RUPTUR URETRA
Oleh: Jorianto Muntari
PENDAHULUAN
Dari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 %
diantaranya merupakan cedera sistem urogenitalia. Kebanyakan dari cedera
tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian
diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi
lanjut. Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada
laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau straddle
injury. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat
mengalami laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam
tergantung pada derajat cedera. Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi
dua, uretra posterior terdiri atas pars prostatika dan pars membranasea dan uretra
anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars pendulosa. Secara klinis trauma
uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal
ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda
klinis, pengelolaan serta prognosisnya. 1,2,3
ANATOMI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior
dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan
mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot
polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh,
sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh
sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada
saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan miksi. 3
Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra
posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada
membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :
Uretra posterior
Uretra anterior
Fossa naviculare 7
longitudinal. Otot polos dikelilingi oleh lapisan otot lurik yang paling tebal setinggi
pertengahan uretra dan berkurang pada aspek posteriornya. 4
Gambar 2.a. Penis potongan frontal b. Penis potongan transversal. Dikutip dari
kepustakaan 5
Vaskularisasi dan aliran limfe
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari
arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi
suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis.
Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda
interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh
pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju
ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna
(sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa
menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke
lymphonodus iliaka interna. 6
Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri
vesikalis. Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabangcabang dari arteri uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda
interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus
venosus vesikalis dan vena pudenda interna. 6
Innervasi
Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus
nervosus prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus
penis, pars sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus
nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus. 6
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars
posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan
dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan
dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan
menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas.
Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua
gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul
terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis
dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars
prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di
dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga
jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan
terangkat ke kranial. 2,4
tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan
persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada
anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan
resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra. 7,8
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan
mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku. 7
MEKANISME TRAUMA
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada
prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma
urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea
teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu
fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis oleh diafragma
urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum. 9
KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi
derajat cedera uretra dalam 3 jenis :
Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak
memanjang
Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai
kontras yang masih terbatas di atas diafragma
Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal
ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di
bawah diafragma sampai ke perineum 2
Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian
bawah. 10,11
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien
yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra
posterior dan terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah
pada meatus uretra tidak berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli
yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau memar
pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang merujuk
pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa
adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung
kemih. 4
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting
dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan
pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan
perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera
uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan obstuksi karena edema dan
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam.
Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung fascia
yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan
selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra
eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk menegakkan diagnosis.
3,10
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan
pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat
diinprestasikan salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada
palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak ditemukan jika ligament
puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea tidak disertai
oleh pergeseran prostat. 3
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke
atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan
tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada
pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang
adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang
dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis.
Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal
yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari
pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa. 12
GAMBARAN RADIOLOGI
Gambar 5. Uretra posterior masih utuh tetapi meregang pada trauma tumpul.
Retrograd uretrogram memperlihatkan peregangan dari uretra posterior dan
diastasis dari simphisis pubis. Dikutip dari kepustakaan 13
Gambar 6. Ruptur uretra posterior diatas dari diafragma urogenital yang masih utuh
disertai trauma tumpul (cedera uretra tipe II). Dikutip dari kepustakaan 13
PENATALAKSANAAN
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat
analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak
perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak
ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan
dengan lubrikan yang adekuat. 14
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain,
cukup dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan
melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3
minggu. 10
Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra
harus dihindari.
Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi
midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang
banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh
pendarahan yang luas pada periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi
oleh akumulasi volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan
operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin terdapat gross
hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi
dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan
pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik
dipertahankan selama 3 bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari
hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli akan kembali secara perlahan ke
posisi anatominya. 3
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading) 10
Gambar 8. Cara langsir (rail roading) pemasangan kateter Foley menetap pada
ruptur uretra. Dikutip dari kepustakaan 10
A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus uretra
B. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde kedua melalui sistotomi
yang dibuat lebih dahulu saling bertemu, ditandai bunyi denting yang dirasa di
tempat ruptur
C. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung dengan bimbingan sonde dari
buli-buli
D. Sonde dicabut dari uretra
E. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter Foley yang
dijahit pada kateter Nelaton
F. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli
G. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan sehingga balon
kateter Foley tertarik dan menyebabkan luka ruptur merapat. Insisi di buli-buli
ditutup
PROGNOSIS
Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma penis yang berat, trauma
iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing. 9
Gambar 9. Cedera pada uretra pars bulbosa. Kiri : Mekanisme : Biasanya jatuh
mengangkang, uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Kanan:
ekstravasasi darah dan urin terbatas dalam fascia Colles.Dikutip dari kepustakaan 3
MEKANISME TRAUMA
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior.
Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars
bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang
pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul pada uretra
pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury atau trauma pada daerah
perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis dan benda
tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 4
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul
uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya,
straddle injury menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari
penanganan pada saat kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra
setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun. 4
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10%
sampai 20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera
pada saat berhubungan intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam
ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea. 4
KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan
Armenakas berdasarkan atas gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi
retrograde normal
Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada
kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika
urinaria.
Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada
kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya
terganggu. 4
GAMBARAN KLINIS
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan
skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik
cedera uretra. Bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang
air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik.
Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh. 10
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi
urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut
rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang
mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. 10
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang
atau instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. 10
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar
dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat
hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai
urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar
hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan
gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma
kupu-kupu. 2
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi
keterangan letak dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan
gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra
tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka
kateter uretra boleh dipasang. 10,11
Gambar 10. Ruptur uretra pars bulbosa akibat straddle injury. Ekstravasasi (tanda
panah) pada uretrogram. Dikutip dari kepustakaan 3
PENATALAKSANAAN
Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika
terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. Armenakas
dan McAninch (1996) merencanakan skema klasifikasi praktis yang sederhana yang
membagi cedera uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi
kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat
ditatalaksana hanya dengan diversi kateter uretra. Tindakan awal sistotomi
suprapubik adalah pilihan penanganan pada cedera staddle mayor yang melibatkan
uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan
kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra.
Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena
aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan
dari area yang mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik
direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti
dengan rekonstruksi lambat. 3,15
Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan
uretra tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan
jika buang air kecil normal, tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan
penanganan tambahan. Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat dilakukan.
3
Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada
suprapubik dapat membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik
dapat disisipkan dan dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh.
Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari
setelah drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan
yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu
sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang rusak dapat
menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan
rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi.
Tindakan lanjut dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah
terdapat obstuksi uretra oleh striktur. 3
Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum,
skrotum, dan abdomen bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan.
Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa
terjadi dan memerlukan terapi antibiotik. 3
Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan
tingginya resiko timbulnya striktur. 3
Rekonstruksi lambat
Daftar Pustaka
1.
Daller M, Carpinto G. Genitourinary trauma and emergencies. In : Siroky MB,
Oates RD, Babayan RK, editors. Handbook of urology diagnosis and therapy. 3rd
Edition. Philadelpia : Lippincott William & Wilkins; 2004. p. 165-82
2.
3.
Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch, editor.
Smiths general urology. 17th Edition. United States of America : Mc Graw Hill; 2008.
p.278-93
4.
Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of urethral injuries. In :
McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia :
Elseivers Sanders; 2006 . p. 74-83
5.
Schauberger JS. Male reproductive system anatomy & histology. 2010. [cited
2011 October 20]. Available from: URL:
http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male
%20reproductive%20anatomy.htm
6.
7.
Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In :
Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery. Germany : Springer
Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-20
8.
Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. [cited 2011 October 11]. Available
from :URL : www.emedicine.com
9. Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries . In :
McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia :
Elseivers Sanders; 2006. p. 87-95
10. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2005.
p. 770-2
11. Reksoprodjo S, et al. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : FK UI; 2004. p. 14952