PEMBAHASAN
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan nafas pendek (Price, 1995). Nelson mendefinisikan asma
sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson
1996).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam
atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA,
2006).
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala
pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang
terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang
relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-
larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di
sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat
menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil
yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung
Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%;
17% dan 4,8% (Naning, 1991).
C. Faktor Resiko Asma Bronchial
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar,
faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma
dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau
serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun
faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu (PDPI, 2003):
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga
9. Lingkungan termasuk lingkungan kerja
10. Psikologis
Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang
menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya.
Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau,
diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrit oksida, nikotin, dan akrolein (GINA, 2006).
Perokok pasif
Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap
yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas.
Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit
saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan
serangan asma (Chilmonczyk, 1993).
Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan
pada pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja.
Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor
risik berkembangnya asma secara umum.
Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau
debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga
merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah
ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau
benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu yang berasal
dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak
dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama
(Danusaputro, 2000).
Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma
bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter
biologi.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin
sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi
peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas.
Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada
membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% 5% anak dengan asma (Handayani, 2004).
Perabot Rumah Tangga.
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis
(virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC),
combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok
dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat,
pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu
yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent)
seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan,
insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan
terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu,
khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga
dapat menyebabkan reaksi peradangan paru (GINA, 2006).
Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat
menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir
yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai
selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di
saluran pernafasan (Anonim, 2006).
Riwayat Penyakit Keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga
kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah
satu atopi). Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu
kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita
asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua
asmatik. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas
bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada
kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding
dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma
dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi
terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat
keluarga mempunyai hubungan yang bermakna (Sundaru, 2006).
D. Patofisiologi Asma Bronchial
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien
akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaaran gas berjalan lancar (Sundaru, 2006).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara
obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi
(APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan
derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di
saluran nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi
menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar (Sundaru, 2006).
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh
bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan
deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan
rangsangan
nonspesifik,
akan
adanya
jalan
nafas
yang
hiperaktif,
udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga
(Sundaru, 2006).
Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus,
hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil,
neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis
adalah krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil),
spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkiale), dan benda-benda Creola (sel
epitel terkelupas) (Sundaru, 2006).
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas
intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan
nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis
segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan,
dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner
yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas yang tersumbat, dapat
menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur)
beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan
risiko pneumotoraks (Sundaru, 2006).
E. Etiologi Asma Bronchial
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian
kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas,
disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan
refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi
otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV)
memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif
merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya
jalan nafas (Sundaru, 2006).
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah
pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan
ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun
pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik
(Sundaru, 2006).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya
dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma
membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat
memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit
asma, tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma
lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya (Sundaru, 2006).
F. Klasifikasi Asma Bronchial
(Konsensus PDPI, 2003)
Derajat
Asma
Intermitten
Gejala
Gejala Malam
Gejala <1x/minggu
2x sebulan
Faal Paru
VEP1 80% nilai
prediksi
serangan
Serangan singkat
terbaik
Variability APE
Persisten
<20%
VEP1 80% nilai
Ringan
tapi <ix/hari
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
>1x seminggu
20%-30%
VEP1 60-80%
Persisten
Sedang
Serangan
nilai prediksi
mengganggu
APE
nilai terbaik
Membutuhkan
Variability APE
bronkodilator tiap
>30%
hari
60-80%
Persisten
Gejala terus
Sering
VEP1 <60%
Berat
menerus
nilai prediksi
Sering kambuh
Aktivitas fisik
terbaik
terbatas
Variability APE
>30%
10
11
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi
jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <
80% nilai prediksi (PDPI, 2003)..
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
-
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat
12
13
14
Laringotrakeomalasia
Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh
melemahnya struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi
kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama
berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai laringomalasia atau
trakeomalasia saja.
Tumor
Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada
dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen
dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.
Bronkiolitis
Merupakan infeksi virus pada bronkiolus dan biasanya menyerang
anak dibawah usia 2 tahun
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma (PDPI, 2003).
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma
dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
15
tidak diperlukan)
Variasi harian APE kurang dari 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat(PDPI, 2003).
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas
yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat
episodik.Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai
pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman
dan dari segi harga terjangkau (PDPI, 2003).
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Edukasi
Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Kontrol secara teratur
Pola hidup sehat (PDPI, 2003).
16
kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik
inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama 3
bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan
(PDPI, 2003).
17
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika
dibutuhkan , tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Alternatif agonis
beta-2 kerja singkat inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat
oral, atau kombinasi oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja
singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol (PDPI, 2003).
Asma Persisten Berat
Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin,
gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal
paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan
efek samping obat seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut
umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya satu
pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis
tinggi (> 800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2
kali
sehari.
Kadangkala
kontrol
lebih
tercapai
dengan
pemberian
18
sekitar
Medikasi Pengontrol
Alternatif/Pilihan
Harian
Lain
Intermitten
-----Persisten Ringan Glukokortikosteroid
------Teofilin
Alternatif
Lain
-----lepas ------
atau Kromolin
ekivalennya)
Leukotriene
Modifiers
inhalasi Glukokortikostero Ditambah
Persisten
Kombinasi
Sedang
glukokortikosteroid
19
lama
atau
ekivalennya) ekivalennya)
dan agonis
oral, atau
kerja lama
Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikostero lambat
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
agonis
atau
ekivalennya) atau
Glukokortikostero
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
Persisten Berat
Kombinasi
modifiers
inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid
metilprednisolon
ekivalennya) dan
10 mg
ditambah
lama, ditambah 1 di
bawah ini:
oral,
- teofilin lepas
teofilin
20
agonis
ditambah
lepas
lambat
lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling
tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).
21
22
(GINA, 2010).
Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan
Asma
Dewasa
Obat
Beclomethasone
dipropionate
CFC
Beclomethasone
dipropionate
HFA
Budesonide
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
200-500
>500-1000
>1000-2000
100-250
>250-500
>500-1000
200-400
80-160
500-1000
>400-800
>160-320
>1000-2000
>8--0-1680
>320-1280
>2000
100-250
>250-500
>500-1000
200
400
>800
400-1000
>1000-2000
>2000
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
100-200
>200-400
>400
100-200
250-500
80-160
500-750
>200-400
>500-1000
>160-320
>750-1250
>400
>1000
>320
>1250
100-200
>200-500
>500
100
>200
>400
400-800
>800-1200
>1200
Anak-anak
Obat
Beclomethasone
dipropionate
Budesonide
Budesenide neb
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
(GINA, 2010).
23
RR
<20x/menit
Nadi
<100x/meni
t
10 mmHg
-
Pulsus
paradoksus
Otot bantu
napas dan
retraksi
suprasterna
l
Mengi
APE
PaO2
Akhir
ekspirasi
paksa
> 80 %
> 80 mmHg
PaCO2
< 45 mmHg
Keadaan
Mengancam jiwa
-
>30x/menit
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
-
>120x menit
Bradikardia
+
>25 mmHg
+
Kelelahan otot
Torakoabdomina
l paradoksal
Akhir
ekspirasi
Inspirasi dan
ekspirasi
Silent chest
60-80 %
80-60
mmHg
< 45
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
2030x/meni
t
100-120x
/menit
+/- 10-20
mmHg
+
24
SaO2
> 95 %
mmHg
91-95 %
< 90 %
(PDPI, 2003)
Pengobatan
Tempat Pengobatan
RINGAN
Aktivitas normal
Berbicara satu kalimat
dalam satu nafas
Nadi < 100x/menit
APE > 80%
Terbaik :
Inhalasi agonis -2
Alternatif :
Kombinasi oral agins 2 dan teofilin
Di rumah
SEDANG
Jalan jarak jauh
timbulkan gejala
Bicara beberapa kata
dalam satu kali nafas
Nadi 100-120 x/ menit
APE 60-80 %
Terbaik:
Nebulisasi agonis -2
tiap 4 jam
Alternatif :
-Agonis -2 subkutan
-Aminofilin IV
-Adrenalin 1/1000 0,3
ml SK
UGD/RS
Klinik
Praktek dokter
Puskesmas
Di praktek
dokter/klinik/puskesmas
Terbaik :
Nebulisasi agonis -2
tiap 4 jam
Alternnatif :
-Agonis -2 SK/IV
-Adrenalin 1/1000 0,3
ml SK
UGD/RS
Klinik
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM
25
UGD/RS
JIWA
Kesadaran
berubah/menurun
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas
berat
Pertimbangkan intubasi
dan ventilasi mekanis
ICU
(PDPI, 2003).
I.
26
27