PERITONITIS
Disusun oleh :
dr. Hanifah Tri Utami
Pendamping :
dr. Farah Heniyati
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta
: Peritonitis
Tanggal (kasus)
: 15 Januari 2014
Pendamping
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
T Istimewa
Remaja
Dewasa
Neonatus
Bayi
Anak
Tinjauan Pustaka
Lansia
Bumil
Deskripsi:
Perempuan 30 tahun, nyeri seluruh lapang perut.
Tujuan:
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen General Peritonitis e.c
Perforasi Gaster.
Bahan bahasan
Tinjauan Pustaka
Cara membahas
Diskusi
Riset
Kasus
Email
Audit
Pos
DATA PASIEN
Nama
: Nn. E
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
: Karyawan swasta
No. RM
: 603919
Tanggal Masuk
: 30 Desember 2013
Keluhan Tambahan
: demam
Keluhan Tambahan
: Demam
Demam (+)
Sistem Cerebrospinal
: kejang (-)
Sistem Cardiovaskular
Sistem Respirasi
Sistem Genitourinari
Sistem Integumen
2. Obyektif
Keadaan Umum : E4M6V5, tampak lemah
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 80 / 50 mmHg
Nadi
: 84 kali/menit, cukup
Pernapasan
: 24 kali/menit
Suhu
: 38,3C
4
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Hidung
: JVP (-)
Thorax
: Cor
: Inspeksi
Auskultasi
:bising usus ()
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Anogenital
: RT tidak dilakukan.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (30 Desember 2013)
Gaster terisi udara tak melebar, sistema usus halus tak melebar
Tak tampak gambaran coil spring, herring bone (-), colon terisi udara tak
melebar
Tak tampak udara bebas, semilunar shadow (-), air fluid level (-)
Rectum terisi udara, rigler sign (-), tampak ground glass appearance
Tak tampak lesi opak di paravertebrae, vertebrae tampak osteofit (-)
Kesan : Pengaburan abdomen, susp peritonitis DD: ascites
Tak tampak ileus maupun perforasi
Inj Ketorolac 3 x 30 mg
Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab,
kondisi pasien, dan pengobatan yang akan diberikan. Perlu juga di jelaskan
mengenai komplikasi yang mungkin akan terjadi.
Konsultasi :
Konsultasi ditujukan kepada dr. SpB untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut, hal ini guna memperbaiki kondisi pasien.
Rujukan :
Rujukan di tujukan kepada dokter spesialis bedah.
Kontrol :
Kegiatan
Mengobservasi tanda vital,
Periode
Hasil yang diharapkan
Hari pertama masuk Tanda vital membaik, tanda klinis
RS
membaik
TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS
ANATOMI
INFEKSI INTRAABDOMINAL
Infeksi intraabdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
peritoneum. Infeksi ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting,
di mana pada era antibiotika tingkat mortalitasnya mencapai 10-20 %
Infeksi intraabdominal pada umumnya terjadi karena terganggunya sawar
anatomis normal. Penyebabnya bervariasi sesuai geografinya. Gangguan ini dapat
terjadi ketika apendiks, divertikulum, atau abses ruptur; ketika dinding abdomen
menjadi lemah karena iskemia, tumor atau inflamasi; atau adanya proses inflamasi
pada organ yang berdekatan, seperti pankreatitis atau pelvic inflamatory disease, yang
dapat menyebabkan bocornya enzim atau organisme ke dalam rongga peritoneum.
Kepekaan peritoneum terhadap cairan tubuh berbeda-beda mulai dari yang paling
merangsang sampai yang kurang merangasang berturut-turut adalah: cairan gaster,
cairan duodenum, cairan empedu, feses, urine dan darah.
Apapun pemicunya, begitu inflamasi terjadi dan organisme dari saluran
pencernaan memasuki rongga peritoneum yang steril, peristiwa-peritiwa yang dapat
diprediksi akan terjadi. Di Indonesia sendiri penyebab tersering adalah perforasi
apendisitis, perforasi typhus abdominalis dan trauma organ hollow viscus.
Infeksi intraabdominal jika terjadi secara difus akan menyebabkan peritonitis,
sedangkan jika terjadi secara fokal akan menyebabkan abses intraperitoneal atau
abses intraabdominal.
PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan peritoneum.
Peritonitis dapat terjadi secara primer, sekunder atau tersier. Peritonitis primer
terjadi melalui penyebaran hematogen atau limfatik (tanpa sumber kontaminasi yang
jelas. Peritonitis sekunder terjadi akibat proses biologis yang lain, seperti: perforasi
bilio-enterik, kebocoran anastomosis atau pankreatitis terinfeksi. Peritonitis tersier
terjadi karena terdapat infeksi intraabdominal persisten yang berespon terhadap
operasi atau infeksi nosokomial.
Berdasarkan lama terjadinya, peritonitis dibagi menjadi peritonitis akut dan
peritonitis kronis.
PATOFISIOLOGI PERITONITIS
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura apendiks,
sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
Masuknya mikroorganisme ke dalam rongga peritoneum yang steril memicu
beberapa mekanisme antimikrobial host yang terspesialisasi dan poten yang meliputi
klirens, fagositosis dan sekuestrasi. Klirens bakterial, yang juga disebut absorpsi
translimfatik, terjadi melalui struktur khusus yang hanya ditemukan di mesotelium
peritoneum di bagian bawah diafragma yang berfungsi sebagai saluran untuk cairan
dan partikel-partikel padat. Stomata (10-16 mm) di antara sel-sel mesotelial mengarah
ke struktur limfatik (lakuna), yang selanjutnya mengalir ke pembuluh limfe
mediastinal yang lebih besar. Pembuluh ini kemudian mengalirkannya ke duktus
torasikus dan akhirnya ke dalam sirkulasi vena. Partikel-partikel, termasuk bakteri,
secara cepat dibersihkan dari rongga peritoneum ke dalam sirkulasi sistemik.
10
11
PERITONITIS AKUT
Etiologi
1. Bakterial
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi (secara inokulasi
kecil-kecil) bekteria; kontaminasi yang terus menerus, bakteri virulen, resistensi
yang menurun, dan adanya asites, benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
a. Peritonitis bakterial primer, merupakan akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen atau limfogen pada ruang peritoneum. Organisme yang umum
adalah streptokokus dan pneumokokus. Keadaan ini umumnya terjadi pada
penderita asites.
b. Peritonitis bakterial sekunder, mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
saluran pencernaan atau saluran kemih, dan peritonitis jenis ini lebih sering
terjadi dibandingkan jenis primer.
2. Kimiawi
a. Cairan lambung dan pankreas. Cairan-cairan ini dapat mengiritasi peritoneum
dengan hebat dan dapat menyebabkan syok dalam waktu singkat. Iritasi
kimiawi ini dapat ditunggangi peritonitios bakterial sekunder.
b. Empedu. Ketika bakteri dan
menimbulkan reaksi peritonitis kecil. Bila bakteri dan cairan pankreas ada
akan menambah hebta peritonitis yang terjadi.
c. Darah. Merupakan iritan yang ringan bagi rongga peritoneum. Bila terdapat
bakteri atau benda asing lainnya, dapat menyebabkan peradangan.
d. Urin. Urin sendiri sebenarnya tak terlalu mengiritasi, tetapi bila tercemar
dengan bakteri dapat menyebabkan peritonitis hebat.
12
Diagnosa
Gambaran klinisnya tergantung pada penyebabnya, perluasan peradangan, dan
waktu mulai timbulnya. Peritonitis dapat lokal, menyebar atau umum. Keadaankeadaan di bawah ini berlaku bagi peritonitis kimiawi atau peritonitis bakterial
sekunder.
1. Gejala
a. Nyeri abdomen akut merupakan gejala yang khas. Nyeri ini dapat terjadi tibatiba, hebat, dan pada penderita perforasi (mis. perforasi ulkus), nyerinya
menjadi menyebar ke seluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (mis.
apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan
kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi, dan bila pertahanan
tubuh cukup baik, peritonitis tidak berlanjut menjadi peritonitis umum.
b. Nausea, vomitus perut kembung, tidak bisa b.a.b., flatus biasa terjadi.
c. Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi
2. Tanda
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum ( kesadaran menurun, tekanan darah arteri rata-rata (MAP)
menurun, takipneu, takikardi, produksi urin berkurang).
b. Pada peritonitis lanjut biasanya didapatkan demam, tetapi pada penderita yang
sudah agak lanjut usia demam ini dapat ringan atau tidak ada sama sekali.
c. Distensi abdomen menjadi semakin nyata
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang dapat lokal, difus atau umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitisnya.
e. Secara klasik, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum, walaupun
pada peritonitis lokal bising usus ini masih dapat terdengar pada daerahdaerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Colok Dubur: Sphincter lemah, nyeri tekan.
13
anemi,
leukosistosis/leukopeni,
hematokrit
yang
meningkat
14
Terapi
Peritonitis primer diobati dengan antibiotika secara empirik bila diagnosa sudah
ditegakkan. Obat tunggal: Cefotixin (8-16 g/hari), Cefotetan (4 g/hari),
Ceftizoxime (4-6 g/hari), Ampicillin/sulbactam (12-18 g/hari), Ticarcillin
/clavulanate (12.4-18.6 g/hari). Kombinasi dua obat: Gentamicin (5 mg/kgBB) +
Clindamycin (2.4-3.6 g/hari) atau Metronidazole (2 g/hari). Kombinasi tiga obat:
Gentamicin + Clindamycin + Metronidazole.
15
Prognosa
Tergantung pada lamanya peritonitis (<24 jam: >90 %; 24- 48 jam: 60%; >48
jam: 20 %) usia, penyakit yang berhubungan (komplikasi), sebab peritonitis, serta
daya guna dan kesigapan tindakan bedahnya.
16