Layanan Kesehatan.
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal ( UU 23 tahun 1992 tetang Kesehatan, Bab III, pasal 4).
Bunyi UU ini telah menyiratkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat
layanan kesehatan yang paling baik secara menyeluruh.
Kesehatan mempunyai aspek dan ruang lingkup yang luas, karena menyangkut soal
kesejateraan jasmani, rohani dan sosial
Dalam UU 23 tahun 1992 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis
Sedangkan menurut menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan
bahwa pengertian Kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan
Dari pengertian ini sangat jelas bahwa terpenuhinya hak kesehatan ditandai apabila rakyat
sudah sejahtera baik secara ekonomi maupun sosial. Lalu bagaimana mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal?
Dalam UU No.23 tahun 1992 bab V pasal 10, ditegaskan:
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Penegasan ini berdampak luas, tidak hanya sebatas penyembuhan (kuratif) yang cenderung
dilakukan oleh asuransi-asuransi kesehatan di Indonesia saat ini. Tapi juga menyoal
pemeliharaan dan pencegahan penyakit (preventif) yang tidak terlepas dari kesehatan
lingkungan (bebas dari pencemaran), sterilisasi bahan makanan, standar Gizi, air bersih dll.
Jadi, semua Asuransi Kesehatan ataupun badan-badan penyelenggara jaminan kesehatan
seharusnya memberi layanan secara comprehensive (menyeluruh) dan optimal.
Bagaimana dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS)
Penyesuaian Struktural atau Structural Adjustment Program (SAP) yang dimplementasikan IMF
dan Pemerintahan Indonesia dalam bentuk Letter Of Intent (LoI) untuk mengatasi krisis .
Melaui lembaga keuangan Intensional IMF, negara-negara penerima bantuan harus
mengimplementasikan Isi dari Konsensus Washington yang mengatur 10 hal. Secara singkat
isinya sebagai berikut: (1) disiplin fiskal; (2) prioritas pengeluaran publik; (3) reformasi
pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5) kebijakan luar negeri yang mendorong
persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7) mendorong kompetisi antara perusahaan asing
dan domestik untuk menciptakan efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim
deregulasi; (10) pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual.
Secara garis besar isi Konsensus Washington ini mengatur 3 hal yaitu: liberalisasi, deregulasi,
dan privatisasi untuk memastikan kelanggengan negara-negara kapitalis itu sendiri. Maka
dapat dipastikan bahwa seluruh program turunan dari Konsensus Washington akan
menyengsarakan rakyat, seperti swastanisasi dan komersialisasi layanan pendidikan, UU
Penanaman Modal Asing (PMA), UU Migas, UU Minerba, UU SDA yang semuanya
kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga
lain. Dalam Dokumen Tahap I FGSSR disebutkan : Untuk mengembangkan
sistem jaminan sosial , Phase I akan (i) mengalihkan institusi terkait dengan
pelaksanaan asuransi sosial wajib dan program sosial dibawah pengawasan
otoritas jasa keuangan (ii) menigkatkatkan tata kelola dan pengawasan
system asuransi sosial yang wajib dan system jaminan sosial yang ada.
Untuk mengawasi penggunaan uang pinjaman, IMF juga mendorong terbentuknya Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yaitu badan yang memegang otoritas bidang pengawasan jasa
keuangan. OJK bersifat independent (selft regulation) yang mengambil alih tugas Bank
Indonesia (BI). OJK memiliki otoritas memeriksa dan menjatuhkan sanksi terhadap lembaga
keuangan bank maupun bukan bank termasuk lembaga asuransi:
Akhirnya pada tahun 2004 ditetapkan UU SJSN dan tahun 2011 dibentuklah
BPJS sebagai badan penyelenggara. Jadi munculnya UU SJSN dan BPJS adalah
kepentingan Kapitalis Internasioan lewat ADB sebagai pengagas. Dan ini salah satu
persyaratan untuk memberi pinjaman untuk privatisasi Jaminan Sosial dan
Jaminan Kematian
Penyelenggaraanya jaminan sosial dan layanan kesehatan oleh BPJS sangat jauh dari
pelayanan Kesehatan yang sesungguhnya yang sudah diatur dalam UU ( UU 23 tahun 1992
tetang Kesehatan. Ini bisa dilihat dari beberapa hal diantaranya :
I.Pada tahap : Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Promotif)
Dalam UU BPJS tidak ada mengatur program-program pemberdayaan masyarakat agar
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya seperti pendidikan atau penyuluhan ke
masyarakat.
II. Tahap Pencegahan (Preventif).
Tidak ada mengatur program-program tentang bagaimana agar masyarakat tidak
mengalami sakit. Misalnya Peninjauan seluruh kebijakan negara yang berdampak buruk
bagi kesehatan masyarakat misalnya Izin-izin perusahaan yang merusak lingkungan baik
fisik maupun non fisik yang mendukung suasana yang kondusif bagi masyarakat, Izin
Industri makanan di luar standard Kesehatan, tidak mengatur bagaimana tanggung jawab
BPJS jika terjadi perampasan perusahaan atas milik rakyat ( contoh penggusuran dan
perampasan lahan masyarakat) yang memiskinkan masyarakat baik secara ekonomi dan
sosial yang pasti berujung pada gangguan kesehatan jiwa maupun fisik.
Tidak memberikan jaminan dalam pemenuhan semua kebutuhan pokok individu baik berupa
barang (papan, sandang dan pangan) maupun berupa jasa (kesehatan, pendidikan dan
keamanan.
Tidak ada mengatur program antisipasi terjadinya bencana penyakit (wabah). BPJS diberi
wewenang mengembangkan aset BPJS (Uang iuran peserta) Pasal 41. Namuan BPJS tidak
ada menegaskan kriteria bentuk dan sifat usaha yang akan dikembangkan. Kemungkinan
yang terjadi akan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan perusak lingkungan,
penggusur rumah rakyat dll yang berakhir dengan pemiskinan dan menimbulkan penyakit
bagi masyarakat.
pensiunan pegawai negara, karyawan swasta yang mengikuti iuran jaminan sosial atau
asuransi dan orang miskin yang teregistrasi untuk mendapat bantuan dari negara. Bagi
mereka yang tidak terdaftar, jaminan tersebut tidak akan mereka dapatkan. Sementara
indikator kemiskinan sering tidak tepat sasaran pada objek penerima bantuan.
Jamianan Kesehatann yang diberikan bersifat parsial hanya pada kebutuhan tertentu, yaitu
mampu mengatasinya dan bisa terjadi korban materi, jiwa maupun fisik. Untuk hal inilah
sebenarmya orang rela masuk peserta BPJS. Disaat manusia tidak mampu mengatasi
persoalan yang terjadi sesungguhnya di saat inilah manusia butuh bantuan. Tapi
justeru disaat bencana terjadi, BPJS berperan jadi penonton sambil meminta iuran
pada korban-korban bencana, baik karena bencana alam maupun penyakit.
Negara dan Menteri Kesehatan melegalkan mal praktek yang bisa mengancam nyawa
orang lain : karena BPJS tidak menggung korban mal praktek. Isi salah satu point yang
tidak ditanggulangi menyakiti diri sendiri, pengobatan komplementer, alternatif, chiropractic
yang belum terbukti efektif, pengobatan dan tindakan medis yang bersifat
eksperimental.
Padahal seluruh tenaga kesehatan, lembaga penyelenggara layanan kesehatan, dan juga
institusi penyelenggara pendidikan di bidang kesehatan dibawah pengawasan Menteri
Kesehatan tapi Meneteri Kesehatan justeru tidak mau bertanggungjawab atas kesalahan
mal praktek oleh tenaga medis.
Prinsip gotong royong yang dianut BPJS adalah bentuk pelepasan tanggungjawab negara
terhadap hak kesehatan bagi warganegara (Peserta yang mampu (membantu)
Pelayanan BPJS juga tidak berbeda dengan asuransi-asuransi dan secara teknis pelayanan
BPJS memberi sanksi pada peserta yang tidak membayar iyuran tapi UU BPJS tidak
mengatur sanksi bagi BPJS sebagai penyelenggara jika pelayanan kesehatan tidak
maksimal atau melanggar ketentuan yang diatur dalam UU BPJS.
Berikut ini penjelasan tentang pasal-pasal yang ada dalam UU SJSN dan BPJS yang patut
harus diperhatikan dan diwaspadai rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
PASAL PASAL yang patut harus dicermati dan diwaspadai dari UU SJSN
No.
Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam UU BPJS sebagai implementasi SJSN
bertujuan untuk memberikan jaminan tidak ada mengatur soal pemenuhan kebutuhan
terpenuhinya
dasar yang layak. Justeru BPJS mengatur
kebutuhan dasar hidup yang layak bagaimana menagih iuran kepada peserta yang
bagi setiap peserta dan/atau anggota sebenarnya belum mampu memenuhi kebutuhan
keluarganya.
hidup layak. Contoh: BPJS memaksa perusahaan
memotong iuran gaji pekerja walapun gajinya
5
Pasal 4
Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan pada
prinsip
a. kegotong-royongan;
Pasal 17
(1) Setiap peserta wajib membayar
iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah
atau suatu jumlah nominal tertentu.
Pasal 19
Mempertegas bahwa SJSN adalah bersifat
Jaminan kesehatan diselenggarakan Asuransi yang diwajibkan.
secara nasional berdasarkan prinsip
Prinsip Asuransi adalah bisnis, yaitu menarik uang
asuransi sosial dan prinsip ekuitas
iuran sebagai jaminan sebagai peserta bisnis
pasif, dan peserta hanya dapat manfaat uangnya
ketika dia sakit, tua, atau meninggal.
Jadi UU SJSN tidak akan mungkin ada jaminan
sosial, ini adalah langkah reformasi pajak turunan
dari Konsensus Washington
Pasal 22 ayat 1
Tidak benar.buktinya dalam UU ini tidak
Manfaat jaminan kesehatan bersifat mengatur garis-garis besar Program yang bersifat
pelayanan perseorangan berupa promotif dan preventif yang meningkatkan
pelayanan
kesehatan
yang kesehatan. Lebih banyak mengatur soal teknis di
mencakup
pelayanan
promotif, tahapan kuratif, teknis penarikan iuran dan sanksi
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bagi peserta
termasuk obat dan bahan medis
habis pakai yang diperlukan.
Pasal 22
Penyalahgunaan pelayanan (berarti pihak BPJS
( (2) Untuk jenis pelayanan yang sebagai penyelenggara/pelayan dan seluruh
dapat menimbulkan penyalahgunaan institusi yang bekejasama dengan BPJS).
pelayanan, peserta dikenakan urun 1. Mereka yang melakukan penyalahgunaan, tapi
biaya.
peserta ikut menanggungnya, Ini jelas tidak adil
2. Sudah bayar Premi, masih ada kemungkinan
diminta bayar lagi.
Pasal 24
(1) Besarnya pembayaran kepada Jadi jenis fasilitas dan jumlah pembayaran yang
fasilitas kesehatan untuk setiap
ditanggung tergantung selera BPJS, bukan
wilayah ditetapkan berdasarkan
berdasarkan kebutuhan pengobatan pasien.
6
Pasal 47
1. Investasikan tidak selalu untung, juga
(1)
Dana Jaminan Sosial wajib
berpeluang mengalami kerugian, jika rugi pasti
dikelola dan dikembangkan oleh
nasabah (rakyat) yang dirugikan.
Badan
Penyelenggara
jaminan 2. Dalam UU SJSN tidak mengatur bentuk
Sosial secara optimal dengan
pertanggungjawabannya/sansksi jika Investasi
mempertimbangkan aspek likuiditas,
mengalami kerugian.
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan
dana, dan hasil yang memadai.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan
UU Nomer 24 Tahun 2011, yang merupakan amanat dari UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki
kewenangan luar biasa di negara ini untuk menjarah uang rakyat.
Tabel 2
PASAL PASAL yang patut harus dicermati dan diwaspadai dari UU BPJS
No.
1.
Pasal 2
BPJS
menyelenggarakan
sistem
jaminan sosial nasional
berdasarkan asas:
a.kemanusiaan;
b.manfaat; dan
c.keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 3
Jaminan Sosial hanya topeng, yang pasti
BPJS bertujuan untuk mewujudkan
tujuannya mencari keuntungan dengan
terselenggaranya pemberian jaminan
memeras rakyat lewat iuran wajib.
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
Dalam UU BPJS
sebagai implementasi
yang layak bagi setiap Peserta dan/atau
SJSN tidak ada mengatur soal pemenuhan
7
anggota keluarganya.
Pasal 4 point
-Bersifat nirlaba
-Kepesertaan bersifat wajib
Pasal 7
(1)
BPJS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 adalah badan hukum
publik berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 10
Dana yang cukup besar, dengan penduduk
Dalam melaksanakan fungsi
240 jutaan akan terkumpul dana sekitar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
4,8 trilyun/bulan, ini alasan menjadi ADB
BPJS bertugas untuk:
kenapa berani membiayai proses
a. melakukan dan/atau menerima
pembuatan dan pengesahan UU BPJS
pendaftaran Peserta;
dengan dana Rp. 2,25 Trilyun.
b. memungut dan mengumpulkan Iuran Dengan ketersediaan dana 4,8 trilyun/bulan,
dari Peserta dan Pemberi Kerja;
maka ada jaminan pengembalian utang
c. menerima Bantuan Iuran dari
Indonesia pada pihak asing.
Pemerintah;
Menguras rakyat untuk Memastikan
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk
ketersediaan dana dan kekayaan yang
kepentingan Peserta;
harus diserap oleh Kapitalis di Indonesia
lewat liberalisasi perdagaangan.
Pasal 11
b. menempatkan Dana Jaminan Sosial Penempatan Investasi dalam bentuk suratuntuk investasi jangka pendek dan
surat berharga sangat rentan terkena krisis
jangka panjang dengan
atau resiko kerugian akhirnya rakyat
mempertimbangkan aspek likuiditas,
menjadi korban.
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan
dana, dan hasil yang memadai;
Pasal 13 point b
Tidak mengatur kriteria umum jenis usaha
Mengembangkan aset Dana Jaminan
pengembangan aset. Misalanya
Sosial dan aset BPJS untuk sebesarusaha/perusahaan yang tidak
besarnya kepentingan Peserta;
mencemari/merusak lingkungan karena ini
akan berdampak pada kesehatan
masyarakat. Ini harus diatur sebagai
tidakan preventif menjaga kesehatan.
Tidak diatur dengan jelas sanksi atas
8
Sangat jelas bahwa BPJS adalah suatu Badan Privatisasi Jaminan Sosial,
melakukan komersialisasi layanan kesehatan, bersifat asuransi yang memaksa
kepesertaan dan akhirnya hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat, maka
sangat layak BPJS harus dibubarkan..!!!!!
Daftar Pustaka :
UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
www.rockinews.com/2012/05/adb-di-balik-uu-sjsn-dan-uu-bpjs.html
10
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha
Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untukPegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan
program pemerintah dalam kesatuanJaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada
tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014,
sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.
BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes
Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia
berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.
1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta
dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima
Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan
11
Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan
Umum Husada Bhakti.
1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah
menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan
kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI,
sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
Dasar Penyelenggaraan :
UUD 1945
12
2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi
BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
13
IURAN
1.
Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5%
(empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
4.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
III.
b. Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
II.
c. Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan
di
ruang
perawatan
Kelas
I.
6.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa
kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
14
7.
Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total
iuran yang tertunggak.
15