Referat Toxoplasmosis
Referat Toxoplasmosis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Defenisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai
CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai Nol)9
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain.10
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi
AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan
infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik.10
b. Patogenesis
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4+. Limfosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi
tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.2
Antibody umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan
infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat
menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan melakukan adaptasi pada
amplopnya.2
c. Patofisiologi
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalu berbagai cara yaitu secara
penularan melalui hubungan seksual, melalui jarum suntik atau alat tusuk lainnya,
melalui transfuse darah atau terkena darah positif HIV di tubuh yang luka, dan ibu
hamil dengan HIV positif maka anaknya beresiko terkena HIV.10
Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak
paparan pertama, HIV dapat dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi
sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti
panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit
tidur, batuk-batuk, dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut. Pada
vase ini terjadi penurunan CD 4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load. Viral load
akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi, kemudian turun sampai pada
suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara
perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan
hitung CD 4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan
CD 4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke
stadium AIDS.10
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang
menjadi target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4.
Untuk bisa masuk ke sel target, gp 120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4.
Reseptor CD 4 ini terdapat pada permukaan limfosit T, monosit, makrofag,
Langerhans, sel dendrit, astrosit, microglia. Selanjutnya akan diikuti fase fusi
membran HIV dengan membran sel target atas peran gp41 HIV. Dengan
terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma HIV termasuk enzim
reverse transkriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah
masuk dalam sel target, HIV melepaskan single strand RNS (ssRNA). Enzim
reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk
mensisntesis DNA. Kemudian RNA dipindahkan oleh ribonuklease dan enzim
reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi menjadi double stran DNA
yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam inti sel, menyatu dengan
kromosom
host
dengan
perantara
enzim
integrase.
Penggabungan
ini
maka
dilaporkan
hasil
tesnya
negative.
Pemeriksaan
pertama
reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan
yang kedua adalah non-reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan ke-2
metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.2
Strategi ke III menggunakan 3 kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan
pertama, kedua, dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes
pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai
equivocal dan indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat
pemaparan terhadap HIV atau beresiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil
seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan
terhadap HIV atau tidak beresiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan
sebagai non-reaktif. Pada pemeriksaan ketiga dipakai reagen yang berbeda pada
antigen dan tekniknya, serta memiliki spesifitas yang lebih tinggi.2
e. Diagnosis
Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila tanda-tanda klinis ditunjang
dengan hasil pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, dengan metode
pemeriksaan antibody 3 strategi yang dianjurkan WHO dan dengan atau tanpa
pemeriksaan ELISA.2
f. Tatalaksana
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bukti bahwa pengobatan
dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (Obat Anti Retroviral) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Manfaat ARV
dicapai melalui pulihnya system kekebalan terhadap infeksi HIV dan mengurangi
kerentanan tubuh terhadap infeksi oportunistik.2
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu :2
1. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung seperti dukungan psikososial,
tidur yang cukup, dan higenitas tubuh.
Nama
generic
Stavir
Zerit
Hiviral
3TC
Stavudin
(d4T)
Lamivudine
(3TC)
Golongan
NsRTI
NsRTI
Viramune Nevirapin
Neviral
(NVP)
NNRTI
Retrovir
Adovi
Avirzid
Videx
Zidovudin
(ZDV,AZT)
NsRTI
Didanosin
(dd)
NsRTI
Stocrin
Efavirenz
(EFV,EFZ)
NNRTI
Sediaan
Dosis/hari
Tablet,
kandungan :
zidovin 300
mg,
lamivudine
150 mg
Kapsul
30 mg, 40 mg
Tablet 150 mg
2 1 tablet
> 60 kg 2 40 mg
< 60 kg 2 30 mg
2 150 mg
< 50 kg
2mg/kg, 2/hari
Tablet 200 mg 1 200 mg selama 14
hari dilanjutkan 2
200 mg
Kapsul
100 2 300 mg, atau 2
mg
250
mg
(dosis
alternative)
Tablet
> 60 kg 2 200 mg
kunyah: 100 atau 1 400 mg
mg
< 60 kg 2 125 mg,
atau 1 250 mg
Kapsul
mg
Nelvex
Viracept
Nelfinavir
(NFV)
PI
Tablet 250 mg
2 1250 mg
h. Definisi Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah suatu penyakit zoonosis disebabkan oleh parasite
Toxoplasma Gondii, yang dikenal sejak tahun 1908. Parasit ini dijumpai secara
kosmopolitan di seluruh dunia. Prevalensi toxoplasmosis di Indonesia cukup
tinggi. Di beberapa daerah di Indonesia angka kejadian toxoplasmosis bervariasi
antara 2-51%. 1,3,4,5,6,7,8
Toxoplasmosis tidak selalu menyebabkan keadaan patologis pada
inangnya, penderita seringkali tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi sebab
tidak mengalami tanda - tanda dan gejala-gejala yang jelas, terutama pada
penderita yang mempunyai imunitas tubuh yang baik. Toxoplasmosis akan
memberikan kelainan yang jelas pada penderita yang mengalami penurunan
imunitas misalnya pada penderita penyakit keganasan, HIV-AIDS serta penderita
yang
mendapatkan
obat-obat
imunosupresan.
Infeksi
toxoplasma
dapat
10
i. Etiologi
Toxoplasma gondii adalah parsit intraseluler yang menginfeksi burung dan
mamalia. Tahap utama daur hidup parasite adalah pada kucing (pejamu defenitif).
Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur
seksual (gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan
bersama tinja.1,3,4,5,6,7,8
j. Epidemiologi
Distribusi geografis dari Toxoplasma gondii ini kosmopolit dengan infeksi
terbanyak pada berbagai jenis hewan yaitu dapat menginfeksi > 200 spesies serta
mamalia termasuk juga manusia. Pada penelitian Hutchison menyatakan bahwa
bila kucing memakan tikus yang terinfeksi oleh Toxoplasma gondii maka infeksi
tersebut dapat ditularkan kembali kepada tikus melalui feces kucing tersebut,
bahkan dapat pula ditransmisikan melalui air serta di dalam air parasit ini akan
bertahan selama setahun atau lebih.1
11
12
Dalam sel epithel usus kecil bangsa kucing dapat berlangsung siklus
asexual (schizogoni) maupun sexual (gametogoni, sporogoni) yang akan
menghasilkan oocyst (ookista). Ookista yang berbentuk oval dengan ukuran 9-11
mikron x 11-14 mikron akan keluar bersama feces. Ookista akan menghasilkan
dua sporokista yang masing masing mengandung empat sporozoite (sporosoit).
Apabila ookista tertelan oleh hospes perantara yaitu mamalia lain (termasuk
manusia) dan golongan burung (aves), maka pada berbagai jaringan dari hospes
perantara ini akan terbentuk kelompok kelompok tropozoite yang membelah
secara aktif dan disebut sebagai tachyzoite yang membelah sangat cepat.
Selanjutnya kecepatan membelah dari tachyzoite akan berkurang secara berangsur
dan akan terbentuk cyst (kista) yang mengandung bradizoite. Masa tersebut adalah
masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten.1,4,8
Pada hospes perantara tidak terdapat stadium sexual melainkan terjadi
stadium istirahat yaitu adanya kista jaringan. Apabila hospes definitive ( bangsa
kucing) memangsa hospes perantara yang terinfeksi, maka akan terbentuk lagi
siklus sexual maupun asexual di dalam ususnya. Masa prepaten ( masa sampai
13
dikeluarkannya ookista dari bangsa kucing) adalah tiga sampai lima hari,
sedangkan apabila bangsa kucing makan tikus yang mengandung tachyzoite
biasanya masa prepaten adalah lima sampai sepuluh hari, tetapi apabila bangsa
kucing langsung menelan ookista maka masa prepatennya adalah dua puluh
sampai dua puluh empat hari. Bangsa kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista
jaringan daripada terinfeksi oleh ookista. Pada berbagai jaringan tubuh bangsa
kucing yang terinfeksi juga dapat diketemukan bentuk tachizoite ( tropozoite) dan
kista jaringan sedangkan pada manusia yang terinfeksi dapat diketemukan adanya
tachizoite pada masa infeksi akut serta tachizoite ini dapat memasuki setiap jenis
sel yang berinti. Bentuk tachizoite menyerupai bulan sabit dengan satu ujungnya
meruncing dan ujung yang lainnya agak membulat dengan ukuran sekitar 4-8
mikron dan mempunyai 1 inti yang terletak kira-kira ditengah. Tachizoite ini
bersifat obligat intraseluler. Tachizoite berkembangbiak dalam sel secara
endodiogeni. Bila sel menjadi penuh dengan adanya tachizoite maka sel tersebut
akan pecah dan tachizoite akan keluar serta memasuki sel sel disekitarnya atau
terjadi fagositosis terhadap tachizoite tersebut oleh makrofag.1,4,5
Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes apabila tachizoite yang
membelah telah membentuk dinding dan kista jaringan ini dapat diketemukan
terutama di dalam jaringan otak, otot jantung dan otot bergaris hospes seumur
hidup (latent). Di otak, kista jaringan akan berbentuk oval sedangkan di sel otot
bentuk kista jaringan akan mengikuti bentuk sel otot. Adapun cara infeksi dari
parasit ini pada manusia dapat melalui berbagai cara yaitu yang pertama
toxoplasmosis congenital, transmisi parasit ini kepada janin terjadi in utero
melalui placenta bila ibunya mendapat infeksi primer pada saat kehamilan ; yang
kedua adalah toxoplasmosis aquisita, infeksi ini dapat terjadi bila makan daging
mentah atau kurang matang yang mengandung kista atau tachizoite parasit ini atau
melalui tertelannya ookista yang dikeluarkan oleh kucing penderita bersama
fecesnya ; kemungkinan yang ketiga adalah infeksi di laboratorium yaitu melalui
jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi oleh parasit ini serta
kemungkinan ke empat adalah melalui transplantasi organ dari donor penderita
toxoplasmosis latent.1,3,7
14
15
sering
muncul
pada
pasien
HIV/AIDS
adalah
ensefalitis
dan
16
17
Lesi
tersebut
terutama
berada
pada
ganglion
basal
dan
corticomedullary junction.1,5,8
Tapi pada beberapa tahun belakangan ini telah digunakan Polymerase
Chain Reaction (PCR) karena memiliki sensitivitas 100%, spesifitas 94%, tapi
dengan catatan bahwa cairan yang digunakan adalah cairan serebrospinal dan
cairan amnion,tetapi spesifitas menurun (16%) pada darah. Hasil negative pada
pasien yang mempunyai riwayat pengobatan toxoplasma.1,5,8
n. Pengobatan
Obat-obat yang digunakan sekarang hanya untuk membunuh bentuk
takizoit T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya. Sehingga ada
kemungkinan terjadi infeksi berulang.1
Pirimetamin dan sulfonamide bekerja secara sinergistik, maka dipakai
sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Pirimetamin menekan
hemopoises dan dapat menyebabkan trombositopenia dan leukopenia. Untuk
mencegah efek samping ini, dapat ditambahakan asam folinik. Pirimetamin
bersifat teratogenik, maka obat ini tidak dianjurkan unutk wanita hamil.1
Pirimetamin diberikan dengan dosis 50-75 mg sehari untuk dewasa selama
3 hari dan kemudian dikurangi menjadi 25 mg sehari (0,5-1 mg/kgBB/hari)
selama beberapa minggu pada penyakit berat. Karena Half-life-nya adalah 4-5
hari, pirimetamin dapat diberikan 2 kali/hari atau 3-4 kali sehari. Sama folinik
diberikan 2-4 mg sehari. Sulfonamide dapt menyebabkan trombositopenia dan
hematuria, diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari selama beberapa minggu
atau bulan.1
Spiramisin adalah antibbiotika yang ditemukan dengan konsentrasi tinggi
di plasenta. Spiramisin diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari selama 30-45
18
hari. Obat ini diberikan pada wnita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai
profilaksis untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin.1
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat
menyebabkan colitis pseudomembranosa ataukolitis ulserativa, maka tidak
dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita.1
Untuk pasien HIV/AIDS, regimen untuk ensefalitis toxoplasma adalah
pirimetamin (dosis awal 200mg, lanjutan 50-75 mg/hari) dan sulfadiazine (4-6
g/hari dosis terbagi 4) selama 4-6 minggu sampai tampak perbaikan radiologic.
Leucovorin (calcium folinate, 10-15 mg/hari) diberikan untuk pencegahan
toksisitas sumsum tulang berkaitan dengan pirimetamin. Pirimetamin dan
sulfadiazine melewati sawar otak. Kedua obat ini hanya aktif untuk takizoit,
sehingga pasien imunokompromais terapi awal harus diberikan selama 4-6
minggu. Mereka juga harus mendapat terapi supresif seumur hidup dengan
pirimetamin (25-50 mg/hari) dan sulfadiazine (2-4 g/hari), jika sulfadiazine tidak
dapat ditoleransi, kombinasi pirimetamin (75 mg/hari) dan klindamisin (450 mg 3
kali/hari).1
Untuk profilaksis pada pasien HIV/AIDS maka diberikan cotrimoxazole
( 480 mg 2 kali/hari). Cotrimoxazole membentuk asam tetrahidrofolat dengan cara
menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat penting untuk reaksi pemindahan satu atom C, seperti
pembentukan asam purin (adenine, guanine, dan timidin). Sehingga tidak proses
transkripsi bisa dihambat.11
19
BAB III
KESIMPULAN
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Pohan Herdiman. Toksoplasmosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
2. Djoerban Z. Djauzi S.. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI 2006
3. Veeranoot Nissapatorn. Toxoplasmosis In HIV/AIDS: A Living Legacy.
Southeast Asian J Trop Med Public Health 2009 ; 40 No. 6 : 1-21.
4. Veeranoot Nissapatorn, Lee Christopher et al. Toxoplasmosis In
HIV/AIDS: A Current Situation. Southeast Asian J Trop Med Public
Health 2004 ; 70 : 160-165.
5. Bhattacharyya S, Khurana S, and Dubey M. Diagnosis of Toxoplasmosis
in HIV/AIDS patients with Immunoblotting. International Research
Journal of Biological Sciences 2012 ; 1 No. 8 : 61-64.
6. Olivier Andreoletti, Herbert Budka, Sava Buncic. Surveillance and
monitoring of Toxoplasma in humans, food and animals Scientific Opinion
of the Panel on Biological Hazards. European Food Safety Authory
Journal 2007 ; 583 : 1-64.
7. Martin Dedicoat , Nigel Livesley. Management of toxoplasmic
encephalitis in HIV-infected adults (with an emphasis on resource-poor
settings). The Cochrane Library 2011 ; 10 : 1-20.
8. Jayawardena S. Cerebral Toxoplasmosis in Adult Patients with HIV
Infection. Hospital Physician 2008 : 17-24.
9. Djuanda A. Penyakit Kelamin AIDS (Aqcuired Immuno Deficincy
Syndrome) Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-4. Jakarta :
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : 2005
22