Anda di halaman 1dari 12

AUSKULTASI

http://jabbarbtj.blogspot.co.id/2014/09/auskultasi.html

AUSKULTASI
AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh. Auskultasi
adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Berapa pun dapat didengar oleh telinga tanpa alat bantu, meskipun
sebagian besar bunyi hanya dapat didengar dengan stetoskop. Perawat akan
lebih berhasil dalam melakukan auskultasi ika mengetahui jenis bunyi yang
muncul dari setiap strutur tubuh dan lokasi dimana bunyi tersebut dapat
didengar dengan jelas.Untuk mengauskultasi dengan benar, perawat
memerlukan ketajaman pendengaran yang baik, stetoskop yang baik dan
pengetahuan tentang bagaimana menggunakan stetoskop dengan benar (Potter
& Perry, 2005).

Semua bunyi mempunyai empat karakteristik :

1.
Frekwensi adalah jumlah siklus gelombang suara dihitung perdetik
denngan obyek bergetar, berkisar dari tinggi ke rendah.
2.
Kepekakkan adalah amplitude dari gelombang suara, berkisar dari lembut
kekeras.
3.
Kualitas adalah suatu karakteristik yang membedakan bunyi dari
frekuensi dan kepekakkan yang serupa, digambarkan dengan istilah tiupan,
desiran dan berdeguk.
4.
Durasi adalah lamanya waktu bunyi berakhir sebagai bunyi yang terus
meneru, berkisar antara pendek sampai menengah sampai panjang.

Dengan auskultasi pada setiap sisi, perawata harusmemperhitungkan


sumber dan penyebeb, sisi yang pasti dimana bunyi terdengar sebaik-baiknya
dan kualitas nnormal yang diharapkan mengkaji penyimpangan dari normal
( Potter & Patricia, 1996 )

A.

Auskultasi jantung

Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub... Lub adalah
suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai
awal sistole. Dub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda
awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara
yang terpecah.

Bunyi jantung
Bunyi jantung jantung utama : Bunyi jantung I, bunyi jantung II, bunyi jantung III,
bunyi jantung IV

Bunyi jantung I
ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi di awal sistolik
mereganggnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat
tekanan dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan
tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah
menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow tract (jalur
keluar) ventrikel kiri dan dinding pangkal aorta dengan sejumlah dasra yang ada
di dalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bunyi jantung I, yaitu :
1) Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan cepat,
makin keras bunyinya.
2) Posisi daun katup atrioventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel.
makin dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akselerasi darah
yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya bunyi jantung I, dan
sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikular sebelum kontraksi,
makin keras bunyi jantung I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih
cepat.
3) Jarak jantung terhadap dinding dada. pada pasein dengan dada kurus, bunyi
jantung lebih keras terdengar dibandngkan pasien gemuk dengan bunyi jantung
yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum
bunyi jantung terdengar lebih lemah.
a) Bunyi jantung II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta
(komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal),
perlambatan aliran yang mendadak dari darrah pada akhir ejeksi sistolik, dan
benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta dan membentup katup aorta
yang baru tertutup rapat.. Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan
pulmonal.
Pada bunyi jantung II, komponen aorta lebih keras terdengar pada aortic area
komponen pulmonal hanya dapat terdengar keras di area pulmonal, di sebelah
kanan sternum pada ruang interkostal II kanan.
Kegiatan fisis akan memeprkeras buni jantung II (aorta dan pulmonal), inspirasi
cenderung memperkeras pulmonal (P2) dan ekspirasi cenderung memperkeras
aorta (A2). Pada inspirasi P2 terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan
berlangsung lebih lama daripada ejeksi pada ventrikel kiri pada inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel
kanan menjadi lebih lama. keadaan ini disebut physiological splitting (bunnyi
terbelah yang terjadi secara fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel
kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri sehingga P2 terdengar bertepatan
dengan A2. Pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedangkan pada
hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.
b) Bunyi jantung III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (rapid
filling phase). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang

mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan
kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian.
c) Bunyi jantung IV : dapat terdengar terdengar bila kontraksi atrium terjadi
dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol
dan ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang
lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.

Teknik auskultasi pada jantung :


1)

Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat

2)

Mintalah pasien relak dan bernapas biasa

3)
tempelkn kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar
jantung
4)
Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang
interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta
2 kiri kearah sternum
5)

Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung

6)

Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya

7)

Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul

8)
Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi). Tentukan
daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya
Auskultasi bunyi jantung janin
1)
Jantung janin merupakan observasi esensial tentang kesejahteraan janin
dan harus diauskultasi pada setiap pemeriksaan abdomen dan setelah
pemeriksaan apapun. Bunyi jantung janin terdengar paling jelas di bahu janin
(skapula). Terkadang dapat didengar pada dinding dada, bergantung pada posisi
janin.
2)
Mengetahui presentasi dan posisi janin berarti mengetahui di bagian mana
alat tersebut diletakkan di abdomen ibu agar dapat mendengar bunyi jantung
janin.
Jantung janin dikaji:
3)

Keberadaannya

4)

Frekuensinyarentang normal adalah 110-150 denyut per menit (dpm)

5)

Keteraturannya

6)

Variabilitasnya

7)
Deselerasi frekuensi jantung janin di bawah 100 per menit biasanya
merupakan indikasi penyimpangan dari normal. Pada saat janin bergerak, bunyi
jantung janin terkadang mengalami akselerasi. Hal ini merupakan respon yang
diharapkan.

Dengan mendengarkan jantung janin dengan stetoskop Pinard memastikan bidan


bahwa yang didengarnya adalah jantung janin. Bunyi jantung janin terdengar
seperti denyutan ganda yang cepat (terkadang terdengar seperti bunyi ketukan)
dengan frekuensi 110-150 denyutan per menit. Hal ini dapat dibedakan dengan
jelas dari frekuensi jantung ibu (kira-kira 70 denyut per menit) jika didengarkan
dengan stetoskop Pinard. Peralatan CTG tidak mengauskultasi dengan cermat
bunyi jantung ibu sehingga dapat rancu dengan bunyi jantung janin, dan bila
bunyi janting janin tidak ada maka hal ini kemungkinan tidak akan diketahui
kecuali jika stetoskop Pinard digunakan terlebih hulu sebelum monitor CTG.
Bidan dapat mempalpasi denyut radial ibu sambil mendengarkan bunyi jantung
janin, untuk membedakan keduanya dan untuk memastikan bahwa yang
terdengar adalah bunyi jantung janin.

Prosedur penggunaan stetoskop Pinard


1.

Lakukan pemeriksaan abdomen

2.
Letakkan stetoskop Pinard di daerah perkiraan bunyi jantung janin dapat
terdengar.
3.
Lepaskan tangan dari stetoskop, sehingga terjadi kontak langsung antara
telinga, stetoskop dan abdomen ibu (hal ini dapat meningkatkan varian bunyi)
4.
Dengarkan dan hitting bunyi jantung janin (denyut ganda yang terdengar
cepat, terdengar seperti bunyi ketukan) selama satu menit. Secara simultan
palpasi denyut radial ibu
5.

Diskusikan basil pemeriksaan dengan ibu

6.

Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai

7.

Penggunaan sonicaid

Salah satu keuntungan dari penggunaan sonicaid adalah ibu dapat mendengar
denyut jantung janin dan dapat meyakinkannya. Cara ini sangat bermanfaat bagi
usia gestasi kurang dari 28 minggu, di saat bunyi jantung janin belum dapat
didengar dengan jelas menggunakan stetoskop Pinard. Untuk dapat mendengar
bunyi jantung janin, sonicaid sering kali perlu diletakkan langsung di atas bahu
janin.
Prosedur penggunaan sonicaid
1.

Lakukan pemeriksaan abdomen (gunakan stetoskop Pinard bila tepat)

2.

Oleskan jeli konduktif yang sesuai pada sonicaid

3.
Letakkan sonicaid di tempat bunyi jantung janin diperkirakan dapat
terdengar
4.
Hitung denyut jantung dalam satu menit (beberapa sonicaid memberikan
hasil pembacaan digital)
5.
Jelaskan pada ibu tentang bunyi lain yang mungkin terdengar, seperti
bunyi gerakan janin, aliran darah uterin atau pulsasi tali pusat
6.

Diskusikan dengan ibu tentang hasil pemeriksaan

7.

A.

Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan Lakukan tindakan yang sesuai

AUSKULTASI PARU

Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut,


pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas
tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan.
Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian;
jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun,
atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan
pakaian di bawah stetoskop.
Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus
meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui
mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi.
Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan
karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua
paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan
bronkhovesikular.

Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar
paru pada waktu bernapas. Suara napas ada 3 macam yaitu
a.

suara napas normal/ vesikuler,

Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase
inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps.
b.

suara napas campuran/ bronkovesikuler dan

Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang
jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
c.

suara napas bronkial.

Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada
inspirasi dan terputus/ silent gaps.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :


Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar ngiii.k. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.

Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar kering seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama
dengan nada lebih tinggi disertai wheeze. Suara tambahan dari paru adalah
suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari
adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas
dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. Karena banyaknya
istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah Ronki yang dibagi menjadi 2
macam yaitu :
a.

ronki basah dengan suara terputus- putus dan

Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar
pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti
suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran
napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia.
Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti
gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
b.

ronki kering dengan suara tidak terputus.

Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya
menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar
mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil
disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian
saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/
grouning,.

Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang
terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar
jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

Teknik Auskultasi pada paru :


a. Auskultasi paru depan
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan
berhadapan dengan pemeriksa
2. Tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan- pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada
kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian
bawah

7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila


kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas
tambahan

b. Aulkultasi paru belakang


1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan
membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan
dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan
3. selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian
bawah
4. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila
posterior kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas
tambahan

B.
Tujuan Pemeriksaan Auskultasi pada Paru-paru :
Pemeriksaan berguna untuk mengkaji aliran udara melalui bronkial dalam rangka
mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam paru. Untuk
mengevaluasi kondisi paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal,
bunyi napas tambahan dan bunyi suara.

a.

Suara nafas normal

Evaluasi suara nafas normal ditunjukkan dengan mengkaji pergerakan udara


melalui sistem pulmoner dan untuk mengidentifikasi adanya suara abnormal. Hal
ini dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada dinding dada dan
instruksikan pasien untuk bernafas dan mengeluarkannya secara perlahan
dengan mulut terbuka. Auskultasi harus dilakukan secara sistematik, dari satu
sisi ke sisi yang lain, dari atas ke bawah, ke bagian anterior, posterior dan lateral.
Suara nafas normal berbeda-beda tergantung pada lokasinya. Suara nafas

normal dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu bronkial, bronchovesikular, dan


vesicular.

Tabel Karakteristik Suara Paru Normal

a.

Suara nafas abnormal

Adanya kondisi abnormal yang mempengaruhi pohon bronkhial dan alveoli dapat
menghasilkan bunyi tambahan. Ada 3 kategori suara nafas abnormal yaitu tidak
adanya atau berkurangnya suara nafas, suara nafas bronchial yang berpindah
tempat dan suara nafas tambahan.
1. Tidak adanya atau berkurangnya suara nafas mengindikasikan bahwa
kecilnya atau tidak adanya aliran udara pada area tertentu.
2. Suara nafas bronchial yang berpindah tempat adalah suara beronchial
normal yang terdengar pada daerah perifer paru. Kondisi ini biasanya
merupakan indikasi adanya cairan atau eksudat pada alveoli.
3. Suara nafas tambahan adalah suara ekstra yang terdengar selain suara
nafas normal.

Tabel Suara nafas abnormal dan kondisi yang berhubungan

AUSKULTASI ABDOMEN
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus
dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur
seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 35 kali permenit. Normal tidak
terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila
terdapat desiran mungkin suatu aneurisma .
TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:

1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan


horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri
atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan
dua garis vertikal.
a. Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior
(SIAS).
b. Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
c. Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik,
dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat
terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal
dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di
daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di
kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam
keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus
gravid teraba di daerah suprapubik.
Kegunaan auskultasi abdomen ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus
dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
1. Mendengarkan suara peristaltic usus.
2. Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke
seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
3. Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallicsound).
4. Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang.
5. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi
portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
Teknik Auskultasi pada Usus :
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan
bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2. Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah
kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara.

Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum


pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising
usus dan perhatikan frekwensi/ karakternya.
4. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran
dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka,
femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan
peristaltik usus atau denyutan aorta.
6. Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus
pada kartu status

REFERENSI :
Buku Ajar: Praktik Kebidanan; (Skills for Midwifery Practice) Oleh Ruth Johnson,
Wendy Taylor
Potter & perry.2005.fundamental keperawatan . Jakarta : EGC
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Auskultasi
http://agungrakhmawan.wordpress.com/2008/08/24/pemeriksaan-fisik-umumauskultasi-dada/

Anda mungkin juga menyukai