Disusun oleh :
Susilowati
21030113120031
RINGKASAN
Bakso yang dijual oleh pedagang belum tentu habis dalam satu hari. Dengan
demikian pedagang akan mengalami kerugian sehingga pedagang mengambil jalan pintas
untuk memproduksi bakso agar lebih awet dengan memberikan bahan pengawet. Para
pedagang biasanya memilih bahan pengawet yang harganya murah sehingga memperoleh
keuntungan yang banyak, misalnya formalin dan boraks. Formalin dan boraks merupakan
bahan pengawet mayat yang tentu saja sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet alami dengan
harga yang murah, salah satunya bisa dimanfaatkan ekstrak wortel. Ekstrak wortel
mengandung beta karoten yang sangat tinggi yang mengandung antioksidan yang dapat
menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan menggunakan wortel, juga akan menambah
kandungan gizi dalam bakso sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.
Kata Kunci : Bakso, Wortel, Pengawet
DAFTAR ISI
Ringkasan
.................................................................................................................
ii
Daftar Isi.................................................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang .................................................................................................
10
11
12
15
16
16
16
III.4 Metode...........................................................................................................
17
18
Daftar Pustaka...........................................................................................................................
21
BAB I
PENDAHULUAN
digunakan sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, terutama untuk
mensterilkan peralatan kedokteran, disinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian, pembasmi serangga, lalat, dan mengawetkan spesimen biologi termasuk mayat
dan kulit (Olson dalam Mustofa, 2006).
Formalin selain merupakan bahan pengawet pada mayat, saat ini penggunaannya
sudah merambah ke produk pangan. Hal ini disebabkan formalin memperpanjang umur
simpan suatu produk. Masalah yang terjadi adalah bahwa formalin bukan merupakan
bahan pengawet makanan. Jika formalin digunakan pada makanan dapat menyebabkan
keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa ditimbulkan antara lain : sukar
menelan, sakit perut akut disertai muntahmuntah, mencret berdarah, timbulnya depresi
susunan saraf atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat
tinggi dapat mengakibatkan konvolsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan
pada dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Boraks juga
dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda
dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung
dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh
dan disimpan
secara kumulatif pada hati, otak atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam
tubuh menjadi tinggi. Pada dosis yang cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan
menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntahmuntah, mencret dan kram perut.
Bagi anak kecil dan bayi, bila dosisnya mencapai 5 gram atau lebih akan menyebabkan
kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram
atau lebih (Winarno dan Rahayu, 1994). Melihat bahaya formalin dan boraks yang
ditimbulkan maka perlu dilakukan penyuluhan pada masyarakat agar tidak menggunakan
bahan tersebut. Sebenarnya ada bahan pengawet lain yang aman digunakan misalnya
ekstrak wortel.
Wortel mengandung beta-karoten paling tinggi dibandingkan dengan kentang dan
tomat. Beta-karoten tersebut mengandung antioksidan yang dapat menghambat
fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Dengan menggunakan wortel, juga akan menambah kandungan gizi
dalam bakso sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.
Berdasarkan Hasil penelitian Nasution (2006) menyatakan bahwa analisa zat gizi
dan analisa mutu fisik mie basah wortel yang dilakukan dengan uji organoleptik (warna,
aroma, tekstur, dan rasa) serta rangkaian analisa statistik yang menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna bahwa mie basah wortel lebih disukai daripada mie basah
tanpa wortel. Disamping itu terdapat kandungan beta karoten, protein, kadar abu, dan
kadar air ternyata untuk zat gizi lainnya meliputi lemak, karbohidrat, vitamin C, kalsium,
fosfor, zat besi dan serat juga kandungannya lebih tinggi pada mie basah wortel. Oleh
karena itu, peneliti ingin menganalisis kadar protein dan organoleptik pada bakso daging
sapi dengan berbagai konsentrasi dan lama pengawetan yang berbeda. Maka peneliti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Tentang Bakso
Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam,
ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama
garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan
berat 25-30 g per butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri
spesifiknya. Kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan
tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses
pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bakso daging digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bakso daging, bakso
urat, dan bakso aci. Penggolongan bakso itu dilakukan berdasarkan perbandingan
atas jumlah daging dengan perbandingan jumlah tepung yang digunakan dalam
pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan bahan dasar tepung pati
dan daging dengan jumlah yang lebih besar. Bakso aci dibuat dengan
menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daging yang
digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging yang banyak mengandung
jaringan ikat dalam jumlah lebih besar dibanding dengan jumlah pati (Ngudiwaluyo
dan Suharjito, 2003).
Bakso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah
mengalami proses ekstrusi dan pemasakan. Cara pembuatan bakso tidak sulit,
daging digiling halus kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu di dalam alat
pencampur khusus sehingga bahan tercampur menjadi bahan pasta yang sangat rata
dan halus. Setelah itu pasta dicetak berbentuk bulat dan direbus sampai matang. Bakso
yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun
(Departemen Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, 2007).
Kriteria dan diskripsi mutu sensoris bakso ditampilkan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kriteria Mutu Sensori Bakso
Parameter
Penampakan
Bakso Daging
Bakso bulat halus, berukuran
seragam, bersih dan cemerlang
tidak kusam.sedikitpun tidak
berjamur dan tidak berlendir.
Bakso Ikan
Bentuk bulat halus, beruku-ran
seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam.
Warna
Putih merata
asing lain
tanpa
warna
Bau
Rasa
Tekstur
Jumlah
77,85
6,95
0,31
0,00
1,75
0,00
8
Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu
daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat
yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso
urat justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya, sedangkan lemak tetap
dipisahkan (Wibowo, 2006).
II.3 Komposisi Kimia Daging Sapi
Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap, sehingga keseimbangan
gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging tergantung pada jumlah
daging yang dimakan. Secara relatif, kandungan gizi daging dari berbagai bangsa
ternak dan ikan berbeda, tetapi setiap 100 g daging dapat memenuhi kebutuhan
gizi seorang dewasa setiap hari 10 % kalori, 50 % protein, 35 % zat besi
(Forrest, et al., 1975).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh
manusia. Selain itu lemak merupakan sumber energi yang penting dimana setiap
satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat
dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak mengandung
asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat. Lemak dan minyak juga dapat
berfungsi sebagai pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Winarno, 1995).
Tabel 1. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahan
Komposisi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Hidrat Arang (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Jumlah
207,00
18,00
14,00
0,00
11,00
170,00
2,80
30,00
0,08
0,00
66,00
baik adalah wortel yang berwarna merah jingga atau kuning tua kemerahan
cerah, dan tidak berlekuk-lekuk. Dalam pemilihan harus dihindari wortel yang
luka, lecet, dan memar, karena wortel dengan kondisi seperti itu akan cepat
busuk. Wortel yang berakar di bagian lekukannya menandakan wortel tersebut
sudah terlalu tua. Wortel yang bercabang, berkulit kasar, berlubang, retak, atau
bercak basah akan mempermudah tumbuhnya penyakit jamur (Novary, 1996).
Manfaat Tanaman Wortel Manfaat wortel yaitu berguna untuk memenuhi
kebutuhan kalsium,anti kanker,mengatasi amandel, gangguan pernapasan, antioksidan,
meningkatkan imunitas, dan menghaluskan kulit. Zat yang terdapat dalam wortel juga
berguna buat reproduksi,dlm hal ini mengatasi kemandulan & menyuburkan organ
reproduksi. Wortel juga baik utk kesehatan mata,karena mencagah rabun senja dan
memulihkan penglihatan lemah. Di dalam wortel juga terdapat pektin yg baik untuk
menurunkan kolestrol dalam darah.serat yg tinggi juga bermanfaat mencegah terjandinya
konstipasi alias susah buang air. Wortel juga dpt mengatasi gangguan kulit, seperti
jerawat, bengkak bernanah, dan kulit kering (Anonim, 2009).
Wortel mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti
kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa), pektin,
glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, amgnesium, kromium),
vitamin (beta karoten, B1, dan C) serta asparagine. Beta Karotennya mempunyai manfaat
sebagai anti oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu
Beta Karoten dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi
asam lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Anonim, 2010).
Kata "karoten" berasal dari kata Latin yang berarti wortel, yaitu pigmen warna
kuning dan oranye pada buah dan sayuran. Nah, salah satu anggota senyawa karoten yang
banyak dikenal adalah beta-karoten, yaitu senyawa yang akan dikonversikan jadi vitamin
A (retinol) oleh tubuh. Itu sebabnya, beta karoten sering disebut pro-vitamin A (Anonim,
2010). Tubuh akan mengkonversikan beta-karoten jadi vitamin A dalam jumlah
secukupnya saja. Selebihnya akan tetap tersimpan sebagai beta-karoten. Sifat inilah yang
menyebabkan beta-karoten berperan sebagai vitamin A yang aman. Jadi, tidak seperti
suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan, jika diberikan secara berlebihan
(Anonim, 2010). Dalam bentuk beta-karoten, wortel biasa pula berperan sebagai
antioksidan, yaitu memberi perlindungan pada tubuh terhadap pengaruh negatif yang
merusak dari radikal bebas. Radikal bebas memang "bandel" karena biasa merusak sel
melalui proses oksidasi (Anonim, 2010).
II.6 Bahan Yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Daging Sapi
Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan
dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong segar. Tepung
12
tapioka yang dibuat dari singkong berwarna putih ataupun kuning akan
menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Tepung tapioka dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk
antara lain kerupuk; biskuit atau kue kering; jajanan atau kue tradisional, misalnya
cenil, klanthing, opak atau semprong, wadah es krim, kacang shanghai, pilus, dan
ladu; bahan baku produk biji mutiara, sirup cair, dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu,
tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga
sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2005).
Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang
beraneka ragam, tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips (Brautlecht, 1953).
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Sifat pati tidak larut dalam
air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu
tertentu (suhu gelatinisasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik
molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antara
molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati
akan membengkak atau mengembang. Granula pati dapat membengkak luar
biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat
inilah yang disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).
Tepung tapioka yang dibuat dari pati singkong, nyaris tidak mengandung
protein dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan
karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan
karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain
pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada empekempek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga membuat cendol berbahan
tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka termodifikasi dipakai untuk
mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos (Lia, 2006).
Tepung Sagu
Di wilayah Indonesia bagian timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai
makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya.
Diperkirakan hampir 30 % penduduk Maluku dan 20 % penduduk Irian Jaya
mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok (Wahyuntari dan Zein, 1983). Sebagai
sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau
digunakan dalam industri pangan, dan juga dapat berperan sebagai produk perantara,
yaitu sebagai bahan dasar untuk industri seperti industri gula cair yang dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri pangan. Selain itu peranan tepung sagu sama
dengan tepung-tepung lain seperti bahan baku pembuatan roti, mie, kerupuk, jenis
13
Es atau Air Es
Penggunaan es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur
bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga
protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi
protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke
adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama
perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat
digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging
(Wibowo,2006).
Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar
selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang
dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
II.7 Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi
Daging segar yang telah dipilih dihilangkan lemak dan uratnya kemudian
dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses penggilingan. Es batu dimasukkan
pada waktu penggilingan untuk menjaga elastisitas daging, sehingga bakso yang
dihasilkan akan lebih kenyal. Daging yang telah lumat dicampur dengan tapioka dan
bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali sehingga daging,
tapioka, dan bumbu dapat tercampur homogen membentuk adonan yang halus
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Adonan yang terbentuk dituang ke dalam wadah, siap untuk dicetak
berbentuk bulatan bola kecil. Cara mencetak dapat dilakukan dengan tangan, yaitu
dengan cara mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang
telah memadat akan keluar berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok kecil untuk
mencetaknya. Bulatan-bulatan bakso yang telah terbentuk kemudian langsung
direbus di dalam panci yang berisi air mendidih. Perebusan dilakukan sampai bakso
matang yang ditandai dengan mengapungnya bakso ke permukaan. Bakso yang telah
matang ditiriskan setelah dingin bakso dapat
dikemas
atau
dipasarkan
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bahan yang Digunakan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar. Dan
bahan tambahan berupa tepung tapioka, tepung sagu, es serut, ekstrak wortel, dan
bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, garam, dan merica.
III.2 Reagensia
Reagen yang digunakan antara lain Aquadest, phenolphtalein 1%, asam sulfat, NaOH 15
%, hexan, dan HCl 0,01 N.
III.3 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan antara lain oven, timbangan, aluminium foil, beaker glass, labu
Kjeldahl, gelas ukur, desikator, erlenmeyer, soxhlet, alat destilasi, pipet tetes.
16
Daging segar
Kadar air
Kadar lemak
Kadar protein
Organoleptik
kekenyalan)
(warna,
rasa,
dan
17
x 100 %
Berat awal
2. Penentuan Kadar protein (Sudarmadji, dkk., 1989)
x 100 %
18
dimana
Diambil labu didih yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet
yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator.
Ditimbang 3 g sampel yang telah dihaluskan dan kering (bisa dari hasil analisa
kadar air), dimasukkan dalam selongsong yang telah diketahui beratnya.
Diletakkan selongsong dari kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat
ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu didih
dibawahnya. Dituangkan heksan atau pelarut lemak lainnya ke dalam labu didih
sebanyak 2/3 bagian. Dilakukan refluks selama lebih kurang 4 jam sampai
pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Sampel dikeringkan
o
pada suhu 105 C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
a - b
Kadar Lemak =
x 100 %
a
Skala Numerik
Sangat Padat
Padat
4
3
Agak Padat
Tidak Padat
Skala Numerik
Sangat Suka
Suka
4
3
Agak Suka
Tidak Suka
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1970. Official Methods of Analysis of Assocition of Official
Analitycal Chemists. Associattion of Official Analitycal Chemist,
Washington DC.
Bangun, M.K., 1991. Perancangan Percobaan untuk Menganalisa Data.
Bagian Biometri. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Brautlecht, C.A., 1953. Starch, it's Sources,
Reinhold Publishing Corporation, New York.
Production
and
Uses.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. UIPress, Jakarta.
Damiyati,
N.,
2007.
Ada
Pengenyal
Bakso
http://www.pikiranrakyat.com. [1 November 2015].
selain
Boraks.
1992.
Potensi
dan
Pemanfaatan Sagu.