Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Klasifikasi
dan
Morfologi
(Epinephelus fuscoguttatus)

Ikan

Kerapu

Macan

Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower


atau carped cod, nama lokal (Gorontalo) Goropa. Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-6488. 1-2000, (2005) klasifikasi ikan kerapu macan sebagai
berikut :
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Classis
: Osteichtyes
Subclassis
: Actinopterigi
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidae
Familia
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus fuscoguttatus,Forskal
Nama lain ikan kerapu macan berdasarkan Food Agricultural Organization (FAO)
(2005) :
Inggris
Prancis
Spanyol

: Marbled brown grouper


: Merau marron
: Mero manchado

Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2005) bahwa ikan kerapu macan ini
memiliki

bentuk

tubuh

memanjang

dan

gepeng

(compressed),

tetapi

kadang-kadang ada juga agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir
bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan
yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar
bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi - gigi yang besar. Badan kerapu
macan ditutupi oleh sisik yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan.
Menurut Kordi (2001), bentuk tubuh ikan kerapu macan menyerupai kerapu

lumpur, tetapi tubuh kerapu macan lebih tinggi. Kulit tubuh ikan kerapu macan
dipenuhi dengan bintik-bintik gelap yang rapat. Sirip dadanya

berwarna

kemerahan, sedangkan sirip-sirip yang lain mempunyai tepi coklat kemerahan.


Pada garis rusuknya, terdapat 110 - 114 buah sisik. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)


Sumber : Balai Budidaya Air Payau Situbondo (2010)
B.

Penyebaran dan Habitat


Daerah penyebaran kerapu macan adalah Afrika Timur, Kepulauan Ryukyu

(Jepang Selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia, dan Polinesia. Weber dan


Beaufort (1931) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2005) menyatakan bahwa
perairan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi kerapu cukup banyak adalah
adalah Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu
indikatornya adalah perairan karang, Indonesia memiliki perairan karang yang
cukup luas sehingga potensial sumber daya ikannya sangat besar (Tampubolon
dan Mulyadi, 1989).
Ikan kerapu muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan
kedalaman 0,5 - 3,0 m. Habitat yang paling disenangi adalah perairan pantai di
dekat muara sungai. Setelah menginjak dewasa beruaya (berpindah) ke perairan

yang lebih dalam, yaitu di kedalaman 7 - 40 m, biasanya perpindahan ini


berlangsung pada siang dan sore hari. Habitat benih ikan kerapu macan adalah
pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracillaria sp. Setelah
dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar pasir berlumpur
(www.marintekprogressio.or.id, 1996). Parameter biologis yang cocok untuk
pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperature antara 24 - 32 0C, salinitas antara
30 - 33 ppt, oksigen terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara7,8 - 8,0 (Chua
and Teng, 1978 dalam Antoro, dkk, 1998).
C.

Kebiasaan Makan
Ikan kerapu macan dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu

pemangsa jenis ikan-ikan kecil, zooplankton, udang-udangan, invertebrata, rebon


dan hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Ikan kerapu macan termasuk jenis
karnivora dan cara makannya memangsa satu per satu makanan yang diberikan
sebelum makanan sampai ke dasar, sedangkan larva ikan kerapu pemakan larva
moluska

(trokofor),

rotifer,

microcrustacea,

copepoda

dan

zooplankton

(www. marintekprogressio.or.id, 1996).


Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang
mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga
memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas dan kebiasaan
dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relative ikan kerapu sebagai
ikan karnivor berkisar 0,26 - 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang diamati
memiliki lipatan-lip;atan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan
berfungsi sebagai penyerapan makanan.

Antoro et al. (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan


meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melaui
pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro dkk, (1998)
menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif
bergerak di dalam kolam air. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni
kanibalisme yang muncul pada larva kerapu macan akibat pasokan makanan yang
tidak mencukupi.
D.

Persyaratan Lokasi Pembenihan


Persyaratan lokasi pembenihan yang baik meliputi faktor teknis dan non

teknis. Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam
kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan
aspek teknis dalam memproduksi benih (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) beberapa aspek penting yang harus
dipenuhi adalah letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan
perolehan sumber air laut. Pantai yang tidak terlalu landai dengan kondisi dasar
laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 - 35 ppt. Sumber air laut
dapat dipompa minimal 20 jam per hari. Sumber air tawar tersedia dengan
salinitas maksimal 5 ppt. peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata
Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW).
Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis
dalam pemilihan lokasi pembenihan. Persyaratan lokasi yang termasuk dalam
faktor non teknis meliputi beberapa kemudahan seperti sarana transportasi,

komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, laboratorium,


asrama, tempat ibadah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat
menunjang kelangsungan usaha yakni adanya dukungan dari pemerintah daerah
setempat,

termasuk

dukungan

masyarakat

sekitar

(Subyakto

dan

Cahyaningsih, 2005).
E.

Pemeliharaan Benih

1.

Persiapan Bak
Minjoyo, dkk., (1998) menyatakan bahwa bak pemeliharaan benih biasanya

berbentuk segi empat atau bulat dengan kedalaman air 1 - 1,5 m. Umumnya bak
yang digunakan adalah 10 - 20 ton. Penggunaan bak yang berukuran besar
bertujuan untuk mengurangi fluktuasi suhu, khususnya pada waktu larva masih
berumur 0 - 10 hari. Terlebih dahulu, bak dibersihkan lalu dikeringkan dan dibilas
dengan kaporit.
2.

Padat Penebaran Benih


Padat penebaran benih yaitu banyaknya jumlah ikan yang ditebarkan per

satuan luas atau volume. Apabila populasi atau padat penebaran terlalu padat, ikan
sangat rentan untuk terserang penyakit. Penebaran benih yang terlalu padat bisa
menyebabkan pertumbuhan lambat dan kematian tinggi selama pemeliharaan
(Sudradjat, 2008). Selain itu, kepadatan yang tinggi akan menyebabkan kematian
yang cukup tinggi pula. Kematian terjadi dikarenakan tingkat kompetisi yang
tinggi, sehingga akhirnya memunculkan sifat kanibalisme benih ikan kerapu
(Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Padat penebaran ikan yang terlalu tinggi
juga akan menyebabkan konsumsi makanan yang lebih rendah karena akan

mengurangi keleluasaan ikan untuk bergerak ke arah makanan, sehingga


pertambahan panjang dan berat benih ikan tidak diperoleh dengan optimal
(Endrawati dkk., 2008).
Endrawati dkk., (2008) untuk mengetahui pertumbuhan juvenil ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dengan padat
penebaran yang berbeda, maka percobaan dilakukan di akuarium berukuran
40 x 40 x 60 cm, dengan media air laut 10 liter.

Larva ikan kerapu yang

digunakan berumur 4 minggu dengan panjang awal 2,33 cm dan berat 0,25 gram.
Perlakuan yang diterapkan dengan tingkat kepadatan 5, 10 dan 15 ekor per
aquarium, Pemeliharaan dilakukan selama

4 minggu. Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa rata rata pertambahan bobot dan panjang terbaik dicapai
ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan padat penebaran
5 ekor/wadah dengan berat 3,67 gram dan panjang 0.63 cm. Pertambahan bobot
dan panjang terendah pada perlakuan 15 ekor/wadah sebesar 2,16 gram dan
0,5 cm.
penelitian

Hal ini menunjukkan adanya persaingan dan kanibalisme. Dalam


Supriyatna

dkk

(2008),

pengaruh

padat

penebaran

terhadap

pertumbuhan ikan kerapu macan yang dipelihara dalam wadah terkontrol.


Pengujian dilakukan dengan perlakuan kepadatan masing-masing 50, 100, 150
ekor dalam bak beton ukuran 4 m3, dengan bobot awal 33 43 gr dan panjang
total 12 - 14 cm. Dengan padat penebaran 50 ekor/bak memperlihatkan panjang
dan bobot yang baik dari pada ikan yang di pelihara dengan kepadatan 100 ekor
maupun 150 ekor/bak.

3.

Pakan
Ikan kerapu merupakan ikan laut yang buas (karnivora) dan sifat

kanibalisme akan muncul bila kekurangan pakan. Oleh sebab itu pakan yang
diberikan harus cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemilihan jenis dan
ukuran pakan yang tepat akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan
yang digunakan dapat berupa pakan alami/pakan segar atau pakan buatan. Ikan
rucah merupakan pakan segar yang biasa digunakan untuk ikan kerapu yang
dibudidayakan dikurungan apung. Ikan rucah yang digunakan diusahakan agar
dalam keadaan segar. Pakan ikan segar harus dicacah hingga ukurannya sesuai
dengan bukaan mulut ikan. Apabila telah busuk atau rusak jangan dipakai karena
dapat mengakibatkan kematian ikan, pakan di berikan dengan sistem addlibitum
yaitu dimana memberi makan secara sedikit sedikit sampai ikan tersebut
kanyang (Sudirman dan Karim, 2008).
4.

Pengelolaan Kualitas Air


Pada hari pertama setelah menetas dilakukan penyifonan untuk membuang

cangkang dan telur yang menetas. Minjoyo dkk, (1998) menyatakan larva umur
2 - 7 hari tidak dilakukan penyifonan kerena masih dalam masa kritis sehingga
sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Penyifonan dilakukan pada
larva umur 8 - 20 hari tiap 3 hari sekali, larva umur 21 hari penyifonan dilakukan
setiap 2 hari sekali. Pergantian air mulai dilakukan pada larva umur 8 - 15 hari
sebanyak 5 - 10% tiap 3 hari sekali. Pada larva umur 15 - 25 hari sebanyak
10 - 25% dan umur 25 - 35 hari sebanyak 20 - 30% tiap hari sekali. Pada larva
umur 35- 45 hari sebanyak 40 - 60% tiap hari.

10

5.

Penyeragaman Ukuran (Grading)


Minjoyo dkk, (1998) menyatakan bahwa grading dimaksud untuk

menyeragamkan ikan pemeliharaan yang ditempatkan dalam satu wadah dan


bukan merupakan jalan pemecahan untuk mengatasi sifat kanibalmelainkan
mengurangi sifat kanibalismenya. Sifat kanibal menurunkan tingkat populasi dan
cara yang paling tepat untuk menguranginya adalah menyediakan pakan secara
optimal. Grading pada ikan dilakukan pada waktu larva berumur 35 hari diman
larva sudah menjadi benih.
F.

Hipotesa Penelitian
Hipotesa dari penelitian adalah :
H0 =

Padat tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh


terhadap

pertumbuhan

benih

ikan

kerapu

macan

(Epinephelus fuscoguttatus).
H1 =

Padat

tebar

pertumbuhan

yang

berbeda

benih

ikan

berpengaruh

terhadap

kerapu

macan

(Epinephelus fuscoguttatus).
Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Jika Fhitung< Ftabel pada taraf 0,05 maka terima H0 atau tolak H1.
Jika Fhitung > Ftabel pada taraf 0,05 maka terima H1 atau tolak H0.

11

G.

Kerangka Pikir
Penelitian dengan judul Pengaruh padat tebar ikan kerapu macan

(Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Lamu Provinsi


Gorontalo mengambil Alur Pikir seperti tampak pada Gambar 2.

- Potensi
- Harga
- Ekspor

Endrawati
dkk, 2008

Benih Kerapu Macan


(Epinephelus fuscoguttatus)

Pengaruh Padat
Tebar

Ukuran
Pakan
Sifat Kanibalisme
Kualitas Air
Benih

Supriyatna dkk, 2008

Analisis

Laju
Pertumbuhan
Mutlak

Laju
Pertumbuhan
Harian (DGR)

ANOVA

Padat Tebar yang Optimal


/ Sesuai

Gambar 2. Alur Pikir Penelitian

12

Sintasan

Anda mungkin juga menyukai