Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

PERITONITIS

Disusun oleh :
dr. Hanifah Tri Utami

Pendamping :
dr. Farah Heniyati

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJARNEGARA


RSUD BANJARNEGARA
2014

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta

: dr. Hanifah Tri Utami

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Banjarnegarra


Topik

: Peritonitis

Tanggal (kasus)

: 15 Januari 2014

Pendamping

: dr. Farah Heniyati

Obyektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Diagnostik

Manajemen

Masalah

T Istimewa

Remaja

Dewasa

Neonatus

Bayi

Anak

Tinjauan Pustaka
Lansia

Bumil

Deskripsi:
Perempuan 30 tahun, nyeri seluruh lapang perut.
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen General Peritonitis e.c
Perforasi Gaster.
Bahan bahasan

Tinjauan Pustaka

Cara membahas

Diskusi

Riset

Presentasi dan Diskusi

Kasus
Email

Audit
Pos

DATA PASIEN
Nama

: Nn. E

Usia

: 30 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Karangjambe 3/2 Wanadadi

Pekerjaan

: Karyawan swasta

No. RM

: 603919

Tanggal Masuk

: 30 Desember 2013

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


Keluhan Utama

: Nyeri seluruh lapang perut

Keluhan Tambahan

: demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan dari Puskesmas Wanadadi 1 dengan Gastritis Kronis.
Pasien mengeluh sakit perut terutama di bagian ulu hati dan seluruh lapang
perut sejak 2 hari SMRS. Mual , muntah, serta BAB berwarna hitam
disangkal. BAB terakhir 6 jam SMRS, dan dapat buang angin. Makan dan
minum baik. Riwayat sering minum obat warung jika nyeri perut sejak 1
tahun yang lalu. Riwayat sering minum jamu disangkal.
Riwayat pengobatan:
Belum melakukan pengobatan
2. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Riwayat keluhan serupa (-)
3. Riwayat keluarga:
Riwayat keluhan serupa (-)
4. Riwayat pekerjaan:
Karyawan swasta
5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:
Lingkungan sosial baik, Status ekonomi cukup dan lingkungan rumah baik.
6. Riwayat Imunisasi:
Lupa
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Peritonitis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang.
2. Pilihan terapi Peritonitis : konservatif.
3. Prognosis Peritonitis .
4. Edukasi mengenai penanganan Peritonitis
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Keluhan Utama

: Nyeri seluruh lapang perut


3

Keluhan Tambahan

: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan dari Puskesmas Wanadadi 1 dengan Gastritis Kronis. Pasien
mengeluh sakit perut terutama di bagian ulu hati dan seluruh lapang perut
sejak 2 hari SMRS. Mual , muntah, serta BAB berwarna hitam disangkal.
BAB terakhir 6 jam SMRS, dan dapat buang angin. Makan dan minum baik.
Riwayat sering minum obat warung jika nyeri perut sejak 1 tahun yang
lalu. Riwayat sering minum jamu disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, ginjal, DM disangkal
Anamnesis Sistem:

Demam (+)

Sistem Cerebrospinal

: kejang (-)

Sistem Cardiovaskular

: keringat dingin (+), nyeri dada (-)

Sistem Respirasi

: sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

Sistem Gastrointestinal : BAB (+), mual (-), muntah (-)

Sistem Genitourinari

Sistem Muskuloskeletal : deformitas (-)

Sistem Integumen

: BAK (+), nyeri supra pubik (-)


: UKK (-)

2. Obyektif
Keadaan Umum : E4M6V5, tampak lemah
Tanda Vital
Tekanan Darah

: 80 / 50 mmHg

Nadi

: 84 kali/menit, cukup

Pernapasan

: 24 kali/menit

Suhu

: 38,3C
4

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm


/ 3 mm , nistagmus kanan dan kiri (+/+)

Hidung

: perdarahan (-) hidung, deformitas (-), nyeri tekan (-),

Maxilofacial : nyeri tekan (+), krepitasi (-)


Leher

: JVP (-)

Thorax

: Cor

: S1-2 murni, reguler

Pulmo : simetris kanan = kiri, retraksi (-), sonor +/+,


vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen

: Inspeksi

: distended, jaringan parut post operasi kista


ovarii (+)

Auskultasi

:bising usus ()

Perkusi

: hipertimpani (+) seluruh lapang abdomen

Palpasi

: nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen,


defans muskular (+)

Ekstremitas

: Akral hangat, nadi kuat, perfusi jaringan cukup, CRT>2


detik, edema tungkai (-),

Anogenital

: RT tidak dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (30 Desember 2013)

Darah Rutin : Hb : 11.6 g/dl Ht : 34,1 AL : 3,6.109/L AT : 321.000 Ureum


46,8 mg/dl Kreatinin 1,3 mg/dl SGOT 14 U/L SGPT 6 U/L

Foto Abdomen 3 Posisi :


Preperitoneal fat tampak mengabur, fecal material prominent
Renal outline samar, psoas line samar

Gaster terisi udara tak melebar, sistema usus halus tak melebar
Tak tampak gambaran coil spring, herring bone (-), colon terisi udara tak
melebar
Tak tampak udara bebas, semilunar shadow (-), air fluid level (-)
Rectum terisi udara, rigler sign (-), tampak ground glass appearance
Tak tampak lesi opak di paravertebrae, vertebrae tampak osteofit (-)
Kesan : Pengaburan abdomen, susp peritonitis DD: ascites
Tak tampak ileus maupun perforasi

Assessment (penalaran klinis)


Vertigo adalah ilusi gerakan pada diri pasien atau lingkungan sekelilingnya.
Sensasi vertigo dapat dirasakan sebagai berputar, miring, berayun, atau oleng.
Vertigo akut sering disertai gejala otonom ( mual, muntah, keringat dingin,
muka pucat), ketidak seimbangan badan dan nistagmus ( sehingga penglihatan
kabur). Adanya vertigo menunjukkan adanya gangguan lintasan system saraf
perifer atau serebral dari system vestibuler,
3. Plan:
Diagnosis : General Peritonitis e.c Perforasi Gaster
Pengobatan :
Loading RL 1 lt , Pasang DC, Pasang NGT, Puasa
Inj Ceftriaxone 1 g/24 jam
Inf Metronidazole 3 x 500 mg
Inj Ranitidin 2 x 1 amp

Inj Ketorolac 3 x 30 mg

Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab,
kondisi pasien, dan pengobatan yang akan diberikan. Perlu juga di jelaskan
mengenai komplikasi yang mungkin akan terjadi.
Konsultasi :
Konsultasi ditujukan kepada dr. SpB untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut, hal ini guna memperbaiki kondisi pasien.
Rujukan :
Rujukan di tujukan kepada dokter spesialis bedah.
Kontrol :
Kegiatan
Mengobservasi tanda vital,

Periode
Hasil yang diharapkan
Hari pertama masuk Tanda vital membaik, tanda klinis

tanda klinis pasien,


Pasien dirujuk

RS

membaik

Banjarnegara, 15 Januari 2014


Mengetahui,

dr. Farah Heniyati

TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS

ANATOMI

Peritoneum adalah sebuah membran serosa transparan yang berkilau dan


melapisi rongga abdominopelvikal serta meliputi visera organ. Peritoneum terbagi
menjadi dua lapisan, yaitu peritoneum parietalis yang melapisi bagian dalam dinding
abdominopelvikal dan peritoneum viseralis yang meliputi visera seperti pada
lambung dan usus. Kedua lapisan peritoneum terdiri atas mesotelium, yang
merupakan lapisan sel-sel epitel skuamosa sederhana.
Peritoneum parietalis mendapatkan vaskularisasi dan persarafan yang sama
dengan regio dinding yang dilapisinya. Peritoneum viseralis dan organ yang
dilapisinya mendapatkan vaskularisasi dan persarafan yang sama.
Peritoneum dan visera berada dalam rongga abdomen, yang berlanjut sampai
rongga pelvis. Di antara lapisan parietal dan viseral peritoneum terdapat sebuah
rongga potensial yang disebut rongga peritoneum. Tidak ada organ yang terdapat
dalam rongga peritoneum. Rongga ini biasanya hanya berisi lapisan tipis cairan
serosa steril yang berfungsi sebagai pelumas dan pelembab permukaan peritoneum,
selain itu cairan ini juga mengandung leukosit dan antibodi yang dapat melawan
infeksi. Cairan peritoneum diabsorpsi oleh pembuluh limfe yang berada di permukaan
inferior dari difragma. Rongga peritoneum tertutup sempurna pada laki-laki,
sedangkan pada wanita terdapat saluran yang menghubungkan rongga peritoneum
dengan bagian luar tubuh melalui tuba uteri, rongga uterus dan vagina. Saluran ini
merupakan saluran yang potensial untuk terjadinya infeksi dari luar tubuh.
Peritoneum melipat dan meliputi visera abdomen dengan sempurna. Namanama khusus telah diberikan pada lipatan-lipatan ini. Mesenterium merupakan lipatan
peritoneum yang lebar, menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileum dari
dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa.
Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang mensuplai usus. Omentum
mayus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurvatura mayor
lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen seperti celemek. Omentum
biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi

rongga peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum


yang terbentang dari kurvatura minor lambung dan bagian atas duodenum, menuju ke
hati, membentuk ligamentum hepatogastrikum dan ligamentum hepatoduodenale.

INFEKSI INTRAABDOMINAL
Infeksi intraabdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
peritoneum. Infeksi ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting,
di mana pada era antibiotika tingkat mortalitasnya mencapai 10-20 %
Infeksi intraabdominal pada umumnya terjadi karena terganggunya sawar
anatomis normal. Penyebabnya bervariasi sesuai geografinya. Gangguan ini dapat
terjadi ketika apendiks, divertikulum, atau abses ruptur; ketika dinding abdomen
menjadi lemah karena iskemia, tumor atau inflamasi; atau adanya proses inflamasi
pada organ yang berdekatan, seperti pankreatitis atau pelvic inflamatory disease, yang
dapat menyebabkan bocornya enzim atau organisme ke dalam rongga peritoneum.
Kepekaan peritoneum terhadap cairan tubuh berbeda-beda mulai dari yang paling
merangsang sampai yang kurang merangasang berturut-turut adalah: cairan gaster,
cairan duodenum, cairan empedu, feses, urine dan darah.
Apapun pemicunya, begitu inflamasi terjadi dan organisme dari saluran
pencernaan memasuki rongga peritoneum yang steril, peristiwa-peritiwa yang dapat
diprediksi akan terjadi. Di Indonesia sendiri penyebab tersering adalah perforasi
apendisitis, perforasi typhus abdominalis dan trauma organ hollow viscus.
Infeksi intraabdominal jika terjadi secara difus akan menyebabkan peritonitis,
sedangkan jika terjadi secara fokal akan menyebabkan abses intraperitoneal atau
abses intraabdominal.

PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan peritoneum.
Peritonitis dapat terjadi secara primer, sekunder atau tersier. Peritonitis primer
terjadi melalui penyebaran hematogen atau limfatik (tanpa sumber kontaminasi yang
jelas. Peritonitis sekunder terjadi akibat proses biologis yang lain, seperti: perforasi
bilio-enterik, kebocoran anastomosis atau pankreatitis terinfeksi. Peritonitis tersier
terjadi karena terdapat infeksi intraabdominal persisten yang berespon terhadap
operasi atau infeksi nosokomial.
Berdasarkan lama terjadinya, peritonitis dibagi menjadi peritonitis akut dan
peritonitis kronis.

PATOFISIOLOGI PERITONITIS
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura apendiks,
sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
Masuknya mikroorganisme ke dalam rongga peritoneum yang steril memicu
beberapa mekanisme antimikrobial host yang terspesialisasi dan poten yang meliputi
klirens, fagositosis dan sekuestrasi. Klirens bakterial, yang juga disebut absorpsi
translimfatik, terjadi melalui struktur khusus yang hanya ditemukan di mesotelium
peritoneum di bagian bawah diafragma yang berfungsi sebagai saluran untuk cairan
dan partikel-partikel padat. Stomata (10-16 mm) di antara sel-sel mesotelial mengarah
ke struktur limfatik (lakuna), yang selanjutnya mengalir ke pembuluh limfe
mediastinal yang lebih besar. Pembuluh ini kemudian mengalirkannya ke duktus
torasikus dan akhirnya ke dalam sirkulasi vena. Partikel-partikel, termasuk bakteri,
secara cepat dibersihkan dari rongga peritoneum ke dalam sirkulasi sistemik.

10

Inokulasi bakteri ke dalam peritoneum dapat menyebabkan bakteremia dalam


hitungan menit. Mikroba-mikroba yang tidak dapat dibersihkan secara cepat dimakan
oleh sel-sel fagosit residen yang sudah ada maupun yang direkrut. Pada tahap awal
infeksi, makrofag residen berfungsi sebagai mekanisme pertahanan lini pertama
peritoneum bersamaan dengan mekanisme klirens untuk mengurangi jumlah bakteri.
Setelah beberapa jam pertama, terjadi influks PMN ke dalam rongga peritoneal. Selsel ini memiliki fungsi untuk memakan mikroba-mikroba yang berhasil lolos dari
mekanisme pertahanan yang lainnya. Terdapat batasan kuantitatif terhadap kapasitas
dari masing-masing mekanisme ini dalam menghadapi kontaminasi, walaupun
demikian batasannya pada manusia belum dapat ditentukan. Mikroba-mikroba yang
berhasil lolos dari proses klirens dan fagositosis akhirnya harus berhadapan dengan
mekanisme pertahanan (sekuestrasi) akhir primitif yang berfungsi untuk melindungi
host dari bakteri yang masuk. Eksudat fibrinosa keluar dan terbentuk perlekatanperlekatan fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi
dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus. Walaupun mekanisme pertahanan ini berfungsi dengan baik dalam rongga
peritoneum yang terkungkung, reaksi sistemik yang merugikan dapat terjadi yang
berhubungan dengan proses-proses ini, bakteremia dapat terjadi dan pada akhirnya
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi sistemik dan pada akhirnya dapat
menyebabkan multi-organ system failure.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen
usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlengkatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat menggangu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

11

PERITONITIS AKUT
Etiologi
1. Bakterial
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi (secara inokulasi
kecil-kecil) bekteria; kontaminasi yang terus menerus, bakteri virulen, resistensi
yang menurun, dan adanya asites, benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
a. Peritonitis bakterial primer, merupakan akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen atau limfogen pada ruang peritoneum. Organisme yang umum
adalah streptokokus dan pneumokokus. Keadaan ini umumnya terjadi pada
penderita asites.
b. Peritonitis bakterial sekunder, mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
saluran pencernaan atau saluran kemih, dan peritonitis jenis ini lebih sering
terjadi dibandingkan jenis primer.
2. Kimiawi
a. Cairan lambung dan pankreas. Cairan-cairan ini dapat mengiritasi peritoneum
dengan hebat dan dapat menyebabkan syok dalam waktu singkat. Iritasi
kimiawi ini dapat ditunggangi peritonitios bakterial sekunder.
b. Empedu. Ketika bakteri dan

cairan pankreas tidak ada, empedu dapat

menimbulkan reaksi peritonitis kecil. Bila bakteri dan cairan pankreas ada
akan menambah hebta peritonitis yang terjadi.
c. Darah. Merupakan iritan yang ringan bagi rongga peritoneum. Bila terdapat
bakteri atau benda asing lainnya, dapat menyebabkan peradangan.
d. Urin. Urin sendiri sebenarnya tak terlalu mengiritasi, tetapi bila tercemar
dengan bakteri dapat menyebabkan peritonitis hebat.

12

Diagnosa
Gambaran klinisnya tergantung pada penyebabnya, perluasan peradangan, dan
waktu mulai timbulnya. Peritonitis dapat lokal, menyebar atau umum. Keadaankeadaan di bawah ini berlaku bagi peritonitis kimiawi atau peritonitis bakterial
sekunder.
1. Gejala
a. Nyeri abdomen akut merupakan gejala yang khas. Nyeri ini dapat terjadi tibatiba, hebat, dan pada penderita perforasi (mis. perforasi ulkus), nyerinya
menjadi menyebar ke seluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (mis.
apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan
kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi, dan bila pertahanan
tubuh cukup baik, peritonitis tidak berlanjut menjadi peritonitis umum.
b. Nausea, vomitus perut kembung, tidak bisa b.a.b., flatus biasa terjadi.
c. Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi
2. Tanda
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum ( kesadaran menurun, tekanan darah arteri rata-rata (MAP)
menurun, takipneu, takikardi, produksi urin berkurang).
b. Pada peritonitis lanjut biasanya didapatkan demam, tetapi pada penderita yang
sudah agak lanjut usia demam ini dapat ringan atau tidak ada sama sekali.
c. Distensi abdomen menjadi semakin nyata
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang dapat lokal, difus atau umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitisnya.
e. Secara klasik, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum, walaupun
pada peritonitis lokal bising usus ini masih dapat terdengar pada daerahdaerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Colok Dubur: Sphincter lemah, nyeri tekan.

13

g. Thoraks: dapat ditemukan tanda-tanda pneumoni, empiema.


3. Tes laboratorik
Mungkin

anemi,

leukosistosis/leukopeni,

hematokrit

yang

meningkat

(hemokonsentrasi) dan metabolok asidosis. Pada peritonitis yang tidak diterapi,


dapat terjadi kegagalan-kegagalan: pernapasan, hepatik dan renal. Karenanya
diperlukan juga pemeriksaan ureum, kreatinin, gula darah, natrium, kalium dan
AGD. Kultur : cairan peritoneum/ pus (abses/peritonitis tersier).
4. Diagnostik pencitraan
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan dalam kasus peritonitis adalah foto 3 posisi
(terdapat free air, dilatasi, preperitoneal fat tidak terlihat), CT-Scan, USG (koleksi
cairan untuk abses).
5. Tes khusus
Parasentesis atau lavase peritoneal dapat berguna pada kasus-kasus yang
meragukan.
Diagnosa banding
Pankreatitis udematus akut, salpingitis dan gastroenteritis merupakan penyakit
yang dapat menyerupai peritonitis, yang tidak memerlukan pembedahan segera.
Diagnosa banding peritonitis, harus dipikirkan pada keadaan akut abdomen.
Komplikasi
Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi dan sepsis pada penderita
peritonitis bakterial, dapat menyebabkan kematian. Kegagalan organ-organ tubuh
(pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian beberapa hari sebelumnya.
Penyulit yang lain adalah abses abdominal dan perlengketan yang dapat
menyebabkan obstruksi usus di kemudian hari.

14

Terapi

Peritonitis primer diobati dengan antibiotika secara empirik bila diagnosa sudah
ditegakkan. Obat tunggal: Cefotixin (8-16 g/hari), Cefotetan (4 g/hari),
Ceftizoxime (4-6 g/hari), Ampicillin/sulbactam (12-18 g/hari), Ticarcillin
/clavulanate (12.4-18.6 g/hari). Kombinasi dua obat: Gentamicin (5 mg/kgBB) +
Clindamycin (2.4-3.6 g/hari) atau Metronidazole (2 g/hari). Kombinasi tiga obat:
Gentamicin + Clindamycin + Metronidazole.

Terapi peritonitis sekunder bergantung pada penyakit dasarnya, dan kebanyakan


memerlukan tindakan pembedahan.
o Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
o Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar.
o Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati juga
(misalnya insufisiensi pernapasan atau renal).
o Pembedahan dengan prinsip koreksi penyakit dasarnya dan cairan
peritoneumnya diaspirasi dan rongganya dibilas dengan salin. Pembilasan
dengan menggunakan antibiotika atau antiseptik masih diperdebatkan hingga
saat ini. (Bila peritonitisnya lokal lebih baik tidak dilakukan pembedahan
karena dapat menyebarkan infeksi ke tempat lain). Drainase pada peritonitis
umum tidak dianjurkan, karena pipa pengalirannya dengan segera menjadi
terisolasi/terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi
pertahanan peritoneum dan dapat menggangu organ-organ dalam. Pipa
pengalir ini berguna pada keadaan abses lokal atau pada keadaan dimana
terdapat kontaminasi yang terus menerus.
o Perawatan paska bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya
gawat. Antibiotika harus diberikan dan kalau perlu diganti. Pembentukan
abses harus diwaspadai. Posisi setengah duduk (semi-Fowler) dapat
mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvis, tetapi kegunaan posisi
ini tak sebesar yang dibayangkan.

15

Prognosa
Tergantung pada lamanya peritonitis (<24 jam: >90 %; 24- 48 jam: 60%; >48
jam: 20 %) usia, penyakit yang berhubungan (komplikasi), sebab peritonitis, serta
daya guna dan kesigapan tindakan bedahnya.

16

Anda mungkin juga menyukai