PENDAHULUAN
Won Suk lee dalam penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2012 memaparkan
bahwa pada umumnya peningkatan level CEA preoperative yang menurun 60% saat
pengukuran paska operatif, merupakan indikator yang signifikan sebagai predictor
survival, sementara penurunan level CEA paska operatif dari nilai normal saat
pengukuran pre-operatif tidak menunjukkan angka yang signifikan sebagai predictor
survival. 4
Pada tahun 2009, Jeong Yeon Kim melakukan studi terhadap 122 pasien karsinoma
kolorektal yang diukur level CEA pre-operatif dan paska operatif, hasil studi ini
menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap hasil level CEA ini dengan nilai p =
0,023.5
Namun, Kou Iin Jen melakukan studi pada tahun 2011 dengan jumlah sample 1361
pasien, hasil menunjukkan bahwa 30% pasien dengan level CEA yang tinggi preoperative
tidak menunjukkan penurunan level CEA yang signifikan pada saat pengukuran paska
operatif.6
Dari ketiga studi tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kadar CEA setelah operasi
dan kemoterapi masih menjadi suatu kontroversi, maka dari itu dilakukan penelitian
untuk membuktikan adanya perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan
kemoterapi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, diketahui belum ada kesepakatan tentang perubahan kadar CEA
sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi.
1.3. Hipotesis Penelitian
Tidak terdapat perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III
1.4. TujuanPenelitian
Menentukan perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah mengabsorbsi air, vitamin dan elektrolit, melakukan
penyimpanan feses dan kemudian mendorongnya keluar, mensekresi mukus dan aktifitas
bakteri. Kolon mengabsorbsi air dan elektrolit dengan kapasitas sekitar 1500-2000 ml
air/hari. Mukus disekresikan untuk melumas dan melindungi mukosa. Bakteri kolon
berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B serta berperan dalam proses
pembusukan dan fermentasi yang menghasilkan flatus.1,5
2.2 Epidemiologi
Karsinoma Kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab
kematian kedua terbanyak ( terlepas dari gender) di Amerika Serikat. Kanker kolorektal
merupakan kanker kedua terbanyak di Amerika Serikat. American Cancer Society
melaporkan terdapat 104.950 kasus baru kanker kolon dan 40.340 kasus baru kanker rektal
pada tahun 2005 di Amerika Serikat, dan menyebabkan kematian pada 56.290 penderita.
WHO melaporkan pada tahun 2005 terdapat 980.000 kasus baru kanker kolorektal didunia,
dimana 500.000 penderita dilaporkan meninggal dunia tiap tahunnya.1,5,6
Tidak ada perbedaan insidensi kolorektal pada pria dan wanita, namun usia
merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kanker ini. Usia yang berisiko
untuk mendapatkan karsinoma kolorektal mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan
meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, resiko meningkat dua kali lipat setiap
dekade berikutnya.2,6
2.3 Etiologi
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan interaksi
antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolorektal.
Terdapat tiga kelompok Karsinoma Kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu :
1.
Kelompok yang diturunkan (Inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari
kasus karsinoma kolorektal.
Kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%.
3.
Kelompok familial, mencakup 20%.
Kelompok yang diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline
2.
(germline mutation) pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel yang lain.
Contohnya adalah FAP (familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary NonPolyposis Colorectal Cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari KKR. Kelompok
5
sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-masing alel-nya. Kelompok
familial tidak masuk dalam salah satu dari dominanly inherited syndromes di atas (FAP %
HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR
dapat terjadi karena kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang
lemah atau currently
perkembangan KKR yaitu LOH (Loss of heterozygocity dan RER (Replication Error). Model
LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p53 serta aktifasi
onkogen yaitu K-ras. Model ini contohmya adalah perkembangan polip adenoma menjadi
karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,
hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik,
80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER. 2
Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom yang berujung pada kanker
kolorektal yakni :6,8
1. Instabilitas kromosom
Instabilitas kromosom (cromosamal instability atau CIN) yang merupakan hasil
perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti transkolasi, amplifikasi, delesi
dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai dengan hilangnya heterezigositas
pada DNA yang berdekatan dengan lokasi-lokasi kelainan tersebut.
Awal proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen
adenomatous polyposis coli (APC). Kelainan APC yang sporadik maupun yang
familial seperti familial adenomatous polyposis coli (FAP). Gen APC mengatur
kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yang
selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada proto-oncogene selular K-ras
yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Pada keadaan normal protein gen p53 akan menghambat proliferasi sel
yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan
kerusakan DNA tetap dapat mengalami replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan
kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah
segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosity). Hal
ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC
(deleted in colon cancer) merupakan tahap akhir dari tranformasi kearah keganasan.
Sering kali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis yang
merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon tidak selalu membutuhkan
semua jenis mutasi tersebut di atas dan tampaknya masih ada kerusakan genetik yang
6
lain yang berperan namun belum ditemukan sampai saat ini. Bagaimanapun juga
model mutasi yang dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untuk
memahami proses karsinogen KKR. 6,8
2. Instabilitas mikrosatelit dan HNPCC
Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana terjadi
peningkatan
resiko
terjadinya
mutasi-mutasi
titik
(point
mutations)
yang
mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara acak sepanjang genom.
Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari instabilitas
mikrosatelit dimana mutasi pada gen MRR (Mismatch repair) yang berfungsi
memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (face pasca mitosis). Sel-sel yang
kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan (MMR) ini, tampaknya masih
memerlukan mutasi sebelum mengalami karsinogenesis oleh semua sel kolon
mempunyai satu gen yang lengkap maka mutasi somatik kedua di perlukan sebelum
fungsi MMR hilang. Mekanisme second hit ini yang menjelaskan tidak munculnya
poliposis pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah di identifikasikan yaitu: h
MSH2, h MLH1, h PMS1, h PMS2, h dan h MSH6.8
HNPCC dapat dibedakan melalui KKR sporadis biasanya muncul pada usia lebih
muda (40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak
tumor sebelah kana (60% - 80% vs 25%) dan lebih sering tumor mucinosa (35% vs
20%), HNPCC di bagi dalam 2 varian yaitu: Syndroma lynch I dan II.
IBD (Inflamatory Bowel Diseases), seperti : kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.
Riwayat keluarga.
Ras atau latarbelakang etnis: orang kulit hitam Amerika (African Americans) dan
Yahudi di daerah Eropa Timur
Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu transit sisa
hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.
Riwayat polip
Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga
memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi
usus normal menjadi karsinogen.
Aspek Klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsia
Memburuknya KU
Anemia
Kolon Kanan
Kolon Kiri
Rektum
Kolitis
Karena Penyusupan
Diare/diare berkala
Jarang
Samar
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samar atau makroskopis
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Proktitis
Tenesmus
Tenesmus terus menerus
Tidak jarang
Makroskopis
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
lambat
apakah bentuknya annular dan apakah terdapat gejala klinis seperti penurunana berat
badan, anoreksia, lemah dan anemia.2
Angka kelangsungan hidup 5 tahun penderita sangat berhubungan dengan
pembagian kelas-kelas ini dan pembagian stadium berdasarkan Dukes, tetapi tidak
ada hubungan antara stadium klinis dengan sistem Dukes. Mobilitas tumor
merupakan faktor preoperasi yang paling penting yang berhubungan dengan reseksi
kuratif.2
Pembagian stadium secara klinikopatologi di Australia menggabungkan baik
gambaran sistemik, stadium patologi dan stadium klinis, berdasarkan hanya pada
karakteristik tumor lokal. York-Mason mengusulkan penggunaan sistem stadium
klinis berdasarkan mobilitas tumor primer, yaitu2 :
Stadium Klinis I
: tumor bergerak bebas
Stadium Klinis II
: tumor masih mobile
Stadium Klinis III : tumor dengan gerakan yang terbatas
Stadium klinis IV : tumor yang sudah terfiksasi
Stadium klinis I-II meliputi pasien-pasien yang masih dapat dilakukan eksisi lokal
kuratif.2
Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:1,2,5,9
Dukes A
Terbatas di mukosa
Menembus muskularis
Dukes B
mukosa
Metastasis ke kelenjar getah
Dukes C
C1
C2
Dukes D
bening
KGB didekat tumor primer
KGB jauh
Metastase jauh: Hepar, Paru,
Ginjal
10
Stadium
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM
untuk karsinoma kolorektal:2
T :
Tumor Primer
To :
Tx :
Tis :
T1 :
T2 :
T3 :
T4 :
N :
Nx :
No :
N1 :
N2 :
M :
Mx :
Mo :
M1 :
Staging Group
Stage
Dukes
Tis
No
Mo
T1
No
Mo
11
T2
No
Mo
IIA
T3
No
Mo
IIB
T4
No
Mo
IIIA
T1-T2
N1
Mo
IIIB
T3-T4
N1
Mo
IIIC
Any T
N2
Mo
IV
Any T
Any N
M1
Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis
2.7 Diagnosis
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
colok dubur, pemeriksaan laboratorium, kolonoskopi dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon
dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas
45 tahun. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi.
Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan urologi, hepar dan paru dilakukan untuk melihat
metastasis kanker kolorektal.2,5
12
Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatian khusus pada perubahan pola
defekasi, baik diare maupun konstipasi, nyeri perut, perdarahan dari anus, penurunan berat
badan, dan faktor predisposisi. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis didapat adanya
perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan atau diare selama minimal 6
minggu, perdarahan peranum tanpa gejala anal.3,19
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di abdomen,
tanda-tanda obstruksi mekanik usus, nyeri tekan, pembesaran kelenjar limfe, pembesaran
hepar serta keadaan gizi pasien. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang
sangat penting. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai keutuhan sfingter ani, ukuran,
fiksasi, ulserasi serta memperkirakan perluasan tumor ke kelenjar limfe pada rektum 1/3
tengah dan distal. Tumor dapat diraba dengan colok dubur pada 90% kasus.2,5
kemudian diendositosis oleh sel parenkim hati yang selanjutnya terdegradasi. Penyakit
hati jinak tertentu mengganggu fungsi hati dan pembersihan CEA. Akibatnya, CEA dapat
ditingkatkan dalam serum dari pasien dengan penyakit hati nonmalignant
Lokasi tumor dalam usus besar
Pasien dengan tumor pada sisi kiri usus besar umumnya memiliki insiden yang lebih tinggi
dari peningkatan konsentrasi CEA dibandingkan dengan keganasan di sisi kanan dari usus
besar10, 15.
Ada atau tidak adanya obstruksi usus
Sugarbaker 16 menunjukkan bahwa obstruksi usus mengakibatkan konsentrasi CEA tinggi
pada pasien dengan keganasan kolorektal. Tindakan dekompresi saja mengurangi nilai
CEA serum 16.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip
kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering sulit untuk
divisualisasi, sehingga pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.11
Karsinoma kolon sinistra terlihat sebagai fixed filling defect, sedangkan pada kolon
Diverticular disease
Stricture
IBD
Infectious atau inflammatory lesions
Adhesions
Metastasis karsinoma
Extrinsic masses (kista, abses)
15
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolorektal antara lain:1,2,5,6,9
Kemoprevensi
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan
penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti
secara efektif menurunkan insiden berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial
Adenomatous Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker
dikalangan pemakai OAINS namun bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan
OAINS lainnya untuk mencegah KKR sporadic masih lemah.
Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi. Bila ukuran
<5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau elektrokoagulasi bipolar. Disamping
polipektomi KKR dapat diatasi dengan operasi. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor
di caecum, kolon asenden, kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon
desenden diatasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat
diangkat dengan tidakan LAR (Low Anterior Resection).Angka mortalitas akibat operasi
sekitar 5%.
Terapi ajuvan
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi
ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR setelah operasi. Pasien
Duke A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi adjuvan. Pasien KKR Duke
C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan
masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh
pada KKR Duke B.2
Rekomendasi tingkat A2
Stadium I/ Dukes A
Kemoterapi
5-FU/FA
2.10 Prognosis
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor pada saat
didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor tersebut pada
radiasi dan kemoterapi.9
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium
tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut9:
1.
2.
3.
4.
TNM classification
5-year survival
T1-2, N0, M0
93 %
IIA
T3, N0, M0
85%
IIB
T4, N0, M0
72 %
IIIA
T1-2, N1, M0
83 %
IIIB
T3-4, N1, M0
64 %
IIIC
T(any), N2, M0
44 %
IV
T(any), N(any), M1
8%
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre dan post treatment, yaitu
menentukan penurunan kadar CEA pada pasien-pasien kanker kolorektal stadium IIB-III
paska operasi dan kemoterapi regimen FOLFOX.
3.2
3.3.1
Populasi Target
Seluruh Pasien dengan diagnosa Kanker Kolorektal Stadium IIB-III
3.3.2
Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa
Kanker Kolorektal Stadium IIB-III yang datang ke Poliklinik Bedah Digestif RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2010-2014 dan mendapatkan terapi operasi dan kemoterapi
dengan regimen FOLFOX.
3.3.3
Sampel
Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4
18
Dimana
n
: besar sample
P1
P2
: 0,75
= (P1 + P2)/2
3.5.1
Kriteria Inklusi
1.
2.
3.
4.
5.
3.5.2
Kriteria Eksklusi
Pasien yang memiliki riwayat Synchronous Tumor
3.6
Cara Kerja
3.6.1
Alokasi Subjek
Pemilihan subjek ditetapkan melalui rumus besar sampel dan kriteria inklusi pada
penelitian ini.
3.6.2
Tahap Persiapan
Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi.
3.6.3
Tahap Pelaksanaan
Melakukan pengumpulan data
19
3.6.4
3.7
Identifikasi Variabel
Variabel Bebas
Kanker Kolorektal dan Terapi (Operasi + Kemoterapi)
Variabel Tergantung
Kadar Carcino-embryonic Antigen (CEA)
3.8
Definisi Operasional
Kanker kolorektal adalah suatu neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di
dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Kolon adalah usus besar
proksimal dari rektum. Rektum intra-operatif adalah batas fusi dua taenia mesenterik
dengan area amorfus rektum (true rectum); sedangkan pada pemeriksaan
sigmoidoskop kaku, rektum disepakati berjarak 15 cm dari anal verge (UKCCR)
atau 12 cm dari anal verge (USA). 2
Carcino-embryonic Antigen (CEA) merupakan suatu oncofetal antigen, secara
normal diproduksi pada masa perkembangan fetus dan berhenti sebelum janin lahir.
Antigen ini juga diproduksi oleh epitel tumor pada usus besar. CEA merupakan
suatu glycosyl Phosphatidyl Inositol (GPI) cell surface yang berperan dalam adhesi
sel.1 CEA digunakan sebagai marker serologi untuk
20
3.8.1
Kerangka Konsep
Operasi
4 minggu
CEA post
Operasi
Kemoterapi
dengan Regimen
FOLFOX
4 minggu
CEA post
Kemoterapi
21
3.8.2
Kerangka Teori
Grading Histopatologi
Tumor
Peningkatan
CEA
Well Difeferentiated
Tumor Sekresi
CEA lebih tinggi
Staging Tumor
(Keterlibatan N dan M)
Left Sided-Tumor
CEA lebih tinggi
daripada Right
Sided Tumor
Lokasi Tumor
Epitel Normal
APC
Epitel
Displasia
K-ras
Adenoma
P53
Karsinoma CEA
Released
Metastatic
cancer
3.9
Tumor dengan
obstruksi CEA
lebih tinggi
Perbedaan kadar CEA pre dan post operasi dan post kemoterapi dianalisis dengan
ANOVA. Sementara, analisis lebih lanjut untuk perbedaan CEA secara berurut (pre
CEA
<5 ng/ml
Sebelum Operasi
Sesudah operasi
dan post operasi) dan (post operasi dan post kemoterapi) dilakukan dengan chi-square
test. Suatu perbedaan dinyatakan bermakna bila p < 0,05.
Tabel 5.
T
Tabel 6.
23
Lampiran 1.
SusunanPeneliti
Peneliti
Nama lengkap
Pangkat/Gol/NIP
/III B/ 19870526200 2
Jabatan Fungsional
Fakultas
Kedokteran
Perguruan Tinggi
Nama lengkap
Pangkat/Gol/NIP
195604131987021001
Jabatan Fungsional
Fakultas
Kedokteran
Perguruan Tinggi
Bidang Keahlian
Bedah Digestif
Nama lengkap
Pangkat/Gol/NIP
196607051997011001
Jabatan Fungsional
Fakultas
Kedokteran
Perguruan Tinggi
Bidang Keahlian
Bedah Digestif
Pembimbing I
Pembimbing II
24
Lampiran 2
Rencana Anggaran Penelitian
Uraian
Jumlah
Honorarium
Rp 1.000.000,-
Fotocopi
Rp 1.000.000,-
Rp 1.000.000,-
Rp 1.000.000,-
Total
Rp 4.000.000,-
Jadwal Penelitian
Juli 2014
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
PENYUSUNAN
LAPORAN
PENGGANDAAN
LAPORAN
25
Agustus
2014
September
2014
Lampiran 3.
STATUS PASIEN
No. Rekam Medis
: _____________________
Tanggal : _____/_____/2012
Dilakukan Oleh
: dr. ____________________________________________
Identitas Pribadi
Nama
: _____________________________________________
Pekerjaan
: _____________________________________________
Alamat Rumah
: _____________________________________________
Diagnosa
Tanggal Operasi
I. Anamnesis
Penyakit yang sedang dialami (jika ada) :
Hasil histopatologi
III. Data Penyakit
Saat penderita datang- Gejala obstruktif- Gejala non obstruktif
26
::
::
- Temuan saat operasi
Besar tumor ( mm )
Bentuk tumor
Lokasi tumor
Keterlibatan KGB regional
Penentuan tindakan paska operasi oleh operator :
27