PENDAHULUAN
Hernia berasal dari bahasa latin rupture atau bahasa Yunani bud. Hernia
didefinisikan sebagai penonjolan organ melalui suatu lubang pada dinding rongga
tempat organ tersebut berada
(2)
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan (1).
Hernia yang timbul dalam regio inguinalis biasa disebut dengan hernia
inguinalis. Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
appendisitis. Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebelum Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring
bertambahnya pengetahuan struktur anatomi pada region inguinal (3).
Secara klinis, bagian terpenting dari definisi tersebut adalah kata penonjolan,
karena tanpa adanya penonjolan organ, diagnosis dari hernia tidak mungkin dibuat.
Secara anatomis, gambaran penting dari suatu hernia adalah cincin hernia dan
kantung hernia. Cincin hernia adalah suatu lubang pada lapisan terdalam dari
dinding abdomen sedangkan kantung hernia adalah bagian terluar dai peritoneum.
Keduanya dihubungkan oleh bagian leher dari kantung hernia. Ukuran dari suatu
hernia ditentukan dari besar bagian leher serta volume dari kantung hernianya.
Hernia dalam perkembangannya selalu menunjukkan pembesaran yang
progresif, bukan regresi spontan. Seiring berjalannya waktu, hernia akan membesar,
diikuti dengan meningkatnya komplikasi yang berbahaya pula. Hernia dapat menjadi
responibel, irreponibel, obstruksi, strangulasi ataupun inflamasi
(3)
BAB II
REGIO INGUINALIS
2.1
Anatomi
oleh
aponeurosis
MOE,
ligament
inguinal,
fascia
Arteri diferential
Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus yaitu:
Cabang genital dari nervus genitofemoral
Nervus ilioinginalis
Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. Lapisan fascia:
Fascia spermatika eksterna, lanjutan
dari
fascia
innominate.
Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot
muskulus obliqus abdominis internus
Fascia spermatika interna, perluasan
dari
fascia
transversalis.
10. Annulus Internus
Merupakan lubang tempat keluarnya funikulus spermatikus dari dalam
abdomen menuju kanalis inguinalis. Annulus ini terletak kurang lebih di
tengah-tengah antara SIAS dan tuberkulum pubikum (1-1,5 cm diatas
ligamentum inguinal).
11. Annulus Eksternus
Merupakan suatu lubang yang berbentuk segitiga yang dibentuk oleh
crus superior dan crus inferior aponeurosis MOE. Ukuran luasnya
kurang lebih 2,5 x 1,25 cm. Annulus ini merupakan tempat keluarnya
funikulus spermatikus (pada wanita berupa round ligament), dan
nervus ileoinguinalis.
2.2
di
regio
inguinal
dari
A.Iliaca
externa
melalui
BAB III
HERNIA INGUINALIS
yang bisa keluar masuk dari rongga abdomen ke kantong hernia dan sebaliknya,
sedangkan pada hernia irreponibel, isi hernia tidak bisa masuk atau dimasukkan ke
dalam rongga abdomen. Hernia inkarserata adalah hernia irreponibel ditambah
jepitan usus sehingga memberikan tanda-tanda ileus obstruktif. Hernia strangulata
adalah hernia irreponibel di tambah dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi lokal
daerah hernia karena ada pembuluh darah yang terjepit dan berakibat iskemi/
nekrosis dari isi hernia, disini benjolan akan terasa sakit, tegang, edema dengan
tanda infeksi. Strangulasi terjadi bila vaskularisasi dari organ yang berada dalam
kantong hernia terganggu, terutama bagian organ yang ada di leher kantung.
Strangulasi biasanya timbul pada hernia yang cincin internalnya sempit dan kantung
hernia relatif besar. Strangulasi adalah masalah yang serius dan dapat berakibat
fatal.
3.1
Definisi
Hernia inguinalis adalah protrusi atau penonjolan isi rongga abdomen
melalui defek atau bagian lemah dari dinding abdomen bagian bawah
(inguinal) dan masih dilapisi peritoneum
3.2
(1)
Embriologi
Pada kehidupan 12 minggu intrauterine terjadi penonjolan peritoneum
melalui annulus inguinalis internus menuju ke skrotum melalui kanalis
inguinalis. Penonjolan peritoneum disebut sebagai prosesus vaginalis. Pada
wanita di sebut kanal Nuck. Pada laki-laki prosesus vaginalis jarang mencapai
skrotum kecuali diikuti oleh penurunan testis. Dalam keadaan normal,
prosesus vaginalis mengalami obliterasi sempurna kecuali yang menempel
pada testis membentuk tunika vaginalis(5).
Hernia terjadi apabila prosesus vaginalis gagal obliterasi dan tetap
lebar terbuka sehingga organ intra peritoneal seperti usus, ovarium dan
sebagainya dapat masuk ke dalam kantong hernia. Dari penelitian
sebenarnya 80-90% bayi yang dilahirkan prosesus vaginalis masih terbuka,
belum obliterasi sempurna walaupun tidak selalu bermaniestasi hernia (5).
3.3
Epidemiologi
(3)
(1)(2)
Etiologi
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir karena tidak menutupnya processus vaginalis pada saat
penurunan testis, dengan manifestasi Hernia Inguinalis Lateralis.
2. Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen karena tekanan
intraabdominal juga meningkat secara kronis, dengan manifestasi Hernia
Inguinalis Medialis.
3.5
Komponen Hernia
(1)
Klasifikasi
Menurut letaknya hernia dapat dibagi(4):
a. Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
3.7
Gejala Klinis
Gejala klinis ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengejan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa
nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen
BAB IV
DIAGNOSIS
4.1
Anamnesis
Secara klasik pada penderita Hernia Inguinalis biasanya ditemukan
keluhan-keluhan antara lain (3)(4):
Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan
adanya benjolan di pelipatan paha atau perut bagian bawah.
Benjolan tersebut dapat timbul bila mengejan, berdiri/berjalan,
menangis, batuk dan benjolan tersebut akan menghilang bila penderita
ini dalam posisi tidur. Ada kalanya keluhan berupa benjolan yang dapat
keluar masuk di daerah kemaluan (pada laki-laki di skrotum dan pada
wanita di labium mayor). Kadang-kadang terasa kemeng.
Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan
intraabdominal,
misalnya
mengejan,
menangis,
tekanan
batuk
atau
4.2
lemah
o Faktor kegemukan (obesitas)
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia (4).
Pada inspeksi perlu diperhatikan
Keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha skrotum atau labia dalam
posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengejan atau batuk
sehingga ada benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
Saat pasien mengejan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke
medial bawah.
Pada palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya dan dicoba didorong apakah benjolan dapat di reposisi.
Bila kantong berisi organ maka bergantung isinya, pada palpasi
mungkin teraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium. Isi hernia
pada bayi wanita yang terasa seperti sebuah massa yang padat
biasanya ovarium.
Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dicoba mendorong
isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak.
Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
annulus eksternus, pasien diminta mengejan. Kalau hernia menyentuh
ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau sampai jari yang
menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
Setelah benjolan direposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking
pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus
inguinalis yang melebar.
Auskultasi
Terutama pada kasus hernia inguinalis lateralis jika sudah sampai scrotum
untuk mendeteksi isi kantong apakah ada bising usus (untuk membedakan
dengan hidrokel testis).
4.3
Pemeriksaan Khusus
1) Finger Test (Invagination Test)
Hernia direposisi terlebih dahulu. Kulit skrotum diinvaginasikan
dengan ujung jari telunjuk dari arah testis dan jari masuk mencapai
annulus eksternus. Normal annulus eksternus hanya dapat dilalui
ujung jari kelingking. Jari pemeriksa masuk hingga mencapai kanalis
inguinalis, kemudian pasien diminta untuk batuk atau mengejan.
3) Ziemann Test
Hernia direposisi terlebih dahulu. 3 jari diletakkan di tiga titik.
Jari kedua diletakkan di annulus internus, jari ketiga diletakkan di
annulus eksternus dan jari ke-empat diletakkan di annulus femoralis,
setelah itu pasien diminta untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan
menyentuh jari kedua disebut hernia inguinalis lateralis, apabila
benjolan meyentuh jari ketiga disebut hernia inguinalis medialis,
sedangkan apabila menyentuh jari ke-empat disebut hernia femoralis (8)
(9)
4.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
hernia. Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa
pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis (11).
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam
posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver valsava dilaporkan memiliki
sensitifitas
dan
spesifitas
diagnosis
mendekati
90%.
Pemeriksaan
Diagnosis Banding
Benjolan di inguinal, penyakit-penyakit yang dapat dipikirkan antara lain (8):
1. Lymphoma
2. Limphadenopathia
3. Hidrokel testis komunikans
4. Varikokel
5. Groin abcess
Tabel 4.1 Perbedaan HIL dan HIM
HIL
kongenital + akuisata
Lonjong botol
Anak/Dewasa muda
Pria>Wanita
Diatas lig.inguinal sampai skrotum
HIM
akuisata
Oval/bulat
Anak-Tua
Pria>Wanita
Diatas lig.inguinal tidak sampai
Mengejan
Finger test
Thumb test
Zieman test
menuju ke medial
Ke scrotum
Keluarnya lambat
Tidak keluar benjolan
Penekanan di ujung jari
Dorongan pada jari kedua
skrotum
Langsung di medial
Keluarnya cepat dan
Penyebab
Bentuk
Umur
Letak
4.6
Komplikasi
kembalinya cepat
Keluar
Keluar
Dorongan pada jari ketiga
BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1
Operatif
5.1.1Indikasi
Hernia Inguinalis dengan komplikasi inkarserata/strangulate
Hernia Inguinalis Lateralis pada anak/dewasa (reponibilis/ireponibilis)
Hernia Inguinalis Medialis yang cukup besar dan mengganggu
5.1.2 Macam Operasi
1) Herniotomi
Herniotomi yaitu dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong. Tindakan ini dilakukan hanya pada anak-anak
karena penyebabnya kongenital dan tidak ada kelemahan pada dinding
posterior kanalis inguinalis(4).
2) Herniotomi dan Hernioplasti
Setelah dilakukan herniotomi dilanjutkan dengan hernioplasti. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti antara lain:
a. Metode Bassini: menjahit conjoint tendon dengan ligamen
inguinal utuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Funikulus spermatikus tetap berada di kanalis inguinalis di
bagian ventral jahitan Bassini.
b. Metode Halstedt: sama seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada di atas aponeurosis MOE (dibawah kulit).
c. Metode Fergusson: conjoint tendon dijahitkan pada
ligamentum inguinal di atas funikulus spermatikus, kecuali pada
daerah annulus eksternus dimana tempat funikulus spermatikus
keluar menuju skrotum.
Tindakan hernioplasti saat ini sering dikerjakan dengan pemasangan
protesa yaitu prolene mash yang dijahit antara conjoint tendon dengan
ligamentum inguinal.
5.1.3 Komplikasi Post Operasi
1) Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
2) Infeksi pada luka operasi
3) Nyeri kronis
4) Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
5) Rekurensi/residif
6) Cedera V.Femoralis, N.Ilioinguinalis, duktus deferens, atau buli-buli.
5.2 Non Operatif
5.2.1 Indikasi
Bila pasien menolak operasi
Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan intra
abdominal (contoh: ascites, sirosis hepatis, tumor paru)
HIM ukuran kecil dan belum mengganggu (atasi dulu faktor
penyebabnya)
5.2.2 Tindakan Non Operatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah di reposisi. Reposisi tidak boleh dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan karena cincin hernia
yang lebih elastik pada anak-anak.
Pemakaian bantal penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup(4).
5.3
Prognosis
Tergantung dari umur penderita,ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia
umumnya dapat diatasi
(13)
DAFTAR PUSTAKA
1. Henry MM, Thompson JN, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537
2. Schwartzs Principle of Surgery, 9th ed., pp. 1305-1342. New York: McGraw-Hill.
3. Malangoni M A., Rosen Michael J. 2007. Hernia. Sabiston Textbook of Surgery.
ED 16th: chapter44
4. Karnadiharja W, Djojosugito MA, Kamardi T. Hernia Inguinals. In: Sjamsuhidayat
R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC Publishers; 2003. p.706-10
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah FK UI Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. 1995. p.131-4
6. Fahmi N.M., 2010. Presus Bedah Hernia Inguinalis Lateral. Available from:
http://fkumyecase.net/wiki/index.php?page=presus+BEDAH+
%22HERNIA+INGUINALIS+LATERAL%22+Moch.Nizam+Fahmi+20040310109
7. Diktat Kuliah Ilmu Bedah, SIE Bursa Buku Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
8. Sriram Bhat. SRBs Manual Surgery 3 rd edition. Jaypee Brother Publisher. 2010.
p.685
9. Saha ML. Bedside Clinics In Surgery. Academic Publisher. 2006. P.27-30
10. Wibowo S, Puruhito, Basuku S, Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
11. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran, 2010, Hernia Inguinalis. Available from:
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-hernia-inguinalis.html
12. Scribd,
2010,
Hernia,
Available
from:
http://www.scribd.com/doc/34415270/Referat-Hernia
13. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, Edisi IV, 709-713, Binarupa
Aksara, Jakarta.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI.iii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................2
REGIO INGUINALIS.....................................................................................................2
2.1
Anatomi...........................................................................................................2
2.2
BAB III...........................................................................................................................7
HERNIA INGUINALIS...................................................................................................7
3.1
Definisi.............................................................................................................8
3.2
Embriologi........................................................................................................8
3.3
Epidemiologi....................................................................................................9
3.4
Etiologi.............................................................................................................9
3.5
Komponen Hernia.........................................................................................10
3.6
Klasifikasi.......................................................................................................11
3.7
Gejala Klinis...................................................................................................12
BAB IV........................................................................................................................13
DIAGNOSIS................................................................................................................13
4.1
Anamnesis.....................................................................................................13
4.2
Pemeriksaan Fisik.........................................................................................14
4.3
Pemeriksaan Khusus....................................................................................15
4.4
Pemeriksaan Penunjang...............................................................................17
4.5
Diagnosis Banding........................................................................................17
4.6
Komplikasi.....................................................................................................18
BAB V.........................................................................................................................20
PENATALAKSANAAN................................................................................................20
5.1
Operatif..........................................................................................................20
5.1.1
Indikasi....................................................................................................20
5.1.2
Macam Operasi......................................................................................20
5.1.3
5.2
Non Operatif..................................................................................................21
5.2.1
Indikasi....................................................................................................21
5.2.2
5.3
Prognosis.......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23