Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Hernia berasal dari bahasa latin rupture atau bahasa Yunani bud. Hernia
didefinisikan sebagai penonjolan organ melalui suatu lubang pada dinding rongga
tempat organ tersebut berada

(2)

. Menurut kepustakaan lain hernia memiliki arti

protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan (1).
Hernia yang timbul dalam regio inguinalis biasa disebut dengan hernia
inguinalis. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
appendisitis. Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring
bertambahnya pengetahuan struktur anatomi pada region inguinal (3).
Secara klinis, bagian terpenting dari definisi tersebut adalah kata penonjolan,
karena tanpa adanya penonjolan organ, diagnosis dari hernia tidak mungkin dibuat.
Secara anatomis, gambaran penting dari suatu hernia adalah cincin hernia dan
kantung hernia. Cincin hernia adalah suatu lubang pada lapisan terdalam dari
dinding abdomen sedangkan kantung hernia adalah bagian terluar dai peritoneum.
Keduanya dihubungkan oleh bagian leher dari kantung hernia. Ukuran dari suatu
hernia ditentukan dari besar bagian leher serta volume dari kantung hernianya.
Hernia dalam perkembangannya selalu menunjukkan pembesaran yang
progresif, bukan regresi spontan. Seiring berjalannya waktu, hernia akan membesar,
diikuti dengan meningkatnya komplikasi yang berbahaya pula. Hernia dapat menjadi
responibel, irreponibel, obstruksi, strangulasi ataupun inflamasi

(3)

BAB II
REGIO INGUINALIS
2.1

Anatomi

Gambar 2.1 Otot Abdomen


Di bawah kulit dan jaringan lunak pada daerah inguinal terdapat strukturstruktur yang penting karena sangat berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan Hernia Inguinalis antara lain:
1. Muskulus Obliqus Abdominis Eksternus (MOE)
Merupakan otot ilio-inguinal yang paling superfiscial, yang di mulai dari
costa ke-8 bagian lateral berjalan ke arah mediocaudal, Fascia
superficialis dan Fascia profundus dari otot ini menjadi satu setelah
mencapai dinding depan abdomen dan membentuk suatu Aponeurosis
MOE, dibagian medial dekat tuberkulum pubicum, Aponeurosis ini
pecah menjadi 2 bagian, yaitu: crus superior dan crus inferior.
2. Muskulus Obliqus Abdominis Internus (MOI)
Lapisan otot dibawah MOE, arah sedikit oblique, berjalan dari
pertengahan lateral ligament inguinalis (origo) menuju ke cranio medial
sampai pada tepi lateral Muskulus Rectus Abdominis.
3. Muskulus Transversus Abdominis

Merupakan otot yang paling dalam dengan arah transversal. Di bagian


bawah bersama-sama dengan MOI membentuk suatu tendon yang
disebut Conjoin Tendon menuju tuberkulum pubikum.
4. Ligamentum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis MOE. Terletak mulai
dari SIAS sampai ke tuberkulum pubicum ossis pubis.
5. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari
serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah SIAS.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk tepi
medial kanalis femoralis.
6. Konjoin Tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada ramus superior tulang pubis. Fungsinya untuk
menguatkan dinding posterior 1/2 medial kanalis inguinalis.
7. Fasia Transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis
(bagian dalam).
8. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segitiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Daerah ini
merupakan suatu area yang sangat lemah (lokus minoris) terutama
pada laki-laki berusia lanjut, dan sering merupakan lokus minoris untuk
terjadinya hernia inguinalis direk. Trigonum inguinale dari Hasselbach
ini dibatasi oleh:
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial: bagian lateral muskulus rectus abdominis
c. Inferior: ligamentum inguinale

Gambar 2.2 Trigonum Hasselbach


9. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan oblik (miring) yang
dibentuk

oleh

aponeurosis

MOE,

ligament

inguinal,

fascia

transversalis, dan conjoin tendon. Pada pria, kanalis inguinalis


merupakan tempat berjalannya Funikulus spermatikus, sedangkan
pada wanita saluran ini dilewati oleh ligamentum rotondum uteri, dari
uterus ke labium majus. Kanalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm
dan terletak di atas ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
a. Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis
eksternus dan 1/3 lateralnya muskulus obliqus internus.
b. Posterior:
pada bagian lateral dibentuk oleh aponeurosis
muskulus transversus abdominis yang bersatu dengan fascia
transversalis dan pada bagian medial dibentuk oleh fascia
transversalis dan konjoin tendon.
c. Superior:dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus
abdominis internus dan muskulus transversus abdominis dan
konjoin tendon.
d. Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare
Isi kanalis inguinalis pria:
a. Vas deferens
b. 3 arteri yaitu:
Arteri spermatika interna

Arteri diferential
Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus yaitu:
Cabang genital dari nervus genitofemoral
Nervus ilioinginalis
Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. Lapisan fascia:
Fascia spermatika eksterna, lanjutan

dari

fascia

innominate.
Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot
muskulus obliqus abdominis internus
Fascia spermatika interna, perluasan

dari

fascia

transversalis.
10. Annulus Internus
Merupakan lubang tempat keluarnya funikulus spermatikus dari dalam
abdomen menuju kanalis inguinalis. Annulus ini terletak kurang lebih di
tengah-tengah antara SIAS dan tuberkulum pubikum (1-1,5 cm diatas
ligamentum inguinal).
11. Annulus Eksternus
Merupakan suatu lubang yang berbentuk segitiga yang dibentuk oleh
crus superior dan crus inferior aponeurosis MOE. Ukuran luasnya
kurang lebih 2,5 x 1,25 cm. Annulus ini merupakan tempat keluarnya
funikulus spermatikus (pada wanita berupa round ligament), dan
nervus ileoinguinalis.

2.2

Vaskularisasi dan Innervasi


Vaskularisasi

di

regio

inguinal

dari

A.Iliaca

externa

melalui

A.Epigastrika inferior dan cabang-cabangnya. Sedangkan bentuk aliran vena


untuk daerah profunda bisa ke V.Pudendus maupun ke V.Hipogastrika, untuk
daerah superficial bergabung dengan vena-vena superficial dinding perut.
Inervasi berasal dari segmen Thorakal XII dan Lumbal I melalui N.
Ileohipogastrika dan Ileoinguinalis. N. Ileoinguinalis berjalan di dalam kanalis
inguinalis bersama dengan funikulus spermatikus.

Gambar 2.3 Kanalis inguinalis

BAB III
HERNIA INGUINALIS

Gambar 3.1 Hernia


Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia dan pria lebih banyak
dibanding wanita (3). Pria 25 kali lebih sering terkena hernia inguinalis (4).
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur MOI
yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia
transversalis yang kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir
tidak berotot. Gangguan pada mekanisme di atas dapat menyebabkan hernia.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peningkatan tekanan intra abdomen dan kelemahan otot dinding perut
karena bertambahnya usia (4).
Hal penting untuk hernia inguinalis lateralis secara anatomi adalah lubang
interna ke dalam kavitas peritoneal selalu lateral terhadap arteri epigastrika
profunda, sedangkan untuk hernia inguinalis medial terletak medial dari arteri
epigastrika profunda.
Peningkatan tekanan intra abdomen dapat diakibatkan oleh beberapa sebab
seperti mengejan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, kegemukan, batuk
menahun, mengejan waktu buang air besar, ascites dan kehamilan akan
mempredisposisi pasien pada timbulnya hernia (3)(4).
Menurut gejalanya; hernia dapat dibedakan antara: reponibel, irreponibel,
inkarserata, dan strangulata. Hernia reponibel adalah suatu hernia dengan isi hernia

yang bisa keluar masuk dari rongga abdomen ke kantong hernia dan sebaliknya,
sedangkan pada hernia irreponibel, isi hernia tidak bisa masuk atau dimasukkan ke
dalam rongga abdomen. Hernia inkarserata adalah hernia irreponibel ditambah
jepitan usus sehingga memberikan tanda-tanda ileus obstruktif. Hernia strangulata
adalah hernia irreponibel di tambah dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi lokal
daerah hernia karena ada pembuluh darah yang terjepit dan berakibat iskemi/
nekrosis dari isi hernia, disini benjolan akan terasa sakit, tegang, edema dengan
tanda infeksi. Strangulasi terjadi bila vaskularisasi dari organ yang berada dalam
kantong hernia terganggu, terutama bagian organ yang ada di leher kantung.
Strangulasi biasanya timbul pada hernia yang cincin internalnya sempit dan kantung
hernia relatif besar. Strangulasi adalah masalah yang serius dan dapat berakibat
fatal.
3.1

Definisi
Hernia inguinalis adalah protrusi atau penonjolan isi rongga abdomen
melalui defek atau bagian lemah dari dinding abdomen bagian bawah
(inguinal) dan masih dilapisi peritoneum

3.2

(1)

Embriologi
Pada kehidupan 12 minggu intrauterine terjadi penonjolan peritoneum
melalui annulus inguinalis internus menuju ke skrotum melalui kanalis
inguinalis. Penonjolan peritoneum disebut sebagai prosesus vaginalis. Pada
wanita di sebut kanal Nuck. Pada laki-laki prosesus vaginalis jarang mencapai
skrotum kecuali diikuti oleh penurunan testis. Dalam keadaan normal,
prosesus vaginalis mengalami obliterasi sempurna kecuali yang menempel
pada testis membentuk tunika vaginalis(5).
Hernia terjadi apabila prosesus vaginalis gagal obliterasi dan tetap
lebar terbuka sehingga organ intra peritoneal seperti usus, ovarium dan
sebagainya dapat masuk ke dalam kantong hernia. Dari penelitian
sebenarnya 80-90% bayi yang dilahirkan prosesus vaginalis masih terbuka,
belum obliterasi sempurna walaupun tidak selalu bermaniestasi hernia (5).

3.3

Epidemiologi

Hernia adalah masalah umum, namun kejadian yang sebenarnya tidak


diketahui. Diperkirakan bahwa 5% dari populasi akan mengalami hernia
dinding perut, tetapi prevalensi mungkin lebih tinggi. Sekitar 75% dari semua
hernia terjadi di wilayah inguinalis. Dua pertiga diantaranya indirek, dan
sisanya adalah hernia inguinalis direk

(3)

Pria 25 kali lebih mungkin untuk mengalami hernia inguinalis daripada


wanita. Hernia inguinalis indirek adalah hernia yang paling umum, terlepas
dari gender. Pada pria, hernia indirek mendominasi atas hernia direk pada
rasio 2:1 (3).
Herniotomi inguinal adalah operasi yang paling sering dilakukan pada
praktik bedah umum, dan merupakan salah satu operasi paling sering yang
dilakukan di Amerika Serikat. Sekitar 800,000 kasus telah dilakukan pada
tahu 2003, tidak termasuk kasus residif atau bilateral hernia
3.4

(1)(2)

Etiologi
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir karena tidak menutupnya processus vaginalis pada saat
penurunan testis, dengan manifestasi Hernia Inguinalis Lateralis.
2. Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen karena tekanan
intraabdominal juga meningkat secara kronis, dengan manifestasi Hernia
Inguinalis Medialis.

3.5

Komponen Hernia

Gambar 3.2 Bagian Hernia(1)


Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. Pada
abdomen isi terbanyak adalah usus halus dan omentum majus

(1)

Kemungkinan lainnya termasuk:


1. Usus besar dan apendiks
2. Divertikulum Meckel
3. Vesica Urinaria
4. Ovarium dengan atau tanpa tuba falopi
5. Cairan ascites
Menurut kepustakaan lain, 3 komponen yang selalu ada pada hernia adalah:
1) Kantong hernia
Pada hernia inguinalis berupa peritoneum parietalis
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang mengisi kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen).
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong
hernia(6). Pada hernia inguinalis adalah annulus internus dan trigonum
hesselbach.
3.6

Klasifikasi
Menurut letaknya hernia dapat dibagi(4):
a. Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan

hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia


medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan
berupa tidak menutupnya prosessus vaginalis peritoneum sebagai akibat
proses penurunan testis ke skrotum.
b. Hernia inguinalis Medialis
Hernia ingunalis direk hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intraabdominal kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
hesselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral,
khususnya pada lelaki tua. Hernia ini hampir tidak pernah mengalami
inkarserasi atau strangulasi(3).

Gambar 3.3 Hernia Inguinalis Medialis dan Lateralis


Hernia menurut sifatnya(4):
a. Hernia Reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia Irreponibilis: bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia tanpa adanya gangguan pasase atau
vaskularisasi.

3.7

Gejala Klinis
Gejala klinis ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengejan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa
nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen

usus halus masuk ke dalam kantong hernia(4).


Mual dan muntah baru timbul apabila terjadi inkarserasi karena ileus

atau strangulasi karena nekrosis atau gangrene (4).


Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat
paha biasanya diketahui oleh orangtua. Jika hernia mengganggu dan
anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang
perut kembung, harus dipikirkan adanya hernia strangulate (4).

BAB IV
DIAGNOSIS
4.1

Anamnesis
Secara klasik pada penderita Hernia Inguinalis biasanya ditemukan
keluhan-keluhan antara lain (3)(4):
Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan
adanya benjolan di pelipatan paha atau perut bagian bawah.
Benjolan tersebut dapat timbul bila mengejan, berdiri/berjalan,
menangis, batuk dan benjolan tersebut akan menghilang bila penderita
ini dalam posisi tidur. Ada kalanya keluhan berupa benjolan yang dapat
keluar masuk di daerah kemaluan (pada laki-laki di skrotum dan pada
wanita di labium mayor). Kadang-kadang terasa kemeng.
Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan
intraabdominal,

misalnya

mengejan,

menangis,

tekanan

batuk

atau

mengangkat beban berat. Benjolan akan menghilang atau mengecil


ketika penderita berbaring (reponibilis), tidak dapat kembali atau tidak
menghilang ketika berbaring (irreponibilis).
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserata karena ileus (dengan gambaran obstruksi usus dan
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa), atau
strangulasi karena nekrosis atau gangrene (akibat adanya gangguan
vaskularisasi).
Faktor-faktor predisposisi antara lain:
o Pekerjaan (mengangkat beban berat, atlet angkat besi, tentara,
kuli bangunan, dll)
o Penyakit ataupun keganasan kronis (BPH, batuk kronis, ascites,
atau susah BAB)
o Faktor usia, semakin tua, otot-otot dinding abdomen semakin

4.2

lemah
o Faktor kegemukan (obesitas)
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia (4).
Pada inspeksi perlu diperhatikan

Keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha skrotum atau labia dalam
posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengejan atau batuk
sehingga ada benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
Saat pasien mengejan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke
medial bawah.
Pada palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya dan dicoba didorong apakah benjolan dapat di reposisi.
Bila kantong berisi organ maka bergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium. Isi hernia
pada bayi wanita yang terasa seperti sebuah massa yang padat
biasanya ovarium.
Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dicoba mendorong
isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak.
Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
annulus eksternus, pasien diminta mengejan. Kalau hernia menyentuh
ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau sampai jari yang
menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
Setelah benjolan direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking
pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus
inguinalis yang melebar.
Auskultasi
Terutama pada kasus hernia inguinalis lateralis jika sudah sampai scrotum
untuk mendeteksi isi kantong apakah ada bising usus (untuk membedakan
dengan hidrokel testis).
4.3

Pemeriksaan Khusus
1) Finger Test (Invagination Test)
Hernia direposisi terlebih dahulu. Kulit skrotum diinvaginasikan
dengan ujung jari telunjuk dari arah testis dan jari masuk mencapai
annulus eksternus. Normal annulus eksternus hanya dapat dilalui
ujung jari kelingking. Jari pemeriksa masuk hingga mencapai kanalis
inguinalis, kemudian pasien diminta untuk batuk atau mengejan.

Apabila benjolan teraba di ujung jari di sebut hernia inguinalis lateralis,


sedangkan bila menyentuh sisi jari disebut hernia inguinalis medialis.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien laki-laki (8)(9).

Gambar 4.1 Finger test


2) Thumb Test (Deep Ring Occlusion Test)
Hernia direposisi terlebih dahulu. Jempol ditempatkan pada
annulus internus, kemudian pasien diminta batuk atau mengejan.
Annulus internus terletak titik pertengahan antara SIAS dan simfisis
pubis. Apabila tidak timbul benjolan maka hernia inguinalis lateralis,
sedangkan bila timbul benjolan di medial dari annulus internus disebut
hernia inguinalis medialis(8)(9).

Gambar 4.2 Thumb test

3) Ziemann Test
Hernia direposisi terlebih dahulu. 3 jari diletakkan di tiga titik.
Jari kedua diletakkan di annulus internus, jari ketiga diletakkan di
annulus eksternus dan jari ke-empat diletakkan di annulus femoralis,
setelah itu pasien diminta untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan
menyentuh jari kedua disebut hernia inguinalis lateralis, apabila
benjolan meyentuh jari ketiga disebut hernia inguinalis medialis,
sedangkan apabila menyentuh jari ke-empat disebut hernia femoralis (8)
(9)

Gambar 4.3 Zieman test


4) Rising Test
Pasien berbaring di tempat tidur. Pasien diminta mengangkat
kepala dan dada atau mengangkat kedua kaki dari tempat tidur.
Apabila terdapat kelemahan dinding abdomen, maka benjolan akan
muncul di daerah flank disebut Malgaignis bulge. Otot yang
berkontraksi dapat dipalpasi dengan tangan di dinding abdomen (8)(9).
5) Rectal toucher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran prostat atau keluhan
anorektal lainnya.

4.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
hernia. Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa

pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis (11).
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam
posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver valsava dilaporkan memiliki
sensitifitas

dan

spesifitas

diagnosis

mendekati

90%.

Pemeriksaan

Ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia inkarserata dari suatu


nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang teraba
di inguinal. Pada pasien yang sangat jarang dengan nyeri inguinal tetapi tidak
ada bukti fisik hernia inguinal, sonografi dapat menunjukkan adanya hernia
inguinalis(12).
Untuk mencari kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra
abdominal, sebagai salah satu penyebab timbulnya hernia.
Rectal toucher
: BPH, Stenosis Anal, Tumor Recti
Thoraks foto
: Batuk kronis, asma, tumor paru
USG Abdomen
: Ascites, tumor abdomen
Genitalia Eksterna : Striktura Urethra, phymosis
4.5

Diagnosis Banding
Benjolan di inguinal, penyakit-penyakit yang dapat dipikirkan antara lain (8):
1. Lymphoma
2. Limphadenopathia
3. Hidrokel testis komunikans
4. Varikokel
5. Groin abcess
Tabel 4.1 Perbedaan HIL dan HIM
HIL
kongenital + akuisata
Lonjong botol
Anak/Dewasa muda
Pria>Wanita
Diatas lig.inguinal sampai skrotum

HIM
akuisata
Oval/bulat
Anak-Tua
Pria>Wanita
Diatas lig.inguinal tidak sampai

Mengejan

Benjolan keluar dari lateral

Finger test
Thumb test
Zieman test

menuju ke medial
Ke scrotum
Keluarnya lambat
Tidak keluar benjolan
Penekanan di ujung jari
Dorongan pada jari kedua

skrotum
Langsung di medial
Keluarnya cepat dan

Penyebab
Bentuk
Umur
Letak

4.6

Komplikasi

kembalinya cepat
Keluar
Keluar
Dorongan pada jari ketiga

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi


hernia. Lebih sering terjadi komplikasi pada hernia yang tertahan pada
kantong hernia, yaitu hernia irreponible(4).
Dapat terjadi hernia inkarserata, jepitan cincin hernia menyebabkan
gangguan pasase isi usus, dengan gambaran obstruksi usus, dan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
Klinis: muntah-muntah, tidak dapat flatus ataupun defekasi, nyeri pada
penonjolan dan pada perabaan didapatkan suatu cincin yang keras/ kaku.
Hernia Strangulata, jepitan cincin mengakibatkan gangguan perfusi
jaringan sehingga timbul bendungan vena yang mengakibatkan hernia
makin terjepit karena oedem. Semakin lama, jepitan semakin bertambah,
peredaran darah terganggu, isi hernia menjadi nekrosis dan timbul
keadaan toksik akibat gangren.
Klinis: penderita gelisah, suhu tubuh tinggi, nyeri menetap di suatu tempat
(di penonjolan), penderita cepat masuk dalam keadaan syok. Apabila isi
hernia strangulata terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel maupun peritonitis (jika terjadi
hubungan dengan rongga perut) yang mengakibatkan penderita sepsis
hingga meninggal.

BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1

Operatif
5.1.1Indikasi
Hernia Inguinalis dengan komplikasi inkarserata/strangulate
Hernia Inguinalis Lateralis pada anak/dewasa (reponibilis/ireponibilis)
Hernia Inguinalis Medialis yang cukup besar dan mengganggu
5.1.2 Macam Operasi
1) Herniotomi
Herniotomi yaitu dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong. Tindakan ini dilakukan hanya pada anak-anak
karena penyebabnya kongenital dan tidak ada kelemahan pada dinding
posterior kanalis inguinalis(4).
2) Herniotomi dan Hernioplasti
Setelah dilakukan herniotomi dilanjutkan dengan hernioplasti. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti antara lain:
a. Metode Bassini: menjahit conjoint tendon dengan ligamen
inguinal utuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Funikulus spermatikus tetap berada di kanalis inguinalis di
bagian ventral jahitan Bassini.
b. Metode Halstedt: sama seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada di atas aponeurosis MOE (dibawah kulit).
c. Metode Fergusson: conjoint tendon dijahitkan pada
ligamentum inguinal di atas funikulus spermatikus, kecuali pada
daerah annulus eksternus dimana tempat funikulus spermatikus
keluar menuju skrotum.
Tindakan hernioplasti saat ini sering dikerjakan dengan pemasangan
protesa yaitu prolene mash yang dijahit antara conjoint tendon dengan
ligamentum inguinal.
5.1.3 Komplikasi Post Operasi
1) Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
2) Infeksi pada luka operasi
3) Nyeri kronis
4) Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis

5) Rekurensi/residif
6) Cedera V.Femoralis, N.Ilioinguinalis, duktus deferens, atau buli-buli.
5.2 Non Operatif
5.2.1 Indikasi
Bila pasien menolak operasi
Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan intra
abdominal (contoh: ascites, sirosis hepatis, tumor paru)
HIM ukuran kecil dan belum mengganggu (atasi dulu faktor
penyebabnya)
5.2.2 Tindakan Non Operatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah di reposisi. Reposisi tidak boleh dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan karena cincin hernia
yang lebih elastik pada anak-anak.
Pemakaian bantal penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup(4).
5.3

Prognosis
Tergantung dari umur penderita,ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia
umumnya dapat diatasi

(13)

DAFTAR PUSTAKA
1. Henry MM, Thompson JN, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537
2. Schwartzs Principle of Surgery, 9th ed., pp. 1305-1342. New York: McGraw-Hill.
3. Malangoni M A., Rosen Michael J. 2007. Hernia. Sabiston Textbook of Surgery.
ED 16th: chapter44
4. Karnadiharja W, Djojosugito MA, Kamardi T. Hernia Inguinals. In: Sjamsuhidayat
R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC Publishers; 2003. p.706-10
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah FK UI Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. 1995. p.131-4
6. Fahmi N.M., 2010. Presus Bedah Hernia Inguinalis Lateral. Available from:
http://fkumyecase.net/wiki/index.php?page=presus+BEDAH+
%22HERNIA+INGUINALIS+LATERAL%22+Moch.Nizam+Fahmi+20040310109
7. Diktat Kuliah Ilmu Bedah, SIE Bursa Buku Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
8. Sriram Bhat. SRBs Manual Surgery 3 rd edition. Jaypee Brother Publisher. 2010.
p.685
9. Saha ML. Bedside Clinics In Surgery. Academic Publisher. 2006. P.27-30
10. Wibowo S, Puruhito, Basuku S, Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
11. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran, 2010, Hernia Inguinalis. Available from:
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-hernia-inguinalis.html
12. Scribd,
2010,
Hernia,
Available
from:
http://www.scribd.com/doc/34415270/Referat-Hernia
13. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, Edisi IV, 709-713, Binarupa
Aksara, Jakarta.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI.iii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................2
REGIO INGUINALIS.....................................................................................................2
2.1

Anatomi...........................................................................................................2

2.2

Vaskularisasi dan Innervasi.............................................................................6

BAB III...........................................................................................................................7
HERNIA INGUINALIS...................................................................................................7
3.1

Definisi.............................................................................................................8

3.2

Embriologi........................................................................................................8

3.3

Epidemiologi....................................................................................................9

3.4

Etiologi.............................................................................................................9

3.5

Komponen Hernia.........................................................................................10

3.6

Klasifikasi.......................................................................................................11

3.7

Gejala Klinis...................................................................................................12

BAB IV........................................................................................................................13
DIAGNOSIS................................................................................................................13
4.1

Anamnesis.....................................................................................................13

4.2

Pemeriksaan Fisik.........................................................................................14

4.3

Pemeriksaan Khusus....................................................................................15

4.4

Pemeriksaan Penunjang...............................................................................17

4.5

Diagnosis Banding........................................................................................17

4.6

Komplikasi.....................................................................................................18

BAB V.........................................................................................................................20
PENATALAKSANAAN................................................................................................20
5.1

Operatif..........................................................................................................20

5.1.1

Indikasi....................................................................................................20

5.1.2

Macam Operasi......................................................................................20

5.1.3

Komplikasi Post Operasi........................................................................21

5.2

Non Operatif..................................................................................................21

5.2.1

Indikasi....................................................................................................21

5.2.2

Tindakan Non Operatif............................................................................21

5.3

Prognosis.......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23

Anda mungkin juga menyukai