Anda di halaman 1dari 18

Hepatitis B Inaktif Karier

Nurhafiz bin Omar, Nodya Melinda Noory


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia.
nurhafiz.omar@civitas.ukrida.ac.id, oi_nody@yahoo.com

Abstrak
Kajian ini dijalankan dalam rangka untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai
suatu penyakit yang dinamakan hepatitis B. Signifikannya tinjauan pustaka ini dilakukan untuk
mengkaji dan memahami dasar penyakit hepatitis B. Terdapat juga perbahasan mengenai
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, epidemiologi, patofisiologi,
prognosis, diagnosis banding, diagnosis kerja, pengobatan dan penatalaksanaan yang terkait bagi
penyakit hepatitis B. Metode yang digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah
dengan melakukan penelitian terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal.
Kata kunci: hepatitis B, patofisiologi, pengobatan
Abstract
The study was conducted in order to debate the whole spectrum of hepatitis B disease.
Significant of this literature review is to study and understand the basics of hepatitis diseases.
There is also debate about the anamnesis, physical examination, clinical symptom,
epidemiology, pathophysiology, prognosis, differential diagnosis, working diagnosis, treatments
and medications of hepatitis B disease. Method used in the production of this literature review is
to conduct research on books and journals.
Keywords: hepatitis B, pathophysiology, treatment

Pendahuluan
Berdasarkan tajuk Hepatobilier yang dipelajari sekarang dapat diketahui bahwa fungsi hati
itu sangat penting buat tubuh kita karena dia memainkan peranan yang sangat penting dalam
memastikan metabolisme tubuh kita berada dalam keadaan yang optimal. Antara contoh penyakit
yang akan dibincangkan adalah mengenai Hepatitis B kronik. Terdapat dua jenis hepatitis B iaitu
akut dan kronik. Hepatitis kronis itu mempunyai efek yang lebih lama manakala bagi yang akut,
kita bisa lihat gejalanya pada awal-awal waktu terpapar dengan virus hepatitis B. Pada penyakit
ini gambaran klinisnya mempunyai banyak tahapan seperi fase inkubasi iaitu saat masuknya
infeksi ke dalam tubuh, fase prodormal iaitu timbul keluhan gejala pertama seperti demam dan
malaise. Selepas dari fase ini, akan berlaku fase ikterus yang muncul 5-10 hari dan diteruskan
dengan fase konvalesen atau penyembuhan.
Hepatitis B ini merupakan penyakit yang bisa masuk ke sirkulasi darah dan mendominasi
menyerang sel-sel hati. Sistem imun bertanggujawab untuk terjadinya kerusakan sel hati yang
melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T serta produksi sitokin di hati dan sistemik. Terdapat juga
efek sitopatik langsung dari virus. Penyakit ini bisa diobati tetapi virus yang didalam badan
sangat sulit untuk dihilangkan karena hepatitis B memberikan kelainan pada DNA tubuh.
Makanya pembuatan vaksin masih sangat sukar untuk dibentuk. Pengobatan yang terbaik adalah
dengan sentiasa memantau agar tiada komplikasi atau pemburukan yang terjadi.
Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan besar dalam pengertian, diagnosis serta
klasifikasi hepatitis B kronik. Perubahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap penatalaksanaan
pasien. Salah satu yang mendasar adalah tentang perubahan definisi hepatitis B kronik. Pada saat
ini definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B(VHB) lebih dari 6
bulan, sehingga pemakaian istilah carrier sehat( healty carrier) tidak dianjurkan lagi. Hepatitis B
kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75%
dari seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif menetap di seluruh dunia. Di Asia, sebagian
besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakkan pasien ini tidak
mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan untuk mengenalpasti keluhan utama pasien
disamping beberapa keluhan samping. Anamnesis yang benar dapat membantu dokter untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Pada kasus pasien yang compos mentis ini, anamnesis dapat
dilakukan secara autoanamnesis. Autoanamnesis merupakan anamnesis yang dilakukan dengan
menanyakan kepada orang terdekat dengan pasien seperti ahli keluarga, sahabat atau penjaganya.
Bagi kasus ini, beberapa hal perlu diperhatikan saat anamnesis.
Yang pertama adalah menanyakan identitas pasien seperti nama, alamat, pekerjaan,
tanggal lahir, jenis kelamin agama dan sebagai nya. Dalam kasus ini, pasiennya adalah seorang
laki-laki berusia 45 tahun. Identitas lain tidak disertakan. Seterusnya adalah menanyakan keluhan
utama dari pasien. Pada pasien dengan Hepatitis B akut, antara keluhannya adalah mual, nyeri
perut, kembung dan sebagainya. Keluhan ini sering membawa dokter ke diagnosa yang salah
kerana memperkirakan pasien itu menderita penyakit sistem digestivus. Untuk membedakannya,
dokter harus menanyakan mengenai warna urinnya dan memandang sekilas kearah mata pasien
untuk melihat jika teradapat tandak ikterik. Pasien ini datang tanpa keluhan namun membawa
hasil laboratorium.
Seterusnya, menanyakan riwayat penyakit sekarang bagi pasien. Bagi pasien ini tidak
dinyatakan riwayat keluhan utama. Selanjutnya dapat ditanyakan riwayat penyakit dahulu. Pada
pasien yang menderita hepatitis B kronik, perlu untuk ditanyakan mengenai riwayat gejala-gejala
hepatitis B akut yang mungkin sekali pernah pasien tersebut alami. Untuk lebih mengarah
kepada diagnosis hepatitis B, perlu digali riwayat transfuse darah, haemodialisis, apakah ibu dari
anak pernah menderita hepatitis B dan juga mempertanyakan kebiasaan-kebiasaaan seperti
hubungan seks bebas dan pemakain narkoba suntik sebelumnya. Anamnesis belumlah lengkap
sehingga ianya didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya.i
Pemeriksaan
Pemeriksaan harus dilakukan ke atas pasien bagi membantu menegakkan diagnosis
dengan tepat. Pemeriksaan yang tidak benar akan menyebabkan salah diagnosis dan akhirnya
dapat berakibat kepada salahnya pengobatan dan penatalaksanaan. Terdapat dua jenis periksaan
yang harus dilakukan oleh dokter yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3

1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan ke atas semua pasien adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital termasuklah suhu, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan tekanan darah. Selain pemeriksaan tanda-tanda vital, dokter juga boleh melakukan
pemeriksaan fisik dan abdomen dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Melalui
pemeriksaan ini, diharapkan agar beberapa diagnosis banding dapat disingkirkan. Setelah
dilakukan anamnesis dan dokter sudah dapat menduga kemungkinan penyakit pasien, dokter
haruslah melaksanakan pemeriksaan fisik yang menjurus ke arah kemungkinan penyakit itu.
Pada pemeriksaan abdomen, dokter atau pemeriksa haruslah mencuci tangan. Dalam
inspeksi, pemeriksa harus waspada sebarang tanda lesi terutamanya bekas operasi serta
memerhatikan benjolan atau massa. Pada auskultasi perkara yang harus dilakuakna adalah
mendengar bisisng usus secara acak dan secara sistematik. Pada pemeriksaan abdomen secara
palpasi, perlu diperhatikan adalah nyeri tekan. Setiap nyeri tekan yang direkodkan perlulah
diketahui lokasi nyeri tersebut. Perkusi penting untuk mencari udara atau perbatasan organ-organ
di rongga abdomen.
Inspeksi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hanya melihat sama ada
terdapat kelainan atau tidak pada badan pasien. Hal-hal yang dilihat adalah pernafasannya
normal atau tidak, adakah terdapat kuning pada bagian tubuh pasien. Pada pasien ini terdapat
kuning pada matanya disebabkan nilai bilirubin direk yang sangat tinggi. Palpasi adalah teknik
perabaan untuk mengetahui batas sesuatu organ tubuh yang visceral seperti jantung, hepar dan
ginjal. Pada kasus ini tidak dinyatakan hasil dari tindakan palpasi dan biasanya tepi tajam, lunak
dan permukaanya licin. Jika teraba heparnya iaitu 2 jari dibawah arcus costae menunjukkan telah
terjadi hepatomegali yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B.
Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk tempat-tempat tertentu untuk mengetahui
keberadaan letak sesuatu organ seperti hepar. Dengan mengetuk perbatasan hepar dan paru, kita
bisa mengetahui sama ada hepar berada di dalam keadaan normal atau tidak. Auskultasi adalah
bertujuan untuk mendengar bunyi jantung atau bunyi-bunyi abnormal lain seperti di paru atau
abdomen. Pemeriksaan ini menggunakan stetoskop. Pada kasus hepatobilier, pemeriksaan
auskultasi tidak terlalu membantu untuk melakukan diagnosis

2. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Fungsi Hati
Organ hati mengemban berbagai macam tugas seperti fungsi sintesis, ekskresi,
detoksifikasi dan penyimpanan cadangan energy. Gangguan organ hati entah disebabkan oleh
penyakit apa pun termasuk infeksi hepatitis B dengan sendirinya akan mempengaruhi fungsi hati.
Untuk mengetahui ada tidak nya gangguan fungsi hati diperlukan beberapa pemeriksaan berikut.

Menilai fungsi sintesis, misalnya melalui pemeriksaan kadar protein, masa protrombin dan
kolinesterase. Pada infeksi VHB akut pada umumnya fungsi sintesis hati tidak terganggu.
Namun apabila terjadi fulminant (hepatitis akut yang berat), fungsi sintesis hati menurun

dan dapat dibuktikan dengan menurunnya kadar protein dan faktor pembekuan.
Menilai fungsi ekskresi, misalnya melalui pemeriksaan asam empedu dan bilirubin. Pada
infeksi VHB pemeriksaan yang penting dilakukakn adalah mengukur kadar bilirubin darah,
karena zat inilah yang memberikan warna kuning pada selaput mata seseorang yang

menderita hepatitis B.
Menilai fungsi detoksifikasi, misalnya melalui pemeriksaan kadar ammonia darah.

Pemeriksaan ini penting apabila penderita sudah mengalami sirosis hati.


Menilai keutuhan sel-sel hati, misalnya melalui pemeriksaan enzim aspartate amino
transferase (GPT) dan glutamic oxaloacetic transaminase (GOT). Pada pemeriksaan
infeksi VHB ianya mutlak dilakukan. Pada infeksi VHB akut baik kadar GOT dan GOT
dapat meningkat puluhan hingga ratusan kali di atas nilai normal, sedangkan infeksi
hepatitis VHB kronis umumnya hanya meningkat ringan. Pada carrier pula, nilai kedua
enzim ini pada kebiasaannya adalah normal. Pemeriksaan ini khusu untuk menentukan
kapan pengobatan antiviral dimulai yang digunakan sebagai penentu adalah GPT.
2. Tes Serologi
Tidak semua pemeriksaan serologi mutlak diterapkan pada seseorang yang dicurigai

menderita hepatitis B. Manfaat pemeriksaann ini adalah untuk mendiagnosis adanya infeksi
VHB dan memastikan sejauh mana infeksi VHB berada pada keadaan infeksi akut, kronis atau
telah sembuh. Berikut merupakan jenis pemeriksaan serologi pada infeksi VHB.

Pemeriksaan HBsAg. Pemeriksaan ini memastikan apakah seseorang penderita


menderita hepatitis B atau tidak. Hasil pemeriksaan hepatitis B positif memastikan
bahwa seseorang menderita infeksi VHB. Pemeriksaan dengan hasi positif yang

menetap lebih dari enam bulan disebut sebagai infeksi VHB kronis.
Anti HBs. Peningkatan kadar anti HBs memperlihatkan seseorang memeliki
kekebalan alami atau pernah mendapat vaksinasi hepatitis B. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan bersama dengan HBsAg ketika seseorang perlu atau tidak
mendapatkan vaksin hepatitis B. Seseorang dengan hasil HBsAg negative dan tidak
ada kadar anti HBs, memberikan arti bahwa orang tersebut tidak menderita infeksi
VHB dan tidak memiliki perlindungan terhadap VHB sehingga ia perlu
mendapatkan vaksin hepatitis B. Namun apabila seseorang telah memiliki kadar
anti HBs tinggi, lebih dari 100 UI/ml, ia tidak perlu mendapatkan vaksinasi

hepatitis B.
HBeAg. Pemeriksaan HbeAg hanya dilakukan pada seseorang yang menderita
hepatitis B kronik atau seseorang yang memberikan hasil positif HBsAg tanpa
diketahui kapan infeksi VHB tersebut diperoleh. Seseorang dengan HBeAg positif
memperlihatkan virus di dalam tubuh orang tersebut bersifat aktif menggandakan
diri. Apabila kadar enzim hati (GPT) meningkat jauh di atas normal dan terlebih

lagi muatan VHB lebih dari 105 copies/ml pengobatan antiviral harus disegerakan.
Anti HBe. Pemeriksaan antibody ini bermanfaat untuk mengevaluasi hasil
pengobatan antiviral. Misalkan pada seseorang yang mendapatkan pengobatan
antiviral, apabila sebelum terapi memiliki HBeAg positif dan setelah mendapatkan
obat antiviral menjadi negatif setra anti HBe positif (tejadi serokonveri) hal ini

menandakan terapi memberikan hasil yang diharapkan.


IgM anti HBc dan anti HBc total. Hasil pemeriksaan HBsAg positif bisa
mengandung dua arti telah terjadi infeksi VHB akut atau kronis. Pada infeksi VHB
akut didapatkan IgM anti HBc positis. Pada infeksi VHB kronis anti HBc total
positf atau meningkat.1

Gambar 1: Kadar Beberapa Antibodi pada Infeksi VHB


Sumber:http://www.hivguidelines.org/clinical-guidelines/adults/hepatitis-b-virus/

3. Pemeriksaan Jumlah Virus


Pemeriksaan jumlah virus dilakukan untuk mendeteksi DNA VHB melalui pemeriksaan
PCR. Terdeteksinya DNA VHB memperlihatkan bahwa virus hepatitis B masih diproduksi secara
aktif di dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah muatan virus, semakin besar risiko hati mengalami
kerusakan. Infeksi VHB dengan muatan virus lebih dari 20.000 IU/ml sangat berisik berkembang
menjadi kanker hati. Selain bermanfaat untuk memprediksi risiko terjadinya kanker hati,
pemeriksaan ini juga digunakan oleh para dokter untuk mengambil keputusan kapan seseorang
dengan infeksi VHB kronis aktif harus diterapi dengan obat antiviral. Selain itu, muatan virus
digunakan pula untuk menilai keberhasilan suatu terapi. Terapi dianggap berhasil apabila kadar
muatan virus menurun 2 log (missal, muatan virus semula lebih dari 100.000 IU/ml menjadi
kurang dari 1.000 IU/ml). Pada saat ini ada beberapa jenis pemeriksaan DNA VHB yaitu
branched DNA, hybrid capture, liquid hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer
DNA VHB diukur dengan menggunakan amplifikasi seperti PCR karena dapat mengukur sampai
100-1.000 IU/ml.1

Diagnosis Kerja: Hepatitis B Karier Inaktif


Definisi
Hepatitis B Karier inaktif merupakan salah satu daripada tipe hepatitis B kronik.
Penderita hepatitis B karier inaktir merupakan seseorang yang merupakan pembawa hepatitis B
yang mempunyai hasi serologi HBsg dan HBcAb postif tetapi mempunyai kadar enzim hati yang
normal dan tidak mempunyai gejala klinis, asimptomatik. Individu ini dikenal sebagai pembawa
7

hepatitis B inaktif. HBeAg dan HBV DNA juga didapatkan hasil negatif serta HBeAb postif
merupakan indikasi individu ini tidak boleh menularkan kepada orang lain. Pembawa Hepatitis B
inaktif pada kebiasaannya tidak mempunyai tanda inflamasi atau kerusakan pada hati. Mereka
dapat hidup normal tanpa sebarang komplikasi. Walaupun begitu, individu seperti ini mempunyai
risiko yang agak tinggi untuk terjadi sirrosis dan kanker hati. Pemeriksaan harus dijalankan
secara rutin, 1 hingga 2 kali setiap tahun untuk melakukan pemeriksaan fisik dan uji darah.
Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui perkembangan penyakit tersebut.2
Selain itu, individu ini mempunyai risiko untuk mengalami reaktivasi virus yaitu apabila
HBeAg kembali didapatkan hasil positif. Kejadian ini terjadi kira-kira pada 20 hingga 30 peratus
kasus. Kebarangkalian untuk terjadinya reaktivasi meningkat pada pasien yang mengalami
ketahanan sistem imun tubuh yang menurun seperti pada pengguna obat immunosupresif, pada
pasien AIDS, kanker dan sebagainya. Hepatitis juga dapat tercetus. Kejadian ini dapat terjadi
dengan atau tanpat HBeAg kembali positif namun dapat ditandai dengan peningkatan enzim hati
lima hingga sepuluh kali ganda dari nilai normal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya jaringan
parut pada hati dan akhirnya menyebabkan gagal hati.2
Tabel 1: Kriteria Diagnostik pada Beberapa Tipe Hepatitis B

Sumber:http://www.australiandoctor.com.au/getmedia/679c9007-0cb4-4d4e-bf7a5f2c0c0b2617/AD_02AUG_13_TUTable2.aspx

Diagnosis Banding
1. Hepatitis B kronik aktif
Definisi
Penyakit B kronik adalah penyakit hepatitis B persisten yang selama 6 bulan, tidak
sembuh secara klinis atau laboratorium atau gambaran patologi anatomi.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Pasien dengan hepatitis B kronik carrier bias tampak sehat dan asimptomatis. Pada fase
replikasi, gejala klinis dapat timbul seperti malaise, anoreksia, mual, nyeri ringan di kuadran
atas, dekompensasi hati. Pada pemeriksaan fisik bias didapatkan hepatomegaly, splenomegaly,
eritema palmaris dan spider nevi.

Menurut Konsensus Tatalaksana Hepatitis B di Indonesia tahun 2004, pemeriksaan HBV


DNA tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Namun kemudian dalam Konsensus
Tatalaksana Hepatitis B di Indonesia tahun 2012, pemeriksaan HBV DNA disebutkan sebagai
indikatormorbiditas dan mortalitas yang paling kuat.
Pada hepatitis B kronik aktif bias ditemukan peningkatan ringan hingga sedang enzim
aminotransferase. Kadar SGPT sering lebih tinggi dibanding SGOT. Kadar HBV DNA
meningkat. HBsAg dan AntiHBc positif. Hipoalbuminemia dan pemanjangan protombin time
(PT) bisa terjadi pada kasus berat atau fase akhir penyakit. HBeAg bisa positif atau negatif
sehingga berdasarkan status HBe, hepatitis B kronik aktif dibedakan.
a.

Hepatitis B kronik eAg positif. Pada jenis ini, eAg positif petanda replikasi aktif

(infektivitas tinggi), dan serokonversi HBeAg [+] menjadi HBeAg [-]. Anti Hbe positif dapat
menjadi target keberhasilan terapi.

b.

Hepatitis B kronik eAg negatif. Pada jenis ini, serokonversi HBeAg [+] menjadi HBeAg

[-]. Anti HBe positif tidak dapat menjadi target keberhasilan terapi sehingga nilai kuantitatif
HBV DNA harus dijadikan parameter indikasi dan keberhasilan terapi.

2.

Hepatitis B akut

Definisi
Infeksi akut dapat berlangsung hingga enam bulan (dengan atau tanpa gejala) dan orang
yang terinfeksi dapat menularkan virus kepada orang lain selama tahap ini. Seorang pasien akan
dites positif untuk virus hepatitis B (HBsAg +), HBc IgM-, dan mungkin HBe-antigen.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Masa inkubasinya 6-8 minggu. Lamanya masa inkubasi ini tergantung dari faktor pejamu.
Gejala infeksi VHB akut sangat jarang ditemukan pada masa anak, hanya terjadi pada 5% bayi,
dan 5-15% anak berusia 1-5 tahun. Sedangkan pada anak yang lebih besar dan dewasa 33-50%.
Pada kasus yang simtomatik akut, umumnya ditemukan malaise, anoreksia, rasa tidak enak di
perut yang biasanya mendahului timbulnya ikterus, dan timbulnya dalam beberapa minggu
sampai bulan setelah terpapar virus. HBsAg mulai terdeteksi dalam fase ini. Pada pemeriksaan
fisis, umumnya hanya ditemukan hepatomegali. Gejala artralgia dan kemerahan pada kulit yang
kadang-kadang timbul, dipikirkan berhubungan dengan pembentukan kompleks HBsAg-anti
HBs. Hal di atas timbul sebelum terjadi peningkatan kadar SGPT dan manifestasi lain yang
menunjukkan keterlibatan hati.

10

Tabel 2: Perbedaan Hasil Serologi Hepatitis B

Sumber: http://img833.imageshack.us/img833/5038/hepatitisbserology.jpg

Epidemiologi
Lebih dari 350 million individu atau 8.5% dari populasi penduduk dunia merupakan
pembara HBV kronis. Dua billion individu atau satu dari 3 orang telak kontak dengan virus
tersebut. Di amerika utara, barat dan utara eropa serta Australia, kurang dari 2% populasi
merupakan penderita hepatitis B kronis dengan HBsAg sebagai karier. Di Amerika Serikat,
prevalensi tersebut adalah 0.4%. Di eropa timur, amerika selatan, Mediterranean dan sub benua
India, prevalensi karier HBsAg kronis adalah 2-8%. Bagian dunia yang endemic terhadap
penyakit yaitu bagian yang prevalensinya melebihi 8% adalah China, Asia Tenggara, Afrika sub
Sahara, dan Amerika utara.
HBV merupakan penyebab utama kanker hati di seluruh dunia dengan 350.000 kasus
baru dilaporkan setiap tahun. Karsinoma hepatoseluler lebih cenderung terjadi jika terjadi sirrosis
hepar. Namun HBV mempunyai sifat onkogenik tersendiri dan karsinoma hepatoseluler juga
dapat ditemukan pada pasien dengan HBV tanpa sirrosis.2

11

Etiologi
Penyebab dari hepatitis B adalah virus hepatitis B. Virus hepatitis B (HBV) adalah virus
dari famili Hepadnaviridae dengan genus Orthohepadnavirus. Ukuran dari virus ini adalah 42 nm
(lihat gambar 4) dan memiliki kapsid ikosahedral. HBV juga memiliki envelop yang merupakan
protein suface antigen (HBsAg) dan genom DNA rantai ganda sirkular tidak lengkap (pada
strand DNA positif terdapat celah yang akan dilengkapi dalam proses replikasi awal) dengan
ukuran 3,2 kb. Virus ini sensitif terhadap asam dan transmisi dari virus ini terjadi secara
parenteral. Biasanya HBV tidak menyebabkan penyakit fulminan namun sering menyebabkan
hepatitis yang kronis terutama pada individu yang terinfeksi sejak bayi dan dapat berkembang
menjadi penyakit hati serta kanker hepatoselular.1
Dalam darah penderita hepatitis B, terdapat partikel virion dengan ukuran 42 nm yang
disebut sebagai partikel Dane serta partikel bulat dan partikel panjang dengan ukuran masingmasing 22 nm. Partikel bulat dan panjang merupakan antigen permukaan (HBsAg) dengan
jumlah partikel bulat 1000 kali jumlah partikel panjang. Selain HBsAg, juga ada antigen inti
(HBcAg) dan antigen e (HBeAg) yang merupakan indikator penularan.1
Partikel HBsAg memiliki sifat antigenik komplek yaitu memiliki determinan-determinan
antigenik. HBsAg mengandung common group determinant a serta subdeterminan d, y, w, dan r.
Oleh karena itu, dikenal HBsAg dengan determinan subtipe adw, adr, ayw, ayr. Subtipe ini terkait
dengan faktor genetik dan geografik sehingga membantu penulusuran epidemiologi distribusi
geografis masing-masing subtipe, namun sedikit sekali manfaat klinisnya. Subtipe yang dominan
di Indonesia adalah adw.1
HBV spesifik menginfeksi hati karena reseptor spesifik virus terdapat pada membran sel
hepatosit dan juga karena faktor transkripsi hanya ada di sel hati.1
Patofisiologi
Virus hepatitis B masuk melalui lesi kulit atau mukosa atau perinatal, kemudian ikut
sirkulasi darah hingga mencapai hepar dan kemudian akan berikatan dengan reseptor pada
hepatosit. Genom virus kemudian masuk ke dalam inti sel dengan sebelumnya melepaskan
selubung. Genom virus yang untai ganda parsial diubah menjadi DNA untai ganda sirkular yang
tertutup secara kovalen (cccDNA). cccDNA ini berfungsi sebagai cetakan untuk semua transkrip

12

virus. Lalu melalui suatu proses yang kompleks maka akan dibentuk virus-virus baru yang
menyerang hepatosit lainnya.4,8
Antigen dari virus ditunjukkan pada permukaan sel sehingga limfosit T sitotoksik akan
menyerang dan menyebabkan radang dan nekrosis (hepatitis). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kerusakan pada hepar terjadi karena imunitas yang diperantarai sel dan bukan karena
virus itu sendiri, karena virus hepatitis B tidak menimbulkan efek sitopatogenik.4
Manifestasi klinis
Pasien dengan hepatitis B kronis karier bisa tampak sehat dan asimptomatis, sedangkan
pada hepatitis B kronis aktif, saat terjadi eksaserbasi maka akan timbul gejala seperti malaise,
anoreksia, mual, nyeri ringan di kuadran atas, dan dekompensasi hati. Pada pemeriksaan fisik
bisa didapatkan hepatomegali, splenomegali, eritema palmaris, dan spider nevi.7
Komplikasi
Hepatitis B dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Pertama adalah timbulnya sirosis.
Infeksi dari hepatitis B menyebabkan perdangan dan menimbulkan jaringan parut yang luas dari
hati sehingga terjadi sirosis. Sirosis hepar akan mengganggu fungsi normal dari hati. Pada pasien
sirosis dapat ditemukan gejala rambut rontok, mata kuning, ginekomastia, spider nevi, asites,
pembuluh darah kolateral, kaput medusa, splenomegali, edema, jari tambuh, ptekhie, varises
esofagus, dan hemoroid. Kedua, kanker hati. Orang yang terkena infeksi hepatitis B, memiliki
risiko lebih besar untuk menderita kanker hati. Ketiga adalah gagal hati. Kegagalan hati akut
adalah kondisi di mana fungsi vital dari hati tidak dapat berjalan sehingga diperlukan
transplantasi hati untuk mempertahankan hidup. Keempat, infeksi hepatitis B memungkinkan
individu tersebut untuk terinfeksi virus hepatitis D. Bila sudah terinfeksi virus hepatitis D, maka
risiko untuk terkena komplikasi hepatitis menjadi semakin besar. Kelima adalah terjadinya gagal
ginjal.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada HBeAg positif/negatif, HBV DNA >20.000 IU/ml, SGPT dalam
batas normal atau hanya meningkat 1-2 kali lipat, tidak perlu diberikan pengobatan, namun
pertimbangkan untuk biopsi hepar atau pemeriksaan fibrosis noninvasif pada pasien >30 tahun
13

atau < 30 tahun dengan riwayat sirosis dalam keluarga. Bila hasil dari pemeriksaan, terdapat
fibrosis derajat sedang atau lebih, terapi dengan pengobatan antiviral atau imunomodulator
dengan catatan ada kenaikan SGPT yang menetap selama > 3 bulan atau terdapat risiko
dekompensasi.6
Penatalaksanaan pada HBeAg positif/negatif, HBV DNA >20.000 IU/ml, SGPT meningkat
2-5 kali lipat batas atas normal, diberikan pengobatan bila kenaikan SGPT menetap > 3 bulan
atau terdapat risiko dekompensasi. Setelah itu, pantau HBV DNA, HBeAg (khusus untuk yang
keadaan awal HBeAg positif), dan SGPT 1-3 bulan setelah terapi. Bila tidak responsif ganti
strategi terapi. Penatalaksanaan yang sama juga dilakukan untuk pasien dengan SGPT meningkat
5 kali lipat batas atas normal. Penatalaksanaan segera dilakukan bila HBV DNA > 200.000 IU/ml
atau ada tanda dekompensasi. Bila HBV DNA < 200.000 IU/ml dan tidak ada tanda
dekompensasi, bisa dipantau 3-6 bulan untuk melihat apakah terjadi serokonversi spontan
HBeAg.6
Penatalaksanaan pada hepatitis B kronik karier hanya dilakukan terapi simptomatis dan
suportif, karena tidak ada indikasi untuk diberikan terapi obat imunomodulator maupun
antiviral.6
Contoh imunomodulator adalah interferon. Interferon merupakan suatu sitokin yang
diproduksi tubuh sebagai respon terhadap suatu stimulus. Ada tiga tipe utama interferon yaitu
alfa, beta, dan gamma. Sediaan alami dan rekombinan yang paling banyaj digunakan adalah
interferon alfa. Sekarang, efikasi interferon telah diperbaiki dengan mengganti interferon standar
dengan interferon terkonjugasi polietilen glikol (PEG-IFN) sehingga memperlambat eliminasi
interferon melalui ginjal dan meningkatkan waktu paruh serta menyebabkan konsentrasi plasma
interferon lebih stabil. Efek samping yang dapat timbul adalah flu-like symptoms, kelelahan,
leukopenia, dan depresi.6
Contoh antiviral antara lain adalah lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin, dan
tenofovir. Lamivudin adalah suatu obat yang menghambat enzim reverse transcriptase dari HBV
sehingga proses replikasi virus akan terhambat. Dosis diberikan 1x100 mg setiap hari minimal
selama 12 bulan. Obat ini aman dan relatif murah, namun sekarang sudah jarang dipakai karena
telah timbul resistensi. Adevofir dipivoksil memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
lamivudin, dan diduga menginduksi produksi interferon endogen. Dosisnya adalah 1x10 mg
setiap hari selama minimal 12 bulan. Obat ini relatif lebih mahal namun tidak terjadi resistensi.
14

Entecavir memiliki efek antiviral yang kuat karena menghambat replikasi HBV pada 3 fase
berbeda. Dosisnya 0,5-1 mg per hari. Telbivudin diberikan 600 mg sekali per hari dan tenofovir
diberikan 300 mg sekali sehari. Kelompok obat antivirus ini diindikasikan terutama untuk
kondisi dekompensasi hepar.6

Prognosis
Infeksi hepatitis B yang didapat pada masa perinatal biasanya asimptomatik dan 90%
menjadi kronis. Sebaliknya, infeksi hepatitis B yang didapat saat dewasa, hanya 5% yang
berkembang menjadi kronis, sisanya sembuh sempurna yang ditandai dengan menghilangnya
HBsAg dan terbentuknya anti HBs. Pada hepatitis B kronis, virus sukar untuk hilang.11
Perkembangan hepatitis B kronis menjadi sirosis hepatis terjadi 2-5% per tahun pada eAg
positif dan 8-10% per tahun untuk eAg negatif. Gagal hati terjadi pada 3,3% sirosis tiap tahun.
Angka kematian hepatitis B kronis tanpa sirosis lebih kecil dari 2%, sedangkan bila ada sirosis,
maka mortalitas meningkat hingga 14-20% per tahun dan bila telah terjadi gagal hati, maka
mortalitas menjadi 70-80%.6

Pencegahan
Ada 3 macam cara pencegahan infeksi HBV yaitu perbaikan higiene dan sanitasi,
pencegahan penularan parenteral, dan imunisasi. Perbaikan higiene dan sanitasi mengurangi
penularan infeksi horizontal. Pencegahan penularan parenteral terpenting adalah penapisan
HBsAg pada darah pratransfusi, sterilisasi alat kedokteran secara virusidal dan prinsip
penggunaan satu alat steril untuk satu orang pada tindakan parenteral.5,6
Sekarang telah tersedia vaksin hepatitis B yang imunogenik baik yang berasal dari plasma
maupun yang dibuat dengan rekayasa genetika. Vaksin ini efektif untuk menimbulkan kekebalan
pada individu yang belum kena infeksi. Di negara dengan prevalensi infeksi HBV sedang dan
tinggi, sasaran utama imunisasi hepatitis B adalah bayi dan anak kecil, sedangkan di daerah
dengan prevalensi rendah sasarannya adalah kelompok risiko tinggi. Untuk mencegah infeksi
pada individu setelah kontak dengan HBV, diberikan gabungan imunisasi aktif dengan vaksin
dan imunisasi pasif dengan HBIG. Kombinasi ini biasa diberikan pada bayi yang dilahirkan dari
15

ibu HBsAg dan HBeAg positif, individu yang kena tusuk jarum yang tercemar dengan darah
HBsAg positif dan individu yang melakukan hubungan kelamin dengan pengidap infeksi HBV.2, 6
Vaksinasi dewasa diberikan dalam 3 dosis pada bulan 0,1, dan 6. Bila respon antibodi
terbentuk, maka perlindungan akan terjadi selama minimal 20 tahun. Booster hanya diperlukan
pada pasien imunokompromis dengan titer anti HBs < 10 mU/ml.10
Imunisasi pasif (Hepatitis B Immunoglobulin) dibuat dari plasma manusia yang
mengandung antiHBs titer tinggi. HBIG akan memberi proteksi cepat untuk jangka waktu 3-6
bulan. HBIG diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar. Bila lebih dari 48 jam, maka efikasi
akan turun. Dosisnya adalah 0,06 ml/kg diberikan IM di deltoid atau gluteus. Bila diberikan
bersama dengan vaksin hepatitis B, maka letak penyuntikan harus berbeda. Pemberian secara
kombinasi ini, akan memberikan proteksi yang lebih baik.10.11

Kesimpulan
Hipotesis diterima. Dari hasil laboratorium yang dibawa pasien serta pemeriksaan fisik dan
tidak adanya keluhan dari pasien, maka dapat dikatakan kalau pasien menderita hepatitis B
kronis. Namun, untuk mendapatkan diagnosis yang lebih spesifik dan pasti, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa HBeAg, HBV DNA, dan monitor
SGPT setiap 3 bulan. Dengan diperolehnya hasil pemeriksaan penunjang, maka terapi dan
edukasi yang diberikan dapat lebih tepat sasaran serta akan diperoleh prognosis yang sesuai dan
hasil yang lebih baik.

Daftar Pustaka
16

1. Suharjo JB. Hepatits B. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2010. Hal 46-8


2. Melissa P. Hepatits & liver disease, New York: Avery Production: 2004. Hal 37
3. Goldman L, Schafer Al. Godmans Cecil Medicine, 24 th Ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2012 Hal 973
4. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. Mikrobiologi kedokteran. Ed.
25. Adityaputri A, editor. Jakarta: EGC; 2013.h. 491-6.
5. Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani A. Gastroenterologi hepatologi. Jakarta: Sagung
Seto; 2004.h. 253-313.
6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
UKRIDA; 2014.h. 129-55.
7. Atlas of pathology. Januari 2009. Diunduh dari http://www.pathologyatlas.ro/viral-chronicmoderate-hepatitis.php. 8 Juni 2014.
8. Hepatitis B. Juni 2009. Diunduh dari http://meetdoctor.com/topic/hepatitis-b#. 8 Juni
2014.
9. Pemeriksaan fisik abdomen. Juni 2009. Diunduh dari http://timbangrasaclinic.blogspot
.com/2011/09/pemeriksaan-fisik-abdomen.html. 18 Mei 2014.
10. Akbar N. Hepatitis B. Juni 2006. Diunduh dari http://budilukmanto.org/index.php/seputar
-hepatitis/123-seputar-hepatitis. 8 Juni 2014.
11. Hepatitis B. Maret 2013. Diunduh dari http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx
/serology/discussion.html. 8 Juni 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai