Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Karsinoma Kolorektal merupakan kanker urutan keempat terbanyak di dunia dan
merupakan urutan kedua penyebab kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2012,
diperkirakan ada 103.170 kasus kanker kolorektal baru. Pada tahun yang sama terdapat
51.690 kasus yang berakhir dengan kematian. Meskipun angka tersebut cukup besar,
insiden kanker kolorektal per 100.000 populasi telah menurun dari 60,5% pada tahun
1976 menjadi 46,4% pada tahun 2005. Di Indonesia, pada tahun 2006 karsinoma
kolorektal menduduki urutan ketiga dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk. Di RS.
Haji Adam Malik pada tahun 2013 didapati prevalensi karsinoma kolorektal sebanyak 87
kasus. Angka mortalitas dari kanker kolorektal juga menurun hampir 35% dari tahun
1990 ke tahun 2007, hal ini diperkirakan karena adanya usaha deteksi dini dan juga
adanya usaha screening dan modalitas terapi yang semakin baik.1,2
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal berupa pembedahan, kemoterapi dan
radioterapi. Terapi pembedahan efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih
terlokalisir. Perkembangan kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan
kesempatan untuk terapi ajuvan untuk penderita stadium lanjut atau pada kejadian
kekambuhan.
Carcino-Embryonic Antigen (CEA) merupakan oncofetal antigen yang diterima secara
luas penggunaannya sebagai penanda tumor serta merupakan metode pengukuran yang
mudah dan murah. Pengukuran level CEA post-operatif sering dilakukan sebagai
indikator pemantauan pada pasien kanker kolorektal stadium III. Tujuan pengukuran CEA
post operasi dan kemoterapi yaitu untuk menilai prognostik, menilai kekambuhan serta
menilai respon kemoterapi.
Pada suatu studi di Kaohsiung medical University Taiwan dilaporkan 181 penderita
kanker kolorektal yang mempunyai CEA >5ng/ml didapati 133 penderita mempunyai
kadar CEA paska operatif yang menurun secara signifikan menjadi 5 ng/ml.3 Pengukuran
kadar CEA pada pasien-pasien yang telah menjalani reseksi kuratif dilaporkan
mempunyai sensitifitas 60-95%.1,2

Won Suk lee dalam penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2012 memaparkan
bahwa pada umumnya peningkatan level CEA preoperative yang menurun 60% saat
pengukuran paska operatif, merupakan indikator yang signifikan sebagai predictor
survival, sementara penurunan level CEA paska operatif dari nilai normal saat
pengukuran pre-operatif tidak menunjukkan angka yang signifikan sebagai predictor
survival. 4
Pada tahun 2009, Jeong Yeon Kim melakukan studi terhadap 122 pasien karsinoma
kolorektal yang diukur level CEA pre-operatif dan paska operatif, hasil studi ini
menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap hasil level CEA ini dengan nilai p =
0,023.5
Namun, Kou Iin Jen melakukan studi pada tahun 2011 dengan jumlah sample 1361
pasien, hasil menunjukkan bahwa 30% pasien dengan level CEA yang tinggi preoperative
tidak menunjukkan penurunan level CEA yang signifikan pada saat pengukuran paska
operatif.6
Dari ketiga studi tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kadar CEA setelah operasi
dan kemoterapi masih menjadi suatu kontroversi, maka dari itu dilakukan penelitian
untuk membuktikan adanya perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan
kemoterapi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, diketahui belum ada kesepakatan tentang perubahan kadar CEA
sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi.
1.3. Hipotesis Penelitian
Tidak terdapat perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III
1.4. TujuanPenelitian
Menentukan perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang Akademik/ Ilmiah


Dengan membandingkan kadar CEA sebelum dan sesudah terapi maka dapat
diketahui angka keberhasilan pengobatan pada pasien-pasien kanker kolorektal yang
mendapatkan terapi kuratif. Dapat mengetahui sensitifitas kemoterapi terhadap satu jenis
histopatologi tumor dan menentukan angka keberhasilan pada tiap-tiap stadium.
1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat
Sebagai tambahan edukasi kepada masyarakat mengenai keberhasilan dari pengobatan
kanker kolorektal, sehingga dapat menumbuhkan compliance pasien untuk menyelesaikan
pengobatan.
1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian
Dengan penelitian ini, diharapkan menjadi bahan pertimbangan pada penelitian
lanjutan mengenai prosedur dan panduan terapi pemberian regimen kemoterapi FOLFOX.

BAB II
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi


2.1.1 Anatomi
Kolon dibagi dalam caecum, appendik vermiformis, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden dan sigmoid. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis
kemudian melanjutkan diri sebagai anus.1,2,5,6

Gambar 1. Anatomi dan vaskularisasi kolorektal.5


Vaskularisasi kolon terutama melalui A.mesenterika superior dan inferior.
A.mesenterika superior memberikan 3 cabang utama, yaitu A.iliokolika, A.kolika dekstra dan
A.kolika media, yang mensuplai darah untuk kolon bagian kanan yaitu caecum, kolon
asenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum. A.mesenterika inferior bercabang ke A.kolika
sinistra, A.hemoroidalis superior dan A.Sigmoid yang mendarahi kolon bagian kiri yaitu 1/3
distal kolon transversum, kolon sigmoid dan proksimal rektum. A.hemoroidalis inferior
merupakan cabang dari A.pudenda interna memvaskularisasi distal rektum dan anus.1
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui
sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan
kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama keganasan kolon
belum mencapai muskularis mukosa, kemungkinan besar belum ada metastasis. Kolon
disarafi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis, kecuali
sfingter ani eksterna yang berada dalam kontrol volunter.1,5

2.1.2 Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah mengabsorbsi air, vitamin dan elektrolit, melakukan
penyimpanan feses dan kemudian mendorongnya keluar, mensekresi mukus dan aktifitas
bakteri. Kolon mengabsorbsi air dan elektrolit dengan kapasitas sekitar 1500-2000 ml
air/hari. Mukus disekresikan untuk melumas dan melindungi mukosa. Bakteri kolon
berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B serta berperan dalam proses
pembusukan dan fermentasi yang menghasilkan flatus.1,5
2.2 Epidemiologi
Karsinoma Kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab
kematian kedua terbanyak ( terlepas dari gender) di Amerika Serikat. Kanker kolorektal
merupakan kanker kedua terbanyak di Amerika Serikat. American Cancer Society
melaporkan terdapat 104.950 kasus baru kanker kolon dan 40.340 kasus baru kanker rektal
pada tahun 2005 di Amerika Serikat, dan menyebabkan kematian pada 56.290 penderita.
WHO melaporkan pada tahun 2005 terdapat 980.000 kasus baru kanker kolorektal didunia,
dimana 500.000 penderita dilaporkan meninggal dunia tiap tahunnya.1,5,6
Tidak ada perbedaan insidensi kolorektal pada pria dan wanita, namun usia
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kanker ini. Usia yang berisiko
untuk mendapatkan karsinoma kolorektal mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan
meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, resiko meningkat dua kali lipat setiap
dekade berikutnya.2,6
2.3 Etiologi
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan interaksi
antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolorektal.
Terdapat tiga kelompok Karsinoma Kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu :
1.
Kelompok yang diturunkan (Inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari
kasus karsinoma kolorektal.
Kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%.
3.
Kelompok familial, mencakup 20%.
Kelompok yang diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline
2.

(germline mutation) pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel yang lain.
Contohnya adalah FAP (familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary NonPolyposis Colorectal Cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari KKR. Kelompok
5

sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-masing alel-nya. Kelompok
familial tidak masuk dalam salah satu dari dominanly inherited syndromes di atas (FAP %
HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR
dapat terjadi karena kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang
lemah atau currently

germline mutations dapat berperan. Terdapat 2 model perjalanan

perkembangan KKR yaitu LOH (Loss of heterozygocity dan RER (Replication Error). Model
LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p53 serta aktifasi
onkogen yaitu K-ras. Model ini contohmya adalah perkembangan polip adenoma menjadi
karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,
hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik,
80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER. 2
Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom yang berujung pada kanker
kolorektal yakni :6,8
1. Instabilitas kromosom
Instabilitas kromosom (cromosamal instability atau CIN) yang merupakan hasil
perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti transkolasi, amplifikasi, delesi
dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai dengan hilangnya heterezigositas
pada DNA yang berdekatan dengan lokasi-lokasi kelainan tersebut.
Awal proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen
adenomatous polyposis coli (APC). Kelainan APC yang sporadik maupun yang
familial seperti familial adenomatous polyposis coli (FAP). Gen APC mengatur
kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yang
selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada proto-oncogene selular K-ras
yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Pada keadaan normal protein gen p53 akan menghambat proliferasi sel
yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan
kerusakan DNA tetap dapat mengalami replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan
kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah
segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosity). Hal
ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC
(deleted in colon cancer) merupakan tahap akhir dari tranformasi kearah keganasan.
Sering kali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis yang
merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon tidak selalu membutuhkan
semua jenis mutasi tersebut di atas dan tampaknya masih ada kerusakan genetik yang
6

lain yang berperan namun belum ditemukan sampai saat ini. Bagaimanapun juga
model mutasi yang dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untuk
memahami proses karsinogen KKR. 6,8
2. Instabilitas mikrosatelit dan HNPCC
Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana terjadi
peningkatan

resiko

terjadinya

mutasi-mutasi

titik

(point

mutations)

yang

mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara acak sepanjang genom.
Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari instabilitas
mikrosatelit dimana mutasi pada gen MRR (Mismatch repair) yang berfungsi
memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (face pasca mitosis). Sel-sel yang
kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan (MMR) ini, tampaknya masih
memerlukan mutasi sebelum mengalami karsinogenesis oleh semua sel kolon
mempunyai satu gen yang lengkap maka mutasi somatik kedua di perlukan sebelum
fungsi MMR hilang. Mekanisme second hit ini yang menjelaskan tidak munculnya
poliposis pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah di identifikasikan yaitu: h
MSH2, h MLH1, h PMS1, h PMS2, h dan h MSH6.8
HNPCC dapat dibedakan melalui KKR sporadis biasanya muncul pada usia lebih
muda (40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak
tumor sebelah kana (60% - 80% vs 25%) dan lebih sering tumor mucinosa (35% vs
20%), HNPCC di bagi dalam 2 varian yaitu: Syndroma lynch I dan II.

2.4 Faktor Resiko


Adapun faktor risiko terjadinya kanker kolorektal antara lain: 1,2,3,5,6

Umur diatas 40 tahun

IBD (Inflamatory Bowel Diseases), seperti : kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

Riwayat keluarga.

Hereditary poliposis syndromes


Familial plyposis (high risk)
Gardners syndrome (high risk)

Turcots syndrome (high risk)


Peutz-Jeghers syndrome (low to moderate risk)

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan


dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam
jumlah sedikit.

Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang


ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.

Ras atau latarbelakang etnis: orang kulit hitam Amerika (African Americans) dan
Yahudi di daerah Eropa Timur

Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu transit sisa
hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Rokok dan alkohol

Riwayat polip

Perubahan pada mikroflora kolon


-

Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga
memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi
usus normal menjadi karsinogen.

Kolitis Ulserosa (>> usia 20-30 tahun)


Individu yang memiliki faktor resiko direkomendasikan untuk dilakukan screening,

dengan strategi sebagai berikut:16


FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali, jika hasil FOBT positif, maka harus
diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi, atau fleksibel sigmoidoskopi dan Barium
Enema dengan kontras
Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun
8

FOBT plus fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun


Kolonoskopi setiap 10 tahun

2.5 Gejala klinis


Pada stadium awal, kanker kolorektal jarang menimbulkan gejala klinis.13 Gejala
kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan pola defekasi, perdarahan per anus
(hematokezia), nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan. KKR umumya
berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi.
Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai letak kanker.1,2,5,9

Aspek Klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsia
Memburuknya KU
Anemia

Kolon Kanan

Kolon Kiri

Rektum

Kolitis
Karena Penyusupan
Diare/diare berkala
Jarang
Samar
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu

Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samar atau makroskopis
Normal
Jarang
Lambat
Lambat

Proktitis
Tenesmus
Tenesmus terus menerus
Tidak jarang
Makroskopis
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
lambat

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker.9


2.6 Pembagian Stadium dan Histopatologi
Sistem pembagian stadium berdasarkan patologi tidak dapat diterapkan jika terapi
yang digunakan adalah prosedur yang menggunakan terapi neoadjuvan atau
radioterapi kontak. Oleh karena itu dipertimbangkan sistem pembagian stadium
secara klinis.2
Abrams mencoba menghubungkan ukuran tumor, ada atau tidaknya ulserasi dan
derajat diferensiasi dengan stadium akhir berdasarkan pembagian Dukes. Ulserasi
keseluruhan tumor merupakan faktor penentu prognostik yang penting, dimana 63%
karsinoma non ulserasi secara patologis terbatas hanya pada dinding usus, dibanding
dengan hanya 28% pada karsinoma dengan lesi ulserasi.2
Sistem pembagian stadium berdasarkan klinis lainnya dibuat oleh suatu kelompok
dari RS Princess Margaret di Toronto berdasarkan beberapa variabel prognostik,
misalnya ada atau tidaknya metastasis, apakah tumor tersebut melekat atau mobile,

apakah bentuknya annular dan apakah terdapat gejala klinis seperti penurunana berat
badan, anoreksia, lemah dan anemia.2
Angka kelangsungan hidup 5 tahun penderita sangat berhubungan dengan
pembagian kelas-kelas ini dan pembagian stadium berdasarkan Dukes, tetapi tidak
ada hubungan antara stadium klinis dengan sistem Dukes. Mobilitas tumor
merupakan faktor preoperasi yang paling penting yang berhubungan dengan reseksi
kuratif.2
Pembagian stadium secara klinikopatologi di Australia menggabungkan baik
gambaran sistemik, stadium patologi dan stadium klinis, berdasarkan hanya pada
karakteristik tumor lokal. York-Mason mengusulkan penggunaan sistem stadium
klinis berdasarkan mobilitas tumor primer, yaitu2 :
Stadium Klinis I
: tumor bergerak bebas
Stadium Klinis II
: tumor masih mobile
Stadium Klinis III : tumor dengan gerakan yang terbatas
Stadium klinis IV : tumor yang sudah terfiksasi
Stadium klinis I-II meliputi pasien-pasien yang masih dapat dilakukan eksisi lokal
kuratif.2
Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:1,2,5,9
Dukes A

Terbatas di mukosa
Menembus muskularis

Dukes B

mukosa
Metastasis ke kelenjar getah

Dukes C
C1
C2
Dukes D

bening
KGB didekat tumor primer
KGB jauh
Metastase jauh: Hepar, Paru,
Ginjal

Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.7

10

Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.8


2.6.1

Stadium
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM
untuk karsinoma kolorektal:2
T :
Tumor Primer
To :

Tidak ada bukti ada tumor primer.

Tx :

Tumor primer sulit dinilai.

Tis :

Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.

T1 :

Tumor mengenai submukosa.

T2 :

Tumor mengenai propia muskularis.

T3 :

Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa


jaringan perirektal

T4 :

Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N :

Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx :

Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.

No :

Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.

N1 :
N2 :

Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.


Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

M :

Metastasis (anak sebar) jauh

Mx :

Metastasis tak dapat dinilai.

Mo :

Tak ditemukan metastasis jauh.

M1 :

Ditemukan metastasis jauh.

Staging Group
Stage

Dukes

Tis

No

Mo

T1

No

Mo

11

T2

No

Mo

IIA

T3

No

Mo

IIB

T4

No

Mo

IIIA

T1-T2

N1

Mo

IIIB

T3-T4

N1

Mo

IIIC

Any T

N2

Mo

IV

Any T

Any N

M1

Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.1,2,9


2.6.2 Derajat Histopatologi
Adenokarsinoma kolorektal sangat berbeda secara gambaran histologi, beberapa
tumbuh relatif berdiferensiasi baik, lainnya menjadi lebih anaplastik. Secara umum
pertumbuhan papiliferous cenderung berdiferensiasi lebih baik daripada lesi dengan ulserasi
dan infiltrasi dalam. 2
Broders (1925), Grinnell (1939) dan Dukes (1940) memperkenalkan suatu modifikasi
sistem penderajatan secara histologis dimana terlihat bahwa ada hubungan erat antara
ekstensi penyebaran lesi dengan prognosis akhir setelah terapi pembedahan. Dukes
membedakannya menjadi 5 derajat, yaitu : Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ
dapat terjadi melalui:2

Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis

2.7 Diagnosis
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
colok dubur, pemeriksaan laboratorium, kolonoskopi dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon
dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas
45 tahun. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi.
Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan urologi, hepar dan paru dilakukan untuk melihat
metastasis kanker kolorektal.2,5
12

Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatian khusus pada perubahan pola
defekasi, baik diare maupun konstipasi, nyeri perut, perdarahan dari anus, penurunan berat
badan, dan faktor predisposisi. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis didapat adanya
perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan atau diare selama minimal 6
minggu, perdarahan peranum tanpa gejala anal.3,19
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di abdomen,
tanda-tanda obstruksi mekanik usus, nyeri tekan, pembesaran kelenjar limfe, pembesaran
hepar serta keadaan gizi pasien. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang
sangat penting. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai keutuhan sfingter ani, ukuran,
fiksasi, ulserasi serta memperkirakan perluasan tumor ke kelenjar limfe pada rektum 1/3
tengah dan distal. Tumor dapat diraba dengan colok dubur pada 90% kasus.2,5

Pemeriksaan Penunjang yang membantu penegakan diagnosis antara lain:


a. Laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil
normal. Perdarahan intermiten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar
feses atau anemia defisiensi Fe. Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, biasanya
memberikan hasil normal, kecuali bila sudah metastasis ke hepar. Pemeriksaan tumor
marker seperti Carsino-Embrionic Antigen (CEA) dan Carbohydrat Antigen 19-9 (CA 199) juga membantu menegakkan diagnosa.1,2,11,12,13
Carcino-Embryonic antigen (CEA)
Carcino-Embryonic Antigen (CEA) merupakan suatu oncofetal antigen, secara normal
diproduksi pada masa perkembangan fetus dan berhenti sebelum janin lahir. Antigen ini
juga diproduksi oleh epitel tumor pada usus besar. CEA merupakan suatu glycosyl
Phosphatidyl Inositol (GPI) cell surface yang berperan dalam adhesi sel.1CEA digunakan
sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hati.2
Carcino-embryonic antigen berkorelasi dengan volume tumor dengan respon terapi anti
tumor dan berhubungan dengan sisa tumor setelah reseksi. CEA akan menurun menjadi
normal dalam 4-8 minggu setelah reseksi kuratif. Dua puluh sampai tiga puluh persen
kekambuhan tidak disertai peningkatan CEA dan sensitifitas dan spesifitas untuk
13

mendeteksi kekambuhan antara 70-80%. Monitoring CEA dapat mendeteksi kekambuhan


sekitar 6 bulan sebelum tanda dan gejala klinik muncul. CEA yang meningkat perlu
pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kekambuhan, yang menjadi kontroversi
apakah CEA di atas 5 ng/ml atau peningkatan setelah pemeriksaan 2 kali meningkat atau
adanya kurva peningkatan CEA sebagai dasar pemeriksaan lanjut. Suatu uji acak
terkontrol follow up dengan pemeriksaan intensif CEA dibanding konvensional
menunjukkan tidak terdapat perbedaan tentang survival kedua kelompok. NCCN
merekomendasikan pemeriksaan CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6
bulan untuk 5tahun berikutnya pada pasien dengan metastasis terbatas yang potensial
untuk reseksi, misalnya potensial untuk reseksi hepar ataupun paru-paru.2
Faktor yang mempengaruhi konsentrasi CEA pada pasien dengan Kanker Kolorektal,
yaitu14 :
Stadium tumor
Seperti penanda tumor pada umumnya, konsentrasi dan proporsi pasien dengan
peningkatan nilai CEA cenderung meningkat, dengan meningkatnya stadium penyakit.
Dengan demikian, dalam satu studi awal proporsi pasien dengan peningkatan konsentrasi
CEA (> 2,5 mg / L) adalah sebagai berikut: Dukes A, 28%, Dukes' B, 45%, Dukes 'C, 75
%, dan Dukes 'D, 84%. Menggunakan titik cutoff dari 5 mg / L, penulis menemukan
bahwa proporsi pasien dengan nilai peningkatan adalah 3%, 25%, 45%, dan 65% untuk
pasien dengan Dukes 'A, B, C, D dan penyakit masing-masing.
Kelas tumor
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kanker kolorektal well differentiated
menghasilkan lebih CEA per gram protein total dari pada spesimen poor differentiated
Misalnya, dalam sebuah laporan baru-baru ini, konsentrasi dari CEA pada KKR
berdiferensiasi baik, diferensiasi sedang, dan diferensiasi buruk adalah 18,0, 5,5, dan 2,2
mg / g protein. Demikian pula, konsentrasi serum CEA cenderung lebih tinggi pada pasien
dengan well differentiated dibedakan dibandingkan dengan mereka dengan tumor poor
differentiated. Kurangnya differensiasi atau diferensiasi buruk mungkin menjelaskan
mengapa beberapa pasien dengan kanker kolorektal lanjut tidak mengalami peningkatan
nilai CEA serum.
Keterlibatan Hepar
Hati adalah tempat utama untuk metabolisme CEA. Awalnya, peyerapan terjadi pada sel
Kupffer, yang memodifikasi CEA dengan menghapus residu asam sialat. Asialo CEA
14

kemudian diendositosis oleh sel parenkim hati yang selanjutnya terdegradasi. Penyakit
hati jinak tertentu mengganggu fungsi hati dan pembersihan CEA. Akibatnya, CEA dapat
ditingkatkan dalam serum dari pasien dengan penyakit hati nonmalignant
Lokasi tumor dalam usus besar
Pasien dengan tumor pada sisi kiri usus besar umumnya memiliki insiden yang lebih tinggi
dari peningkatan konsentrasi CEA dibandingkan dengan keganasan di sisi kanan dari usus
besar10, 15.
Ada atau tidak adanya obstruksi usus
Sugarbaker 16 menunjukkan bahwa obstruksi usus mengakibatkan konsentrasi CEA tinggi
pada pasien dengan keganasan kolorektal. Tindakan dekompresi saja mengurangi nilai
CEA serum 16.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip
kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering sulit untuk
divisualisasi, sehingga pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.11
Karsinoma kolon sinistra terlihat sebagai fixed filling defect, sedangkan pada kolon

dekstra terlihat sebagai constriction atau massa intraluminal.1,2,5


Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan
dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan (Pemeriksaan
kolon yang lengkap dapat mencapai >95% pasien). Kolonoskopi mempunyai
sensitivitas (95%) dan spesifisitas (99%) paling tinggi dibandingkan modalitas
yang lain untuk mendeteksi polip adenomatous. Gambaran mikroskopik dari
adenokarsinoma kolorektal bervariasi, mulai dari well differentiated sampai poorly
differentiated struktur kelenjar. 1,2,5

2.8 Diferensial Diagnosa


Diagnosis banding dari kanker kolorektal adalah:1,2

Diverticular disease
Stricture
IBD
Infectious atau inflammatory lesions
Adhesions
Metastasis karsinoma
Extrinsic masses (kista, abses)

15

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolorektal antara lain:1,2,5,6,9
Kemoprevensi
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan
penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti
secara efektif menurunkan insiden berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial
Adenomatous Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker
dikalangan pemakai OAINS namun bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan
OAINS lainnya untuk mencegah KKR sporadic masih lemah.
Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi. Bila ukuran
<5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau elektrokoagulasi bipolar. Disamping
polipektomi KKR dapat diatasi dengan operasi. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor
di caecum, kolon asenden, kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon
desenden diatasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat
diangkat dengan tidakan LAR (Low Anterior Resection).Angka mortalitas akibat operasi
sekitar 5%.
Terapi ajuvan
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi
ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR setelah operasi. Pasien
Duke A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi adjuvan. Pasien KKR Duke
C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan
masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh
pada KKR Duke B.2
Rekomendasi tingkat A2

Stadium I/ Dukes A

Stadium II dengan resiko tinggi/IIB/Dukes B2

: tidak diberikan kemoterapi


:

Kemoterapi

5-FU/FA

atau Capecitabine atau FOLFOX4, hingga 6 bulan

Stadium III /Dukes C : Kemoterapi 5 FU/FA atau capecitabine hingga 6 bulan


atau FOLFOX4, hingga 6 bulan
16

Stadium IV/ metastasis lini 1 : Kemoterapi 5 FU/FA atau capecitabine hingga


6 bulan atau FOLFOX4, hingga 6 bulan dengan atau tanpa bevacizumab.

Stadium IV/metastasis lini 2 : kemoterapi 5FU/FA atau capecitabine, atau


FOLFOX 4 hingga 6 bulan (3 bulan atau 6 siklus dengan protocol de Gramont
bila memungkinkan untuk dimulai lagi) hingga 6 bulan ditambah oxaliplatin
atau irinotecan, 6 bulan dengan atau tanpa cetuximab.

2.10 Prognosis
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor pada saat
didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor tersebut pada
radiasi dan kemoterapi.9
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium
tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut9:
1.

Dukes A 5-yr survival, > 90%

2.

Dukes B 5-yr survival, 60%

3.

Dukes C 5-yr survival, 40%

4.

Dukes D 5-yr survival, 10 %

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:12


Stage

TNM classification

5-year survival

T1-2, N0, M0

93 %

IIA

T3, N0, M0

85%

IIB

T4, N0, M0

72 %

IIIA

T1-2, N1, M0

83 %

IIIB

T3-4, N1, M0

64 %

IIIC

T(any), N2, M0

44 %

IV

T(any), N(any), M1

8%

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.1

17

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre dan post treatment, yaitu

menentukan penurunan kadar CEA pada pasien-pasien kanker kolorektal stadium IIB-III
paska operasi dan kemoterapi regimen FOLFOX.
3.2

Tempat dan Waktu


Pelaksanaan penelitian dilakukan di Divisi Bedah Digestif Departemen Ilmu Bedah,

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan.


Waktu penelitian dilaksanakan dilaksanakan setelah proposal penelitian disetujui.
3.3

Populasi dan Sampel

3.3.1

Populasi Target
Seluruh Pasien dengan diagnosa Kanker Kolorektal Stadium IIB-III

3.3.2

Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa

Kanker Kolorektal Stadium IIB-III yang datang ke Poliklinik Bedah Digestif RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2010-2014 dan mendapatkan terapi operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX.
3.3.3

Sampel
Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4

Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Penentuan besar sample :

18

Dimana
n

: besar sample

P1

:proporsi efek standar (dari pustaka) : 0,5

P2

: Proporsi efek yang diteliti

: 0,75

Perbedaan yang dianggap berarti 25%, dengan :


Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada: 0,05 : 1,96
Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada: 0,2 : 0.842

= (P1 + P2)/2

Maka besar sample yang diambil sebanyak 58 sample.


3.5

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1

Kriteria Inklusi
1.
2.
3.
4.
5.

3.5.2

Laki-laki dan Perempuan dengan rentang umur 30-70 tahun


Telah dilakukan Operasi
Mempunyai gambaran histopatologi
Stadium IIB-III
Mendapatkan kemoterapi regimen FOLFOX

Kriteria Eksklusi
Pasien yang memiliki riwayat Synchronous Tumor

3.6

Cara Kerja

3.6.1

Alokasi Subjek
Pemilihan subjek ditetapkan melalui rumus besar sampel dan kriteria inklusi pada
penelitian ini.

3.6.2

Tahap Persiapan
Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi.

3.6.3

Tahap Pelaksanaan
Melakukan pengumpulan data
19

3.6.4

Tahap Akhir Penelitian


1. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian.
2. Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan.

3.7

Identifikasi Variabel
Variabel Bebas
Kanker Kolorektal dan Terapi (Operasi + Kemoterapi)
Variabel Tergantung
Kadar Carcino-embryonic Antigen (CEA)

3.8

Definisi Operasional
Kanker kolorektal adalah suatu neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di
dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Kolon adalah usus besar
proksimal dari rektum. Rektum intra-operatif adalah batas fusi dua taenia mesenterik
dengan area amorfus rektum (true rectum); sedangkan pada pemeriksaan
sigmoidoskop kaku, rektum disepakati berjarak 15 cm dari anal verge (UKCCR)
atau 12 cm dari anal verge (USA). 2
Carcino-embryonic Antigen (CEA) merupakan suatu oncofetal antigen, secara
normal diproduksi pada masa perkembangan fetus dan berhenti sebelum janin lahir.
Antigen ini juga diproduksi oleh epitel tumor pada usus besar. CEA merupakan
suatu glycosyl Phosphatidyl Inositol (GPI) cell surface yang berperan dalam adhesi
sel.1 CEA digunakan sebagai marker serologi untuk

memonitor status kanker

kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan

metastase ke hati. 2 Kadar

Normal CEA dalam darah berkisar 0-3 ng/ml.


FOLFOX adalah suatu regimen kemoterapi yang terdiri dari 5-FU, LV dan
Oxaliplatin. Regimen ini diberikan sebagai kemoterapi ajuvan pada pasien kanker
kolorektal stadium III dengan rekomendasi sebanyak 12 siklus setiap 3 minggu
sekali.2

20

3.8.1

Kerangka Konsep

Kanker Kolorektal Stadium


IIB-III

CEA < 5ng/ml


CEA
Pre

CEA > 5ng/ml

Operasi
4 minggu

CEA post
Operasi

CEA < 5ng/ml


CEA > 5ng/ml

Kemoterapi
dengan Regimen
FOLFOX
4 minggu

CEA post
Kemoterapi

CEA < 5ng/ml


CEA > 5ng/ml

21

3.8.2

Kerangka Teori
Grading Histopatologi
Tumor

Peningkatan
CEA

Well Difeferentiated
Tumor Sekresi
CEA lebih tinggi

Staging Tumor
(Keterlibatan N dan M)
Left Sided-Tumor
CEA lebih tinggi
daripada Right
Sided Tumor

Lokasi Tumor

(CEA > 5ng/ml)


Adanya Obstruksi

Gangguan Fungsi Hati

Epitel Normal
APC
Epitel
Displasia

K-ras

Adenoma
P53
Karsinoma CEA
Released

Metastatic
cancer

3.9

Rencana Pengolahan dan Analisis Data


22

Tumor dengan
obstruksi CEA
lebih tinggi

Perbedaan kadar CEA pre dan post operasi dan post kemoterapi dianalisis dengan
ANOVA. Sementara, analisis lebih lanjut untuk perbedaan CEA secara berurut (pre
CEA
<5 ng/ml

> 5ng /ml

Sebelum Operasi
Sesudah operasi
dan post operasi) dan (post operasi dan post kemoterapi) dilakukan dengan chi-square
test. Suatu perbedaan dinyatakan bermakna bila p < 0,05.

Tabel 5.

T
Tabel 6.

23

Lampiran 1.
SusunanPeneliti
Peneliti
Nama lengkap

Dr. Prafitri Najogi Hasibuan

Pangkat/Gol/NIP

/III B/ 19870526200 2

Jabatan Fungsional

Fakultas

Kedokteran

Perguruan Tinggi

Universitas Sumatera Utara

Nama lengkap

Dr. Liberty Sirait, Sp. B-KBD

Pangkat/Gol/NIP

195604131987021001

Jabatan Fungsional

Staf Pengajar Divisi Bedah Digestif

Fakultas

Kedokteran

Perguruan Tinggi

Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian

Bedah Digestif

Nama lengkap

Dr. Asrul, Sp. B-KBD

Pangkat/Gol/NIP

196607051997011001

Jabatan Fungsional

Staf Pengajar Divisi Bedah Digestif

Fakultas

Kedokteran

Perguruan Tinggi

Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian

Bedah Digestif

Pembimbing I

Pembimbing II

24

Lampiran 2
Rencana Anggaran Penelitian

Uraian

Jumlah

Honorarium

Rp 1.000.000,-

Fotocopi

Rp 1.000.000,-

Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian

Rp 1.000.000,-

Penggandaan Proposal dan Laporan


Penelitian

Rp 1.000.000,-

Total

Rp 4.000.000,-

Sumber dana merupakan dana pribadi dari pelaksana penelitian.

Jadwal Penelitian

Juli 2014
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
PENYUSUNAN
LAPORAN
PENGGANDAAN
LAPORAN

25

Agustus
2014

September
2014

Lampiran 3.

STATUS PASIEN
No. Rekam Medis

: _____________________

Tanggal : _____/_____/2012

Dilakukan Oleh

: dr. ____________________________________________

Identitas Pribadi
Nama

: _____________________________________________

Tempat/Tanggal Lahir :______________________________Usia : _________ Tahun


No rekam Medik

Pekerjaan

: _____________________________________________

Alamat Rumah

: _____________________________________________

Diagnosa

Tanggal Operasi

I. Anamnesis
Penyakit yang sedang dialami (jika ada) :

II. Data laboratorium


Kadar CEA Sebelum terapi

Kadar CEA Setelah Operasi

Kadar CEA Setelah Kemoterapi

Hasil histopatologi
III. Data Penyakit
Saat penderita datang- Gejala obstruktif- Gejala non obstruktif

26

::

::
- Temuan saat operasi
Besar tumor ( mm )
Bentuk tumor
Lokasi tumor
Keterlibatan KGB regional
Penentuan tindakan paska operasi oleh operator :

27

Anda mungkin juga menyukai