BAB I Sampai 5
BAB I Sampai 5
PENDAHULUAN
dikarenakan
belum
optimalnya
program
tuberkulosis
yang
diselenggarakan, yaitu meliputi infrastuktur kesehatan yang buruk pada negaranegara yang mengalami krisis ekonomi, kurangnya terlaksana pelayanan
Tuberkulosis (kurang terakses masyarakat, tidak terjamin penyediaan OAT, tidak
melakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang tidak standar. DOTS
(Directly Observed Therapy) merupakan pengobatan yang langsung diamati /
terapi kursus singkat secara internasional. Pendekatan yang direkomendasikan
untuk mengendalikan TB adalah menyokong upaya untuk meningkatkan
pengendalian tuberkulosis di seluruh dunia dan mencapai target. Angka prevalensi
kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia 130/100.000, setiap tahun terdapat
1
539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang pertahun, angka
insidensi kasus Tuberkulosis paru BTA (+) sekitar 110/100.000 penduduk (WHO,
2006). Penyakit ini merupakan penyebab kematian urutan ketiga, setelah penyakit
jantung dan penyakit saluran pernapasan.
Pemberantasan TB paru secara Nasional di Indonesia telah berlangsung
puluhan tahun sejak tahun 1969 namun penanggulangan dan pemberantasannya
sampai saat ini masih belum memuaskan. Angka drop out yang tinggi, pengobatan
yang tidak adekuat dan resistensi terhadap OAT merupakan kendala dalam
pengobatan TB paru. Selain itu, faktor yang berperan dalam mengatasi kasus TB
adalah pemahaman masyarakat mengenai TB serta cara mengobati dan
mencegahnya. Faktor ini tidak dapat dianggap remeh, mengingat pengobatan TB
yang memerlukan dukungan keluarga karena memerlukan disiplin dalam
mengkonsumsi obat secara terus menerus dan teratur.
Menurut Kementerian Kesehatan pada tahun 2011, Provinsi Jawa Timur
memiliki kasus TB terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat. Data Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011 menunjukkan kasus TB mencapai
41.404 kasus, sementara Jawa Barat mencapai 62.563 kasus. Kota Surabaya
memiliki kasus TB terbanyak di Provinsi Jawa Timur yaitu 3990 kasus, diikuti
Kabupaten Jember dengan 3334 kasus. Kematian TB di Kota Surabaya
diperkirakan mencapai 10.108 penderita BTA positif.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka penulis berkeinginan melakukan
penelitian mini mengenai pemahaman masyarakat terhadap pengobatan TB.
mengenai
seluk-beluk
mengenai
pengobatan
TB
paru
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
ditimbulkan
oleh
(2,3)
(1)
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.1.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama
beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
2.1.3. Diagnostik TB Paru
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
5
Indikasi
Tahap
Tahap
intensif
lanjutan
Selama 2
Selama 4
bulan,
bulan,
frekuensi 1 frekuensi 3
kali sehari kali
menelan
seminggu,
obat, jumlah jumlah 54
60 kali
kali menelan
menelan obatobat.
II
Selama 2
bulan
8
Selama 5
bulan, 3kali
Anak
pertama
seminggu,
frekuensi 1 jumlah total
kali sehari, 66 kali
jumlah 60 menelan
kali menelan obat.
obat.
Satu bulan
berikutnya
selama 1
bulan, 1 kali
sehari,
jumlah 30
kali menelan
obat.
2RHZ/
4RH
Selama 2
Selama 4
bulan setiap bulan setiap
hari
hari
Prinsip dasar
pengobatan TB adalah
minimal 3 macam
obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan.
Dosis obat harus
disesuaikan dengan
berat
badan anak.
Paduan OAT Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007).
2.1.6.2.Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan: sembuh,
pengobatan lengkap, meninggal, pindah (Transfer Out), default (lalai)/ Drop Out
dan gagal. Sembuh yaitu penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir
pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya. Pengobatan
Lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal adalah
penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah
9
adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) adalah penderita
yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai. Gagal adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
beberapa
program
pokok
salah
satunya
adalah
program
(7)
paling cost effective dalam menemukan kasus tuberkulosis. Dalam hal ini, pada
12
(3)
. Dalam
Bersedia dilatih.
Bersedia antar jemput OAT sekeli seminggu atau dua kali seminggu jika
penderita tidak bisa datang ke RS.
Memberi dorongan kepada penderita agar mau minum obat secara teratur.
gajala-gejala
tersangka
tuberkulosis
untuk
segara
15
16
bulan
Mengunjung
sukarelawan
untuk
memonitor
masalah
yang
pasien
dan
dihadapi.
Memberikan
pendidikan
kesehatan
kepada
keluarganya.
17
Bagian lain yang menimbulkan kekurang setujuan adalah dalam hal cara
mendiagnosa tuberkulosis dengan pemeriksaan laboratorium. Rusia
menganggap foto toraks lebih sensitif dibanding pemeriksaan sputum (8).
Pada bulan Mei 2000 di RIT dilakukan pertemuan yang diikuti oleh Korea,
Jepang, Taiwan, Hongkong, Singapura, Macau, Malaisya dan Brunai dengan tamu
dari WHO dan IUATLD untuk membicarakan analisa dan strategi dari
pengurangan
insiden
tuberkulosis
di
tahun-tahun
belakangan
ini
dan
18
pemberian obat yang kurang baik oleh petugas kesehatan dan lemahnya sistem
kontrol terhadap penderita.
Di daerah yang memiliki resistensi yang minimal atau tidak ada resistensi,
DOTS memiliki tingkat keberhasilan penyembuhan lebih dari 95%; merupakan
tingkat keberhasilan yang cukup mengagumkan dalam mengurangi permasalahan
tuberkulosis disamping mencegah resistensi tuberkulosis terhadap pengobatan
(11).
Menurut data yang dikumpulkan WHO dari 28 negara menunjukan angka
MDR di berbagai negara tersebut berkisar 0 22,1% dengan median 2,2%. Di
Indonesia sendiri, pada beberapa kota berdasarkan data PDPI tahun 1998 berkisar
0 8% untuk tuberkulosis primer dan 42% untuk tuberkulosis sekunder
(3)
Adanya resistensi ini dapat membuat hasil pengobatan DOTS tidak berhasil
maksimal. Karena itu ada ide untuk melaksanakan apa yang kemudian dikenal
dengan DOTS Plus.
Pada tahun 1998, WHO dan beberapa organisasi lain di seluruh dunia
meluncurkan DOTS Plus, suatu strategi yang terus dikembangkan dan diuji dalam
menangani MDR-TB.
Pada strategi DOTS Plus upaya pengobatan untuk menyembuhkan
tuberkulosis dengan resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (MDR-TB) adalah
dengan menggunakan anti tuberkulosis second-line
(11)
beberapa negara berpendapat bahwa DOTS Plus masih perlu ditelaah terlebih
dulu, baik dari sudut epidemiologi maupun segi ekonomis.
Dari sudut epidemiologis perlu dipertimbangkan angka keberhasilan yang
dicapai regimen pengobatan jangka pendek terhadap mereka yang sensitif dan
mereka yang resisten terhadap OAT. Sebab berdasarkan laporan dari beberapa
negara dengan menggunakan pengobatan jangka pendek saja angka keberhasilan
pengobatan terhadap mereka yang sensitif tidaklah terlalu berbeda dengan mereka
yang resisten terhadap satu OAT.
Dari
sudut
ekonomis,
mereka
masih
mempersoalkan
tentang
diberlakukan. Untuk ini tentu diperlukan managemen yang cukup rumit dan juga
biaya yang tinggi untuk pelaksanaannya (3)
yang
digunakan
adalah
pengambilan
sampling
acak
dengan
21
Kursi
Meja
Bolpoin
Sound sistem
Michrophone
LCD Proyektor
Angket
Pembuatan Angket
Angket yang dibuat berdasarkan Panduan Strategi DOTS TB. Pertanyaan
pada angket yang dibuat sesuai dengan tujuan penelitian. Angket dibuat
menggunakan Skala Likert untuk mengetahui rentang minat pasien.
3.6.3
Pengisian Angket
22
Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah secara deskriptif. Data disajikan ke dalam tabel dan
grafik sesuai dengan tujuan penelitian.
23
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
24
14.00 WIB. Poli PPM melakukan pemeriksaan dahak untuk pasien suspect TBC
pada hari Selasa saja. Sedangkan untuk kontrol dapat dilakukan setiap hari Senin
Sabtu saat jam dinas.
4.1.3
poli PPM. Jika pasien tidak atau kurang paham dengan pertanyaan pada angket
survei, angket diisi dengan peneliti sebagai pembimbing pengisian saat pasien
masuk ke poli PPM. Angket dikumpulkan oleh peneliti dan disimpan untuk
pengolahan data.
4.1.4
Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah secara deskriptif. Data disajikan ke dalam tabel dan
grafik sesuai dengan tujuan penelitian.
25
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanyaan
Apakah anda memahami penyakit kronis
yang anda derita secara umum? (Baik
penyebab dan gejala)
Apakah anda mencari tahu tentang
penyakit anda selain dari Puskesmas?
Apakah anda senang dengan diadakannya
Program Penanggulangan Penyakit Menular
(PPM) sebagai solusi penatalaksanaan
penyakit menular di Puskesmas Ambulu?
Apakah anda mengetahui bahwa
pemerintah menaruh perhatian khusus
terhadap penyakit TBC di Indonesia?
Apakah anda mengetahui cara mendeteksi
penyakit TBC dengan mengecek dahak?
Apakah anda mengetahui tata cara
pengobatan TBC dan lamanya?
Apakah selama ini obat TBC yang anda
butuhkan selalu tersedia?
Apakah anda memahami bahwa kepatuhan
meminum obat selalu dicatat sebagai
laporan untuk penanganan TBC?
Apakah anda berkenan bila diadakan
program kunjungan rumah untuk
memonitor penyakit dan kepatuhan
26
2
3
Jumlah Jawaban
1
0
-1
5
10
3
-2
4
16
10
16
10
.
14
27
11
Jumlah
3
5
10
3
4
Presentase
12%
20%
40%
12%
16%
Pertanyaan nomor 2 bertujuan untuk mengetahui rasa ingin tahu pasien saat di
diagnosis penyakit TB serta apakah pasien mendapat informasi yang cukup di poli
PPM. Total jawaban yang didapat untuk pertanyaan nomor dua adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3 Jawaban dari Pertanyaan Nomor Dua
Pilihan
2
1
0
-1
-2
Jumlah
9
7
6
1
2
Presentase
36%
28%
24%
4%
8%
Jumlah
16
9
0
0
0
28
Presentase
64%
36%
0%
0%
0%
Jumlah
6
7
7
3
2
Presentase
24%
28%
28%
12%
8%
Jumlah
6
10
1
5
3
Presentase
24%
40%
4%
20%
12%
Jumlah
5
7
5
6
2
29
Presentase
20%
28%
20%
24%
8%
Pertanyaan nomor tujuh bertujuan untuk mengetahui apakah stok obat untuk
penanganan TB di puskesmas Ambulu selalu tersedia atau tidak. Jawaban dari
pasien akan menunjukan bagaimana kesiapan puskesmas Ambulu dalam
penanganan TB dari segi ketersediaan obat. Total jawaban yang didapat untuk
pertanyaan nomor tujuh adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Jawaban dari Pertanyaan Nomor Tujuh
Pilihan
2
1
0
-1
-2
Jumlah
16
9
0
0
0
Presentase
64%
36%
0%
0%
0%
Jumlah
3
5
5
7
5
Presentase
12%
20%
20%
28%
20%
Jumlah
3
5
2
7
8
30
Presentase
12%
20%
8%
28%
32%
Jumlah
14
11
0
0
0
31
Presentase
56%
44%
0%
0%
0%
4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan mengetahui bagaimana pengetahuan dan respon
masyarakat mengenai penyakit TB serta antisipasi yang dilakukan pemerintah
dalam menanganinya di daerah yang termasuk regio Puskesmas Ambulu. Program
TB DOTS yang dijalankan di Poli PPM Puskesmas Ambulu merupakan tindakan
pemerintah dalam menangani penyakit TB yang memerlukan peran aktif juga dari
masyarakat untuk memberantas penyakit TB. Penelitian ini menggunakan angket
dengan Skala Likert untuk mengetahui pemahaman pasien mengenai Strategi
DOTS TB. Skala Likert dipakai karena menurut Susanto, 2014, Skala Likert
memiliki angka realibilitas lebih tinggi dibanding yes or no question.
4.3.1
terhadap penyakit TBC yang diderita pasien. Pemahaman ini baik dari penyebab,
gejala, dan tatalaksana. Berdasarkan hasil survei ternyata masih banyak pasien
yang merasa tidak memahami secara menyeluruh tentang penyakit TB dari
penyebab, gejala, maupun tatalaksana. Berdasar statistik, pasien yang merasa
benar benar paham hanya 12%. Sedangkan yang paham tapi tidak mendalam
sebanyak 20%. Pasien yang pemahaman tentang TB masih setengah setengah
sebanyak 40%. Pasien yang tidak terlalu paham sebanyak 12% dan pasien yang
benar benar tidak paham sebanyak 16%. Pemahaman pasien sangat
berhubungan dengan tingkat pendidikan pasien serta hasrat untuk sembuh yang
dimiliki pasien.
4.3.2
informasi yang sangat banyak justru dari luar puskesmas dan 28% pasien
mengaku mendapat informasi yang cukup dari puskesmas, tapi masih mencari lagi
informasi lain di luar puskesmas. 24% pasien mengaku tidak tahu manakah yang
lebih banyak dia dapat, apakah informasi TB dari puskesmas atau diluar
puskesmas. Sedangkan 4% pasien hanya mencari sedikit informasi diluar
32
berhubungan dengan rasa ingin tahu pasien yang akan berdampak pada
keberhasilan terapi.
4.3.3
usaha puskesmas Ambulu dalam mem fasilitasi penanganan penyakit TB. 64%
pasien menyatakan sangat senang dan 36% pasien menyatakan senang dengan
adanya fasilitas yang diberikan Puskesmas Ambulu untuk penanganan penyakit
TB. Hal ini dikarenakan karena pasien menjadi mendapatkan akses yang lebih
mudah untuk berobat. Kemudahan yang dirasakan pasien adalah mereka dapat
memeriksakan dahak serta mendapatkan terapi dari satu tempat, tidak perlu pergi
ke pusat kesehatan yang lain.
4.3.4
33
bahwa sangat tidak paham. Terdapat banyak pasien yang tidak paham mengenai
pencatatan dan pelaporan mengenai TB.
4.3.9
pasien jika rumah mereka dikunjungi. Hanya 12% yang sangat bersedia. 20%
bersedia, 8% bingung untuk menentukan bersedia atau tidak, 28% menyatakan
tidak bersedia, dan 32% menyatakan sangat tidak bersedia. Hal ini dikarenakan
kesalahpahaman pasien bahwa mereka nanti akan mendapat perlakuan yang tidak
nyaman atau seperti diisolasi. Beberapa juga berpendapat kunjungan ke rumah
menimbulkan rasa takut apabila ternyata ditemukan anggota keluarga lain yang
menderita penyakit yang sama seperti mereka.
4.3.10 Pendapat pasien mengenai PPM di puskesmas Ambulu
Pertanyaan nomor sepuluh ditujukan untuk mengetahui apakah keberadaan
poli PPM disukai oleh masyarakat. 56% pasien sangat setuju dan 44% pasien
setuju. Tidak ada yang tidak setuju terhadap keberadaan poli PPM. Hal ini
menunjukan bahwa poli PPM mendatangkan pengaruh positif kepada masyarakat
dalam penanganan penyakit menular termasuk TB.
4.3.11 Kekurangan dan Kelebihan Penelitian
Peneliti mengakui banyaknya kekurangan dalam penelitian ini. Beberapa
kekurangan pada penelitian ini menyebabkan bias yang bermakna pada hasilnya.
Kurangnya jumlah sample menjadi penyebab utama munculnya bias pada
penelitian ini. Angket yang tidak diujicobakan terlebih dahulu dapat menyebabkan
bias pula. Kekurangan ini terjadi karena keterbatasan peneliti. Keterbatasan baik
dalam waktu penelitian yang terlalu singkat, biaya yang terbatas, tenaga yang
terbatas, kuesioner yang memuat pertanyaan yang tertutup sehingga kurang
menampung pendapat pasien, dan lain-lain.
35
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a.
b.
Pasien TB paru yang berobat di poli PPM Puskesmas Ambulu puas dengan
pelayanan yang diberikan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti dari penelitian yang dilakukan, adalah
sebagai berikut:
a.
b.
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Bahar A. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
1990; 715.
2. Suradi. Diagnosis dan Pengobatan TBC Paru. Temu Ilmiah Respirologi.
Surakarta. 2001.
3. Aditama TY. DOTS & DOTS Plus. Temu Ilmiah Respirologi. Surakarta.
2001.
4. Ami Sari. Pengalaman Pelaksanaan DOTS di Puskesmas. Temu Ilmiah
Respirologi. Surakarta. 2001.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan TBC
Paru. 1998.
6. www.who.int/gtb/policyrd/DOTS.htm.
7. www.who.int/gtb/policyrd/DOTS.tb. Otsuga Katsunori. JICA Project.
8. www.who.int/gtb/policyrd/DOTS.tb. Paulin MZ. Report from Piliphina.
9. www.who.int/gtb/policyrd/rusia. Perelman MI. Tuberculosis in Rusia.
10. www.who.int/gtb/policyrd/DOTS.htm. Mori T. The meaning of a sin of
ommission in TB control today.
11. www.who.int/gtb/policyrd/DOTSplus.htm.
37