • Manajemen Perawatan Luka
    Manajemen Perawatan Luka
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Perawatan Luka
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • BAB I Konsul
    BAB I Konsul
    Dokumen3 halaman
    BAB I Konsul
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Hipopituitarisme
    Hipopituitarisme
    Dokumen11 halaman
    Hipopituitarisme
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Perawatan Luka
    Manajemen Perawatan Luka
    Dokumen2 halaman
    Manajemen Perawatan Luka
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Biodata Penulis
    Biodata Penulis
    Dokumen11 halaman
    Biodata Penulis
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • KOVER
    KOVER
    Dokumen1 halaman
    KOVER
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • RTL - Mik 13. Lu.
    RTL - Mik 13. Lu.
    Dokumen1 halaman
    RTL - Mik 13. Lu.
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Kti
    Bab Iv Kti
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv Kti
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Kti
    Bab Iv Kti
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv Kti
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Sejarah Perjalanan UU BPJS SEJARAH PERJALANAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA
    Sejarah Perjalanan UU BPJS SEJARAH PERJALANAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA
    Dokumen38 halaman
    Sejarah Perjalanan UU BPJS SEJARAH PERJALANAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA
    Rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Kti
    Bab I Kti
    Dokumen7 halaman
    Bab I Kti
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • KOVER
    KOVER
    Dokumen1 halaman
    KOVER
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Lembar Kuisioner
    Lembar Kuisioner
    Dokumen3 halaman
    Lembar Kuisioner
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Lembar Kuisioner
    Lembar Kuisioner
    Dokumen3 halaman
    Lembar Kuisioner
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • RTL Pakem
    RTL Pakem
    Dokumen1 halaman
    RTL Pakem
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • BAB III KTI A-Zee
    BAB III KTI A-Zee
    Dokumen5 halaman
    BAB III KTI A-Zee
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bahasa Indonesia
    Tugas Bahasa Indonesia
    Dokumen3 halaman
    Tugas Bahasa Indonesia
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Data Mentah2
    Data Mentah2
    Dokumen4 halaman
    Data Mentah2
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Cheklist (Recovered)
    Cheklist (Recovered)
    Dokumen1 halaman
    Cheklist (Recovered)
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Rahmatulloh Akbari
    Rahmatulloh Akbari
    Dokumen1 halaman
    Rahmatulloh Akbari
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Rahmatulloh Akbari
    Rahmatulloh Akbari
    Dokumen1 halaman
    Rahmatulloh Akbari
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Kti
    Bab Iii Kti
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii Kti
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Guru Binaan Baru
    Guru Binaan Baru
    Dokumen2 halaman
    Guru Binaan Baru
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Izzy Minak Permato Mego
    Belum ada peringkat